Studi Karakteristik Habitat Larva Nyamuk Anopheles maculatus Theobald dan Anopheles balabacensis Baisas serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Populasi Larva di Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, DIY

STUD1 KARAKTERISTIK HABITAT LARVA NYAMUK
Anopheles maculatus Theobaid DAN Anopheles balabacensis Baisas
SERTA BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
POPULASI LARVA DI DESA HARGOTIRTO, KECAMATAN
KOKAP, KABUPATEN KULONPROGO, DIY

OLEH :
N. BUD1 SANTOSO

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK

N. BUD1 SANTOSO. Studi Karakteristik Habitat Larva Anopheles rnaculatus
Theobald dan Anopheles balabacensis Baisas Serta Beberapa Faktor Yang
Mempengaruhi Populasi Larva di Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten
Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. ( Di bawah bimbingan SINGGIH H.
SIGIT, sebagai ketua, P.X. KOEffARTO dan UPM KESUlMAWATI HAD1
sebagai anggota).

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan karakteristik habitat larva
An. rnaculatus dan An. balabacensis, serta beberapa faktor yang mempengaruhi
populasi larva. Penelitian dilakukan di desa Hargotirto Kecamatan Kokap
Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta pada habitat yang terdapat
di sungai dan mata air dari tanggal 20 Maret - 20 Agustus 2001. Penangkapan
nyamuk dilakukan dengan menggunakan perangkap "emergence ".
Habitat larva Anopheles di mata air mulai ditemukan pada bulan Maret,
dan di sungai pada bulan April. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi
pada bulan Maret yang menghilangkan seluruh habitat yang ada di sungai.
Habitat yang disukai larva An. rnaculatus dan An. balabacensis adalah
pada suhu air antara 24.10 OC - 24.15 OC, pH 7.12 - 7.20 , tingkat kekeruhan
sebesar 5.1 1 - 5.30 NTU dan angka kepadatan plankton minimal rata-rata
500/liter.
Larva nyamuk An. maculatus dapat turnbuh dan berkembang dengan baik
pada perairan terbuka baik mengalir maupun tidak mengalir, dan dengan dasar
berupa batu atau tanah.
Habitat yang sesuai bagi larva An. balabacensis adalah pada perairan yang
mengalir maupun tidak mengalir, banyak ternaungi sehingga cahaya matahari
tidak dapat menembus langsung, dan dengan dasar berupa batu.


SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul

STUD1
KARAKTEIUSTIK HABITAT LARVA NYAMUK
Anopheles maculatus Theobald D A N Anopheles balabacensis Baisas
SERTA BEBERAPA PAKTOR YANG lMEMPENGARUH1
POPULASI LARVA DI DESA HARGOTIRTO, KECAMATAN
KOKAP, KABUPATEN KULONPROGO, DIY
Adalah benar merupakan hasil k a y a saya sendiri dan belum pemah
dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Pebruari 2002
/

N. BUD1 SANTOSO

NFW


: 99410

STUD1 KARAKTERISTIK HABITAT LARVA NYAMUK
Anopheles maculafus Theobald DAN Anopheles balabacensis Baisas
SERTA BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
POPULASI LARVA Dl DESA HARGOTIRTO, KECAMATAN
KOKAP, KABUPATEN KULONPROGO, DIY

N. Budi Santoso

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister sains pada
Program Studi Entomologi Kesehatan

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis


Narna
Nomor pokok
Program studi

: STUD1

KARAKTERISTIK
HABITAT
LARVA
NYAMUK Anopheles
maculatus
Theobald
DAN
Anopheles balabacensis
Baisas SERTA BEBERAPA
FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI
POPULASI

LARVA DI DESA HARGOTIRTO, KECAMATAN
KOKAP, KABUPATEN KULONPROGO, DIY
: N. Budi Santoso
: 99410
: Entomologi Kesehatan

Menyetujui,
1

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Singgih H. Sigit, MSc)
Ketua

(Dr. F.X. Koesharto, MSc)
Anggota

(Dr. Upik Kesumawati Hadi, MS)
Anggota
Mengetahui,


2 Ketua Program Studi
Entomologi Kesehatan

w
-

(Dr. F.X. Koesharto, MSc)

Tanggal Lulus : 5 Pebruari 2002

m Pascasajana

Penulis dilahirkan pa& tanggal 15 Nopember 1963 di desa Adirejo,
Kecamatan

Pekalongan,

Kabupaten Lampung Timur, putra


H. Barnbang

Diryanto dan Hj . Sumini.
Penulis menikah dengan Poppi Titis Ayu Purnamasari, SE, putri dari H.
Dian Irianto dan Salminawati, dan dikaruniai dua orang anak , Yahya Naufal
Hawari dan Annisa Irmadani Nugraha.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun

1976,

Sekolah Menengah Pertarna pada tahun 1980 dan Sekolah lanjutan atas jurusan
P A pada tahun 1983. Penulis memperoleh gelar Sarjana Muda pada tahun 1987
dari Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi (APK-TS) Jakarta, dan gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) dari Universitas Sumatera Utara (USU) di
Medan tahun 1995.

Dari tahun 1988 sampai tahun 1996 penulis bekerja pada Dinas Kesehatan
Kabupaten Timor Tengah Utara Propinsi Nusa Tenggara Timur, selanjutnya pada
tahun 1997 sampai sekarang


bekerja sebagai staf pengajar pada Akademi

Kesehatan Lingkungan di Kupang. Pada tahun 1999 penulis mengikuti pendidikan
Program Pascasajana jenjang strata dua pa& Jurusan Entomologi Kesehatan di
Institut Pertanian Bogor (IPB).

