SKRIPSI EVALUASI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI TERHADAP BLAS DI MENJING, JENAWI, KARANGANYAR Puspita Wahyuningsih H0708138 Pembimbing Utama :

EVALUASI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI TERHADAP BLAS DI MENJING, JENAWI, KARANGANYAR

Oleh Puspita Wahyuningsih H0708138 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

BLAS DI MENJING, JENAWI, KARANGANYAR SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Oleh Puspita Wahyuningsih

H0708138

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

EVALUASI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI TERHADAP BLAS DI MENJING, JENAWI, KARANGANYAR

Puspita Wahyuningsih H0708138

Pembimbing Utama :

Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi NIP. 19620116 1990021001

Pembimbing Pendamping :

Dr. Ir. Supyani, MP NIP. 19661016 1993021001

Surakarta, November 2012 Mengetahui, Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian

Dekan,

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 195602251986011001

EVALUASI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI TERHADAP BLAS DI MENJING, JENAWI, KARANGANYAR

yang dipersiapkan dan disusun oleh Puspita Wahyuningsih H0708138

telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal: 1 November 2012 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar (derajat) Sarjan a Pertanian Program Studi Agroteknologi

Susunan Tim Penguji:

Ketua

Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi NIP. 196201161990021001

Anggota I

Dr. Ir. Supyani, MP NIP. 196610161993021001

Anggota II

Dr. Ir. Parjanto, MP NIP. 196203231988031001

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Evaluasi Ketahanan Beberapa Varietas Padi terhadap Blas di Menjing, Jenawi, Karanganyar”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai p ihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi selaku Ketua Jurusan Program Studi Agroteknologi dan dosen pembimbing utama atas ide dan masukan untuk penelitian maupun penulisan skripsi.

3. Dr. Ir. Supyani, MP selaku pembimbing pendamping atas bimbingan dan masukan yang diberikan dalam penulisan skripsi.

4. Dr. Ir. Parjanto, MP selaku pembahas atas kritik dan saran yang diberikan dalam penulisan skripsi.

5. Ir. W idyatmani Sih Dewi, MP dan Salim Widono SP, MP selaku pembimbing akademik atas dorongan, semangat, bimbingan, kritik, dan saran yang diberikan selama ini.

6. Ir. Endang Setia Muliawati, MSi dan Ir. Retna Bandrianti Arn iputri, MS selaku dosen mata kuliah metode analisis data atas bimbingan dan waktu yang diberikan dalam menganalisis data penelitian dalam skripsi ini.

7. Ir. Fatchur rohman selaku pembimbing lapangan, Bapak Sunaryo dan Bapak/Ibu Dinas Penyuluhan Pertanian Kecamatan Jenawi atas bantuannya.

8. Ibu, Alm ayah, kakak, adik serta keluarga besar, terima kasih atas kasih sayang yang tulus dan dukungan moral maupun material yang tak akan bisa terbalaskan.

Temen-temen kost Putri Noventi, Mess Gardenia dan Genk Es Krim atas keceriaan, bantuan, dukungan, doa, dan semangatnya. Semoga persahabatan

ini tak lekang o leh waktu.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas segala bantuan baik langsung maupun tidak langsung, demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini.

Surakarta, November 2012

Penulis

Nomor

Judul dalam Teks

Halaman

1. Intensitas serangan blas pada berbagai varietas padi .............................

18

2. Hasil analisis regresi keparahan penyakit leaf blast...............................

20

3. Nilai peubah koefisien regresi keparahan penyakit leaf blast ...............

20

4. Hasil analisis regresi insidens penyakit neck blast................................. 21

5. Nilai peubah koefisien regresi keparahan penyakit neck blast ..............

21

Judul dalam Lampiran

6. Deskripsi varietas padi Mekongga ..........................................................

30

7. Deskripsi varietas padi Sintanur ..............................................................

31

8. Deskripsi varietas padi Ciherang .............................................................

32

9. Deskripsi varietas padi IR 66...................................................................

33

10. Deskripsi varietas padi Inpari 13 .............................................................

34

11. Hasil survei intensitas penyakit blas .......................................................

35

12. Output analisis regresi blas daun (keparahan penyakit).........................

36

13. Output analisis regresi blas leher (insidens penyakit) ............................

37

Nomor

Judul dalam Lampiran

Halaman

1. Pola pengambilan sampel di lahan (zig-zag) ............................................ 38

2. Gejala serangan blas ................................................................................... 38

3. Hasil optilab Pyricularia oryzae ............................................................... 38

EVALUASI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI TERHADAP

BLAS DI MENJING, JENAWI, KARANGANYAR. Skripsi : Puspita Wahyuningsih (H0708138). Pembimbing: Hadiwiyono, Supyani, Parjanto, Program Studi: Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Beras merupakan makanan pokok bangsa Indonesia. Penyakit penting yang menyerang pertanaman padi salah satunya adalah blas yang disebabkan oleh patogen Pyricularia oryzae yang menyebabkan bercak belah ketupat pada daun dan leher malai menjadi hitam dan patah serta menghasilkan gabah hampa. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan berberapa varietas padi terhadap blas dan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas penyakit di Menjing, Jenawi, Karanganyar.

Penelitian ini dilaksanakan di Menjing, Jenawi, Karanganyar mulai Juni sampai Juli 2012. Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan teknik penentuan sampel dilakukan secara sengaja atau purposive sampling berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Rancangan penelitian terdiri dari survei lahan, perhitungan keparahan penyakit, perhitungan insidens penyakit dan pengisian kuesioner. Data hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis regresi linier berganda dan uji T.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat variasi ketahanan varietas padi di Menjing, Jenawi, Karanganyar terhadap blas secara berurutan yaitu

Mekongga, Sintanur, Ciherang, IR 66, dan Inpari 13 yang dipengaruhi oleh dosis pupuk S.

