Biologi Reproduksi Ikan Brek (Barbonymus balleroides Cuvier & Val. 1842) Di Sungai Serayu Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah

BIOLOGI REPRODUKSI
IKAN BREK (Barbonymus balleroides Cuvier & Val. 1842)
DI SUNGAI SERAYU KABUPATEN BANJARNEGARA
PROVINSI JAWA TENGAH

NORCE MOTE

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Biologi Reproduksi Ikan
Brek (Barbonymus balleroides Cuvier & Val. 1842) Di Sungai Serayu Kabupaten
Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Norce Mote
NRP C251110051

RINGKASAN
NORCE MOTE. Biologi Reproduksi Ikan Brek (Barbonymus balleroides Cuvier
& Val. 1842) Di Sungai Serayu Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah.
Dibimbing oleh M.F. RAHARDJO dan RIDWAN AFFANDI.
Sungai Serayu merupakan sungai besar yang berada di Provinsi Jawa
Tengah dan melintasi lima kabupaten sekaligus, salah satunya Kabupaten
Banjarnegara. Pada daerah Banjarnegara telah dibangun bendungan Panglima
Besar Jenderal Soedirman. Dampak pembangunan waduk adalah terjadinya
fragmentasi habitat, sehingga tercipta dua ekosistem yang berbeda yaitu ekosistem
mengalir dan ekosistem tergenang. Ikan brek adalah salah satu spesies yang
terdapat di Sungai Serayu dan cenderung mengalami penurunan populasi.
Penelitian ini bertujuan mengkaji aspek reproduksi ikan brek dan alternatif
pengelolaan ikan brek di Sungai Serayu.
Pengambilan ikan contoh dilakukan mulai bulan Oktober 2012 hingga

Maret 2013. Pengambilan sampel ikan dilakukan pada tiga zona (hilir, tengah, dan
hulu) yang terdiri atas 6 stasiun. Ikan contoh ditangkap menggunakan jala, jaring
insang dan electrofishing. Analisis dilakukan terhadap panjang bobot, nisbah
kelamin, kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, diameter telur
dan kualitas telur.
Ikan brek yang diperoleh selama penelitian sebanyak 1.358 ekor terdiri
atas 642 ekor jantan dan 716 ekor betina dengan kisaran panjang total tubuh 58245 mm dan kisaran bobot tubuh 2-155 g. Jumlah tangkapan terbanyak berada
pada zona hulu dengan jumlah ikan jantan 233 ekor dan betina 239 ekor. Pola
pertumbuhan ikan brek jantan dan betina bersifat allometrik positif. Nisbah
kelamin selama penelitian diperoleh 1:1,12. Ikan brek jantan pertama kali matang
gonad pada ukuran 152 mm dan ikan betina 169 mm. Berdasarkan tahap tingkat
kematangan gonad dan indeks kematangan gonad puncak pemijahan ikan brek
terjadi pada bulan Oktober. Kisaran fekunditas ikan brek 2.760–25.290 butir telur
dan ikan brek memiliki tipe pemijahan serempak. Persentase kualitas telur ikan
brek tertinggi pada protein, diikuti dengan lemak dan karbohidrat. Hasil analisis
asam amino, asam glutamat memiliki persentase tertinggi. Fragmentasi habitat
berpengaruh terhadap reproduksi ikan brek.
Kata kunci: Ikan brek, nisbah kelamin, kematangan gonad, pemijahan, fekunditas

SUMMARY

NORCE MOTE. Reproductive biology of barb (Barbonymus balleroides Cuvier
& Val. 1842) in Serayu River, Banjarnegara, Central Java. Supervised by M.F.
RAHARDJO and RIDWAN AFFANDI.
The Serayu River, a major river in Central Java Province, crosses five
regencies including Banjarnegara Regency. In Banjarnegara, there was built a
reservoir called Panglima Besar Jenderal Soedirman Reservoir. The reservoir
construction caused habitat fragmentation which splits Serayu River into two
different ecosystems, running water ecosystem and stagnant water ecosystem.
Inderectly the habitat fragmentation affects the species existence of fish that lived
in the reservoir. Barb is one of the fish species, which found in the Serayu River
tends to decrease in population. The aims of this study are to examine
reproduction aspects and alternative management of barb in Serayu River.
The fish samples were taken from October 2012 to March 2013 in three
zones (downstream, middle stream, and upper stream of Jenderal Sodirman
reservoir), consisting of 6 stations. Fish samples were caught using nets, gill nets
and electrofishing. The samples were analyzed to find out the length, weight, sex
ratio, gonad maturity index, fecundity, egg diameter and egg quality.
The barbs were caught 1,358 consisted of 642 males and 716 females, with
total length varied in the range between 58-245 mm and weight range between 2155 g. The most of fish captured were obtained in the upstream zone, consisted of
233 males and 239 females. The growth pattern of male and female fish was a

positive allometric. The sex ratio during the study was 1:1.12. Male barb reached
first gonad maturity at a size of 152 mm while female fish 169 mm. Based on
gonad maturity stage and a peak gonad maturity index, the spawning occurred in
October. The fecundity of barb was about 2,760-25,290 eggs and the barb fish as
a total spawner. The highest percentage of eggs quality in barb was protein and
then followed by fat and carbohydrate respectively. Based on the analysis result,
amino acid, and glutamic acid had the highest percentage. Habitats fragmentation
influenced barb reproduction.