PRAKATA

Puji dan syukur kami panjatkan

kehadirat

Allah

SWT, karena hanya

dengan izin dan anugerahnya petnbuatan thesis ini dapat diselesaikan.
Penyakit malaria inerupakan masalah kesehatan tnasyarakat yang h a w s
segera ditanggulangi terutama di daerah endemis malaria. Penyakit ini disamping
dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi, balita dan ibu hamil juga sangat

metnpengaruhi produktifitas kerja.
Di Kabupaten Kulonprogo, tepatnya di desa Hargotirto Kecamatan Kokap
I1 situasi malaria dari tahun 1995 sampai dengan 1999 merupakan daerah high

case incidens (HCI), bahkan dari tahun ke tahun perkembangan angka parasit
tahunan (API) inenunjukkan tingkat kenaikan yang menyolok.
Dalam upaya mendukung program pencegahan penyakit malaria ini,
terutama dari segi pengendalian vektornya penulis mengadakan penelitian tentang
studi karakteristik habitat larva An. maculatus dan An. baZabacensis serta
beberapa faktor yang mempengaruhi populasi larva di desa Hargotirto, Kecamatan
Kokap, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini telah
diusulkan dan disetujui oleh Komisi Pembimbing dan hasilnya dituangkan dalam
tulisan ini.
Pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan teritnakasih kepada

Prof. Dr. Singgih H. Sigit, M S c sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Dr. F.X.

Koesharto, MSc dan Dr. Upik Kesumawati Hadi, MS, sebagai anggota Ko~nisi

Pembimbing, atas bimbingan, saran serta masukan-masukan yang telah diberikan
sejak persiapan pelaksanaan penelitian ini sampai pada penulisan.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Pusat Pendidikan Tenaga

Kesehatan
Pascasajana

yang telah memberikan beasiswa, seluruh Dosen dan Staf Program
Entomologi

Kesehatan

IPB,

Direktur

Akademi

Kesehatan


Lingkungan Kupang yang telah memberikan kesempatan belajar kepada penulis,
para juru malaria desa (M)
di wilayah k e j a Puskesmas Kokap I1 yang telah
banyak membantu di lapangan.
Tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih kepada Bpk. Drs.
Tukiran sekeluarga yang telah berkorban menerima dan menyediakan tempat
tinggal selama kami mengadakan penelitian di lapangan.
Juga kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah membatu baik secara langsung maupun

tidak langsung sehingga

dapat

menyelesaikan penulisan thesis ini, kami ucapkan terimakasih yang tak terhingga
atas dorongan dan bantuannya.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna,
namun demikian semoga

hasil penelitian yang telah didapat bermanfaat

yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2002

Penulis

bagi

DAFTAR IS1
Halaman

DAFTAR TABEL .............................................................................

IX

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... XI
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... XI11
PENDAHULUAN.........................................................................................
1
TTNJAUAN PUSTAKA................................................................................
Malaria ....................................................................................................
Upaya Penanggulangan Vektor dan Parasit ............................................
Nyamuk Anopheles rnaculatus ...............................................................
Nyamuk Anopheles balabacensis ...........................................................
Perkembangan Telur Anopheles .............................................................
Perkembangan Larva Anopheles ............................................................
Perkembangan Pupa Anopheles ............................................................
Karakteristik dan Beberapa Faktor yang Berpengaruh Terhadap
Populasi Larva .......................................................................................
BAHAN DAN METODE ................................................................................17
Lokasi Penelitian ...................................................................................17
Habitat yang Diteliti ...............................................................................
17
Pengambilan Lama Secara tidak Langsung............................................ 19
Pengamatan Habitat Larva ......................................................................
23
28
Analisis Statistik .................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................................................

30
Fauna Nyamuk Anopheles di Sungai dan Mata Air ................................ 30
Karakteristik Habitat dan Pengaruhnya Terhadap Populasi Larva ........ 32
Pembahasan Umum ................................................................................. 50

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................53
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

55

DAFTAR TABEL
Nomor
1

Halaman

Rata-rata banyaknya nyamuk Ar7opheles perperangkap yang terdapat
dari
s bulan Maret
- Agustus
di dalam emergence ~ ~ ' n p
2001 disungai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

31

2

Rata-rata banyaknya nyamuk Anopheles perperangkap yang
terdapat di dalam emergence ti-aps dari bulan Maret
Agustus 200 1 di mata air. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 1

3

Rata-rata banyaknya nyamuk Anopheles perperangkap yang
terdapat di dalam emergence traps pada habitat yang terbuka
dan ternaungi dari bulan Maret - Agustus 2001 .................

32

Rata-rata banyaknya nyamuk A~ropheles perperangkap yang
terdapat di dalam emergence tl-np.s pada dasar habitat berupa
batu. tanah dan pasir bulan Maret - Agustus . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

34

Rata-rata banyaknya nyamuk Anopheles perperangkap yang
terdapat di dalam mwi-pnce traps pada habitat yang
mengaIir maupun yang tidak mengalir
bulan Maret
Agustus 2001 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

36

Indeks curah hujan dan rata rata nyamuk Anopheles perperangkap
yang terdapat di dalam emergence traps di sungai bulan
Maret - A s s t u s 2001 di sungai ..................................

37

Indeks curah hujan dan rata rata nyamuk Anopheles perperangkap
yang terdapat di dalam enrergetrce traps di mata air bulan
Maret - Agustus 2001 di sungai ..................................

39

Rata-rata suhu air yang terdapat di sungai dan mata air bulan
Maret - Ahwstus 2001 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

41

Rata-rata pH air yang terdapat di sungai dan mata air bulan Maret
- Agustus 200 1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

43

Rata-rata kekeruhan air yang terdapat di sungai dan mata air
bulan Maret - Agustus 2001. ........................................

45

Rata-rata kepadatan zooplankton dan titoplankton per liter pada
habitat sungai dan mata air dari bulan Maret sampai dengan
Agustus 2001.. ........................................................

47

4

5

6

7

8

9

10
11

12

13

Jenis dan keberadaan zooplankton yang ditemukan pada habitat di
sungai dan mata air dari bulan Maret sampai dengan Agustus
2001

48

Jenis dan keberadaan titoplankton yang ditemukan pada habitat di
sungai dan mata air dari bulan Maret sampai dengan Agustus
2 0 0 1 . .. . .. . . . . . . . .. . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . , . . . . . .. . . . . . . . . , . . . .

49

DAFTAR GAMBAR

Nornor

Halaman

1

Peta Kecamatan Kokap . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

18

2

Habitat di Sungai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

20

3

Habitat di Mata air . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

20

4

Struktur perangkap nyamuk yang dipergunakan dalam penelitian ..

