Pengelolaan Ikan Brek Berdasarkan Aspek Ekobiologi Di Kawasan Hulu Sungai Serayu Jawa Tengah

PENGELOLAAN IKAN BREK (Barbonymus balleroides Val. 1842)
BERDASARKAN ASPEK EKOBIOLOGI DI KAWASAN HULU
SUNGAI SERAYU JAWA TENGAH

HARYONO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Pengelolaan
Ikan Brek (Barbonymus balleroides Val. 1842) Berdasarkan Aspek Ekobiologi di
Kawasan Hulu Sungai Serayu Jawa Tengah adalah karya saya dengan arahan dari
Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

Haryono
NRP C261100041

RINGKASAN
HARYONO. Pengelolaan Ikan Brek (Barbonymus balleroides Val. 1842)
Berdasarkan Aspek Ekobiologi di Kawasan Hulu Sungai Serayu Jawa Tengah.
Dibimbing oleh M. F. RAHARDJO, RIDWAN AFFANDI, dan MULYADI.
Ikan brek (Barbonymus balleroides) merupakan ikan konsumsi asli Sungai
Serayu yang habitatnya terfragmentasi oleh Waduk Mrica sejak tahun 1988. Tujuan penelitian mengkaji aspek biologi ikan brek dan keterkaitan dengan lingkungannya.
Lokasi penelitian dibagi menjadi tiga zona berdasarkan keberadaan waduk,
yaitu zona bawah (St.1-St.2), zona tengah atau kawasan waduk (St.3-St.4), dan
zona atas (St.5-St.6). Penelitian dilakukan selama satu tahun mulai bulan Juni
2012 sampai Mei 2013. Pengambilan sampel ikan dan data lapangan dilakukan
setiap bulan. Alat tangkap yang digunakan terutama jaring insang dan jala, serta
dilengkapi pengejut elektrik. Sampel ikan yang diperoleh diawetkan dalam larutan
formalin 4-10%, lalu diamati di laboratorium. Analisis dilakukan terhadap karakteristik habitat, karakteristik spesies, pola pertumbuhan, dan aspek reproduksi.

Selama penelitian tertangkap ikan brek sebanyak 2.466 ekor yang terdiri
atas 1.073 jantan dan 1.393 betina. Keberadaan Waduk Mrica telah membentuk
dua kelompok berdasarkan karakteristik ekologi dan spesiesnya, yaitu kelompok
pertama di bawah waduk (St.1 dan St.2) dan kelompok kedua di atas waduk (St.3
sampai St.6). Berdasarkan karakterisasi spesies secara morfologis (meristik dan
morfometrik) diperoleh kepastian bahwa ikan brek di Sungai Serayu bukanlah
Puntius orphoides tetapi Barbonymus balleroides dan terpisah secara sempurna
dari kerabatnya. Populasi ikan brek di Sungai Serayu memiliki pola pertumbuhan
allometrik positif kecuali pada ikan jantan di zona tengah dan atas dengan pola
pertumbuhan isometrik. Nilai faktor kondisi meningkat seiring dengan
meningkatnya kematangan gonad. Ikan brek jantan dan betina dapat dibedakan
secara morfologis melalui ciri kelamin sekunder. Nisbah kelamin jantan terhadap
betina tidak seimbang.
Ukuran ikan kali pertama matang gonad bervariasi antarzona dan jenis kelamin dengan kisaran 150 mm sampai 202 mm. Indeks kematangan gonad (IKG)
betina lebih besar daripada jantan. IKG betina paling tinggi pada bulan Agustus
dan September. IKG meningkat seiring dengan meningkatnya kematangan gonad.
Ikan brek jantan dan betina yang matang gonad (TKG IV) dapat ditemukan hampir setiap bulan. Betina matang gonad paling banyak ditemukan pada bulan Agustus dan September.
Pemijahan ikan brek terjadi sepanjang tahun dengan puncaknya pada musim
kemarau yaitu antara bulan Agustus dan September. Kisaran fekunditas antara
2.760 butir sampai 50.085 butir dan rata-rata 17.347 butir. Berdasarkan zona dan

ukuran ikan dengan panjang total yang sama, fekunditas rata-rata paling tinggi terdapat di zona bawah waduk yaitu 20.218 butir, diikuti zona atas 16.724 butir, dan
paling rendah zona tengah dengan 11.885 butir. Fekunditas di ketiga zona cenderung lebih tinggi pada musim kemarau dibandingkan musim penghujan. Hubungan antara fekunditas dengan panjang total yaitu F=0,0364L2,4388 (r=0,5989) dan
dengan bobot tubuh F= 4443,6+123,92W (r=0,6290).

Diameter telur ikan brek matang gonad antara 0,10-1,48 mm dengan satu
puncak. Tipe pemijahan ikan brek adalah serempak. Berdasarkan lokasinya,
jumlah ikan brek betina lebih banyak memijah di zona atas (40,76%) dan yang
paling rendah di zona tengah (23,57%), namun periode pemijahan lebih lama di
zona bawah (9 bulan = 75%) dan paling rendah di zona tengah (6 bulan = 50%).
Ikan brek di Sungai Serayu mengalami tekanan dengan beragam jenis
ancaman. Strategi pengelolan ikan brek meliputi pembatasan ukuran ikan yang
boleh ditangkap yaitu minimal panjang totalnya 202 mm, dengan tinggi kepala 54
mm atau 2 inci. Perlu dilakukan perlindungan total terhadap ikan yang sedang
beruaya untuk memijah, larangan penangkapan ikan menggunakan alat tangkap
yang merusak, pembatasan lokasi penambangan pasir dan batu, serta pengawasan
terhadap limbah pabrik. Diperlukan pelibatan masyarakat secara aktif. Pada tahap
lebih lanjut perlu ditempuh melalui domestikasi dengan didasari hasil penelitian di
atas.
Kata kunci: ikan brek, biologi reproduksi, ekologi, waduk, pengelolaan


SUMMARY
HARYONO. Management of barb fish (Barbonymus balleroides Val. 1842) based
on ecobiology aspect in upper part of Serayu River Central Java. Supervised by
M. F. RAHARDJO, RIDWAN AFFANDI and MULYADI.
Barb fish (Barbonymus balleroides) is native species in Serayu River
which habitat was fragmented by Mrica Reservoir since 1988. The aims of the
study to assess the biology aspects of barb fish and its relation with their environmental factors.
The study site was divided into three zones based on the reservoir position,
namely downstream (St.1-St.2), middle or reservoir areas (St.3-St.4), and upstream (St.5-St.6). The study was conducted for one year between June 2012 and
May 2013. The sampling of fish and acquiring field data were conducted monthly.
The sampling gears are mainly gillnet and castnet, as well as electroshocker. The
fish samples were preserved in 4-10% formaldehyde. The analysis consist of
habitat characteristics, species characteristics, growth types, and reproduction
aspects.
During the study, it was collected 2,466 barb fish consist of 1,073 males
and 1,393 females. According to habitat characteristics the barb is divide into two
goups: the lower reservoir (St.1 and St.2) inhabitant and the upper reservoir (St.3
to St.6) inhabitant with Waduk Mrica as the stoppage. Based on species characteristic such as meristic and morphometric that the barb of Serayu River is not
Puntius orphoides but Barbonymus balleroides and completely separated from its
congeners. The growth type barb fish in this study is positively allometric with an