EVALUATION OF SOME RICE VARIETIES RESISTANCE TO BLAST

IN MENJING, JENAWI, KARANGANYAR. Thesis S-1: Puspita Wahyuningsih (H0708138). Advisers: Hadiwiyono, Supyani, Parjanto. Study program: Agrotechnology, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Rice is the staple food of Indonesia. An important disease affecting in

planting rice one of them is blast caused by pathogenic Pyricularia oryzae that

causes rhombic spotting on the leaves and neck panicles of being black and broken and produce grain hollow. This study aimed to evaluate the resistance of some rice varieties to blast and factors that influence the intensity of the disease in Menjing, Jenawi, Karanganyar.

This study was conducted in Menjing, Jenawi, Karanganyar from June until July 2012. This study is a survey research with intentional sampling techniques or purposive sampling based on certain considerations in accordance with the objectives of the study. The study’s design consisted of land survey, calculation of disease severity, calculations of disease incidence and filling out the questionnaire. The data were obtained were analyzed using multiple linear regression analysis with dummy variables and T test.

The results showed that there is a variation in the resistance of rice varieties to blast in Menjing, Jenawi, Karanganyar sequentially is Mekongga, Sintanur, Ciherang, IR66, and Inpari 13 that is influenced by S fertilizer.

A. Latar Belakang

Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia sekarang ini sudah tinggi, sekitar 139 kg per kapita dengan jumlah penduduk sekitar 245 juta jiwa pada tahun ini (Pambudi, 2012). Jumlah penduduk yang semakin besar mengakibatkan kebutuhan beras juga meningkat. Kebutuhan beras yang selalu meningkat harus diimbangi dengan peningkatan produksi padi. Peningkatan produksi padi sampai saat ini masih menghadapi berbagai kendala. Kendala utama dalam peningkatan produktifitas padi salah satunya adalah serangan hama dan penyakit. Berbagai hama dan penyakit yang menyerang pada pertanaman padi antara lain yaitu penggerek batang, wereng coklat, wereng hijau, hawar daun, blas, rhizoctonia dan lain-lain.

Menjing merupakan salah satu sentra pertanaman padi di Jenawi. Pada beberapa musim tanam sebelumnya pertanaman padi di Menjing terserang wereng coklat. Pengendalian wereng coklat telah banyak dilakukan salah satunya dengan menggunakan benih padi tahan wereng yang dikeluarkan oleh dinas pertanian. Varietas baru tahan wereng ini ternyata memberikan dampak lain bagi pertanaman padi yaitu adanya penyakit blas. Penyakit blas merupakan salah satu penyakit penting dalam pertanaman padi, baik padi lahan kering maupun lahan sawah. Penyakit blas menimbulkan dua gejala yang khas yaitu blas daun (leaf blast) dan blas leher (neck blast). Gejala pada daun yaitu bercak berbentuk bulat, belah ketupat, melebar dan meruncing di kedua ujungnya. Bercak yang berkembang bagian tengahnya menjadi warna abu-abu. Leher malai yang terinfeksi berubah menjadi hitam dan patah serta menghasilkan gabah hampa. Tahun 2002 wilayah dominan penyebaran blas di Indonesia meliputi provinsi Jawa Barat 1.781 ha, Sumatera Selatan 1.084 ha, Sumatera Utara 624 ha, Kalimantan Tengah 395 ha, Bali dan Nusa Tenggara Barat sekitar 200 ha (Hasanuddin 2004). Penyakit blas dapat menurunkan hasil sampai lebih 70% bahkan puso. Usaha pengendalian penyakit blas yang sampai saat ini dianggap paling efektif adalah dengan varietas tahan, tetapi akhir-akhir ini juga dilaporkan bahwa blas menginfeksi varietas- Menjing merupakan salah satu sentra pertanaman padi di Jenawi. Pada beberapa musim tanam sebelumnya pertanaman padi di Menjing terserang wereng coklat. Pengendalian wereng coklat telah banyak dilakukan salah satunya dengan menggunakan benih padi tahan wereng yang dikeluarkan oleh dinas pertanian. Varietas baru tahan wereng ini ternyata memberikan dampak lain bagi pertanaman padi yaitu adanya penyakit blas. Penyakit blas merupakan salah satu penyakit penting dalam pertanaman padi, baik padi lahan kering maupun lahan sawah. Penyakit blas menimbulkan dua gejala yang khas yaitu blas daun (leaf blast) dan blas leher (neck blast). Gejala pada daun yaitu bercak berbentuk bulat, belah ketupat, melebar dan meruncing di kedua ujungnya. Bercak yang berkembang bagian tengahnya menjadi warna abu-abu. Leher malai yang terinfeksi berubah menjadi hitam dan patah serta menghasilkan gabah hampa. Tahun 2002 wilayah dominan penyebaran blas di Indonesia meliputi provinsi Jawa Barat 1.781 ha, Sumatera Selatan 1.084 ha, Sumatera Utara 624 ha, Kalimantan Tengah 395 ha, Bali dan Nusa Tenggara Barat sekitar 200 ha (Hasanuddin 2004). Penyakit blas dapat menurunkan hasil sampai lebih 70% bahkan puso. Usaha pengendalian penyakit blas yang sampai saat ini dianggap paling efektif adalah dengan varietas tahan, tetapi akhir-akhir ini juga dilaporkan bahwa blas menginfeksi varietas-

B. Perumusan Masalah

Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama di Indonesia. Salah satu penyakit penting pada pertanaman padi yaitu blas yang disebabkan oleh jamur Pyricularia oryzae . Serangan patogen ini ditandai dengan adanya bercak belah ketupat pada daun dan leher malai berwarna hitam bahkan patah sehingga gabah tidak terisi penuh. Desa Menjing merupakan salah satu sentra pertanaman padi di Jenawi. Gejala blas sudah muncul dari beberapa musim tanam yang lalu di desa ini. Akan tetapi pengetahuan petani tentang penyakit tersebut masih kurang. Adapun perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana ketahanan beberapa varietas padi terhadap blas dan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas penyakit di Menjing, Jenawi, Karanganyar.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi ketahanan beberapa varietas padi terhadap blas dan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas penyakit di Menjing, Jenawi, Karanganyar. Manfaat penelitian ini yaitu memberikan informasi kepada petani tentang blas dan ketahanan beberapa varietas padi terhadap blas di Menjing, Jenawi, Karanganyar.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Padi (Oryza sativa L)

1. Arti Ekonomi Padi

Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok, padi dapat digantikan atau disubstitusi oleh bahan makanan lainnya, namun padi memiliki n ilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan yang lain (AAK 1990).