21

5

Perangkap nyamuk yang dipasang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

22

6

Habitat yang ada naungannya ...........................................

24

7

Habitat yang tidak ada naungannya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

24

8

Kegiatan pengukuran tingkat kekeruhan air . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

25

9

Struktur saringan plankton yang digunakan ...........................

27

10

Kegiatan penyaringan plankton ..........................................

28

11

Rata-rata kepadatan nyarnuk An . macuZatus dan An . balabacensis
baik yang ternanungi maupun yang terbuka ...........................

33

Rata-rata kepadatan nyarnuk AII. n~acrrlntusdan An . balabacensis
pada dasar habitat berupa batu. pasir dan tanah ........................

35

Rata-rata kepadatan nyarnuk An . n7nc?rlntrts dan An . balabacensis
pada habitat yang rnengalir maupun yang tidak rnengalir . . . . . . . . . . . .

36

lndeks curah hujan dan rata-rata kepadatan nyarnuk An . maczrlatus
dan An . ha1abncensi.s di sungai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

38

lndeks curah hujan dan rata-rata kepadatan nyamuk An. ntaczilatus
dan Arl . halabacer~sisdi mata air ..........................................

40

Rata-rata suhu air dan kepadatan rata-rata nyamuk An . nzaculatus
dan An . bnlabacer7szs di sungai ............................................

42

Rata-rata suhu air dan kepadatan rata-rata nyamuk An . nzacuZatzis
dan Arz . hnlnbncensis di rnata air . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

42

Rata-rata pH air dan kepadatan rata-rata nyamuk An . maculatus dan
A n . hn/nbncrnsi.s di sungai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

44

12

13
14
15
16

17
18

19

20

Rata-rata pH air dan kepadatan rata-rata nyamuk An nmcuZatus dan
Arz . balahace~~sis
di mata air . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

44

Rata-rata kekeruhan air dan kepadatan rata-rata nyamuk An.
n7aclrlntrr.s dan At2 . bnlnbncer~.si.sdi sungai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

46

21

Rata-rata kekeruhan air dan kepadatan rata-rata nyamuk An.
n7nc1flnt?ts
dan Ar7 . bn/nbnce??si.sdi mata air . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46

22

Rata-rata kepadatan nyamuk At7 . nrncrrlntus dan An. baZnbncensis
dan rata-rata kepadatan zooplankton dan titoplankton . . . . . . . . . . . . . . .

50

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
1

Halaman

Hasil penangkapan nyamuk Anopheles yang terperangkap dalam
emergence traps bulan Maret - Agustus 2001 di sungai ......

59

Analisis keragaman kepadatan nyamuk Anopheles per spesies
pada habitat yang berada di sungai ................................

59

Hasil penangkapan nyamuk Anopheles yang terperangkap dalam
emergence traps Maret - Agustus di mata air ...................

60

4

Analisis keragaman kepadatan nyamuk Anopheles di sungai ........

60

5

Hasil penangkapan nyamuk Anopheles perperangkap yang terdapat
di dalam emergence traps pada habitat yang terbuka dan
temaungi dari bulan Maret - Agustus 2001 ......................

61

Uji t perbandingan nilai tengah kepadatan rata-rata An. maculatus
pada habitat yang terbuka dan temaungi ..........................

61

Uji t perbandingan nilai tengah kepadatan rata-rata An. maculatus
pada habitat yang terbuka dan temaungi ..........................

61

2

3

6

7
8

Hasil penangkapan nyamuk yang terdapat di dalam emergence
traps pada dasar habitat berupa batu, tanah dan pasir bulan
Maret - Agustus ..................................................... 62

9

Hasil analisis keragaman pengaruh dasar habitat terhadap rata-rata
kepadatan nyamuk An. maculatus ..................................

62

Hasil analisis keragaman pengaruh dasar habitat terhadap rata rata
kepadatan nyamuk An. balabacensis ............................

63

10

11

12
13

Hasil

penangkapan nyamuk Anopheles per spesies yang
terperangkap di dalam emergence traps pada habitat mengalir
maupun yang tidak mengalir bulan Maret - Agustus 2001
..........................................................................

63

Uji t perbandingan nilai tengah kepadatan rata-rata An. maculatus
pada habitat yang mengalir dan yang idak mengalir ............

64

Uji t perbandingan nilai tengah kepadatan An .balabacensis pada

habitat yang mengalir dan yang tidak mengalir.. ............

64

14

15

Analisis statistika (regresi) pengaruh indek curah hujan terhadap
rata rata kepadatan total nyamuk Anopheles yang berada di
sungai ... ... ... .. . ................ ... ... ... ...... ... ....... .. . .. .....

65

Analisis statistika (regresi) pengaruh indek curah hujan terhadap
rata rata kepadatan total nyamuk Anopheles yang berada di
mata air . . .. ... ... . ...... ... . .. . . . . . . . .. . ... . . . .. . . .. . .. . . . .. .... ... . . .

65

PENDAHULUAN

Penyakit

malaria me~pz3kan masalah kesehatan masayarakat yang

berpengaruh besar terhadap angka kematian bayi, balita dan ibu hamil serta sangat
mempengaruhi produktifitas kerja
Pada tahun 1998/1999 Indonesia mengalami kejadian luar biasa (KLB)
malaria pada 12 kabupaten. Bila dibandingkan dengan daerah lain, maka
Kabupaten Kulonprogo menempati umtan teratas, dengan jumlah kasus malaria
sebesar 96.323 kasus dan kernatian sebesar 3 3 orang yang terdapat pada 14 desa
Penyakit malaria di daerah Jawa Tengah
mendapatkan prioritas dalam penanganan, karma

merupakan penyakit yang
banyaknya kecamatan yang

mempunyai angka kejadian kasus yang tinggi (high case incidence. HCI). Pada
umumnya daerah HCI berada pada dataran tinggi dengan kondisi alam berbukit
bukit atau sawah bertingkat

dan sumber air melimpah sehingga mengalir

sepanjang tahun.
Kondisi daerah seperti itu memang sangat kondusif untuk mendukung
perkembangan berbagai spesies nyamuk Anopheles seperti Anopheles maculatus
Theobald, An. balabacensis Baisas dun An. aconitus Donitz