exception on the male in middle and upper zones of being isometric. Condition
factor and gonado-somatic index (GSI) increasingly parallel with gonad maturity.
The male and female of barb fish can be distinguished morphologically by their
secondary sexual characters. The sex ratio of male to female is not well-balanced.
The size at first maturity varied among zone and sex with range 150 mm to 202
mm. The gonado-somatic index of female is larger than of male with the highest
GSI of female founded in August and September, the GSI increase in accordance
with gonad maturity.
The male and female mature (stage IV) were found almost monthly, but
mature female mostly found in August and September. The spawning trend of the
barb occur in dry season with its peak in August and September. The fecundity
range is between 2,760 eggs to 50,085 eggs with the average 17,347 eggs. Based
on the same habitat zone and total length, the highest fecundity level is reach by
the fishes in lower zone that 20,218 eggs, followed by that of the upper zone with
16,724 eggs, and the fishes in middle zone with 11,885 eggs. The correlation
between fecundity and total length is shown by the equation of F=0.0364L2.4388
(r=0.5989) whereas fecundity with body weight is by F = 4443.6+123.92W
(r=0.6290).
The egg diameter range of mature female is in between 0.10 mm and 1.48
mm with one modus. The spawning type of barb fish is total spawner. Based on

location, more females spawn in the upper zone (40.76%) with the least in the

middle zone (23.57%), but the longest spawning period is in lower zone (9
months = 75%) and the lowest in the middle zone ( 6 months = 50%).
The barb fish in Serayu River has pressure by various threats. Currently,
the management strategy applied is to size limitation of fish caught that is minimum 202 mm of total length and 54 mm of head depth. It is required protection
spawning migrate fish, prohibitation of destructive fishing gears, and limitation on
sand and rock mining, also monitoring of factory waste. It is needed to public
improvement in the fish protection. More over, an action of domestication of the
fish is required, based on the research‟s result.
Keywords: barb fish, biology aspects, ecology, reservoir, management

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGELOLAAN IKAN BREK (Barbonymus balleroides Val. 1842)
BERDASARKAN ASPEK EKOBIOLOGI DI KAWASAN HULU
SUNGAI SERAYU JAWA TENGAH

HARYONO

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:
1. Prof. Dr. Drs. Krismono, MS.

(Profesor Riset pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya
Ikan-Kementerian Kelautan dan Perikanan Jatiluhur)
2. Dr. Agus Nuryanto, S.Si. M.Si.
(Pembantu Dekan III pada Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto)
Penguji Luar Komisi pada Sidang Promosi Terbuka:
1. Prof. Dr. Drs. Krismono, MS.
(Profesor Riset pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya
Ikan-Kementerian Kelautan dan Perikanan Jatiluhur)
2. Dr. Agus Nuryanto, S.Si. M.Si.
(Pembantu Dekan III pada Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadlirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini dengan judul Pengelolaan Ikan Brek (Barbonymus balleroides
Val. 1842) Berdasarkan Aspek Ekobiologi di Kawasan Hulu Sungai Serayu Jawa
Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012 hingga Mei 2013.
Penulis menyadari bahwa proses penulisan disertasi ini tidak akan berjalan

dengan baik tanpa bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. M.F.
Rahardjo, DEA selaku ketua komisi pembimbing; Bapak Prof. Dr. Ir. Ridwan
Affandi, DEA dan Bapak Prof. Dr. Mulyadi, M.Sc. selaku anggota komisi
pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para penguji di luar Komisi
Pembimbing: Bapak Prof. Dr. Drs. Krismono, MS. dan Bapak Dr. Agus Nuryanto,
S.Si., M.Si., Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan IPB, yang
berkenan menyumbangkan buah pikiran untuk memperkaya tulisan ini.
Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Kementerian Riset dan
Teknologi yang telah memberikan beasiswa melalui Program Karyasiswa Tahun
2010, Kepala Pusat Penelitian Biologi-LIPI dan Kepala Bidang Zoologi yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi; serta
pejabat struktural, staf pengajar dan tenaga administrasi di lingkungan Sekolah
Pascasarjana IPB yang telah memfasilitasi penulis selama menempuh studi.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada ayah, ibu, istri tercinta
Sri Wulan, dan anak-anakku tersayang Hasriati Anggayuh Utami dan Yoga Dwi
Julistiono, serta seluruh keluarga atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Tim Serayu yaitu Norce
Mote M.Si, Bahiyah M.Si, Rumondang M.Si, Rudi Hermawan, Sudir, Ade, Sudin,

dan Yadi. Kepada teman-teman seperjuangan yaitu Ibu Meria, Pak Indra, Pak
Lukman, Pak Asbar, Pak Tedjo, dan Pak Alfred atas kebersamaan dan kerjasamanya. Terima kasih pula kepada Teknisi Laboratorium Biologi Makro; Peneliti dan
Teknisi pada Laboratorium Ikan dan Laboratorium Reproduksi Bidang ZoologiLIPI, serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang
telah memberikan bantuan selama penelitian dan proses studi ini.
Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi banyak
pihak.

Bogor, Juli 2015

Haryono

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv


DAFTAR LAMPIRAN

xv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Kebaruan Penelitian

1
1
2
2
2

2 KARAKTERISTIK HABITAT DAN KOMUNITAS IKAN DI SUNGAI
SERAYU
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

4
4
5
8
11
13

3 KARAKTERISTIK SPESIES IKAN BREK (Barbonymus balleroides Val.
1842)
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

14
14
15
17
20
21

4 POLA PERTUMBUHAN IKAN BREK (Barbonymus balleroides Val.1842) 22
Pendahuluan
22
Bahan dan Metode
22
Hasil
23
Pembahasan
26
Simpulan
27
5 ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BREK (Barbonymus balleroides
Val. 1842)
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

28
28
28
31
40
45

6 PEMBAHASAN UMUM

46

7 SIMPULAN DAN SARAN

51

DAFTAR PUSTAKA

52

LAMPIRAN

59

RIWAYAT HIDUP

62

DAFTAR TABEL
1 Posisi stasiun penelitian ikan brek di Sungai Serayu Banjarnegara
2 Parameter fisik dan kimiawi perairan pada masing-masing stasiun
penelitian
3 Hasil analisis PCA antara parameter lingkungan dengan stasiun
penelitian
4 Komunitas ikan di kawasan hulu Sungai Serayu
5 Karakter morfometrik yang diamati pada ikan brek dan kerabatnya
6 Karakter meristik dan morfologi ikan brek Sungai Serayu
7 Hasil pengukuran karakter morfometrik ikan brek dan kerabatnya setelah dibakukan terhadap panjang baku (mm)
8 Pola pengelompokan ikan brek dan kerabatnya
9 Jumlah rigi pada bagian belakang duri sirip punggung ikan brek
10 Sebaran jumlah ikan brek yang tertangkap di Sungai Serayu berdasarkan zona dan jenis kelamin pada setiap bulan
11 Hubungan panjang bobot ikan brek dan pola pertumbuhan ikan brek
antarzona
12 Panjang asimtotik dan koefisien pertumbuhan (K) ikan brek di Serayu
13 Faktor kondisi ikan brek berdasarkan sex dan bulan di Sungai Serayu
14 Kriteria tingkat kematangan gonad ikan brek (Barbonymus balleroides)
15 Karakter dimorfisme seksual ikan brek Sungai Serayu
16 Indeks kematangan gonad ikan brek selama penelitian
17 Ukuran ikan kali pertama matang gonad antarzona
18 Kandungan kimiawi telur ikan brek matang gonad
19 Kandungan kimiawi daging ikan brek matang gonad