Beras merupakan komoditas strategis berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisiasi pertan ian ke depan. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan beras dalam periode 2005-2025 diproyeksikan masih akan terus meningkat. Kalau pada tahun 2005 kebutuhan beras setara 52,8 juta ton gabah kering giling (GKG), maka pada tahun 2025 kebutuhan tersebut diproyeksikan sebesar 65,9 juta ton GKG. Pemerintah berkeinginan mempertahankan swasembada beras secara berkelanjutan. Peningkatan produktivitas padi 1,5% per tahun dengan indeks panen 1,52 diperkirakan dapat mempertahankan swasembada beras hingga tahun 2025 (Damardjati et al. 2005).

2. Morfologi dan Taksonomi Padi

Padi merupakan tanaman semusim, menurut Tjitrosoepomo (2002), termasuk golongan rumput-rumputan dengan klasifikasi sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales (Glumiflorae) Famili : Poaceae/Graminae Genus : Oryza Species : Oryza sativa L

Padi (O. sativa) termasuk golongan tumbuhan graminae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Panjang ruas tidak sama. Ruas terpendek terdapat pada pangkal batang. Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas. Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah memperlihatkan percabangan di mana cabang terpendek menjadi ligulae (lidah) daun dan bagian terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak. Daun kelopak terdapat dua embel sebelah kiri dan kanan yang disebut auricle. Auricle kadang-kadang hijau dan kadang ungu sehingga dapat digunakan sebagai determinatie identitas varietas. Daun kelopak yang membalut ruas yang paling atas dari batang disebut daun bendera (flag leaf). Tepat dimana daun pelepah teratas menjadi ligulae dan daun bendera, di situlah timbul ruas yang menjadi bulir padi (Siregar 1980).

Daun merupakan bagian tanaman yang berwarna hijau karena mengandung klorofil. Klorofil ini menyebabkan daun dapat mengolah sinar radiasi surya menjadi karbohidrat/enenrgi untuk tumbuh kembangnya organ-organ tanaman lainnya atau disebut sebagai sources. Daun padi tumbuh pada batang dalam sususnan yang berselang-seling, satu daun pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas helai daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga daun (auricle), dan lidah daun (ligule) (Makarim dan Suhartatik 2011).

Malai adalah sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas. Sumbu utama malai di ruas buku terakhir. Bunga padi merupakan bunga telanjang yang mempunyai satu bakal buah 6 buah benang sari, serta dua tangkai putik. Tangkai sari padi tipis dan pendek, sedangkan pada kepala sari terletak kandungan serbuk yang berisi tepung sari (pollen). Gabah atau buah padi (karyopsis) adalah ovary yang telah masak, bersatu dengan lemma dan palea. Buah ini merupakan hasil penyerbukan dan pembuahan. Jadi, sebenarnya gabah/biji padi adalah buah padi yang diselubungi oleh sekam/kulit gabah (AAK 2000).

Akar adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman. Akar padi

dapat dibedakan atas : a). Radiku la yaitu akar yang tumbuh pada saat benih berkecambah. Pada benih yang sedang berkecambah timbul calon akar dan batang. Calon akar mengalam i pertumbuhan ke arah bawah sehingga terbentuk akar tunggang, sedangkan calon batang akan tumbuh ke atas sehingga terbentuk batang dan daun. b). Akar serabut (akar adventif); setelah 5-6 hari terbentuk akar tunggang, akar serabut akan tumbuh. c). Akar rambut ; merupakan bagian akar yang keluar dari akar tunggang dan akar serabut. Akar ini merupakan saluran pada kulit akar yang berada diluar, dan ini penting dalam pengisapan air maupun zat- zat makanan. Akar rambut biasanya berumur pendek sedangkan bentuk dan panjangnya sama dengan akar serabut. d). Akar tajuk (crown roots) adalah akar yang tumbuh dari ruas batang terendah. Akar tajuk ini dibedakan lagi berdasarkan letak kedalaman akar di tanah yaitu akar yang dangkal dan akar yang dalam. Apabila kandungan udara di dalam tanah rendah, maka akar-akar dangkal mudah berkembang. Bagian akar yang telah dewasa (lebih tua) dan telah mengalami perkembangan akan berwarna coklat, sedangkan akar yang baru atau bagian akar yang masih muda berwarna putih (AAK 1992).

3. Tahapan Pertumbuhan Padi

Fase-fase pertumbuhan padi terdiri dari 3 periode, yaitu periode vegetatif, reproduktif dan generatif. Periode vegetatif lamanya 60-70 hari terdiri dari fase bibit berkecambah dan fase pertunasan. Periode reproduktif lamanya 30 hari terdiri dari fase primordia, fase pemanjangan ruas dan ‘booting’, fase heading (fase dimana keluarnya malai dari pelepah daun bendera) dan fase berbunga. Periode generatif (pemasakan) lamanya 25-35 hari. Terdiri dari fase masak susu, fase masak tepung, fase masak gabah dan fase lewat masak. Fase masak susu dimana isi gabah caryopsis mula-mula seperti air sampai berubah seperti susu. Fase masak tepung dimana caryopsis menjadi bubur lunak dan makin keras. Fase masak gabah dimana caryopsis menjadi keras dan terang, gabah berkembang penuh dan tidak lagi terdapat warna kehijauan. Fase lewat masak yaitu setelah gabah masak, daun berangsur-angsur mengering dari bawah, bersamaan jeraminya Fase-fase pertumbuhan padi terdiri dari 3 periode, yaitu periode vegetatif, reproduktif dan generatif. Periode vegetatif lamanya 60-70 hari terdiri dari fase bibit berkecambah dan fase pertunasan. Periode reproduktif lamanya 30 hari terdiri dari fase primordia, fase pemanjangan ruas dan ‘booting’, fase heading (fase dimana keluarnya malai dari pelepah daun bendera) dan fase berbunga. Periode generatif (pemasakan) lamanya 25-35 hari. Terdiri dari fase masak susu, fase masak tepung, fase masak gabah dan fase lewat masak. Fase masak susu dimana isi gabah caryopsis mula-mula seperti air sampai berubah seperti susu. Fase masak tepung dimana caryopsis menjadi bubur lunak dan makin keras. Fase masak gabah dimana caryopsis menjadi keras dan terang, gabah berkembang penuh dan tidak lagi terdapat warna kehijauan. Fase lewat masak yaitu setelah gabah masak, daun berangsur-angsur mengering dari bawah, bersamaan jeraminya