Dari hasil konfirmasi vektor di wilayah pulau Jawa dan Bali terdapat
lima spesies yaitu An. aconitus. An. subpictus, An. sundaicus, An. balabacensis
dan An. macularus, dan sebagai vektor tersangka adalah

An. barbirostris

(Shomthas 1993). Di Banjamegara, Jawa Tengah An. balabacensis dinyatakan
sebagai vektor malaria yang positip ookista dan sporozoit dengan infeksi alami
sebesar 4.3 % (Pranoto dan Prasetyo 1990).
Baroji et al. tahun

1995 melaporkan adanya beberapa jenis

larva

Anopheles pada habitat sungai di Kecamatan Kokap yaitu An. rnacuIatus (61.40
%), An. flavirostris (29.70 %), dan An. balabacensis (8.90 %). Selain di aliran

sungai, habitat

larva Anopheles juga terdapat pada surnber-sumber mata air,

genangan air pada parit parit yang berada di kebun atau sekitar rumah.
Situasi malaria di desa Hargotirto berdasarkan data dari tahun 1995
sampai dengan 1999 merupakan daerah HCI, bahkan dari tahun ke tahun
perkembangan

angka

parasit

tahunan

(annual parasite

incidence,

API)

menunjukkan tingkat kenaikan yang menyolok yakni tahun 1995 sebesar 44.5
O/oo,

tahun 1996 sebesar 86.23

O/oo,

tahun 1997 sebesar 90.60

O/oo,

tahun 1998

sebesar 333.51 O / o o dan tahun 1999 sebesar 524 O / o o (Puskesmas Kokap I1 1999).
Masih tingginya API di desa Hargotirto disebabkan oleh berbagai faktor
yaitu banyaknya tempat perindukan Anopheles, pengendalian vektor malaria yang
kurang optimal, serta perilaku masyarakat dalam menggunakan obat anti malaria
banyak yang tidak sesuai dengan dosis yang telah diberikan.
Pengendalian vektor yang pemah dilakukan adalah pemberian pestisida
terhadap larva, pemakaian kelambu dengan insektisida dan penyemprotan rumah
(indoor residual spraying, IRS). Adapun pengendalian biotik seperti melepaskan
ikan predator pada sumber sumber mata air yang selalu ada sepanjang tahun
sampai saat ini belum pernah dilakukan.
Perilaku masyarakat yang dapat menyebabkan peningkatan kasus
maupun perluasan daerah malaria seperti kegiatan ekonomi penduduk yang masih
menggantungkan dari hasil hutan, adat istiadat penduduk,

mobilitas dan

kekerabatan penduduk sekitar menyebabkan bertambahnya perluasan daerah yang
tertular.

Penelitian tentang karakteristik habitat larva Anopheles baik ditinjau dari
segi fisik, kimiawi dan biologi

belum pemah dilakukan di daerah ini.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk
mengungkapkan karakteristik habitat larva An. maculatus dan An. balabacensis
serta beberapa faktor yang mempengaruhi kepadatan larva pada aliran sungai dan
mata air.

Tujuan khusus

penelitian ini adalah untuk menelaah

kecenderungan

kepadatan larva Anopheles pada berbagai jenis habitat, menginventarisasi jenis
flora dan fauna khususnya yang berbentuk plankton di habitat larva Anopheles,
dan mengukur beberapa parameter fisik dan kimia pada sungai dan mata air yang
menjadi habitat larva Anopheles.

TINJAUAN PUSTAKA

1

Malaria

Penyakit malaria adalah suatu penyakit dengan gejala yang khas dan
~ n ~ i d adikenal
h
yaitu dernam yang naik turun secara teratur disertai menggigil.
Disamping itu terdapat kelainan pada limpa, yang disebut splenomegali atau
pe~nbesaranlimpa dan penyebabnya adalah parasit yang termasuk dalam genus
Pla.smod~urn.

Penyebaran penyakit malaria antara 64' LU dan 32' LS, dengan ketinggian
daerah berkisar antara 400 meter di bawah permukaan laut dan 2600 meter di atas
perrnukaan

laut

(Bruce-Chwatt

1985). Penyakit

malaria

meliputi

wilayah

geografis yang luas ~nulaidari Afrika tropis, Asia Tengah, Asia Selatan, Asia
Tenggara, sampai ke daerah Pasifik dan Meksiko

(Wernsdorfer dan Mc.Gregor

1988).
Berbagai

upaya telah dilakukan untuk menanggulangi penyakit malaria,

namun sampai saat ini malaria masih rnerupakan masalah kesehatan masyarakat
yang serius. Beberapa kendala yang menghambat program pemberantasan
penyakit malaria yang bersifat tcknis antara lain adalah terjadinya resistensi
terhadap obat dan pestisida serta sifat vektor yang eksofilik.
Resistensi merupakan kemampuan parasit untuk tetap bertahan hidup dan
berkembang biak serta mampu menimbulkan gejala penyakit rneskipun diberikan
pengobatan terhadap parasit tersebut.
Resistensi

P. falciparurn terhadap

obat

malaria

golongan

4

-

aminokuinolin (klorokuin dan arnodiakuin) pertama kali ditemukan pada tahun
1960

-

196 1 di Kolombia dan Brazil (Wernsdorfer dan Mc.Gregor 1988). Telah

dilaporkan juga resistensi P. falciparum di Indonesia yaitu di Kalimantan Timur,
Papua, Sumatera Selatan, Jawa Tengah dan Jawa Barat

(Gandahusada er a / .