5
8
9
11
15
17
18
19
20
24
24
25
26
29
32
34
35
39
39

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kerangka pemikiran penelitian
Peta lokasi penelitian ikan brek di Sungai Serayu
Hasil analisis PCA parameter lingkungan di enam stasiun
Pengelompokan stasiun pengamatan berdasarkan parameter lingkungan
Intensitas curah hujan di lokasi penelitian (Sumber: Indonesia Power,
Unit Pembangkit Listrik Mrica)
6 Karakter morfometrik ikan brek dan kerabatnya
7 Bagian struktur sisik ikan brek yang diamati

3
7
9
10
10
16
16

8 Perbedaan morfologis antara B. balleroides (kiri) dan P. orphoides
(kanan)
9 Bagian struktur sisik ikan brek dan kerabatnya
10 Pola pengelompokan ikan brek dan kerabatnya
11 Rigi pada bagian belakang duri terakhir sirip dorsal ikan brek
12 Struktur ukuran ikan brek di Sungai Serayu
13 Hubungan panjang bobot ikan brek jantan dan betina
14 Kurva pertumbuhan ikan brek (B. balleroides)
15 Persentase jumlah ikan brek TKG IV pada tiap bulan
16 Perbedaan ikan brek jantan dan betina secara morfologis
17 Persentase ikan brek yang tertangkap berdasarkan TKG
18 Persentase tingkat kematangan gonad ikan brek berdasarkan zona
19 Persentase ikan brek betina matang gonad selama penelitian
20 Hubungan antara TKG dan IKG rata-rata ikan brek
21 Persentase jumlah ikan betina berdasarkan tingkat kematangan gonad
22 Fekunditas rata-rata ikan brek berdasarkan zona
23 Fekunditas rata-rata ikan brek berdasarkan zona dan musim
24 Hubungan antara fekunditas dengan panjang (kiri) dan dengan bobot
(kanan)
25 Sebaran diameter telur ikan brek pada TKG IV di ketiga zona
26 Histologi gonad ikan brek betina matang gonad (n: nukleus, ca: cotical
alveoli, yg: yolk granulla)
27 Sperma ikan brek (B. balleroides) Sungai Serayu
28 Panjang rata-rata ekor sperma ikan brek antarzona
29 Diameter rata-rata sperma ikan brek antarzona
30 Strategi pengelolaan ikan brek di Sungai Serayu

17
18
19
19
23
24
25
31
32
33
33
34
35
35
36
36
37
37
38
38
38
39
50

DAFTAR LAMPIRAN
1 Stasiun pengambilan sampel ikan brek di Sungai Serayu
2 Alat tangkap dan pengambilan sampel ikan brek di Sungai Serayu
3 Gambaran morfologi ikan brek yang matang gonad

59
60
61

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Serayu termasuk sungai besar yang memiliki panjang 153 km (Mawardi
2010). Sungai tersebut terfragmentasi oleh Bendungan Panglima Besar Jenderal
Soedirman yang lebih dikenal dengan nama Waduk Mrica. Menurut Yap (1999)
dan Lucas et al. (2001), keberadaan waduk menyebabkan perubahan proses hidrologi yaitu sungai meluas dan arus melambat yang berdampak pada biota akuatik
diantaranya komunitas ikan. Menurut Widiyati & Prihadi (2007), keberadaan waduk berdampak negatif terhadap keanekaragaman ikan.
Bukti terjadinya penurunan jumlah jenis ikan telah dilaporkan di Waduk Rajjaprabha (Chookajorn et al. 1999), Waduk Ubolratana di Thailand (Pholprasith &
Srimongkonthaworn 1999), dan Waduk Jatiluhur (Kartamihardja 2008). Menurut
Craig (2011), dari 66 kasus tentang keberadaan waduk di dunia, 73% diantaranya
berdampak negatif terhadap keanekaragaman jenis ikan, dan hanya 27% yang berdampak positif. Selain itu, keberadaan waduk diduga menyebabkan terbentuknya
subpopulasi dari jenis ikan tertentu yang jika terpisah dalam jangka waktu lama
akan mempunyai karakteristik yang berbeda secara morfologis, genetik, dan biologi reproduksinya (Esguicero & Arcifa 2010).
Informasi tentang komunitas ikan di Sungai Serayu masih terbatas dan parsial. Hadisusanto et al. (2000) melaporkan bahwa spesies ikan pada sebagian hulu
Sungai Serayu di Wonosobo sebanyak 15 spesies; Wahyuningsih et al. (2011) di
lokasi yang sama mencatat 13 spesies. Ikan brek merupakan salah satu spesies asli
Sungai Serayu yang perlu dikonservasi karena memiliki nilai ekonomis penting.
Ikan brek merupakan anggota famili Cyprinidae yang banyak dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi. Menurut Yulfiperius (2006), meskipun status ikan ini
belum termasuk langka namun perlu dilindungi karena di beberapa tempat populasinya sudah menurun. Sejauh ini, upaya konservasi sudah banyak dimulai tetapi
belum berhasil.
Ikan brek mempunyai sebaran yang luas di Jawa dan mempunyai beberapa
nama lokal. Di wilayah Jawa Barat, jenis ikan ini lebih dikenal dengan nama lalawak yang dapat ditemukan di Sungai Cimanuk Kabupaten Sumedang (Luvi 2000,
Rahardjo & Sjafei 2004). Di Jawa Tengah dikenal pula dengan nama tawes merah
yang diantaranya terdapat di Waduk Gadjah Mungkur (Utomo et al. 2008).
Kajian mengenai aspek biologi dan ekologi ikan brek masih terbatas, bahkan untuk populasi yang terdapat pada kawasan hulu Sungai Serayu belum ada
yang melakukan. Beberapa penelitian tentang ikan brek pernah dilakukan, antara
lain di Waduk Lahor (Lumbanbatu 1979, Affandi 1979), Waduk Jatiluhur (Sutardja 1980); Sungai Cimanuk (Rahardjo & Sjafei 2004, Surawijaya 2004, Defira
2004, Yulfiperius 2006, Fajarwati 2006); dan di kawasan tengah (hilir) Sungai Serayu oleh Susatyo et al. (2011). Namun penelitian tersebut tidak mengkaji lebih
lanjut mengenai pengaruh keberadaan waduk terhadap aspek biologi ikan brek
yang ada di dalamnya. Padahal di Indonesia banyak sungai yang sudah terfragmentasi oleh waduk, bahkan dalam beberapa tahun ke depan direncanakan akan
dibangun waduk lebih banyak lagi.

2
Untuk merumuskan strategi pengelolaan sumber daya ikan brek di habitat
alaminya dengan tepat diperlukan data dasar diantaranya mengenai aspek biologi
dan ekologinya. Dengan demikian ikan brek dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran
Ikan brek merupakan sumber daya perikanan yang banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai sumber protein hewani. Populasi ikan ini di Sungai Serayu cenderung mengalami penurunan. Faktor penyebabnya dapat berupa kegiatan
eksploitasi yang terus meningkat, penggunaan alat tangkap yang merusak, pencemaran, dan fragmentasi habitat. Faktor lingkungan tesebut berpengaruh terhadap
aspek biologi ikan brek. Degradasi habitat dan kondisi lingkungan yang terjadi
pada perairan menjadi faktor seleksi dan berpengaruh terhadap perubahan karakter
spesies, pola pertumbuhan dan reproduksi, serta kebiasaan makanan. Laju penangkapan yang tinggi dan penggunaan alat tangkap yang merusak menyebabkan penurunan populasi sehingga rentan terhadap kepunahan.
Kelestarian ikan brek di Serayu perlu dipertahankan agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan menerapkan strategi pengelolaan yang tepat dan
didukung data dasar yang memadai. Kebijakan pengelolaan tersebut dapat ditempuh melalui beberapa alternatif dengan kerangka pemikiran penelitian yang disajikan pada Gambar 1.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: a) mengkaji aspek biologi ikan brek di habitat
alaminya kawasan hulu Sungai Serayu dan keterkaitan dengan lingkungannya
(ekologi); dan b) merumuskan konsep/strategi pengelolaan ikan brek. Manfaat penelitian ini adalah memberikan alternatif pengelolaan berbasis ekobiologi agar
sumber daya ikan brek dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Kebaruan Penelitian
Kebaruan dalam penelitian ini adalah: 1) informasi mengenai aspek ekobiologi ikan brek pada perairan yang terfragmentasi oleh waduk, 2) waktu pemijahan ikan brek yang berbeda dengan ikan tropis lainnya, dan 3) bentuk ancaman
dan konsep pengelolaan sumber daya ikan brek.