4. Syarat Tumbuh Padi

Padi dapat tumbuh dan memberikan hasil tinggi bila persyaratan iklim dan tanah sesuai selama pertumbuhannya. Temperatur untuk pertumbuhan padi yaitu 15-30º C, kelembaban 60%, curah hujan 600-1200 mm selama fase pertumbuhan, kebutuhan sinar matahari antara 10-11 jam per hari, tinggi tempat antara 0-1300 m diatas permukaan laut (dpl). Tanah yang baik untuk pertumbuhan padi adalah tanah subur, gembur, dan tidak ternaungi. Jenis tanah Grumosol, Latosol, Andosol, dan Podsolik Merah Kuning. Derajat kemasaman (pH) tanah antara 5-7 (Sholahudin 2012).

Tanaman padi dapat hidup dengan baik di daerah berhawa panas dan mengandung banyak uap air, atau padi dapat hidup dengan baik di daerah beriklim panas yang lembap. Tanaman padi membutuhkan curah hujan yangcukup baik, rata-rata 200 mm/bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan. Sedangkan curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500-2000mm. Curah hujan yang baik akan membawa dampak positif dalam pengairan, sehingga genangan air yang diperlukan tanaman padi di sawah dapat tercukupi (P rasetyo, 2002).

5. Budidaya Padi

Penyiapan budidaya padi dimulai dari pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan dan penanaman. Pembenihan merupakan salah satu tahap dalam budidaya padi karena umumnya ditanam dengan menggunakan benih yang sudah disemaikan terlebih dahulu di tempat lain. Penyiapan lahan pada dasarnya adalah pengolahan tanah sawah hingga siap untuk ditanami. Prinsip pengolahan tanah adalah pemecahan bongkahan-bongkahan tanah sawah sedemikian rupa hingga menjadi lumpur lunak dan sangat halus. Selain kehalusan tanah ketersediaan air yang cukup harus diperhatikan. Bila air dalam areal penanaman cukup banyak maka akan makin banyak unsur hara dalam koloid yang dapat larut. Sehingga makin banyak unsur hara yang dapat diserap akar tanaman. Penanaman dilakukan Penyiapan budidaya padi dimulai dari pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan dan penanaman. Pembenihan merupakan salah satu tahap dalam budidaya padi karena umumnya ditanam dengan menggunakan benih yang sudah disemaikan terlebih dahulu di tempat lain. Penyiapan lahan pada dasarnya adalah pengolahan tanah sawah hingga siap untuk ditanami. Prinsip pengolahan tanah adalah pemecahan bongkahan-bongkahan tanah sawah sedemikian rupa hingga menjadi lumpur lunak dan sangat halus. Selain kehalusan tanah ketersediaan air yang cukup harus diperhatikan. Bila air dalam areal penanaman cukup banyak maka akan makin banyak unsur hara dalam koloid yang dapat larut. Sehingga makin banyak unsur hara yang dapat diserap akar tanaman. Penanaman dilakukan

25 cm, memiliki 5-6 helai daun, batang bawah besar dan keras, bebas dari hama dan penyakit, serta jen isnya seragam (Andoko 2010). Pemeliharaan padi meliputi penyulaman, pemupukan, penyiangan, pengairan dan pengendalian hama penyakit. Penyulaman dilakukan kira-kira 5-7 hari setelah tanam, rumpun padi yang rusak, pertumbuhannya kurang baik, atau mati harus diganti dengan bibit yang baru. Dosis pemupukan diberikan sesuai dengan dosis anjuran setempat, karena dosis anjuran sudah disesuaikan dengan sifat varietas padi yang akan ditanam dan lingkungannya. Secara umum kisaran dosis yang dapat dipakai yaitu Urea 100-250 kg/ha, SP 36 50-200 kg/ha, ZA 0- 200 kg/ha, KCl 0-100 kg/ha. Pupuk umumnya diberikan dalam beberapa tahap, khususnya pupuk Urea, karena Urea tidak bertahan lama. Pada saat pemupukan tanah sawah tidak dalam kondisi tergenang air tetapi dalam keadaan macak- macak/jenuh air. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi tanaman pengganggu/gulma di lapangan. Pengairan harus diberikan sesuai dengan tahap- tahap pertumbuhan tanaman, yaitu secara terputus-putus dengan mengatur ketinggian genangannya. Pengendalian hama dan penyakit harus dilakukan secara terpadu yaitu melalui cara teknik budi daya, mekanis, biologi dan penggunaan zat kim ia yang merupakan alternatif terakhir (Prasetyo 2006).

B. Blas (Pyricularia oryzae)

1. Arti Ekonomi Blas

Penyakit blas merupakan penyakit penting pada pertanaman padi, baik pada lahan kering (padi gogo) ataupun padi lahan sawah (Soemartono et al. 1980). Penyakit blas telah tersebar diseluruh negara penghasil padi. Kerugian hasil yang ditimbulkan sangat bervariasi, pada umumnya di daerah sub tropis lebih berat daripada di daerah tropis. Peningkatan serangan blas ada kaitannya dengan meningkatnya teknik budidaya padi, khususnya penambahan pupuk nitrogen dan varietas yang ditanam. Pada varietas yang peka, serangan blas leher mencapai

90% dan menyebabkan kehampaan (Mukelar dan Kardin 1991). Penyakit blas sudah dikenal sejak lama diberbagai tempat penanaman padi, tetapi baru mendapat perhatian setelah penggunaan varietas-varietas baru yang mempunyai produktifitas tinggi tetapi bersifat rentan atau tidak tahan terhadap P. oryzae (Amir 1981).