1998).
Berbagai jenis

nyamuk Anopheles vektor malaria dilaporkan telah

resisten terhadap insektisida. Sejak tahun 1955 An. sucharovi di Libanon, Iran,
dan Turki, juga An. sundaicus di Jawa dan Myanmar dilaporkan telah resisten
terhadap DDT, sedangkan An. sacharovi di Yunani juga resisten terhadap DDT
maupun dieldrin (WHO 1963).
Di berbagai daerah malaria di dunia dari 3 2 species Anopheles yang
resisten terhadap dieldrin, 10 diantaranya resisten juga terhadap DDT
1970). Pada akhir tahun 1985 terdapat

(WHO

50 species Anopheles yang resisten

terhadap satu atau lebih insektisida, 11 diantaranya vektor malaria yang penting.
Sejumlah velctor dilaporkan rcsisten terhadap insektisida golongan urganoklorin
dan organofosfat dan yang lain resisten terhadap karbamat dan piretroid ( W H O
1989).
Selama ini pengendalian

vektor nyamuk dewasa paling banyak dengan

menggunakan penyemprotan rumah, oleh karena itu

bagi spesies yang bersifat

eksofilik tidak dapat dikendalikan karena tidak dapat dicapai.
Beberapa vektor malaria yang penting dan bersifat eksofilik adalah An.

nuneztovari (Venezuela), An. baZabacensis

(di daerah hutan berbukit di Asia

Tenggara), dan An. arabiensis di daerah bagian utara padang rulnput Afrika
(Wernsdorfer dan Mc.Gregor 1988).

2

Upaya pengendalian Vektor dan Parasit

A

Pengendalian Vektor
Pada dasamya pengendalian vektor itu dapat dilakukan baik secara fisik,

mekanik, kimiawi, biotik atau dengan cara lain seperti pengendalian secara
genetik. Aplikasi pengendalian vektor untuk tiap tiap wilayah tidak selalu sama
karena bionomik vektor bersifat lokal spesifik.
Pengendalian vektor yang pemah dilakukan di sekitar danau Victoria di
Propinsi Nyanza, Kenya adalah penyemprotan rumah dengan menggunakan
organofosfat dan fenitrotion. Hasil penyemprotan tersebut temyata cukup
signifikan dalam menurunkan angka kematian dari 23.9 menjadi 13.5 angka
kematian per 1000 penduduk (Wernsdorfer clan Mc. Gregor 1988).
Pengendalian terpadu antara bidang pertanian dengan kesehatan dengan
cara pengaturan poia tanam merupakan bentuk pengendalian yang perlu
dikembangkan. Misalnya dengan cara melakukan pola tanam pada saat jurnlah
vektor rendah dan menghentikan kegiatan pertanian dengan tujuan agar habitat
vektor hilang pada saat jumlah vektor tinggi. Pengendalian dengan pengaturan
sistem irigasi pernah dilakukan pada irigasi Gezia-Mangil di Sudan

untuk

pengendalian vektor malaria dan schistosomiasis (WHO 1980).
Sebanyak 74.000 kasus malaria teIah di laporkan di Meksiko pada tahun
1983 (WHO 1985). Pengendalian vektor di daerah ini dilakukan dengan cara
penyemprotan insektisida di rumah, tetapi hampir di seluruh wilayah endemis
mengalami masalah dalam pengendalian.

Hal ini disebabkan oleh banyaknya

pekerja yang hanya tinggal untuk sementara waktu di daerah tersebut dan vektor
malaria yang sudah mengalami resistensi terhadap insektisida.

B

Penanggulangan parasit
Penggunaan obat anti malaria 4-aminoquinolines di Propinsi Esmeraldas

(Ekuador) untuk mengatasi kasus malaria yang cukup tinggi (51.000 kasus) pada
tahun 1983

menyebabkan P. falciparum

resisten terhadap obat tersebut.

(Wemsdorfer dan Mc.Gregor 1988).
Pengobatan malaria juga dilakukan dengan cara menambahkan obat
klorokuin ke dalam garam
merupakan

yang

metode Pinotti

disebut

dengan

garam klorokuin,

yang

(Wemsdorfer dan Mc.Gregor 1988). Cara ini

pernah juga dilakukan d
i Propinsi Papua akan tetapi tidak efektif dan parasitnya
menjadi resisten terhadap obat tersebut.
Berbagai upaya yang lain juga telah dilakukan, seperti penelitian tentang
kemungkinan pemakaian vaksin malaria meskipun sampai sekarang keberhasilan
pembuatan

dan

penggunaan vaksin malaria tersebut juga

masih belum

memuaskan.

3

Nyamuk Anopheles maculatus

Penyebaran nyamuk An.

maculatus

di Indonesia meliputi wilayah

Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Flores dan Alor (Bonne-Wepster dan
Swellengrebel 1953).
Aktifitas menggigit nyamuk ini agak bervariasi antara satu wilayah dengan
wilayah lain. Di Malaysia 70 % An. maculatus menggigit pada malam hari antara
pukul

21.00 - 03.00 sedangkan sisanya menggigit sebelurn jam 20.00 (Moore

house clan Wharton 1965 dalam Rao 1981).
Habitat pradewasa nyamuk ini berada di daerah pegunungan yaitu

di

sungai- sungai kecil dengan air jernih, dan mata air yang mendapat sinar matahari

langsung akan lebih disenangi dari pada habitat yang tertutup naungan. Nyamuk
ini juga dapat bertahan pada habitat yang tercemar

(Bonne-Wepster dan

Swellengrebel 1953).
Di samping sebagai vektor malaria

pada manusia dan kera,

An.

maculatus juga merupakan vektor penyakit filariasis di wilayah pesisir kepulauan
Aur bagian tenggara Malaysia (Reid 1968 dalam Rao 1981).