3

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

4

2 KARAKTERISTIK HABITAT DAN KOMUNITAS IKAN DI
SUNGAI SERAYU
Pendahuluan
Sungai merupakan perairan terbuka dengan empat dimensi, yaitu longitudinal, lateral, vertikal, dan temporal (Huer & Lamberti 2007). Sebelumnya Vannote et al. (1980) menyatakan bahwa sungai berukuran besar merupakan unit kesatuan habitat baik secara longitudinal (hulu-hilir) maupun lateral (sungai utama
dan anak sungai). Hal ini menyangkut faktor fisik, kimiawi, dan biologis termasuk
komunitas ikan yang ada di dalamnya.
Serayu termasuk sungai besar yang bagian hulunya terletak di kawasan Pegunungan Dieng Wonosobo yang mengalir melewati Kabupaten Banjarnegara,
Purbalingga, dan Banyumas, serta bermuara di Teluk Penyu Cilacap. Sungai ini
terfragmentasi oleh bendungan (waduk), yaitu Bendungan Panglima Besar Jenderal Soedirman yang lebih dikenal dengan nama Waduk Mrica. Menurut Soewarno
(1990), waduk ini dengan luasan 8,85 km2 mulai beroperasi sejak tahun 1988
yang menampung aliran air dari Sungai Serayu, Merawu, dan Lumajang.
Keberadaan waduk berdampak permanen terhadap keragaman biota sungai, dan memutus jalur ruaya ikan (Helfman 2007, Craig 2011). Sebelumnya,
Lorencio (1992) menyatakan bahwa keberadaan bendungan menyebabkan tingkat
trofik tidak bervariasi sehingga dapat mengubah struktur anatomi ikan agar dapat
memanfaatkan sumber daya yang baru. Oleh karena itu Linlokken (1993), menyarankan ketika membangun waduk harus terpelihara proses migrasi ikan dan dikurangi atau dihindari pemisahan populasi. Migrasi ikan merupakan respon terhadap
kepadatan populasi, ketersediaan makanan yang cukup pada tempat pemijahan
dan tempat asuhan. Ponton & Copp (1997) melaporkan bahwa keberadaan bendungan mengarahkan secara biologi bagi ikan yang toleran menjadi dominan
sedangkan yang sensitif akan menghilang. Hal ini sejalan dengan Craig (2011),
bahwa komunitas ikan di waduk biasanya merupakan turunan dari ikan sungai, sedangkan yang di danau adalah jenis asli. Pada saat waduk terbentuk, ikan sungai
yang tidak mampu beradaptasi akan mati atau keluar dari areal tersebut. Sebelumnya Pess et al. (2008) menyebutkan bahwa waduk menahan sedimen, aliran nutrien dan energi, kualitas air, memengaruhi morfologi sungai di bagian hilir,
mengganggu fungsi ekologi, serta memutus migrasi ikan ke arah hulu.
Dampak waduk terhadap penurunan jumlah jenis ikan telah terjadi di Waduk Rajjaprabha yang dilaporkan oleh Chookajorn et al. (1999), sebelum waduk
dibangun tahun 1986 tercatat 108 jenis dan setelahnya menjadi 96 jenis. Pholprasith & Srimongkonthaworn (1999) juga melaporkan terjadinya penurunan jumlah
jenis ikan di Waduk Ubolratana Thailand yang beroperasi sejak tahun 1965, sebelumnya tercatat 76 jenis dan menjadi 50 jenis pada tahun 1984-1993. Kartamihardja (2008) melaporkan bahwa dalam jangka waktu 40 tahun (1968-2007) setelah
Waduk Djuanda digenangi terjadi penurunan jumlah jenis ikan dari 31 jenis menjadi 18 jenis.
Sampai saat ini informasi mengenai kondisi perairan Sungai Serayu dan komunitas ikan yang terdapat di sekitar Waduk Mrica masih terbatas. Oleh karena

5
itu telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis karakteristik
habitat ikan brek di kawasan hulu Sungai Serayu yang terfragmentasi waduk.
Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menghimpun informasi mengenai komunitas ikan yang ada di dalamnya.
Bahan dan Metode
Lokasi penelitian dan pengamatan karakteristik habitat
Lokasi penelitian di Sungai Serayu wilayah Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah yang merupakan habitat potensial bagi ikan brek. Lokasi penelitian dikelompokan ke dalam tiga zona berdasarkan posisi waduk. Masingmasing zona terdiri atas dua stasiun (St). Pengelompokan lokasi penelitian yaitu
zona bawah (St.1 dan St.2), zona tengah (St.3 dan St.4), dan zona atas (St.5 dan
St.6) (Tabel 1 dan Gambar 2). Kondisi masing-masing stasiun dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Tabel 1. Posisi stasiun penelitian ikan brek di Sungai Serayu Banjarnegara
Altitude
(m)

Stasiun

Zona

Koordinat

Posisi

St.1

Bawah

S: 07o 26.349‟
E: 109o 31.911‟

127

Stasiun paling hilir yang terletak
antara wilayah Kecamatan Mandiraja
dan Purwonegoro.

St.2

Bawah

S: 07o 24.031‟
E: 109o 35.850‟

146

Stasiun yang terletak tepat di bawah
Waduk Mrica, yaitu di Desa Tapen,
Kecamatan Wanadadi

St.3

Tengah

S: 07o 23.522‟
E: 109o 36.963‟

226

Badan air yang termasuk dalam
kawasan Waduk Mrica bagian bawah
yang terletak di wilayah Kecamatan
Bawang

St.4

Tengah

S: 07o 23.216‟
E: 109o 44.685‟

246

Badan air yang termasuk dalam
kawasan Waduk Mrica bagian atas
yang terletak di wilayah Kecamatan
Wanadadi

St.5

Atas

S: 07o 23.242‟
E: 109o 41.618‟

259

Stasiun yang terletak di atas Waduk
Mrica yaitu sekitar Kota
Banjarnegara

St.6

Atas

S: 07o 23.845‟
E: 109o 44.680;

362

Stasiun paling hulu yang terletak di
wilayah Kecamatan Sigaluh

Pengamatan terhadap kondisi lingkungan diukur in-situ dan sebagian parameter dilakukan ex-situ melalui pengambilan sampel air (kekeruhan, alkalinitas,
dan konduktivitas). Sampel air diambil menggunakan botol sampel dan disimpan
dalam kotak dingin agar suhunya selalu terjaga. Pengamatan dilakukan setiap bulan sehingga dapat mewakili musim penghujan dan kemarau. Pengukuran dan
pengambilan sampel air dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel ikan di
setiap stasiun. Parameter fisik dan kimiawi perairan yang diamati meliputi suhu
air, kedalaman air, kecepatan arus, kekeruhan, substrat dasar perairan, kandungan
oksigen terlarut, pH, alkalinitas, dan konduktivitas.