2. Gejala Blas

Gejala blas dapat timbul pada daun, batang, bunga, malai dan biji, tetapi jarang sekali terdapat pada upih daun. Gejala pada daun disebut sebagai ‘blas daun’ (leaf blast). Bentuk dan warna bercak bervariasi tergantung dari keadaan lingkungan, umur bercak dan derajat ketahanan jenis padi. Gejala yang khas adalah menjadi busuknya ujung tangkai malai, yang dikenal dengan nama busuk leher (neck rot). Serangan ini dapat menimbulkan kerugian besar, karena hampir semua biji pada malai itu hampa. Tangkai malai yang busuk mudah patah. Pada biji yang sakit terdapat bercak-bercak kecil yang bulat (Semangun 1993).

Gejala penyakit pada daun yaitu mula-mula pada daun muda tampak bercak-bercak berbentuk belah ketupat, kedua ujungnya memanjang searah dengan urat daun. Bagian tepi bercak-bercak tersebut berwarna coklat, sedangkan tengahnya berwarna putih abu-abu. Serangan pada daun tua, tampak bercak- bercak yang lebih kecil dan bercak-bercak tersebut berbentuk agak bulat. Bercak- bercak ini cenderung bergabung menjadi satu pada pangkal helai daun, sehingga tampak mengering seperti terbakar. Gejala pada gelang buku yaitu buku-buku batang berubah warna menjadi coklat kehitam-hitaman dan berkerut, kemudian mengering dan mudah patah. Malai padi menjadi kuning, butir padi tidak terisi penuh atau hampa. Gejala pada leher malai yaitu ujung tangkai malai dan cabang-

cabang di dekat pangkal malai menjadi busuk. Leher malai berkerut dan berwarna coklat kehitaman, malai berwarna kuning, bulir padi hampa atau terisi sebagian. Serangan patogen pada daun mengakibatkan proses pemasakan terhambat sehingga mempengaruhi proses-proses yang lainnya, apabila terjadi pada malai, mengakibatkan padi menjadi hampa, sehingga produksi akan merosot (AAK 2000).

Bercak blas biasanya dimulai dari ukuran kecil, kebasahan, keputih- putihan, atau keabu-abuan. Bercak tersebut kemudian membesar dengan cepat pada keadaan lembap dan varietas yang rentan. Bercak dapat berkembang mencapai ukuran panjang 1-1,5 cm dan lebar 0,3-0,5 cm dengan warna coklat pada sekeliling bercak. Pada varietas rentan dengan kelembaban tinggi sekeliling bercak tersebut berbentuk ‘halo’ dengan warna kuning. Blas pada varietas tahan bercak berukuran kecil dan berwarna coklat, kadang-kadang hanya seukuran kepala jarum. Varietas agak tahan (medium resistant) menunjukkan bercak dengan bentuk elips berukuran kecil dengan warna coklat dibagian tepi. Perkembangan warna coklat biasanya menunjukkan ketahanan varietas atau kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan bagi perkembangan bercak. Bercak berukuran kecil dengan warna coklat b iasanya menunjukkan bercak kronis. Tetap i apabila bercak berwarna abu-abu dan ukuran bertambah besar disebut bercak akut (DPTP 1989).

Bercak pada daun varietas yang peka tidak membentuk tepi yang jelas, lebih-lebih dalam keadaan lembap dan ternaungi. Bercak tersebut dikelilingi oleh warna kuning pucat (halo area). Bercak tidak akan berkembang dan tetap seperti titik kecil pada varietas yang tahan. Bercak akan berkembang sampai beberapa milimeter berbentuk bulat atau elips dengan tepi berwarna coklat pada varietas dengan reaksi sedang (Mukelar dan Kardin 1991).

3. Patogen

Penyakit blas disebabkan oleh jamur P. oryzae Cavara (DPTP 1989). Klasifikasi blas menurut Agrios (1997): Divisi : Eumycota

Subdivisi : Deuteromycotina Kelas : Hyphomycetes Ordo : Hyphales (Moniliales) Genus : Pyricularia

Konidium P. oryzae berbentuk seperti buah alpukat meruncing kearah ujung, terdiri dari 2 septa (Gambar 3B dalam Lampiran 4). Warna konidia gelap Konidium P. oryzae berbentuk seperti buah alpukat meruncing kearah ujung, terdiri dari 2 septa (Gambar 3B dalam Lampiran 4). Warna konidia gelap

Konidia tinggal dan tumbuh pada daun-daun atau leher malai, di mana biasanya terdapat embun. Setelah tumbuh, langsung menembus jaringan. Patogen menginfeksi dan menimbulkan tanda-tanda yang dapat dilihat. Proses ini memerlukan waktu 4-5 hari. Kelembaban tinggi menguntungkan perkembangan bercak-bercak serangan, sedangkan kelembaban rendah membatasi perluasan bercak-bercak serangan. Konodia banyak terbentuk dalam keadaan lembap, biasanya pada waktu malam hari. Pada pengamatan di laboratorium, bercak serangan yang khas menghasilkan sebanyak 4000-5000 konidia tiap malam, yang terus berlangsung selama 10 – 14 hari. Dalam keadaan ekstrim dilepaskan

sebanyak 15.000.000 konidia pada tiap m 2 luas pertanaman dalam 1 hari. Konidia

yang dilepaskan pada suhu yang tinggi akan terbawa naik dan disebarkan oleh angin (Soemartono et al. 1990).

Spora dihasilkan oleh satu bercak, sekitar 6 hari setelah inokulasi. Sporulasi meningkat pada kelembaban relatif di atas 93%. Spora tidak terbentuk bila kelembaban relatif di bawah 93%. Satu bercak mampu menghasilkan 2000- 6000 spora tiap hari dalam kurun waktu 2 minggu di laboratorium (Mukelar dan Kardin 1991).

4. Daur Hidup Penyakit

Infeksi pada tanaman terjadi melalui perkecambahan konidia, pembentukan apresoria yang memproduksi tabung infeksi dan diikuti dengan

penetrasi melalui kutikula dan epidermis, hifa juga dapat menginfeksi melalui mulut daun (stomata). Sel penghambat pada varietas tahan cepat bereaksi dan menghasilkan butiran coklat atau sejenis substansi resin sehingga pertumbuhan hifa terhenti. Varietas rentan memberi respon lambat sehingga hifa berkembang dengan bebas (DPTP 1989).