Key words: Barb fish, sex ratio, gonad maturity, spawning, fecundity

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,
atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


BIOLOGI REPRODUKSI
IKAN BREK (Barbonymus balleroides Cuvier & Val. 1842)
DI SUNGAI SERAYU KABUPATEN BANJARNEGARA
PROVINSI JAWA TENGAH

NORCE MOTE

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi :


Dr. Ir. Didik Wahju Hendro Tjahjo, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 hingga Maret 2013
ialah Biologi Reproduksi Ikan Brek (Barbonymus balleroides Cuvier & Val.
1842) di Sungai Serayu Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. MF. Rahardjo,
DEA dan Bapak Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA selaku komisi pembimbing.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar untuk program doktor, oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Haryono, M.Si,
yang telah mengikutsertakan penulis dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan kontribusi dalam
pengembangan ide dan dukungannya diantaranya keluarga besar Bapak Drs.
Haryono, M.Si di Banjarnegara, Bapak Rudi (LIPI), Bapak Kudir (Nelayan), Ibu
Rumondang S.Pi., M.Si, Ibu Bahaiyah S.Si., M.Si dan Keluarga, ibu Ancelina
Balagaise, S.Sos, teman-teman SDP 2011 khususnya kepada Riri Anggraini S.Pi.,
M.Si, Flanrianto, Tezza Fauzan S.Pi., M.Si, Gabriel T S.Pi., M.Si., Wahyuni

Safitri S.Pi., M.Si., Neri Kautsari, S.Pi., M.Si, Muhammad Nizar S.Pi., M.Si, Tri
Apriadi S.Pi., M.Si, Ibu Tri Ernawati, S.Pi., M.Si, Amelian Wenno, Andi Gustomi
dan lain-lain. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda (B.
Mote), Ibunda (I. Arobaya), Kakak terkasih (Yuliana Mote, SH), Suami (Yuliano
S.M. Ndiken, S.Sos), Anak (Margareth E.L. Ndiken), keluarga besar Mote,
Arobaya, Ndiken, dan Gebze, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ini dapat bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Norce Mote

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
1 PENDAHULUAN .....................................................................................
Latar Belakang ..........................................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................
2. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Brek ........................................................

Makanan ....................................................................................................
Pertumbuhan dan Faktor Kondisi .............................................................
Perkembangan Gonad ...............................................................................
Fekunditas dan Tipe Pemijahan ................................................................
3. METODE PENELITIAN ..........................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................
Metode Pengumpulan Data .......................................................................
Pengambilan contoh ikan dan parameter lingkungan ...............................
Pengumpulan data di laboratorium ...........................................................
Analisis Data .............................................................................................
Pertumbuhan .............................................................................................
Aspek reproduksi ......................................................................................
4. HASIL .......................................................................................................
Parameter Fisika Kimiawi Sungai Serayu .................................................
Distribusi Hasil Tangkapan Ikan Brek ......................................................
Hubungan panjang bobot dan faktor kondisi ikan ....................................
Aspek Reproduksi Ikan Brek ....................................................................
Nisbah Kelamin .........................................................................................
Tingkat Kematangan Gonad (TKG) dan Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Indeks kematangan gonad (IKG) ..............................................................

Potensi biotik .............................................................................................
Tipe pemijahan ..........................................................................................
Kualitas telur .............................................................................................
5. PEMBAHASAN ........................................................................................
Parameter Fisik Kimiawi ...........................................................................
Distribusi Hasil Tangkapan Ikan Brek ......................................................
Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi .........................................
Nisbah Kelamin .........................................................................................
Reproduksi ................................................................................................
Potensi Biotik dan Tipe Pemijahan ...........................................................
Kualitas Telur ............................................................................................
Upaya pelestarian Ikan Brek ......................................................................
6. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
Kesimpulan ...............................................................................................
Saran ..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN ....................................................................................................
RIWAYAT HIDUP .........................................................................................

vi

vii
viii
1
1
2
3
3
4
4
4
4
6
7
8
8
8
9
10
10
12

12
12
14
15
15
16
19
20
22
22
23
23
23
23
24
25
25
26
27
28
28
28
29
35
37

DAFTAR TABEL
1. Tingkat kematangan gonad ikan berdasarkan modifikasi Cassie dalam
Effendi (1979) ..........................................................................................
2. Kisaran parameter fisik dan kimiawi ........................................................
3. Jumlah hasil tangkapan, kisaran panjang dan bobot ikan brek
(Barbonymus balleroides Cuvier & Val. 1842) tiap bulan pengamatan ..
4. Sebaran hasil tangkapan berdasarkan zona penelitian ..............................
5. Faktor kondisi ikan brek berdasarkan waktu selama penelitian ...............
6. Faktor kondisi ikan brek berdasarkan TKG selama penelitian ................
7. Nisbah kelamin ikan brek berdasarkan bulan pengamatan ......................
8. Nisbah kelamin ikan brek matang gonad (TKG IV) pada tiap
bulan pengamatan .....................................................................................
9. Nisbah kelamin ikan brek matang gonad (TKG IV) di tiap zona
selama pengamatan ...................................................................................
10. Hasil kriteria tingkat kematangan gonad ikan brek secara anatomis .......
11. Indeks kematangan gonad ikan brek jantan dan betina selama
penelitian ..................................................................................................
12. Indeks kematangan gonad ikan brek berdasarkan zona selama
penelitian ..................................................................................................
13. Komposisis kimiawi dan kandungan energi (kalori) ikan brek ................

9
12
13
13
15
15
16
16
16
18
20
20
22

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.

Kerangka Pemikiran .................................................................................
2
Ikan Brek (Barbonymus balleroides Cuvier & Val.1842) ........................
3
Peta Lokasi Penelitian ..............................................................................
7
Sebaran ikan brek berdasarkan kelas ukuran panjang total ......................
13
Hubungan panjang dan bobot ikan brek jantan, betina dan gabungan jantan
14
dan betina di Sungai Serayu .....................................................................
6. Persentase tingkat kematangan gonad ikan brek (a) jantan dan (b) betina tiap
bulan pengamatan ....................................................................................
17
7. Persentase tingkat kematangan gonad ikan brek (a) jantan dan (b) betina TKG
17
IV tiap zona penelitian ............................................................................
8. Perkembangan struktur morfologis gonad ikan brek (a) jantan dan (b) betina
di Sungai Serayu .......................................................................................
19
9. Grafik indeks kematangan gonad berdasarkan TKG ...............................
21
10. Grafik hubungan fekunditas dengan panjang total, bobot tubuh .............
21
11. Grafik Sebaran diameter telur ikan brek pada TKG III dan IV ................
22
DAFTAR LAMPIRAN
1. Foto lokasi penelitian di Sungai Serayu ....................................................
2. Persentase asam amino telur ikan brek .....................................................