6
Pengukuran setiap parameter lingkungan dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut:
a) Pengukuran suhu menggunakan termometer air raksa yang dilakukan pada
kedalaman air kurang dari satu meter.
b) Kedalaman air diukur menggunakan tongkat berskala dan meteran pada bagian yang dangkal dan bagian perairan yang paling dalam di setiap stasiun.
c) Pengukuran kecepatan arus menggunakan material terapung yang dihanyutkan dan diukur pada jarak dua meter, lalu dicatat waktunya menggunakan
stopwatch.
d) Pengamatan terhadap substrat dasar perairan dilakukan secara visual dengan
mengelompokkan apakah berupa batu, kerikil, pasir, lumpur atau campuran.
e) Pengukuran pH air menggunakan pH meter dan kertas pH universal.
f) Kandungan oksigen terlarut diukur pada bagian dekat permukaan air menggunakan DO meter sampai angka pada monitor menunjukkan angka yang
stabil.
Sampel air yang diambil di setiap stasiun dan setiap bulan dianalisis di laboratorium menggunakan metode spektrofotografi untuk kekeruhan, alkalinitas,
nitrat dan amoniak. Konduktivitas diukur menggunakan pengukur kualitas air
merk Horiba. Dicatat pula mengenai kondisi lingkungan di sekitar perairan
(permukiman, persawahan, atau perkebunan), dan cuaca pada saat pengamatan.
Pengambilan sampel ikan
Pengambilan sampel ikan dilakukan di enam stasiun yang telah ditentukan
dan dicatat posisi koordinatnya. Sampel diambil pada tiap bulan selama satu tahun, mulai bulan Juni 2012 sampai Mei 2013. Alat tangkap yang digunakan beragam jenisnya agar diperoleh sampel ikan yang representatif meliputi jala berukuran panjang 3 m masing-masing dengan mata jaring (1” dan 2”), jaring insang
dengan tiga mata jaring (¾”, 1½ “ dan 2”) masing-masing berukuran panjang 20
m dan tinggi 4 m. Selain itu, pada tempat-tempat tertentu digunakan pula pengejut
elektrik dengan sumber daya accu 12 volt dan kuat arus 10 amper. Penggunaan
alat tangkap disesuaikan dengan kondisi perairannya (Lampiran 2). Pelaksanaan
sampling dilakukan secara bergantian antarstasiun.
Sampel ikan yang tertangkap di setiap stasiun dikelompokkan berdasarkan
ukuran tubuhnya untuk memudahkan proses pengawetan dan analisis di laboratorium. Spesimen ikan segera dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diawetkan
dengan larutan formalin konsentrasi 4-10%. Setiap kantung plastik diberi label
yang berisi keterangan mengenai nomor stasiun dan tanggal koleksi.
Preparat histologi gonad diambil dari ikan sampel jantan dan betina dengan berbagai ukuran. Sampel dibedah dan dikeluarkan gonadnya secara hati-hati.
Setelah itu, gonad disimpan dalam botol sampel yang berisi larutan BNF (buffer
neutral formalin) 10%. Sampel gonad yang sudah diawetkan segera dibawa ke laboratorium untuk diamati dan dianalisis lebih lanjut.
Identifikasi untuk menentukan nama ilmiah ikan dilakukan di Laboratorium Ikan, Bidang Zoologi-Puslit Biologi LIPI Cibinong dengan mengacu kepada
Weber & de Beaufort (1916), Mohsin & Ambak (1983), Inger & Chin (1990),
Allen (1991), Roberts (1989; 1993), Kottelat et al. (1993), Axelrods et al. (1995),

7
Eschmeyer (1998), dan Tan & Kottelat (2009). Upaya melengkapi data jenis ikan,
potensi dan aspek terkait lainnya dilakukan komunikasi dengan nelayan dan
penduduk setempat.

8
Hasil
Karakteristik habitat
Kisaran suhu perairan selama penelitian antara 23-31oC, kekeruhan 0-393
NTU, konduktivitas 253-715 µS cm-1, kecepatan arus 26-100 cm dt-1, kandungan
oksigen terlarut 4,1-8,4 mg L-1, dan pH 7,0-9,0. Hasil pengamatan kondisi lingkungan perairan di setiap zona disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter fisik dan kimiawi perairan pada masing-masing stasiun
penelitian
Zona Bawah
Parameter

Satuan

St. I

St.II

Zona Tengah
St. III

St. IV

Zona Atas
St. V

St. VI

Fisik:
Suhu

0

C

26-30

25-30

23-31

24-29

25-28

23-29

Kedalaman

m

5-10

5-8

10-15

5-15

5-10

6-8

Kekeruhan

NTU

2-393

0-171

1-101

4-114

8-47

6-52

343-558

253-555

381-632

381-592

363-552

327-715

26-71

31-83

31-56

36-67

33-77

56-100

Dasar perairan

berbatu

berbatu

berbatu

berbatu

berbatu

berbatu

Tipe substrat

kerikil,
berpasir

kerikil,
berpasir

tanah

tanah

kerikil,
berpasir,
lumpur
tanah

kerikil,
berpasir,
lumpur
tanah

kerikil,
berpasir

Tipe tebing

kerikil,
berpasir,
lumpur
tanah

Konduktivitas
Kecepatan arus

-1

µS cm
cm dt

-1

tanah

Kimiawi:
pH
Oksigen terlarut
NO2
NH3
Alkalinitas

-

7,0-8,0

7,3-9,0

7,3-8,6

7,2-8,0

7,5-8,2

7,6-8,6

-1

4,1-8,1

4,7-7,8

4,7-7,6

5,1-6,9

4,6-8,3

5,1-8,4

-1

0,1-0,2

0,05-0,9

1,3-1,4

0,1-0,3

1,5-2,0

1,3-1,6

-1

0,1-0,2

0,04-0,05

0,1-0,2

0,1-0,2

1,2-1,3

1,1-1,4

60-267

65-240

64-257

66-258

64-235

61-215

mg L
mg L
mg L

-1

mg kg

Ca CO3

Hasil analisis keterkaitan antara parameter lingkungan dengan stasiun
pengambilan sampel ikan brek menggunakan metode PCA diperoleh bahwa PC
(komponen) 1, komponen 2, dan komponen 3 dapat menerangkan proporsi keragaman sebesar 99,9%. Berdasarkan hasil analisis tersebut, stasiun pengambilan
sampel dapat dibagi menjadi tiga kelompok yang berbeda. Parameter lingkungan
yang mempunyai kontribusi kuat dalam pemilahan stasiun adalah kekeruhan berkorelasi positif dengan St.1 dan St.2, konduktivitas dengan St.3 dan St.4, dan alkalinitas dengan St.5 dan St.6 (Gambar 3 dan Tabel 3).

