Insidens Penyakit Blas leher

2. Insidens Penyakit Blas leher

Insidens penyakit merupakan persentase jumlah tanaman yang terserang patogen dari total tanaman yang diamati (Agrios 1997). Insidens penyakit di hitung dari banyaknya leher malai yang terserang blas. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata tanaman yang terserang blas leher di Menjing adalah sebesar 1,40% (Tabel 11 dalam Lampiran 2). Perhitungan hasil analisis regresi blas leher dapat terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4. Hasil analisis regresi blas leher Model

Jumlah Kuadrat

F R 2 Penyesuaian R 2 Signifikansi Regresi

Sisaan Total

Sumber: Output analisis regresi blas leher (Tabel 13 dalam Lampiran 3)

Tabel 4 terlihat nilai F 1,387 dengan signifikansi 25.9% dan nilai R 2

42,2%. Ini berarti bahwa secara total variabel bebas tidak berpengaruh nyata pada taraf 10% dengan sumbangan 42,2% terhadap keparahan penyakit dan 57,8% variasi perubahan keparahan penyakit dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas lain yang tidak diamati

Tabel 5. Nilai peubah koefisien regresi insidens penyakit blas leher Variabel

Koefisien Regresi

Signifikansi Konstanta

Dosis Pupuk N (kg/ha) (X 1 ) -0,010

Dosis Pupuk P (kg/ha) (X 2 ) -0,009

Dosis Pupuk K (kg/ha) (X 3 ) 0,019

Dosis Pupuk S (kg/ha) (X 4 ) -0,008

Benih Bersertifikat (D 1 ) 2,448

Jarak Tanam Teratur (D 2 ) 1,380

Pengairan Teratur (D 3 ) -0,668

Genangan Tinggi (>5 cm) (D 4 ) 4,651

Menggunakan Pupuk Organik (D 5 ) 1,144

Menggunakan Pupuk Daun (D 6 ) 3,404

Sumber: Output analisis regresi blas leher (Tabel 13 dalam Lampiran 3)

Berdasarkan Tabel 5 dapat ditulis persamaan Y = -3,932 – 0,010X 1 – 0,009X 2 + 0,019X 3 - 0,008X 4 + 2,448D 1 + 1,380D 2 - 0,668D 3 + 4,651D 4 +

1,144D 5 + 3,404D 6 ...... (2), dengan Y insidens penyakit (%), X 1 (Dosis pupuk N (kg/ha)), X 2 (Dosis pupuk P (kg/ha)), X 3 (Dosis pupuk K (kg/ha)), X 4 (Dosis pupuk S (kg/ha)), D 1 (Benih bersertifikat), D 2 (Jarak tanam teratur), D 3 (Pengairan teratur), D 4 (Genangan tinggi (>5 cm)), D 5 (Menggunakan pupuk organik), dan D 6 (Menggunakan pupuk daun). Berdasarkan persamaan 1 dan 2 dapat diartikan bahwa setiap penurunan 1 kg/ha pupuk N dapat menurunkan keparahan penyakit dan insidens penyakit sebesar 0,025 dan 0,010. Setiap penurunan 1 kg/ha pupuk P akan menurunkan keparahan penyakit sebesar 0,009, sedangkan pada insidens penyakit setiap kenaikan 1 kg/ha dapat menaikkan 0,008 insidens penyakit. Dosis pupuk K dapat menaikkan keparahan penyakit maupun insidens penyakit sebesar 0,056 dan 0,019 setiap kenaikan 1 kg/ha. Penurunan 1 kg/ha pupuk S dapat menurunkan keparahan penyakit dan insidens penyakit sebesar 0,120 dan 0,008. Berdasar tabel 3 dan 5 tampak bahwa dosis S berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap insidens penyakit, sedangkan dosis pupuk N, P, dan K tidak berpengaruh nyata terhadap keparahan maupun insidens penyakit.

Menurut Amir (2003), pemupukan nitrogen yang berlebihan tanpa pemupukan kalium dapat menjadi faktor pemicu meningkatnya serangan di lapangan. Penggunaan kalium mempertebal lapisan epidermis pada daun sehingga penetrasi spora akan terhambat dan tidak akan berkembang di lapangan. Mukelar dan Kardin (1991) menyatakan bahwa pengaruh pupuk nitrogen terhadap serangan blas sudah dibuktikan. Intensitas pengaruh pupuk tersebut tergantung pada jenis tanah, keadaan iklim, dan cara aplikasinya. Tanah lempung/tanah berat, serangan blas lebih ringan dari pada tanah berpasir. Pengaruh N terhadap sel epidermis adalah meningkatnya permeabilitas air dan menurunnya kadar silika, sehingga jamur mudah melakukan penentrasi. Pemberian pupuk fosfat akan meningkatkan serangan b las jika diikuti pupuk nitrogen dengan dosis tinggi, begitu juga dengan pemberian pupuk kalium. Pemupukan nitrogen yang tinggi Menurut Amir (2003), pemupukan nitrogen yang berlebihan tanpa pemupukan kalium dapat menjadi faktor pemicu meningkatnya serangan di lapangan. Penggunaan kalium mempertebal lapisan epidermis pada daun sehingga penetrasi spora akan terhambat dan tidak akan berkembang di lapangan. Mukelar dan Kardin (1991) menyatakan bahwa pengaruh pupuk nitrogen terhadap serangan blas sudah dibuktikan. Intensitas pengaruh pupuk tersebut tergantung pada jenis tanah, keadaan iklim, dan cara aplikasinya. Tanah lempung/tanah berat, serangan blas lebih ringan dari pada tanah berpasir. Pengaruh N terhadap sel epidermis adalah meningkatnya permeabilitas air dan menurunnya kadar silika, sehingga jamur mudah melakukan penentrasi. Pemberian pupuk fosfat akan meningkatkan serangan b las jika diikuti pupuk nitrogen dengan dosis tinggi, begitu juga dengan pemberian pupuk kalium. Pemupukan nitrogen yang tinggi