35
36

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai Serayu merupakan sungai besar di Provinsi Jawa Tengah dengan
panjang 158 km, dan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) 2.631 km2 (Pawitan et al.
2000). Bagian hulu sungai ini terletak di kawasan pegunungan Dieng di
Wonosobo Jawa Tengah, kemudian mengalir melewati Kabupaten Banjarnegara,
Purbalingga, Banyumas serta bermuara di Teluk Penyu Cilacap (Munir 2009).
Pada kawasan hulu Sungai Serayu terdapat Bendungan Panglima Besar Jenderal
Soedirman yang lebih dikenal dengan nama Waduk Mrica. Waduk Mrica mulai
beroperasi pada tahun 1988 dengan luas genangan dalam kondisi normal adalah
8,85 km2 dan kapasitas tampungan 140 juta m3. Waduk ini menampung aliran air
dari Sungai Serayu, Merawu, dan Lumajan (Soewarno 1990). Wulandari (2007)
melaporkan bahwa telah terjadi sedimentasi yang cukup tinggi, yaitu 49,91% dari
volume Waduk Mrica, sehingga diperkirakan waduk akan berfungsi hingga 30
tahun kedepan.
Dampak pembangunan waduk terlihat jelas yakni telah terjadi fragmentasi
habitat, sehingga tercipta dua ekosistem yang berbeda yaitu perairan mengalir dan
tergenang. Fragmentasi habitat ini dapat memengaruhi keberadaan spesies ikan
yang hidup di dalamnya. Chookajorn et al. (1999) melaporkan bahwa telah terjadi
penurunan jumlah spesies ikan di Waduk Rajjaprrabha Thailand dari 108 spesies
ikan saat dibangun menjadi 96 spesies pada beberapa tahun setelah pembangunan.
Selanjutnya Kartamihardja (2008) melaporkan bahwa di Waduk Juanda dalam
jangka waktu 39 tahun (1968-2007) telah terjadi penurunan spesies ikan dari 31
spesies menjadi 8 spesies.
Potensi hayati sumber daya ikan di Sungai Serayu belum banyak
diketahui. Penelitian tentang spesies ikan yang hidup di Sungai Serayu telah
dilakukan oleh Hadisusanto et al. (2000), yang melaporkan terdapat 15 spesies.
Lebih lanjut Wahyuningsih et al. (2011) melaporkan bahwa terdapat 13 spesies,
dan spesies dari famili Cyprinidae yang paling banyak ditemukan.
Brek (Barbonymus balleroides Cuvier & Val. 1842) adalah salah satu
spesies ikan di Sungai Serayu yang merupakan ikan konsumsi dengan harga yang
cukup tinggi. Spesies ikan ini dikenal pula dengan nama ikan lalawak (Jawa
Barat) dan salap merah (Kalimantan).
Kegiatan penangkapan yang berlebihan dan penggunaan alat tangkap yang
tidak ramah lingkungan juga telah menurunkan populasi ikan. Perubahan
lingkungan yang berasal dari gangguan antropogenik merupakan ancaman utama
bagi ikan air tawar yang dapat berakibat pada penurunan populasi dan bahkan
kepunahan spesies (Dias & Garro 2010). Wargasasmita (2002) melaporkan bahwa
penyebab kepunahan ikan air tawar diantaranya adalah perubahan atau hilangnya
habitat, introduksi spesies ikan asing, dan kegiatan penangkapan yang berlebihan.
Menurut Helfman (2007), diperkirakan hingga saat ini terdapat 212 spesies ikan
yang telah punah dan 54 diantaranya adalah dari famili Cyprinidae.
Habitat ikan brek di Sungai Serayu mulai mengalami gangguan dengan
adanya pembangunan Waduk Mrica di kawasan hulu Sungai Serayu. Keberadaan
waduk sangat memengaruhi komunitas ikan yang berada di perairan tersebut

2

termasuk ikan brek. Dampak pembangunan waduk adalah terjadinya fragmentasi
habitat, sehingga terjadi kecenderungan penurunan populasi ikan brek. Melihat
seriusnya tekanan yang dihadapi ikan brek di habitat aslinya, maka dikhawatirkan
pada masa yang akan datang kehidupan ikan ini akan terancam, baik berupa
degradasi genetik maupun kepunahan. Sehubungan dengan hal tersebut maka
perlu dilakukan pengelolaan. Untuk melakukan pengelolaan dibutuhkan beberapa
informasi dasar, salah satu diantaranya adalah biologi reproduksi ikan brek
(Gambar 1).
Informasi biologi reproduksi ikan brek di Sungai Serayu belum tersedia.
Sejauh ini informasi biologi reproduksi ikan brek yang telah diteliti baru di
Waduk Jatiluhur (Sutardja 1980) dan Sungai Cimanuk Sumedang (Rahardjo &
Sjafei 2004). Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian mengenai biologi
reproduksi ikan brek yang menghuni Sungai Serayu.
Sungai Serayu

Pembangunan waduk

Fragmentasi habitat

Mengalir dan tergenang

Pertumbuhan dan reproduksi
Pola pertumbuhan
Faktor kondisi
Nisbah kelamin
Ukuran pertama kali matang
gonad
Musim pemijahan
Tipe pemijahan
Potensi Reproduksi