9

16
Konduktivitas
12

St.3

PC 2 (14,6%)

St.4

Kekeruhan

8

St.1

4
-24

-16

-8

-4

Kecepatan_arus
Suhu_air
pH
NO2
NH3
Oksigen_terlarut
8
16
24

40
St.2

-8 Alkalinitas
St.6

32

-12

St.5 -16
-20
PC 1 (84,2%)

Gambar 3. Hasil analisis PCA parameter lingkungan di enam stasiun
Tabel 3. Hasil analisis PCA antara parameter lingkungan dengan stasiun
penelitian
Parameter
Suhu air
Konduktivitas
Kecepatan arus
Kekeruhan
pH
Oksigen terlarut
NO2
NH3
Alkalinitas
Eigenvalue
% varians

PC1
0,0127
-0,5863
0,0014
0,8065
-0,0043
0,0055
-0,0482
-0,0030
-0,0750
756,47
84,17

PC2
0,0237
0,7600
0,0288
0,5244
-0,0048
-0,0420
0,0306
-0,0126
-0,3631
131,35
14,62

PC3
-0,0960
0,2538
0,0498
-0,0205
-0,0012
0,0529
0,0007
-0,0063
0,9206
10,74
1,20

PC4
-0,1743
-0,0373
0,8143
-0,0205
0,0092
-0,4197
0,0032
0,3579
-0,0193
0,17
0,02

PC5
-0,0393
0,0206
-0,4783
0,0214
-0,0373
-0,1873
-0,0043
0,8553
0,0264
0,03
0,01

Analisis pengelompokan stasiun pengambilan sampel ikan brek berdasarkan parameter lingkungan diperoleh dua kelompok, yaitu kelompok pertama
terdiri atas dua stasiun (St.1 dan St.2) dan kelompok kedua terdiri atas empat
stasiun yaitu St.3, St.4, St.5, dan St.6 (Gambar 4).

10

St.3

St.4

St.5

St.6

St.2

St.1

Jarak Euclidean

Gambar 4. Pengelompokkan stasiun pengamatan berdasarkan parameter
lingkungan
Kondisi curah hujan berdasarkan data yang diperoleh dari Otoritas Waduk
Mrica di Banjarnegara, yaitu intensitas hujan mulai tinggi pada bulan Oktober
18,18 mm dan puncaknya pada bulan November 35,74 mm, serta terus menurun
sampai bulan Maret 7,66 mm (Gambar 5). Hasil pencatatan cuaca, secara garis besar musim penghujan terjadi antara Oktober sampai Maret, sedangkan musim
kemarau mulai April sampai September.
40
35,74

Curah hujan (mm)

35
30
25

23,18

20

18,18

17,19

15

14,31
12,03

10

10,66
7,66

5

5,06

4,37

2,83
0

0,07

Jun

Jul Agu Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei
Bulan Pengamatan

Gambar 5. Intensitas curah hujan di lokasi penelitian (Sumber: Indonesia Power,
Unit Pembangkit Listrik Mrica)
Komunitas ikan
Komunitas ikan yang ditemukan sebanyak 22 jenis yang tergolong ke dalam 13 famili. Cyprinidae merupakan famili yang paling dominan dengan delapan
jenis, sedangkan famili lainnya antara 1-2 jenis (Tabel 4).

11
Tabel 4. Komunitas ikan di kawasan hulu Sungai Serayu
Lokasi
No

Nama Lokal

Spesies

Famili

BW

KW

AW

1
2

Pelus
Brek

Anguilla marmorata
Barbonymus balleroides

Anguillidae
Cyprinidae

+
+

+

+

3
4
5
6
7
8
9

Tawes
Melem
Mangut
Lempon
Unjar
Mas
Palung

Barbonymus gonionotus
Osteochillus vittatus
Osteochilus sp.
Tor soro
Rasbora lateristriata
Cyprinus carpio
Hampala macrolepidota

Cyprinidae
Cyprinidae
Cyprinidae
Cyprinidae
Cyprinidae
Cyprinidae
Cyprinidae

+
+
+
+
+
+

+
+
+
-

+
+
+
+
+

10
11
12
13
14
15
16
17

Uceng
Beong
Senggaringan
Kehkel
Julung
Kepala timah
Ikan seribu

Nemacheilus fasciatus
Pangio oblonga
Hemibagrus nemurus
Mystus nigriceps
Glyptothorax major
Dermogenys pusilla
Aplocheilus panchax
Poecillia reticulata

Balitoridae
Cobitidae
Bagridae
Bagridae
Sisoridae
Hemiramphidae
Aplocheillidae
Poecillidae

+
+
+
+
+
+

+
+
+

+
+
+
+
+

18
19
20
21
22

Nila
Betutu
Nyoho
Sepat rawa
Kutuk

Oreochromis niloticus
Oxyeleotris marmorata
Awaous sp.
Trichopodus trichopterus
Channa striata

Cichlidae
Eleotrididae
Gobiidae
Belontiidae
Channidae

+
+
-

+
+
+
+
+

+
-

Jumlah

16

12

12

Keterangan: BW (bawah waduk), KW (kawasan waduk), AW (atas waduk), + (ditemukan ),
- (tidak ditemukan)

Pembahasan
Habitat ikan brek mempunyai karakteristik dengan dasar perairan berupa
batuan, berarus kuat, substrat dasar perairan terutama kerikil dan pasir, serta kandungan oksigen terlarut relatif tinggi. Kondisi perairan seperti ini sangat ideal bagi
ikan bersungut anggota Cyprinidae. Hal ini tampak dari struktur komunitas yang
didominasi oleh ikan famili Cyprinidae yaitu sebanyak 8 jenis, dan salah satunya
adalah ikan brek (Tabel 4).
Kekeruhan cenderung meningkat ke arah hilir disebabkan oleh faktor penurunan kemiringan tempat sehingga arus melambat dan banyak partikel yang mengendap. Selain itu, kekeruhan disebabkan oleh buka tutup waduk dan limbah dari
pabrik tapioka. Tingkat kekeruhan yang tinggi tersebut dapat mengganggu kehidupan ikan dalam mencari makanan, penglihatan, dan pernafasan. Semakin tinggi
tingkat kekeruhan maka cahaya yang masuk ke dalam badan air akan berkurang,
akibatnya mengganggu proses penglihatan terhadap mangsa/makanan. Selain itu,
terbatasnya cahaya yang masuk ke dalam badan air juga mengganggu proses foto-