4

Nyamuk Anopheles baiabacensis
Distribusi An. balabacensis meliputi wilayah India, Bangladesh, Birma,

Thailand, Indonesia, Malaysia, Kamboja, Kalimantan Utara, China bagian selatan,
Taiwan

dan

Filipina

(Rao

1981),

sedangkan untuk

wilayah

Indonesia

penyebarannya meliputi pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan (DEPKES 1985).
Pada umumnya nyamuk

ini berada di daerah hutan yang cukup basah

dengan ketinggian sampai 1000 m di atas permukaan laut atau lebii. Menurut Rao

(1981) puncak kepadatan populasi umumnya pada musim hujan. Bagaimana jenis
ini bisa bertahan pada musim kering beIum &ketahui. Hasil pengamatan yang
dilakukan di daerah Kalimantan Timur selarna 24 bulan menunjukkan bahwa
nyarnuk ini tiap bulan keberadaannya cukup tinggi dengan kepadatan per jam per
orang antara 0.3 dan 4.2. Kepadatan tinggi terjadi pada bulan Mei, Juni dan Juli
(DEPKES 1985).
Nyamuk betina lebih tertarik menghisap darah orang dari pada darah
binatang, baik di dalam maupun di luar rurnah. Hasil uji presipitin di Sabah,
Malaysia menunjukkan bahwa 94 % nyamuk An. balabacensis menghisap darah
manusia (Rao 198 1).
Di Myanmar

waktu menggigit sangat bervariasi dari satu tempat ke

tempat lain, tetapi aktifitas menggigit berkisar antara pukul 21.00 - 03.00.
Sebagai tempat perindukannya adaIah genangan air tawar di dalam hutan, baik
yang permanen maupun yang sementara, tetapi tidak pernah ditemukan pada
habitat yang terkena cahaya matahari secara langsung (Khin-Maung-Kyi

1971

dalam Rao 1981).
Pada beberapa kejadian An. balabacensis ditemukan dalam jumlah yang
padat pada habitat yang terbuka dengan sedikit naungan atau bahkan dalam
keadaan yang cerah. Keadaan semacam ini bisa saja terjadi karena kondisi yang
tidak normal misalnya telah

mengeringnya

rembesan air yang ada di hutan

(Bonne-Wepster dan Swellengrebel 1953).

5

Perkembangan telur Anopheles
Telur Anopheles diletakkan satu persatu di atas permukaan air dan

biasanya peletakan telur dilakukan pada malam hari. Telur ini mengapung di
permukaan air karena mempunyai pelampung yang terdapat pa& kedua sisinya.
Telur Anopheles tidak dapat bertahan lama, sebagaimana nyamuk Aedes
telur telurnya dapat bertahan lama sampai berbulan bulan meskipun

yang

habitatnya sudah kering. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh nyamuk betina

Anopheles bervariasi, biasanya antara 100

-

150 butir.

Telur Anopheles mengapung di permukaan air dan tidak dapat bertahan
lama di bawah permukaan air. Telur telur Anopheles yang terdapat di bawah
permukaan air dalam waktu lama (melebihi 92 jam) akan gaga1 untuk menetas,
sedangkan kondisi suhu yang menguntungkan bagi telur Anopheles adalah antara
28

O

C

-

36 O C. Suhu di bawah 20 O C dan di atas 40

C adalah suhu yang tidak

menguntungkan bagi perkembangan telur. Pada suhu 52
mati, dan

suhu 5

O

*

C seluruh telur akan

C adalah suhu terendah bagi telur untuk

dapat bertahan

(Bhatia & Wattal 1958 dalam Rao 1981)

6

Perkembangan Larva Anopheles
Larva Anopheles bersifat akuatik yakni mempunyai habitat hidup di air.

Larva ini mempunyai 4 bentuk (instar) pertumbuhan. Masing-masing instar
mempunyai ukuran dan bulu yang berbeda.
Larva Anopheles pada umumnya hidup di permukaan air secara mendatar
dan spirakelnya selalu kontak dengan udara luar. Sekali-sekali larva Anopheles
mengadakan

gerakan-gerakan turun

ke

dalamhawah

untuk

menghindari

predator/musuh alaminya atau karena adanya rangsangan di permukaan seperti
gerakan-gerakan dan lain-lain.
Habitat larva nyamuk sangat variasi tergantung kepada jenis nyamuknya.
Bates (1970) membagi habitat menjadi empat kelompok besar; pertama, habitat
yang permanen dan semi permanen seperti daerah rawa, danau; kedua, daerah
aliran air yang berasosiasi dengan tumbuhan; ketiga, kontainer termasuk genangan
air pada ketiak daun turnbuh tumbuhan, dan keempat, genangan air pada tanah
yang bersifat sementara. Adapun Rao (1981) membagi habitat ini menjadi dua
kelompok, yaitu pertama yang bersifat alamiah seperti danau, rawa, genangan air
pada tumbuh tumbuhan; kelompok kedua adalah habitat buatan manusia yaitu
daerah persawahan, irigasi serta kontainer kontainer seperti kaleng, ban mobil dan
lain lain.
Untuk perkembangan hidupnya larva nyamuk memerlukan kondisi
lingkungan yang mengandung makanan antara lain

mikroorganisme terutama

bakteri, ragi dan protozoa yang cukup kecil sehingga dapat dengan mudah masuk
melalui mulutnya.

7

Perkembangan pupa Anopheles

Pupa merupakan stadium keempat dari kehidupan nyamuk. Stadium pupa
merupakan masa tenang. Tidak seperti golongan Diptera pada umumnya pupa
tidak aktif bila memasuki stadium ini, pupa nyamuk dapat melakukan gerakan
gerakan yang aktif,

dan bila sedang tidak aktif maka pupa ini akan berada

mengapung pada permukaan air.
Kemarnpuannya mengapung disebabkan oleh adanya ruang udara yang
cukup besar yang berada pada sisi bawah sefalotoraks. Pupa tidak rnenggunakan
rambut dan kait untuk dapat melekat pada permukaan air, tetapi dengan bantuan
dua terompet yang cukup besar yang berfimgsi sebagai spirakel, dan dua rambut
panjang stellate yang berada pada segmen satu abdomen.
Perubahan dari pupa menjadi dewasa biasanya antara 24 jam sampai
dengan 48 jam. Tetapi ha1 ini akan sangat bergantung pada kondisi lingkungan
setempat terutama suhu.
Pal

(1945) dalam Rao (1982) pada percobaannya di laboratorium

mencatat bahwa pupa An. cuZici$acies dapat muncul menjadi dewasa dengan baik
pada suhu 20

O

C

-

32

* C, tetapi

bila suhu ditinggikan menjadi 36

hanya 30 Oh - 40 % pupa yang dapat menjadi dewasa.