Kondisi perairan
- Fisik
kimiawi

Informasi biologi reproduksi

Pengelolaan ikanbrek

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek reproduksi ikan brek dan
menyusun alternatif pengelolaan ikan brek (Barbonymus balleroides Cuvier &
Val. 1842) di Sungai Serayu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai reproduksi ikan brek (Barbonymus balleroides Cuvier & Val.
1842), agar dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pengelolaannya.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Brek
Klasifikasi ikan brek menurut Weber & de Beaufort (1916), Kottelat et al.
(1993), dan Nelson (2006) adalah:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterrygii
Sub kelas
: Neopterygii
Ordo
: Cypriniformes
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Barbonymus
Spesies
: Barbonymus balleroides (Cuvier & Valenciennes 1842)
Sinonim
: Puntius bramoides, Barbus balleroides, Barbodes balleroides
Nama daerah : brek (Jawa), lalawak (Jawa Barat), salap merah (Kalimantan).
Ikan brek termasuk ke dalam genus Barbonymus, yang sebelumnya
dikelompokkan ke dalam genus Puntius. Ikan ini termasuk ke dalam famili
Cyprinidae. Menurut Shantakumar & Vishvanath (2006) famili Cyprinidae
merupakan kelompok ikan air tawar dengan anggota paling banyak di kawasan
tropis Asia. Jumlah anggota genus Puntius mencapai 33 spesies di perairan
Indonesia (Haryono 2001) dan lima dari genus ini telah berubah nama menjadi
Barbonymus yakni Barbonymus balleroides, B. altus, B. gonionotus, B.
schwanenfeldii, dan B. collingwoodii.
Ciri morfologis ikan brek ditandai dengan bentuk tubuh yang pipih,
memiliki gurat sisi yang sempurna; jari-jari terakhir sirip punggung yang tidak
bercabang mengeras dan bergerigi sekitar 20 rigi; linea lateralis 28-31 sisik; 6 ½
sisik antara awal sirip punggung dan gurat sisi; 16 sisik yang melingkari batang
ekor; 3 ½ sisik antara awal sirip perut dan gurat sisi; lebar batang ekor 1,3-1,5 kali
lebih kecil daripada panjang kepala; memiliki empat sungut yang lebih panjang
atau sama panjang dengan diameter mata (Weber & de Beaufort 1916; Roberts
1989; dan Kottelat et al. 1993). Ciri lain yang menonjol adalah sirip perut dan
sirip anal berwarna jingga (Gambar 2).

Gambar 2. Ikan brek (Barbonymus balleroides Cuvier & Val.1842)

4

Makanan
Ikan brek merupakan ikan omnivora, namun di beberapa tempat lainnya
cenderung herbivora. Sutardja (1980) melaporkan bahwa berdasarkan jenis
makanannya ikan brek di Waduk Jatiluhur bersifat omnivora. Hasil analisis isi
lambungnya menunjukkan bahwa makanan ikan brek terdiri atas detritus, bagian
tumbuhan, insekta, Crustacea, Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Myxophyceae,
dan Protozoa. Selanjutnya Sriati (1987) melaporkan bahwa makanan ikan brek di
Bendung Curug Karawang terdiri atas tujuh kelompok, yaitu detritus 46,75%,
tumbuhan 3,16%, pasir 0,01%, serangga 2,43%, makrozoobenthos 0,02%,
zooplankton 0,01% dan periphyton 46,92%. Ikan brek di Sungai Cimanuk
Sumedang termasuk omnivora yang makanannya terdiri atas kelas
Bacillariophyceae, Cyanophyceae, Rotifera, Protozoa, Crustaceae, detritus, dan
jenis makanan yang tidak teridentifikasi. Makanan ikan brek di kawasan Danau
Sentarum adalah tumbuhan dan insekta (Kotellat & Widjanarti 2005).
Pertumbuhan dan Faktor Kondisi
Sutardja (1980) melaporkan bahwa pola pertumbuhan ikan brek di
Jatiluhur adalah isometrik (b=3); selanjutnya pola pertumbuhan ikan brek di
Sungai Cimanuk Sumedang terdapat perbedaan, yaitu ikan jantan bersifat
allometrik negatif dan ikan betina isometrik (Rahardjo & Sjafei 2004). Pola
pertumbuhan ikan brek di Sungai Serayu allometrik positif (Rumondang 2013).
Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan yang dilihat dari segi kapasitas
fisik untuk bertahan hidup dan reproduksi. Faktor kondisi cenderung meningkat
dengan meningkatnya selang kelas panjang dan peningkatan kematangan gonad.
Pada tingkat kematangan gonad yang sama, faktor kondisi ikan brek jantan lebih
kecil daripada ikan brek betina (Sutardja 1980).
Perkembangan Gonad
Sriati (1987) melaporkan bahwa ikan brek di Bendung Curug mulai
matang gonad pada ukuran 124,8 mm dengan simpangan 3,8 mm, indeks
kematangan gonad (IKG) ikan brek meningkat dari tingkat kematangan gonad
(TKG) I ke TKG IV, dan menurun pada TKG V. Nilai IKG ikan brek betina di
Waduk Lahor Jawa Timur sebesar 8,3% (Lumbanbatu 1979). Lebih lanjut Luvi
(2000) melaporkan bahwa nilai IKG betina di Sungai Cimanuk antara 9,3129,07%. Indeks kematangan gonad cenderung meningkat dengan meningkatnya
TKG (Sutardja 1980).
Fekunditas dan Tipe Pemijahan
Fekunditas yang dihasilkan oleh induk betina bervariasi dengan banyak
faktor yang menjadi penentu antara lain spesies ikan, umur, ukuran ikan, serta
kondisi lingkungan diantaranya ketersediaan makanan, suhu, musim dan lain-lain
(Rahardjo et al. 2011). Lumbanbatu (1979) melaporkan bahwa fekunditas ikan
brek di Waduk Lahor Jawa Timur berkisar antara 12.224-207.261 butir; dan di

5

Sungai Cimanuk pada TKG IV berkisar antara 218.000-260.000 butir (Rahardjo
& Sjafei 2004).
Tipe pemijahan ikan ditentukan berdasarkan sebaran diameter telur dari
ikan tersebut. Diameter telur ikan brek di Sungai Cimanuk pada TKG III berkisar
antara 0,28 mm-0,55 mm rata-rata 0,34 mm dan pada TKG IV berkisar antara
0,35 mm-0,63 mm dengan rata-rata 0,48 mm (Luvi 2000). Lebih lanjut dilaporkan
bahwa sebaran diameter telur ikan brek membentuk dua puncak, sehingga
memiliki tipe pemijahan bertahap.