Sertifikasi benih adalah suatu kegiatan pemberian sertifikat terhadap benih tanaman setelah melalui proses pemeriksaan, pengujian, dan telah memenuhi standar mutu benih untuk diedarkan. Hasil penelitian berdasar persamaan 1 dan 2 terlihat bahwa benih bersertifikat dapat meningkatkan keparahan penyakit dan insidens penyakit sebesar 4,283 dan 2,448 dibandingkan tanpa sertifikasi benih, tetapi benih bersertifikat ini tidak berpengaruh nyata (Tabel 5).

Berdasarkan persamaan 1 dan 2 diatas dapat diartikan bahwa jarak tanam teratur dapat menaikkaan keparahan penyakit dan insidens penyakit sebesar 1,908 dan 1,380, tetapi jarak tanam teratur ini tidak berpengaruh nyata terhadap keparahan maupun insidens penyakit. Sistem tanam yang tidak beraturan biasanya menggunakan jarak tanam yang tidak seragam sehingga kelembaban tinggi dan spora patogen dapat berkembang pesat. Menurut Ismunadji et al. (1976), penanaman dengan jarak tanam yang rapat serta pemupukan nitrogen yang tinggi tanpa menggunakan kalium menciptakan iklim meso dan media tumbuh yang kondusif untuk berkembangnya penyakit blas pada leher malai.

Sistem pengairan pada padi sawah dapat dilakukan dengan genangan terus menerus dan pengairan intermittent yaitu pengairan dilakukan dengan interval yang tidak teratur (Taslim et al. 1989). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengairan teratur (genangan) dapat meningkatkan keparahan penyakit sebesar 3,399 sedangkan pada insidens penyakit dapat menurunkan sebesar 0,668, tetapi faktor budidaya ini tidak berpengaruh nyata terhadap keparahan maupun insidens penyakit. Penggenangan dapat meningkatkan keparahan penyakit dan insidens

penyakit sebesar 12,334 dan 4,651, tetapi tinggi genangan tidak berpengaruh terhadap keparahan maupun insidens penyakit pula. Blas daun biasanya menyerang pada fase vegetatif sedangkan blas leher menyerang pada fase generatif sehingga semakin tinggi genangan dapat meningkatkan kelembaban tanaman dan meningkatkan keparahan penyakit maupun insidens penyakit. Menurut Andoko (2010), penggenangan padi sawah sangat dibutuhkan, namun ada saatnya sawah harus dikeringkan agar pertumbuhan dan produktifitas tanaman menjadi baik. Pada fase vegetatif tinggi genangan 2-5 cm, fase reproduktif 5-10 cm dan fase generatif mulai dilakukan pengeringan. Penggenangan dilakukan pada saat pembentukan malai (fase bunting) dan berbunga, sedangkan pengeringan dilakukan pada fase malai masak susu, air berangsur-angsur diturunkan dan sampai fase mulai menguning pemberian air dihentikan dan dibiarkan kering (Taslim et al. 1989).

Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alam i. Penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan keparahan penyakit dan insidens penyakit sebesar 5,534 dan 1,144. Faktor budidaya tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap keparahan maupun insidens penyakit. Petani Desa Menjing menggunakan pupuk organik yang berasal dari kotoran sapi yang tercampur dengan jerami karena mereka menggunakan jerami sebagai pakan ternak. Berdasarkan hasil penelitian penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan keparahan dan insidens penyakit. Ini dapat disebabkan karena tercampurnya jerami pada kotoran sapi terjadi secara tidak sengaja sehingga fermentasi jerami tidak terjadi secara sempurna. Pupuk organik yang terbentuk belum matang sehingga patogen yang berada pada jerami masih hidup. Menurut pendapat Gigih (2011) bahwa sisa-sisa tanaman dan inang alternatifnya menjadi sumber penularan bagi pertanaman padi berikutnya, karena miselium jamur ini dapat bertahan selama setahun. Spora yang berasal dari tanaman terinfeksi dapat menyebar dan dalam jarak 2 km dari inokulum awal masih bisa menginfeksi tanaman sehat.

Pemberian pupuk daun juga menyumbang masukan pupuk N, P, dan K, sehingga harus diperhatikan dosis yang diberikan agar pemupukan seimbang. Berdasar Tabel 5 tampak bahwa penggunaan pupuk daun dapat meningkatkan keparahan dan insidens penyakit sebesar 2,257 dan 3,404. Faktor budidaya tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap keparahan maupun insidens penyakit.