*C-

40

O

C

8

Karakteristik dan beberapa faktor yang mempengaruhi kehidupan
pradewasa nyamuk Anopheles

A

Suhu
Air mempunyai kemampuan untuk mempertahankan dan meminimalkan

pengaruh lingkungan atas perubahan temper-atur. Kisaran perubahan menjadi
lebih kecil dan lebih lambat bila dibandingkan dengan perubahan yang ada di
udara.
Suhu air pada habitat nyamuk mempunyai peranan yang sangat penting di
dalam kelangsungan dan pertumbuhan baik telur, larva dan pupa. Larva tidak
dapat hidup pada suhu yang terlalu tinggi, dan perturnbuhannya larva akan lebih
cepat pada air yang hangat bila dibandingkan dengan air yang lebih dingin. Suhu
yang tinggi akan merangsang pertumbuhan plankton dan akan lebih banyak lagi
menyediakan makanan bagi larva dibandingkan dengan suhu yang rendah.
Perbedaan stadium dan lamanya kontak dengan suhu tertentu akan
berpengaruh yang besar terhadap perkembangan pradewasa Anopheles. Thompson
(1940) dalam Bates (1970) melaporkan bahwa telur

dan larva instar satu An.

mininzus akan lebih resisten terhadap suhu tinggi bila dibandingkan dengan larva

instar empat. Pada suhu 39

C larva instar empat dapat bertahan selama 30 menit,

tetapi dengan waktu terpapar yang lebih lama sejumlah larva akan mati dan
setelah 24 jam semua larva akan mati.
Suhu yang teramat rendah juga akan mempengaruhi perkembangan larva
Anopheles. Sautet (1936) dalarn Bates (1970) mencatat bahwa larva instar satu

dari An. rnaculipennis, An. sacharoxi, dan Culex pipiens akan mati dengan cepat
pada suhu 4 C.
Suhu optimum untuk pertumbuhan larva di daerah tropis adalah 23

-

27

"C, pada suhu tersebut stadia pradewasa nyamuk akan selesai dalam waktu kurang
lebih dua minggu (WHO 1982).
B

pH air
pH

fotosintesis.

mempunyai peranan penting

dalam pengaturan

respirasi

Air yang mempunyai pH rendah kandungan nutrisinya

dm

rendah.

Dengan bertambahnya kedalaman pH cenderung menurun, ha1 ini diduga
berhubungan dengan kandungan CO* (Odum 1971).
Swingle (1961) dalam Boyd (1990) membuat klasifikasi pH air terhadap
kehidupan air, sebagai berikut : pH 6.5 - 9 merupakan tingkat yang dibutuhkan
oleh hewan air untuk berproduksi,

pH 4

-

5 hewan air tidak produktif, p1-I 4

merupakan titik kematian asam, dan pH 11 adalah titik kematian basa.
C

Aliran air

Ada beberapa spesies Anopheles yang menyenangi habitat dengan aliran
air yang agak lambat dan ada pula yang cocok dengan habitat yang airnya
tergenang/diam. Muirhead-Thompson (1940) dalam Rao (1981) mengatakan riak
riak air tidak memberikan efek bagi telur telur yang diletakkan oleh An. minimus,
meskipun demikian dalam percobaannya di laboratoriurn menunjukkan bahwa
spesies ini lebih memilih untuk bertelur pada air yang d i m dari pada air yang
mengalir.
D

Naungan
Kaitan antara adanya naungan pada habitat dengan keberadaan larva

Anopheles berbeda beda untuk beberapa spesies. Spesies Anopheles seperti An.
culicifacies, An. subpzctus, An. vagus dapat berteIur dan larvanya bertahan hidup

pada habitat terbuka atau dengan sedikit naungan misalnya pada genangan air di

dasar sungai tetapi dapat juga bertelur pada tempat yang mempunyai cukup
banyak naungan.
Menurut Rao (1981) An. urnbrosus, An. balabacensis, An. aitkeni bertelur
hanya pada tempat tempat yang tertutupi naungan yang banyak seperti di hutan
atau perkebunan, sedangkan An. maculatus sangat menyukai cahaya matahari dan
seketika akan menghilang tatkala habitatnya ditutupi dengan naungan.
E

Dasar Habitat
Dasar tempat air juga merupakan pilihan bagi nyamuk betina dewasa

untuk meletakkan telur-telurnya. Menurut Papadakis (1936) dalam Horsfall

(1955) An. superpictus mempunyai tiga tipe habitat : air yang jernih clan dangkal
dengan dasar batu, di sungai dengan air yang jernih dasar berupa pasir dan saluran
air yang dangkal dengan dasar lumpur. Adapun habitat An. balabacensis adalah
pada air yang jernih dengan dasar lurnpur (Bonne-Wepster dan

Swellengrebel

1953).
F

Flora dan fauna

a

Flora

Berbagai macam turnbuhan yang terdapat pada habitat Iawa nyamuk
berguna sebagai tempat meletakkan telur, tempat berlindung dan tempat mencari
makan. Selain itu tumbuhan air juga menjadi tempat hinggap istirahat nyamuk
dewasa selama menunggu siklus gonotropiknya. Adanya jenis tumbuhan tertentu
dapat juga dijadikan indikator untuk memperkirakan keberadaan jenis- jenis
nyamuk tertentu.

Habitat dengan kondisi genangan aimya yang sudah lama misalnya
genangan air pada dasar sungai seringkali ditumbuhi berbagai macam organisme
dari jenis plankton seperti Chlorella, Chlamydomonas, Volvox, dan Euglena.
Keberadaan ganggang biru hijau pada habitat akan menyebabkan menghilangnya
spesies larva An. culicifacies. Lain halnya dengan An. ramsay dan An. nigerrimus
yang akan muncul dan lebih suka berasosiasi dengan tumbuhan air seperti Pistia
stratiotes. Tetapi An. nigerrimus akan rnenghindari tumbuhan air Ceratophylurn

dan HydriZZa (Rao 1981 ) .
Cove11 (1941) dalam Rao (1981) membagi tumbuhan air yang bersifat
mencegah terjadinya perindukan menjadi tiga kelompok yaitu pertama tumbuhan
air yang tumbuh dengan lebat di permukaan air sehingga memperkecil ruangan
nyamuk Anopheles untuk bertelur seperti Lemna, Azolla, Wolfla, Anacharis dan
Napa, kedua tumbuhan air yang bersifat sebagai perangkap misalnya Urticulavia,

dan ketiga tumbuhan air yang dapat mengeluarkan racun seperti Chara.
Hasil penelitian di daerah Mexiko bagian selatan rnenunjukkan bahwa ada
pengaruh yang signifikan antara keberadaan larva dengan keberadaan ganggang
hijau dan ada hubungan yang positip antara kepadatan larva dengan kepadatan
ganggang tersebut (Femandez-Salas et al. 1994).
b