6

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Sungai Serayu (Gambar 3) yang masih termasuk
kawasan hulu; secara administratif termasuk ke dalam Kabupaten Banjarnegara,
Provinsi Jawa Tengah, dan Laboratorium Biologi Makro FPIK IPB. Penelitian
telah dilakukan dari bulan Oktober 2012 hingga Maret 2013, yang mencakup
penelitian di lapangan (pengambilan sampel ikan) dan dilanjutkan pengamatan di
laboratorium, serta analisis data.
Lokasi penelitian ditetapkan enam stasiun. Gambaran lokasi penelitian
dapat dilihat pada lampiran 1. Secara garis besar stasiun penelitian terbagi
menjadi tiga zona, yaitu zona di bawah waduk mencakup dua stasiun, stasiun satu
dan stasiun dua; zona di kawasan waduk terdiri atas dua stasiun, yaitu stasiun tiga
dan stasiun empat; dan zona di atas waduk mencakup dua stasiun, yaitu stasiun
lima dan stasiun enam. Posisi keenam stasiun tersebut disajikan pada Gambar 3
dengan rincian sebagai berikut:
Stasiun paling hilir yang terletak antara wilayah Kecamatan
Stasiun 1 :
Mandiraja dan Purwonegoro (koordinat 07o 26’34,9” LS dan 109o
31’91,1” BT).
Stasiun 2 :

Merupakan stasiun yang terletak tepat di bawah Waduk Mrica,
yaitu antara Desa Lengkong dan Tapen, Kecamatan Wanadadi
(koordinat 07o 24’03,1” LS dan 109o 35’85,0” BT).

Stasiun 3 :

Badan air yang termasuk dalam kawasan Waduk Mrica yang
terletak di wilayah Kecamatan Bawang (koordinat 07o 23’52,2”
LS dan 109o 36’96,3” BT).

Stasiun 4 :

Badan air yang termasuk dalam kawasan Waduk Mrica yang
terletak di wilayah Kecamatan Wanadadi (koordinat 07o 23’21,6”
LS dan 109o 44’68,5” BT).

Stasiun 5 :

Stasiun ini terletak di atas Waduk Mrica yaitu sekitar Kota
Banjarnegara (koordinat 07o 23’24,2” LS dan 109o 41’61.8” BT).

Stasiun 6 :

Stasiun paling hulu yang terletak di wilayah Kecamatan Sigaluh
(koordinat 07o 23’84,5” LS dan 109o 44’68,0” BT).

7

Gambar 3. Peta lokasi penelitian (Haryono)

8

Metode Pengumpulan Data
Pengambilan contoh ikan dan parameter lingkungan
Pengambilan sampel ikan dilakukan selama enam bulan di enam stasiun
yang telah ditentukan dan dicatat posisi koordinatnya. Alat tangkap yang
digunakan beragam agar diperoleh sampel ikan yang representatif meliputi jala
berukuran tinggi 3 m, masing-masing dengan mata jaring (1” dan 2”) dan jaring
insang dengan tiga mata jaring (¾”, 1 ½ “ dan 2”) masing-masing berukuran
panjang 20 m dan tinggi 2 m. Selain itu digunakan pula electrofishing dengan
sumber daya accu 12 volt 10 amper. Sampel ikan yang tertangkap di setiap stasiun
disimpan pada kantung plastik yang berisi formalin berkonsentrasi 5% dan 10%.
Setiap kantung plastik diberi label berisi keterangan mengenai nomor stasiun dan
tanggal koleksi.
Pengukuran parameter lingkungan fisik, dan kimiawi dilakukan secara in
situ bersamaan dengan pengambilan ikan contoh. Parameter fisik yang diamati
suhu, kedalaman dan kecepatan arus; parameter kimiawi yang diamati yaitu
oksigen terlarut, dan pH.
Teknik pengukuran setiap parameter sebagai berikut:
a) Kedalaman air diukur pada bagian yang dangkal dan bagian perairan yang
paling dalam di setiap stasiun menggunakan tongkat/tali dan meteran.
b) Pengukuran kecepatan arus menggunakan material terapung yang
dihanyutkan dan diukur pada jarak dua meter, lalu dicatat waktunya
menggunakan stopwatch.
c) Pengukuran suhu menggunakan termometer yang dilakukan pada bagian
permukaan air kurang dari satu meter.
d) Pengukuran pH air menggunakan pH lakmus.
e) Kandungan oksigen terlarut diukur pada bagian permukaan air menggunakan
DO meter sampai angka pada monitor menunjukkan angka yang stabil.
f) Dicatat pula mengenai cuaca pada saat pengamatan dan kondisi lingkungan di
sekitar perairan (permukiman, persawahan, atau perkebunan).
Pengumpulan data di laboratorium
1. Pengukuran panjang dan penimbangan bobot ikan
2. Setiap spesimen ikan diukur panjang baku (PB) yang diukur dari moncong
sampai pangkal sirip ekor; dan panjang total (PT) yang diukur mulai dari
moncong sampai ujung sirip ekor. Pengukuran menggunakan kaliper digital
dengan ketelitian 0,01 mm. Penimbangan ikan menggunakan timbangan
digital dengan ketelitian 0,1 g. Sebelum ditimbang ikan uji dikeringkan
dengan cara dilap menggunakan kertas tissue/kain lap.
3. Pengamatan jenis kelamin
Setiap spesimen ikan dibedah, diamati jenis kelaminnya, lalu dicatat jumlah
ikan jantan dan betinanya
4. Pengamatan aspek reproduksi
a) Pengamatan struktur anatomis gonad (TKG)
Ikan sampel dibedah lalu diamati perkembangan gonad berdasarkan
bentuk, warna dan ukuran ovarium maupun testis dengan mengacu kepada