12
sintesis yang berdampak pada penurunan kandungan oksiegn terlarut. Tingginya
partikel terlarut akan berdampak pada penurunan kinerja insang sehingga pernafasan ikan terganggu. Sebaliknya tingkat konduktivitas dan alkalinitas yang lebih
tinggi di bagian atas, menurut Benda et al. (2005) disebabkan oleh proses
pelarutan batuan yang tinggi akibat kecepatan arus.
Ketiga zona terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama di bawah waduk (zona bawah) dan kelompok kedua mencakup zona tengah dan zona
atas (Gambar 4). Komunitas ikan pada zona kelompok pertama lebih beragam dibandingkan dengan komunitas ikan yang mendiami zona kelompok kedua. Hal ini
menunjukkan bahwa keberadaan waduk memengaruhi kondisi perairan sungai
yang berdampak terhadap kehidupan ikan yang ada di dalamnya. Kecenderungan
seperti ini terjadi pada kebanyakan sungai yang dibangun waduk, diantaranya waduk Tallowa di Australia dengan perbandingan 21 jenis ikan di zona bawah dan
16 jenis di zona atas (Gehrke et al. 2002), dan Waduk Santa Cecilia di Brasil yaitu
27 jenis di zona bawah dan 23 jenis di zona atas (Araujo et al. 2013). Lebih rendahnya komunitas ikan di kelompok kedua disebabkan pula oleh hilangnya jenis
ikan peruaya, yaitu ikan pelus (Anguilla marmorata) yang hanya ditemukan di
kelompok pertama. Selain itu, perbedaan komunitas ikan dapat disebabkan juga
oleh perubahan kualitas air diantaranya temperatur (Mahon et al. 1979).
Struktur komunitas di zona tengah yang berupa waduk banyak dijumpai
jenis ikan yang menyukai habitat menggenang. Menurut Gehrke et al. (2002), pada kawasan waduk komunitas ikan terdiri atas ikan danau dan ikan sungai yang
menyukai habitat menggenang. Jenis ikan yang dimaksud adalah ikan julung
(Dermogenys pusilla), kepala timah (Aplocheilus panchax), betutu (Oxyeleotris
marmorata), sepat rawa (Trichopodus trichopterus), dan gabus (Channa striata).
Sebaliknya, di zona ini tidak ditemukan ikan yang menyukai arus seperti kehkel
(Glyptothorax major), dan uceng (Nemacheilus fasciatus). Struktur seperti ini menambah bukti bahwa keberadaan waduk sangat berpengaruh terhadap komunitas
ikan.
Pengaruh keberadaan waduk terhadap ikan brek tampak dari hasil penelitian Bahiyah et al. (2013), bahwa secara genetik ikan brek yang terdapat di zona
bawah waduk membentuk kluster yang terpisah dari ikan brek yang terdapat di
zona tengah dan zona atas. Pola pengelompokan tersebut mirip dengan hasil analisis kluster terhadap parameter lingkungan. Parameter utama yang membedakan
antarzona berdasarkan hasil analisis PCA adalah kekeruhan, konduktivitas, dan alkalinitas (Tabel 2). Hasil tersebut ada kemiripan dengan perairan waduk di Brasil
dengan parameter yang berpengaruh adalah konduktivitas, kekeruhan, dan temperatur (Araujo et al. 2013).
Status spesies ikan yang ditemukan sebagian besar termasuk kategori umum
karena mudah ditemukan dan mempunyai sebaran geografi yang luas, yaitu sebanyak 81,82%; sebaliknya pada penelitian ini tidak ditemukan spesies endemik.
Hal ini disebabkan perairan di Jawa mempunyai tingkat keendemikan ikan yang
rendah; selain itu cakupan lokasi penelitian ini juga sempit. Menurut Kottelat et
al. (1993), tingkat keendemikan ikan di Jawa hanya 9,09% (12 endemik/132 total
spesies) yang lebih rendah bila dibandingkan dengan Sumatera sebesar 11,01%
(30 endemik/272 total spesies) dan Kalimantan 37,81% (149 endemik/394 total
spesies). Diduga rendahnya endemisitas di Jawa karena tingkat kespesifikan habitat di Jawa lebih rendah dibandingkan Sumatera dan Kalimantan. Kondisi seperti

13
ini terkait pula dengan jumlah dan ukuran badan air di Jawa yang lebih rendah
dibandingkan Sumatera dan Kalimantan. Selain itu perlu dikaji secara mendalam
mengenai sejarah geologinya.
Diantara ikan yang ditemukan terdapat empat spesies yang berstatus asing,
yaitu Poecillia reticulata, Aplocheilus panchax, Cyprinus carpio, dan Oreochromis niloticus. Dua spesies yang pertama berasal dari Amerika Selatan yang terlepas dari akuaria; Cyprinus carpio yang aslinya dari China dan O. niloticus dari
Afrika (Kottelat et al. 1993) sengaja didatangkan untuk keperluan budidaya. Selain itu terdapat ikan asing yang dikhawatirkan dapat membahayakan kelestarian
ikan asli Serayu, yaitu bawal air tawar (Collosoma macropomum). Pada penelitian
ini, ikan bawal memang tidak tertangkap namun sebagian masyarakat di sekitar
Serayu sudah membudidayakan dan diinformasikan sudah ada yang lepas ke perairan umum. Jenis ikan ini mempunyai daerah sebaran asli di perairan wilayah
Amerika Selatan. Dikategorikan berbahaya karena ikan ini berkerabat dekat dan
satu famili dengan piranha yang telah dikenal sebagai ikan predator ganas, yaitu
Serrasalmidae (Nelson 2006).
Berdasarkan potensinya, sebagian besar jenis yang ditemukan merupakan
ikan konsumsi (54,55%), sebagai ikan hias dan berpotensi ganda masing-masing
22,73%. Diantara ikan konsumsi terdapat jenis ikan yang sudah umum dibudidayakan oleh masyarakat, yaitu melem (Osteochilus vittatus) dan tawes (Barbonymus gononotus). Ikan tawes dibedakan menjadi dua, yaitu tawes sungai dan
tawes kontes/kumpai. Tawes kontes sirip-siripnya panjang mirip dengan mas
kumpai sehingga sangat potensial sebagai ikan hias.
Salah satu ikan yang banyak dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani
oleh masyarakat di sekitar Serayu adalah brek. Jenis ikan ini merupakan anggota
suku Cyprinidae dari kelompok ikan tawes (Weber & de Beaufort 1916; Roberts
1989; Kottelat et al. 1993). Jenis ikan ini termasuk kelompok ikan dengan harga
sedang yang masih lebih rendah dibandingkan dengan ikan beong (Hemibagrus
nemurus).
Jenis ikan yang mempunyai sebaran luas di lokasi penelitian sebanyak
enam spesies (brek, tawes, melem, lunjar, ikan seribu, dan nila). Hal ini menunjukkan bahwa keenam spesies tersebut mampu hidup dan beradaptasi dengan baik
di ketiga zona. Sebaliknya, beberapa spesies lebih teradaptasi di perairan yang
menggenang karena mempunyai kemampuan bertahan hidup pada kondisi yang
minim oksigen sehingga hanya ditemukan di kawasan waduk. Spesies yang
dimaksud adalah julung, kepala timah, sepat rawa, dan gabus (Tabel 4).

Simpulan
Berdasarkan karakteristik habitat, kawasan studi terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok di bawah dan di atas waduk. Komunitas ikan di kawasan studi sebanyak 22 spesies yang tergolong ke dalam 13 famili. Kekayaan jenis ikan
pada kawasan di bawah waduk lebih beragam dibandingkan kawasan di atas waduk. Cyprinidae merupakan famili yang paling dominan dengan 8 spesies. Ikan
brek termasuk ikan asli Sungai Serayu yang dominan dan banyak dimanfaatkan
oleh penduduk untuk dikonsumsi.

14

3 KARAKTERISTIK SPESIES IKAN BREK (Barbonymus
balleroides Val. 1842)
Pendahuluan
Ikan brek merupakan salah satu ikan konsumsi di Sungai Serayu dengan
sebaran yang luas. Jenis ini merupakan ikan yang hidup di perairan umum dengan
status belum termasuk langka namun di beberapa tempat populasinya sudah berkurang. Di wilayah Jawa Barat, jenis ikan ini lebih dikenal dengan nama lalawak
yang dapat ditemukan di Sungai Cimanuk Kabupaten Sumedang (Luvi 2000;
Rahardjo & Sjafei 2004). Di wilayah ini, masyarakat mengelompokkan ikan lalawak menjadi dua berdasarkan bentuk dan ukuran tubuhnya, yaitu lalawak jengkol
dan lalawak biasa (Yulfiperius 2006). Di Jawa Tengah, ada pula yang menyebutnya dengan nama ikan tawes merah (Utomo et al. 2008), sedangkan di Kalimantan dikenal dengan nama salap merah (Weber & de Beaufort 1916).
Untuk mengetahui kepastian suatu spesies ikan selain berdasarkan morfologi dan karakter meristik juga digunakan karakter morfometrik melalui analisis
diskriminan (Haryono 2006). Menurut Defira (2004), berdasarkan nisbah 25 karakter morfometrik ketiga jenis lalawak di Sumedang menunjukkan persamaan,
begitu pula dari hasil analisis PCA juga tidak terjadi pengelompokan yang nyata.
Ikan brek sebelumnya termasuk ke dalam genus Puntius yang sangat
kompleks dengan perbedaan karakter yang tinggi pada bentuk tubuh, pola warna,
dan ukuran. Genus Puntius termasuk ke dalam suku Cyprinidae yang merupakan
ikan air tawar dengan anggota yang besar di kawasan tropis Asia (Shantakumar &
Vishvanath 2006). Di perairan Indonesia anggota Puntius mencapai 33 jenis
(Haryono 2001). Kelompok ikan ini berperan penting sebagai sumber protein
hewani (Smith 1945; Champasri et al. 2007).
Ikan brek berkerabat dekat dengan ikan tawes yang sudah umum dibudidayakan oleh masyarakat. Kottelat et al. (1993) mengelompokkan Puntius menjadi empat genera yang berbeda berdasarkan struktur sisik pada gurat sisi, yaitu
Puntius, Poropuntius, Puntioplites, dan Barbodes. Genera Barbodes dicirikan
oleh sisik linea lateralis yang strukturnya memiliki beberapa jari-jari sejajar atau
melengkung ke ujung, dan sedikit atau tidak ada proyeksi jari-jari ke samping.
Genera Barbodes telah direvisi menjadi Barbonymus (Kottelat 1999; Kottelat &
Widjanarti 2005).
Pengelolaan sumber daya perikanan memerlukan informasi tentang kepastian nama spesies ikan yang akan dikelola. Mengingat ikan brek secara ilmiah
merupakan pecahan dari genus Puntius yang kompleks maka status taksonominya
perlu dikaji terlebih dahulu. Weber & de Beaufort (1916) menyebutkan bahwa
berdasarkan nama lokalnya brek mempunyai nama ilmiah (Puntius orphoides).
Tujuan penelitian ini melakukan kajian terhadap karakter morfologi yang
mencakup meristik dan morfometrik ikan brek yang berasal dari Sungai Serayu.