Spora umumnya dilepaskan pada dini hari antara pukul 02.00-06.00. Pelepasan spora juga terjadi pada siang hari setelah turun hujan. Penyebaran spora terjadi selain oleh angin juga oleh biji dan jerami sakit. Jamur P. oryzae mampu bertahan dalam sisa jerami sakit dan gabah sakit. Keadaan kering dan suhu kamar, spora masih bertahan hidup sampai 1 tahun sedang miselia (Gambar 3A dalam Lampiran 4) mampu bertahan sampai lebih dari 3 tahun. Sumber inokulum primer di lapangan pada umumnya adalah jerami. Sumber inokulum benih umunya memperlihatkan gejala awal pada persemaian. Sumber inokulum selalu ada sepanjang tahun, karena adanya spora di udara dan tanaman inang lain selain padi (Mukelar dan Kardin 1991). Tanaman inang lain yaitu Leersia hexandra, Panicum repens , Brachiaria mutica, Saccharum officinarum (tebu), Pennisetum typhoides, Zingiber officinales (jahe), Curcuma aromatica (kunyit), Canna indica (bunga kana), Musa sapientum (pisang), Cyperus rotundus (DPTP 1989).

5. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit

Beberapa faktor penting yang mendorong perkembangan penyakit adalah iklim basah, curah hujan yang tinggi, jumlah hari hujan yang banyak, embun, kabut dan sebagainya, terlalu banyak pupuk nitrogen dan varietas yang peka. Penelitian di IRRI menunjukkan ada varietas-varietas yang tahan terhadap penyakit blas pada daun, tetapi peka terhadap penyakit busuk leher. Keadaan ini disebabkan oleh ras yang berbeda-beda yang menyerang tanaman pada tingkat yang berbeda-beda pula (Soemartono et al. 1990).

Faktor iklim sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan penyakit blas. Suhu untuk sporulasi adalah antara 10 0 C sampai 35 0 C. suhu optimum 28 0 C dengan kelembaban 89-90 %. Suhu yang lebih rendah atau lebih

tinggi dari optimum menurunkan jumlah konidia yang dihasilkan (DPTP 1989).

Jamur P. oryzae memerlukan waktu sekitar 6-10 jam untuk menginfeksi tanaman. Suhu optimum adalah sekitar 25-28 0 C. Peranan embun/titik air hujan

sangat menentukan keberhasilan infeksi. Masa inkubasi antara 5-6 hari pada suhu

24-25 0 C dan 4-5 hari pada suhu 26-28 0 C. Suhu optimum untuk infeksi sama

dengan suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan miselia, sporulasi dan dengan suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan miselia, sporulasi dan

Suhu tanah juga mempengaruhi terjadinya infeksi. Infeksi patogen meningkat antara 20-32 0 C di persemaian. Pengaruh suhu air, tanah dan udara

sangat bervariasi tergantung dari varietas dan tingkat pertumbuhan tanaman (DPTP, 1989). Kemasaman tanah juga dapat menjadi penyebab kepekaan tanaman diserang jamur. Kemasaman tanah di luar pH 5,6-6,5 merupakan pH yang sering diserang oleh jamur tersebut, sehingga pertanaman padi dikehendaki pada pH 5,6- 6,5 agar tidak terserang oleh jamur tersebut (Siregar 1981).

Kombinasi suhu air rendah (17 0 C) dan suhu udara sedang (32 0 C)

menyebabkan infeksi blas meningkat. Varietas asal dari sub tropis lebih peka pada suhu lebih rendah daripada varietas asal dari daerah tropis. Kelembaban udara dan kelembaban tanah mempengaruhi patogenisitas dan pertumbuhan jamur. Pada lahan kering, serangan penyakit blas lebih berat daripada lahan sawah. Hal ini masih juga tergantung pada varietas padi yang digunakan. Kelembaban udara mempengaruhi perkecambahan bercak. Variasi suhu di daerah tropis tidak begitu besar. Peranan kelembaban udara, baik iklim makro maupun mikro dan pembentukan embun sangat menentukan perkembangan penyakit blas. Naungan juga berpengaruh terhadap perkembangan bercak (Mukelar dan Kardin 1991).

6. Pengendalian yang telah Dilakukan

Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan menanam varietas yang tahan, penggunaan pupuk yang seimbang dan menghindari pemupukan nitrogen yang berlebihan. Jarak tanam jangan terlalu rapat sehingga kelembaban dalam

pertanaman tidak terlalu tinggi. Sanitasi lapangan, dengan cara memusnahkan sisa tanaman dan inang lain yang berpenyakit. Jika perlu disemprot dengan fungisida. Cara-cara tersebut akan lebih berhasil bila d iterapkan secara terpadu (Harahap dan Tjahjono 1989).

Penyakit blas dapat dikendalikan dengan pergiliran tanaman selain padi, perbaikan cara bercocok tanam, pembenaman jerami sakit, pengaturan jarak Penyakit blas dapat dikendalikan dengan pergiliran tanaman selain padi, perbaikan cara bercocok tanam, pembenaman jerami sakit, pengaturan jarak

7. Ketahanan Padi terhadap Blas

Patogen blas mempunyai ras patogenik yang berbeda kemampuannya dalam menginfeksi varietas padi. Varietas yang tahan pada suatu tempat mungkin rentan pada tempat lain karena perbedaan ras jamur tesebut. Ketahanan tanaman terhadap patogen adalah ketahanan mekanik atau fisik, yang mencegah masuknya patogen ke dalam jaringan tanaman karena struktur tanaman inang. Ketahanan ini dipengaruhi oleh ketebalan kutikula dan kandungan kutikula daun. Pada varietas tahan, kandungan silika epidermis leb ih banyak dari pada varietas rentan. Ketahanan fisiologis atau kim iawi tanaman adalah ketahanan terhadap perkembangan patogen dalam jaringan tanaman karena aksi kimia melawan patogen. Ketahanan ini dipengaruhi oleh kandungan senyawa fenol dan asam amino dari tanaman. Senyawa asam amino lebih banyak pada tanaman rentan, sedangkan senyawa fenol yang merupakan racun bagi blas lebih banyak pada tanaman tahan (DPTP 1989).