9

Effendie (1979), yaitu mengelompokkan kematangan gonad ke dalam lima
tingkatan yaitu I, II, III, IV, dan V (Tabel 1). Gonad tersebut selanjutnya
ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,0001 g.
Tabel 1.Tingkat kematangan gonad ikan berdasarkan modifikasi Cassie dalam
Effendi (1979).
TKG

Ovari

Testis

I

Ovari kecil memanjang seperti benang,
jernih dan permukaan licin

Testis kecil memanjang, jernih

II

Ukuran ovari lebih besar, warna lebih
gelap kekuningan. Telur belum terlihat
dengan mata telanjang

Ukuran testis lebih besar, warna putih
seperti susu, bentuk lebih jelas dari
pada tingkat satu

III

Ovari berwarna kuning, butir-butir
telur mulai kelihatan dengan mata
telanjang

Permukaan testis bagian ventral
tampak berlekuk, warna semakin putih
dan ukuran semakin besar

IV

Ovari makin besar, butir-butir telur
berwarna kuning, mudah dipisahkan
mengisi 1/2 – 2/3 rongga perut

Seperti pada tingkat III, berukuran
lebih besar, testis semakin pejal

V

Ovari berkerut, dinding tebal, terdapat
butir telur sisa terutama dekat lubag
pelepasan

Testis bagian belakang kempis dan
dekat saluran pelepasan masih berisi
spermatozoa

b). Penimbangan bobot gonad
Setiap spesimen ikan dibedah lalu diangkat gonadnya dan ditimbang
menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,0001 g. Bobot gonad
selanjutnya dibandingkan dengan bobot tubuh setiap spesimen untuk
mendapatkan Indeks Kematangan Gonad (IKG).
c). Penghitungan jumlah telur
Dilakukan dengan cara mengambil sampel telur pada ikan betina yang
memiliki TKG IV pada bagian anterior, tengah, dan posterior. Sampel telur
tersebut dihitung secara gravimetrik.
d). Pengukuran diameter telur
Pengukuran diameter telur dilakukan pada gonad TKG III, dan TKG IV, telur
diletakkan di dalam cawan petri dan selanjutnya diamati sebanyak 100 butir
dengan metode penyapuan dengan mikroskop binokuler yang telah dilengkapi
dengan micrometer pada lensa okulernya.
e). Perhitungan kandungan energi telur.
Perhitungan kandungan energi telur dilakukan melalui metode tidak langsung
yaitu dengan menentukan terlebih dahulu kadar nutrisinya (protein, lemak
dan karbohidrat). Perhitungan dilakukan terhadap sampel ikan yang gonadnya
berTKG II, III dan IV. Untuk mencegah sampel telur tidak rusak, pada saat di
lapangan sampel disimpan dalam ice box.
Analisis Data
Data penelitian yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis mengenai
hubungan panjang berat, faktor kondisi, nisbah kelamin, ukuran pertama kali

10

matang gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, hubungan fekunditas
dengan panjang dan berat tubuh, potensi biotik serta kualitas telur.
Pertumbuhan
a). Hubungan Panjang Berat
Analisis hubungan panjang berat ikan brek dilakukan dengan menggunakan
rumus:
W = aLb
Keterangan :
W : Berat tubuh (g)
L : Panjang total (mm)
a dan b adalah konstanta
Nilai b yang diperoleh digunakan untuk menduga pola pertumbuhan apakah
termasuk isometrik (b=3) atau allometrik (b≠3), selanjutnya dilakukan melalui
uji-t (Effendie 1979). Keeratan hubungan antara panjang dan berat ikan
ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) yang diperoleh, jika mendekati satu
menunjukkan hubungan keduanya kuat dan terdapat korelasi yang tinggi,
sebaliknya bila mendekati nol maka hubungan keduanya sangat lemah atau
hampir tidak ada.
b). Faktor Kondisi
Analisis faktor kondisi didasarkan pada jenis kelamin, ukuran ikan dan waktu.
Faktor kondisi ikan brek dihitung menggunakan rumus:
W
Kn = b
aL
Keterangan:
Kn : Faktor Kondisi
W : Berat tubuh (g)
L : Panjang total (mm)
a dan b adalah konstanta
Aspek Reproduksi
a). Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin dihitung berdasarkan rumus Effendie (1979), yaitu: X = J : B
Keterangan:
X : Nisbah Kelamin
B : Jumlah Ikan Betina
J : Jumlah Ikan Jantan
Selanjutnya untuk melihat apakah jumlah ikan jantan dan betina seimbang
dilakukan pengujian menggunakan uji khi-kuadrat (X2). Pengujian dilakukan
berdasarkan bulan pengambilan dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
X2: Nilai khi kuadrat
Oi : Frekuensi ikan jantan atau betina yang dihadapi
Ei : Frekuensi harapan ikan jantan atau betina (1:1)
b). Ukuran Pertama Kali Matang Gonad

11

Analisis terhadap ukuran ikan pertama kali matang gonad mengacu pada
metode Sperman Karber (Udupa 1986). Kriteria matang gonad adalah pada
TKG III dan IV. Adapun rumusnya sebagai berikut:
��

= �� +



− � ∑ ��

Keterangan:
M : Logaritma panjang ikan pada kematangan gonad pertama
Xk : Logaritma nilai tengah pada saat ikan matang gonad 100%
X : Selisih logaritma nilai tengah kelas
Pi : ri/ni
ri : jumlah ikan matang gonad pada kelas ke-i
ni : jumlah ikan pada kelas ke-i
Qi : i-pi (simpangan baku)
�∗ �
]
Ragam = � ∑[
�−
Pada selang kepercayaan 95% yaitu � ± ��/ √ ����
c). Indeks Kematangan Gonad (%)
Nilai indeks kematangan gonad digunakan untuk mengamati perubahan yang
terjadi dalam gonad secara kuantitatif. Persamaan yang digunakan menurut
Bg
×
Effendie (1979) yaitu : IKG =
Bt
Keterangan :
IKG : Indeks kematangan gonad
Bg : Berat gonad (g)
Bt : Bobot tubuh (g)
d). Fekunditas
Fekunditas total dihitung dengan metode gravimetrik pada ikan yang
mempunyai TKG IV dengan rumus:
WG
F=
Xf
Wg
F : Fekunditas total (butir)
Wg : Bobot sub ovarium
WG : Bobot ovarium
f
: Jumlah telur tercacah
e). Hubungan antara Fekunditas dengan Panjang Total
Hubungan antara fekunditas dengan panjang ikan dianalisis menggunakan
rumus sebagai berikut (Bagenal 1978): F = a L b
f). Potensi Biotik dan Tipe Pemijahan
Potensi biotik akan diduga berdasarkan fekunditas yang diperoleh selama
penelitian. Potensi biotik akan menggambarkan seberapa besar suatu induk
ikan akan menghasilkan keturunan dan mempertahankan kelestarian spesiesnya
dibandingkan dengan spesies lain yang berada pada lokasi dan waktu yang
sama. Tipe pemijahan akan diduga berdasarkan jumlah modus yang diperoleh
pada distribusi sebaran diameter telur. Tipe pemijahan akan menggambarkan
strategi suatu spesies ikan dalam mengeluarkan telurnya.

12

4 HASIL

Parameter Fisik Kimiawi Sungai Serayu
Hasil pengukuran dan pengamatan kondisi lingkungan perairan Sungai
Serayu selama penelitian, meliputi parameter fisik kimiawi. Parameter fisik
mencakup suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus, sedangkan parameter kimiawi
yakni pH dan okesigen terlarut (Tabel 2).
Tabel 2. Kisaran nilai parameter fisik kimiawi perairan pada masing-masing zona
pengambilan contoh selama penelitian.
Parameter

Satuan

Zona Hilir

Zona Tengah

Zona Hulu

St.1

St.2

St.3

St.4

St.5

St.6

Fisika
Suhu

0C

28-30

25-30

25-30

25-29

26-28

26-29

Kedalaman

m

5-10

5-8

10-15

5-15

5-10

6-8

Kekeruhan

NTU

5-82

38-39

12-30

12-34

12-56

15-26

m/detik

0,04-0,08

0,04-0,16

0,02-0,03

0,02-0,04

0,08-0,16

0,13-0,20

-

6-7

6-7

6-7

6-7

6-7

6-7

mg/L

5-7

5-6

4-6

4-6

6-7

6-7

Kecepatan
Arus
Kimia
pH
Oksigen
terlarut

Suhu perairan selama penelitian berkisar antara 25-30 0C. Kekeruhan
perairan sungai Serayu sangat bervariasi. Nilai kekeruhan memiliki rentang yang
cukup lebar yaitu 5-82 NTU, berada pada zona hilir. Nilai kecepatan arus
bervariasi dari zona hilir hingga zona hulu. Pada zona tengah selama penelitian
kecepatan arus tergolong kecil karena zona tengah merupakan daerah waduk.
Kecepatan arus pada zona hilir tergolong sedang dan zona hulu terlihat memiliki
kecepatan arus yang lebih tinggi.
Oksigen terlarut yang terukur berkisar antara 4-7 mg/l. Derajat keasaman
(pH) perairan selama penelitian berkisar antara 6-7 satuan pH. Hal ini berarti pH
perairan yang terdapat pada setiap zona pengamatan tergolong netral.
Distribusi Hasil Tangkapan Ikan Brek
Ikan brek yang tertangkap selama penelitian berjumlah 1.385 ekor, terdiri
atas 642 ekor jantan dan 716 ekor betina. Kisaran panjang dan bobot ikan jantan
adalah 58-231 mm dan 2-155 g, sedangkan ikan betina dengan kisaran 64-245
mm dan 3-179 g (Tabel 3).

13

Tabel 3. Jumlah hasil tangkapan, kisaran panjang dan bobot ikan brek
(Barbonymus balleroides Cuvier & Val. 1842) berdasarkan bulan
pengamatan.
Bulan

Jantan

Betina

Jumlah

Kisaran

Kisaran

Jumlah

Kisaran

Kisaran

Ekor

Panjang (mm)

Bobot (g)

(Ekor)

Panjang (mm)

Bobot (g)

71

68-208

3-112

119

64-229

3-134

November

90

88-203

7-131

114

92-238

9-179

Desember

116

58-229

2-154

125

69-233

3-170

Januari
Februari

90
153

78-188
67-231

4-74
3-155

103
149

64-230
69-233

4-166
4-168

Maret

122

61-219

2-134

106

70-245

4-172

Jumlah

642

58-231

2-155

716

64-245

3-179

Oktober

Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian berdasarkan zona
penelitian terbanyak terdapat pada zona hulu dengan jumlah ikan jantan 233 ekor
dan betina 239 ekor (Tabel 4). Hasil tangkapan terendah terdapat pada zona
tengah dengan jumlah ikan jantan 197 ekor dan ikan betina 222 ekor. Panjang
total dan bobot ikan brek yang terendah adalah 58 mm dan 2 g tertangkap pada
zona hulu sedangkan yang terbesar pada zona hilir yaitu 245 mm dan 231 g.
Tabel 4. Sebaran hasil tangkapan berdasarkan zona penelitian.
Zona