15
Bahan dan Metode
Penelitian dilakukan di Sungai Serayu wilayah Kabupaten Banjarnegara,
Jawa Tengah. Lokasi penelitian, karakteristik habitat, dan teknik pengambilan
sampel ikan brek secara rinci dijelaskan pada Bab 2. Di laboratorium sampel ikan
tersebut dicuci dan direndam dalam air, lalu dipindahkan ke dalam larutan akohol
70%. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap karakter morfologi yang meliputi meristik, morfometrik, dan pola warna.
Karakteristik yang diamati meliputi struktur sisik, jumlah rigi pada bagian
belakang duri terakhir sirip dorsal, jumlah jari-jari pada sirip dorsal, anal, ventral,
dan sirip pektoral, jumlah sisik pada bagian tubuh tertentu yaitu sebelum sirip dorsal (predorsal), gurat sisi, pada batang ekor, dan karakter morfologi lainnya (pola
warna). Karakter morfometrik mencakup 24 karakter (Tabel 5 dan Gambar 6)
yang diukur menggunakan kaliper digital dengan ketelitian 0,01 mm.
Tabel 5. Karakter morfometrik yang diamati pada ikan brek dan kerabatnya
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Kode
N1
N2
N3
N4
N5
N6
N7
N8
N9
N10
N11
N12
N13
N14
N15
N16
N17
N18
N19
N20
N21
N22
N23
N24

Karakter
Panjang total
Panjang sebelum sirip dorsal
Panjang sebelum sirip anal
Panjang sebelum sirip ventral
Panjang kepala
Lebar badan
Tinggi badan pada awal sirip dorsal
Tinggi badan diatas anus
Tinggi batang ekor
Panjang batang ekor
Panjang dasar sirip dorsal
Panjang dasar sirip anal
Panjang dasar sirip ventral
Panjang sirip ventral
Panjang sirip pektoral
Panjang cagak atas
Panjang cagak bawah
Tinggi kepala
Lebar kepala
Panjang moncong
Diameter mata
Jarak antar mata
Panjang sungut moncong
Panjang sungut rahang atas

Singkatan
PT/PB
PSSD/PB
PSSA/PB
PSSV/PB
PK/PB
LB/PB
TBASD/PB
TBAA/PB
TBE/PB
BPE/PB
PDSD/PB
PDSA/PB
PDSV/PB
PSV/PB
PSP/PB
PCA/PB
PCB/PB
TK/PB
LK/PB
PM/PB
DM/PB
LAM/PB
PSM/PB
PSRA/PB

Hasil pengukuran tersebut dibakukan terhadap panjang baku sebelum dilakukan analisis. Untuk mendapatkan data pembanding, pengukuran dilakukan pula
terhadap kerabat dekat ikan brek, yaitu Puntius orphoides dan Barbonymus gonionotus. Spesimen kedua jenis ikan tersebut merupakan koleksi ilmiah Museum
Zoologi Bogor (MZB 5053, MZB 10012, MZB 10050, dan MZB 10053). Analisis
data morfometrik dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak program
SPSS (Statistical Program for Social Science).

16

Gambar 6. Karakter morfometrik ikan brek dan kerabatnya
Struktur sisik diamati dengan cara mengambil sebagian ikan sampel, lalu dicabut sisik pada gurat sisi (linea lateralis) sebelah kanan yang bertepatan dengan
awal sirip punggung. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskup binokuler dan
difoto menggunakan kamera digital. Bagian sisik yang diamati adalah bentuknya,
struktur pada bagian depan (anterior), belakang (posterior), pusat sisik (fokus),
jari-jari sisik, dan ruang antar jari-jari (lamella) (Gambar 7).
Fokus

Anterior
Posterior

Lamela

Gambar 7. Bagian struktur sisik ikan brek yang diamati

Pengamatan rigi pada duri sirip dorsal dilak

Dokumen yang terkait

Pola Pengelolaan Kawasan Hutan Berdasarkan Karakteristik Hidrologi di Daerah Aliran Sungai Konto Hulu, Malang - Jawa Timur, Studi Kasus Sub Daerah Aliran Sungai Manting

0 97 436

Ekobiologi Ikan Bilih Mystacoleucus Padangensis (Bleeker, 1852) Sebagai Dasar Pengelolaan Di Sungai Naborsahan, Danau Toba, Sumatera Utara

0 8 103

Pola Pengelolaan Kawasan Hutan Berdasarkan Karakteristik Hidrologi di Daerah Aliran Sungai Konto Hulu, Malang Jawa Timur, Studi Kasus Sub Daerah Aliran Sungai Manting

0 4 228

Biologi Reproduksi Ikan Brek (Barbonymus balleroides Cuvier & Val. 1842) Di Sungai Serayu Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah

0 12 49

PENGELOLAAN LAHAN KERING, SEBUAH MODEL PERTANIAN KONSERVASI DI KAWASAN HULU DAS JRATUNSELUNA JAWA TENGAH

0 3 22

ANALISIS WATER BALANCE DAS SERAYU BERDASARKAN DEBIT SUNGAI UTAMA ANALISIS WATER BALANCE DAS SERAYU BERDASARKAN DEBIT SUNGAI UTAMA.

0 4 19

Keragaman dan Aspek Biologi Ikan Genus Mystus di Sungai Ijo dan Cingcingguling Jawa Tengah

0 0 1

Masyarakat Iktiologi Indonesia Beberapa aspek pemijahan ikan brek Puntius orphoides (Valenciennes, 1842) di Sungai Klawing Purbalingga, Jawa Tengah

0 0 14

Masyarakat Iktiologi Indonesia Variasi genetik populasi ikan brek (Barbonymus balleroides Val. 1842) sebagai dampak fragmentasi habitat di Sungai Serayu

0 0 12

Masyarakat Iktiologi Indonesia Biologi reproduksi ikan brek (Barbonymus balleroides Cuvier Val. 1842) di Sungai Serayu zona atas dan bawah Waduk Panglima Besar Soedirman, Jawa Tengah

0 1 12