Tanaman memiliki beberapa strategi untuk dapat bertahan terhadap serangan patogen, baik eksternal maupun internal. Pertahanan eksternal atau pertahanan pasif terdiri dari kutikula dan dinding sel, sedangkan pertahanan internal atau pertahanan aktif berupa senyawa fenolik, aktivitas enzim, fitoaleksin dan elisitor. Pertahanan pasif merupakan pertahanan yang sebelumnya sudah ada dalam tanaman, sedangkan pertahanan aktif terjad i jika tanaman mengalami invasi patogen, dan merupakan hasil interaksi genetik inang dan patogen (Semangun 1991).

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Menjing, Jenawi, Karanganyar yang memiliki letak geografis 7 0 32’24,07’’LS dan 111 0 7’10,22’’BT dengan ketinggian tempat ±

499 meter diatas permukaan laut (m dpl). Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2012 dengan rata-rata curah hujan harian sebesar 22,80 mm/hari.

B. Rancangan Penelitian

1. Survei Lahan

Survei lahan diawali dengan mengamati fase pertanaman padi di Kecamatan Jenawi. Lokasi yang dipilih adalah pertanaman padi pada fase generatif. Pengamatan blas dilakukan setelah mendapatkan lokasi yang sesuai. Pengamatan blas terdiri dari blas daun (leaf blast) dan blas leher (neck blast). Leaf blast diamati melalui gejala pada daun (Gambar 2B dalam Lampiran 4), menggunakan skala kerusakan, sedangkan neck blast diamati melalui banyaknya leher malai yang terserang blas (Gambar 2A dalam Lampiran 4).

2. Perhitungan Keparahan Penyakit

Keparahan penyakit dih itung berdasarkan skala kerusakan dengan rumus:

KP merupakan keparahan penyakit (%), n (Jumlah sampel yang diamati pada setiap skala kerusakan), v (Nilai skala kerusakan), N (Total jumlah sampel yang diamati), V (Nilai skala kerusakan tertinggi). Nilai skala kerusakan sebagai berikut: 0 (tidak ada infeksi/gejala), 1 (bercak berupa titik jarum/beberapa mm tetapi belum berbentuk elips), 3 (bercak berbentuk elips ukuran 2 mm – 20 mm luas permukaan daun terinfeksi mencapai 2%), 5 (luas permukaan daun terinfeksi mencapai 2 – 10 %), 7 (luas permukaan daun terinfeksi mencapai >10% - 50%), 9 (luas permukaan daun terinfeksi mencapai >50% - 100%) (DBPT 1999).

x100%

NxV

(nxv) KP

3. Perhitungan Insidens Penyakit

Insidens penyakit dihitung dengan rumus:

IP merupakan insidens penyakit (%), a (Jumlah sampel sakit), b (Jumlah sampel total).

4. Pengisian Kuesioner

Pengisian kuesioner dilakukan untuk mengetahui budidaya yang dilakukan petani dan beberapa informasi yang berkaitan dengan blas (Lampiran 5).

C. Teknik Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani pemilik lahan padi di Desa Menjing Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja atau purposive sampling berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Sampel yang diambil dalam penelitian ini

adalah 30 lahan pertanaman padi seluas ±400 m 2 dan pada fase generatif. Masing-

masing lahan diambil 30 unit sampel, sehingga didapatkan 900 unit pengamatan. Pengambilan unit sampel secara acak dengan sistem zig-zag agar sampel mewakili seluruh luas pertanaman (Gambar 1 dalam Lampiran 4).

D. Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan meliputi:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung di lahan dan dari responden, dimana data diperoleh langsung melalui wawancara dengan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan biasanya dengan kuisioner. Data primer yang akan digali diantaranya yaitu tentang budidaya yang dilakukan, varietas yang ditanam, pupuk yang digunakan dan berbagai pengetahuan tentang blas.

2. Data sekunder, yaitu data yang dicatat secara sistematis dan dikutip secara langsung dari instansi pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait dengan

x100%

a IP =

penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini adalah kondisi umum lokasi penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan 3 metode, yaitu

1. Metode observasi, yaitu metode pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung dengan obyek yang akan diteliti sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai obyek yang akan diteliti.

2. Metode wawancara, yaitu metode pengambilan data dengan wawancara secara luas dan mendalam dengan responden sampel dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan.

3. Metode pencatatan, yaitu metode pengumpulan data dengan cara melakukan pencatatan data dari segala sumber yang berkaitan dengan penelitian.

F. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis regresi linier berganda taraf 10% dan uji T taraf 5%. Analisis regresi digunakan untuk menganalisis faktor budidaya terhadap insidens penyakit dan keparahan penyakit. Model penduga

persamaan regresi yaitu Y= a+b 1 X 1 +b 2 X 2 ...b n X n +b 1 D 1 ...b n D n dengan Y= variabel

tergantung (insidens penyakit/keparahan penyakit), X= variabel bebas (dosis pupuk N (kg/ha), dosis pupuk P (kg/ha), dosis pupuk K (kg/ha) dan dosis pupuk S (kg/ha)). D= variabel bebas Dummy (sistem pengairan (teratur=1, tidak teratur=2), tinggi genangan (>5cm=1, <5cm=0), sertifikasi benih (sertifikasi=1, tidak bersertifikasi=0), jarak tanam (beraturan=1, tidak beraturan=0), penggunaan pupuk organik dan penggunaan pupuk daun (menggunakan=1, tidak menggunakan=0)). a adalah konstanta dan b koefisien regresi dari masing-masing faktor. Uji T digunakan untuk menganalisis intensitas penyakit antar varietas.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Penelitian

Wilayah Desa Menjing, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, secara geografis terletak di 7 0 32’24,07’’LS dan 111 0 7’10,22’’BT dengan

ketinggian tempat ± 499 meter diatas permukaan laut (m dpl). Menjing menjadi salah satu sentra budidaya padi di Kecamatan Jenawi. Penyakit penting yang mulai menyerang dalam budidaya padi di Menjing yaitu blas yang disebabkan oleh P. oryzae atau mayoritas masyarakat menyebut dengan istilah “tekluk/potong leher” yang gejalanya mirip beluk oleh penggerek batang. Beberapa musim tanam ini blas sudah mulai menyerang pertanaman padi. Hal ini diperjelas dengan adanya informasi dari pengamat hama dan penyakit lapang di desa Menjing bahwa ditemukan banyak daun padi yang bergejala bercak belah ketupat dan malai tidak terisi penuh bahkan patah pada leher malai. Petan i tidak mengerti tentang penyakit ini sehingga mereka mengendalikan dengan berbagai macam pestisida yang mereka ketahui.