Jantan

Betina

Jumlah

Jumlah

Kisaran

Kisaran

Jumlah

Kisaran

Kisaran

Ekor

Panjang (mm)

Bobot (g)

(Ekor)

Panjang (mm)

Bobot (g)

Hilir

212

67-229

4-154

250

64-245

4-172

462

Tengah

197

61-231

2-155

222

64-238

3-162

419

Hulu

233

58-203

2-114

244

69-237

3-178

477

Jumlah

642

716

Ekor

1.358

Berdasarkan sebaran ukuran panjang total ikan brek terbanyak yang
tertangkap pada ukuran 90-105 mm (Gambar 4).
250
Frekuensi (ekor)

200
150
100
Jantan
Betina

50
0

Selang Kelas Panjang Total (mm)

Gambar 4. Sebaran ikan brek berdasarkan kelas ukuran panjang total.

14

Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi Ikan
Model persamaan hubungan panjang total (L) dan bobot (W) ikan brek
jantan dan betina berturut-turut adalah W = 0,000006L3,12 dan W = 0,000008L3,14;
sedangkan untuk keseluruhan antara ikan jantan dan betina diperoleh persamaan
W = 0,000007L3,11 (Gambar 5).
300

Bobot (mm)

Betina

Jantan

250

W = 8E-06L3,14
r = 0,91
n = 716

6E-06L3,12

W=
r = 0,90
n = 642

200
150
100
50
0
0

50

100

150

200

250 0

50

Panjang (mm)

100

150

200

250

300

Panjang (mm)

200
Gabungan

W = 7E-06L3,11
r = 0,91
n = 1358

Bobot (g)

150
100
50
0
0

50

100

150

200

250

300

Panjang (mm)

Gambar 5. Hubungan panjang dan bobot ikan brek jantan, betina dan gabungan
jantan dan betina di Sungai Serayu
Nilai faktor kondisi ikan brek jantan maupun betina bervariasi setiap bulan
(Tabel 5). Kisaran rata-rata faktor kondisi ikan jantan adalah 0,92-1,04 dan betina
0,79-1,02. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan jantan dan betina yang tertinggi
ditemukan pada bulan Maret (1,14±0,08) dan bulan Oktober (1,06±0,09),
sedangkan yang terendah untuk ikan jantan ditemukan pada bulan Januari
(0,92±0,09) dan ikan betina pada bulan Februari (0,92±0,11).

15

Tabel 5. Faktor kondisi ikan brek berdasarkan waktu selama penelitian.
Bulan

Jantan

Betina

Kisaran

Rata-rata

Sb

Kisaran

Rata-rata

Sb

Oktober

0,82-1,15

1,01

0,08

0,77-1,28

1,06

0,09

November

0,69-1,48

0,96

0,12

0,69-1,48

0,96

0,12

Desember

0,46-1,19

0,97

0,11

0,41-1,99

1,00

1,13

Januari

0,67-1,12

0,92

0,09

0,39-1,52

1,02

0,13

Februari

0,36-1,50

1,04

0,14

0,43-1,16

0,92

0,11

Maret
0,63-1,46
1,14
Keterangan: Sb=Simpangan baku

0,08

0,55-1,02

0,97

0,09

Berdasarkan TKG Kisaran faktor kondisi tertinggi diperoleh TKG IV
(jantan dan betina), sedangkan terendah pada TKG II (jantan dan betina) (Tabel
6). Ikan jantan mempunyai faktor kondisi relatif lebih kecil dari pada ikan betina
pada tiap TKG yang sama. Faktor kondisi menurun seiring dengan meningkatnya
tingkat kematangan gonad sampai pada TKG II, kemudian faktor kondisi
meningkat pada TKG III hingga TKG IV dan menurun kembali setelah ikan
berpijah.
Tabel 6. Faktor kondisi ikan brek berdasarkan TKG selama penelitian.
TKG

Jantan

Betina

N
(ekor)

Sb

N
(ekor)

Kisaran

Rata-rata

Kisaran

Rata-rata

Sb

I

265

0,34-2,3

1,21

0,12

298

0,23-2,82

1,32

0,12

II

176

0,40-3,13

1,10

0,51

189

0,24-2,23

1,14

0,27

III

80

0,72-2,12

1,25

0,36

54

0,75-2,20

1,36

0,1

IV

10

1,01-3,63

1,43

0,64

42

0,83-3,25

1,85

0,73

V

111

0,64-2,08

0,86

0,14

133

0,49-3,36

0,93

0,24

Keterangan: N=Jumlah individu; Sb=Simpangan baku

Aspek Reproduksi Ikan Brek
Nisbah Kelamin
Jumlah hasil tangkapan ikan brek jantan selama penelitian adalah 642
ekor (47,28%) dan betina 716 ekor (52,72%), sehingga secara keseluruhan nisbah
kelamin ikan brek mengikuti pola 1:1,12. Dari uji khi kuadrat terhadap nisbah
kelamin secara keseluruhan memperlihatkan hasil berbeda nyata pada taraf
kepercayaan 95 % [X2hitung (4,03)>X2 tabel(db=2-1) (3,84). Nisbah kelamin selama
penelitian memperlihatkan pola yang tidak sama (Tabel 7), pada bulan Oktober
nisbah kelamin tidak seimbang dengan nilai khi kuadrat (12,12>3,84), sebaliknya
pada bulan November, Desember, Januari, Februari dan Maret menunjukkan pola
yang seimbang dengan nilai khi kuadrat (2,82