Berdasarkan sejarah lahan, sebelum dijadikan penelitian juga selalu ditanami padi tanpa ada pergiliran tanaman. Pengairan menggunakan air irigasi. Di desa ini jerami hanya diambil untuk pakan ternak dan tidak ada penanganan sisa tanaman sakit sehingga patogen dapat tersebar dengan mudah. Menurut Mukelar dan Kardin (1991), spora patogen blas dapat menular melalui berbagai perantara seperti angin, biji, dan jerami sakit maupun gabah sakit. Spora dapat bertahan hidup sampai satu tahun sedang miselium mampu bertahan hidup sampai lebih dari 3 tahun dalam keadaan kering dan suhu kamar. Pembenaman jerami dalam tanah sebagai kompos dapat menyebabkan miselium dan spora dari cendawan P. oryzae mati karena naiknya suhu selama proses dekomposisi (BBPP 2012). Purnomo (2012) mengemukakan bahwa proses dekomposisi dapat berfungsi ganda yaitu dapat memanfaatkan jerami sebagai pupuk dan sumber inokulum di lapangan dapat berkurang. Pembenaman jerami mengurangi sumber Berdasarkan sejarah lahan, sebelum dijadikan penelitian juga selalu ditanami padi tanpa ada pergiliran tanaman. Pengairan menggunakan air irigasi. Di desa ini jerami hanya diambil untuk pakan ternak dan tidak ada penanganan sisa tanaman sakit sehingga patogen dapat tersebar dengan mudah. Menurut Mukelar dan Kardin (1991), spora patogen blas dapat menular melalui berbagai perantara seperti angin, biji, dan jerami sakit maupun gabah sakit. Spora dapat bertahan hidup sampai satu tahun sedang miselium mampu bertahan hidup sampai lebih dari 3 tahun dalam keadaan kering dan suhu kamar. Pembenaman jerami dalam tanah sebagai kompos dapat menyebabkan miselium dan spora dari cendawan P. oryzae mati karena naiknya suhu selama proses dekomposisi (BBPP 2012). Purnomo (2012) mengemukakan bahwa proses dekomposisi dapat berfungsi ganda yaitu dapat memanfaatkan jerami sebagai pupuk dan sumber inokulum di lapangan dapat berkurang. Pembenaman jerami mengurangi sumber

B. Intensitas Penyakit

Intensitas penyakit merupakan derajat kerusakan serangan patogen pada satuan pengamatan secara sampel atau total. Intensitas serangan blas dapat terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Intensitas serangan blas pada berbagai varietas padi Varietas

Jumlah Sampel

Blas daun

Blas leher

Sumber: Hasil uji T blas daun dan blas leher

Tabel 1, tampak bahwa varietas Inpari 13 relatif paling rentan dari pada Mekongga, Sintanur, Ciherang dan IR 66. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan deskripsi varietas Inpari 13 pada Tabel 10 dalam Lampiran 1 dan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2010) bahwa Inpari 13 tahan terhadap penyakit blas. Ini dapat disebabkan karena ketahanan varietas dapat dipatahkan oleh ras baru yang terbentuk dengan tingkat virulensi tinggi (Yulianto 2009). IR 66 lebih tahan dibanding Inpari 13. Hasil penelitian ini sesuai dengan deskripsi padi Tabel 9 dalam Lampiran 1 dan hasil penelitian Suprihatno (2005) bahwa varietas padi IR

66 secara umum tahan terhadap blas, tungro serta agak toleran terhadap cekaman lingkungan. Mekongga lebih tahan daripada Sintanur, Ciherang dan IR 66. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Yulianto (2009) bahwa varietas Mekongga dan

Ciherang merupakan varietas agak tahan.

Beberapa varietas tahan terhadap penyakit blas hanya mampu bertahan beberapa musim tanam. Keadaan ini terjadi karena adanya proses adaptasi, mutasi genetik dan penyakit blas membentuk ras-ras baru yang lebih virulen, sehingga Beberapa varietas tahan terhadap penyakit blas hanya mampu bertahan beberapa musim tanam. Keadaan ini terjadi karena adanya proses adaptasi, mutasi genetik dan penyakit blas membentuk ras-ras baru yang lebih virulen, sehingga

Menurut Oka (1993) perkembangan patogen tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi tanaman inangnya, tetapi juga lingkungan, yaitu suhu dan kelembapan. Kelembaban yang tinggi dapat merangsang perkembangan patogen penyakit, terutama blas leher (Dasmal 2009). Musim tanam bulan April-Juni 2012 di

Menjing memilki suhu rata-rata sebesar 21-23 0 C dan kelembaban rata-rata sebesar 87-89%. Kondisi lingkungan ini sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan penyakit blas, dimana suhu untuk sporulasi patogen adalah antara 10 0 C sampai

35 0 C sedangkan suhu optimum 28 0 C dengan kelembaban 89-90 %. Suhu yang

lebih rendah atau lebih tinggi dari optimum menurunkan jumlah konidia yang dihasilkan. Penggunaan varietas unggul yang cenderung menggunakan pupuk nitrogen tinggi dan pertanaman rapat mendorong perkembangan penyakit blas karena meningkatkan kelembaban mikro. Pengaruh suhu air, tanah dan udara sangat bervariasi tergantung dari varietas dan tingkat pertumbuhan tanaman (DP TP 1989).

1. Keparahan Penyakit Blas Daun