Fauna
Fauna air yang terdapat di tempat perindukan larva nyarnuk mempunyai

beberapa pengaruh terhadap kehidupan larva antara lain sebagai sumber makanan,
predator, kompetitor, dan parasit.
Fauna air tawar yang tergabung dalam zooplankton adalah Protozoa,

Crustacea terutama Copepoda, Ostracoda, dan Rotifera.
Jasad renik yang terdapat pada komunitas larva seperti ganggang bersel
satu, Flagellata dan Ciliata adalah sebagai sumber makanan larva nyamuk (Bates
1970).
Fauna yang bersifat sebagai predator larva nyamuk menurut Hinman
(1939) daIam Bates (1970) adalah dari filurn Rotifera, Annelids, Colenterata
dan Mollusca (Limnea). Predator dari kelompok hewan vertebrata adalah Pisces,
Amphibia, Reptilia, dan Aves. Adapun predator dari filurn Arthropoda meliputi
tiga kelas yaitu kelas Crustasea contohnya Entomostraca dan udang, Arachnids
yaitu laba laba, dan kelas Insecta terdiri atas Ephemeroptera (lalat sehari),
Odonata (capung), Hemiptera (kepik), Coleoptera (Kumbang) clan Diptera (lalat).
Serangga air yang bersifat predator, seperti larva kumbang Dytiscidae dan

Hydrophilidae dan larva Chaoborus

merupakan musuh larva nyamuk. Larva

capung juga memakan larva nyamuk meskipun kurang efisien bila dibandingkan
dengan larva Coleoptera (WHO 1975).
Larva Culex

trigripes, Cx. halz~axii, Toxorhynchites dan Aedes juga

memangsa jentiWlarva nyamuk yang lain, seperti Anopheles.

Bila larva

Anopheles terlalu padat di suatu tempat perkembangbiakan, maka dapat terjadi
kanibalisme. Larva instar IV dapat memakan larva dari jenis yang sama atau

Anopheles yang lain yang lebih muda. Jenis serangga air lain, seperti dari ordo
Hemiptera yaitu genus Nepa, Notonecfa, Hydromefra, dan Belostoma adalah
pemangsa larva nyamuk terutama larva instar Ill dan IV; dengan cara menusuk
tub& larva dengan proboksisnya dan menghisap cairan tubuh larva, demikian
pula Gerris (anggang-anggang air) memangsa larva nyamuk (WHO 1975).

BAHAN DAN METODE

1

Lokasi Penelitian

Penelitian di desa Hargotirto khususnya di dusun Sekendal, Sebatang,
Menguri d m Nganti. Desa ini rnerupakan wilayah Kecamatan Kokap I1
Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta (Gambar 1). Luas desa
Hargotirto adalah 14.713.370 HA yang terdiri dari 70 RT, 30 RW dan 14 dusun.
Desa Hargotirto mempakan bagian dari

wilayah

perbukitan Menoreh

yang berada di perbatasan Kabupaten Kdonprogo, Daerah Istirnewa Yogyakarta
dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Punvorejo, Propinsi Jawa Tengah.
Hampir seluruh wilayah desa Hargotirto bempa daerah yang berbukitbukit yang banyak dialiri sungai-sungi kecil dengan kondisi tanah berupa tanah
liat dan berbatuan.
Jumlah penduduk pada tahun 2000 sebanyak 8358 jiwa dengan mata
pencaharian pada umumnya sebagai petani

(86

YO)yaitu petani salak, kopi,

cokelat dan petani pembuat gula merah, sisanya (14 %) sebagai pegawai negeri,
pedagang, dan wiraswasta

2

Habitat yang diteliti

Penelitian dilaksanakan dari tanggal 20 Maret sampai 20 Agustus 2001.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah

dilakukan,

maka habitat

ditentukan berdasarkan keadaan tempatnya yang berbeda. Dari kriteria itu
didapatkan tiga kelompok habitat yang berbeda yakni habitat sungai, sumber
mata air dan genangan air hujan.

Khusus

habitat genangan air hujan tidak

PETA JA\'JA TENGAH
.

.

...

:..
. .-- 1.- AT-^#

:-

I

I

* ~ < e l s ~ . a i ~ y: a ~ i

. .. . . . . .. . .. . ... . . . . ... : Batas Kabupaten

.

i

IL

C a ~ n b a l1
-

-- -- - - -- - - - - - - - - -

$

\

1

+

\

: Batas Kecamatan

= : Batas

: Batas

Desa
Dusun

: Daerah yang diteliti

Peta desa Hal-gotirto Kecalnatan Kokap I1 Kabupaten
Kulonprogo, Daeratl Isti~newaYogyakarta

f

dilakukan penelitian karena jurnlah larva dan habitatnya sedikit sekali dan sifatnya
hanya sementara (Gambar 2 dan 3).

Penelitian yang dilaksanakan baik pada

habitat sungai maupun habitat yang ada pada sumber mata air tepatnya di empat
dusun yakni dusun Sekendal, Sebatang, Menguri, dan Nganti. Penelitian habitat
yang terdapat d
l sungai dilakukan di sungai Menguri dan Sungai

Sekendal.

Pemilihan empat dusun tersebut berdasarkan angka kasus malaria tertinggi di desa
Hargotirto,

sedangkan pemilihan dua

sungai tersebut

berdasarkan dari

pengamatan pendahuluan yang menyimpulkan bahwa pada kedua sungai tersebut
mempunyai tingkat kepadatan larva yang cukup tinggi dibandingkan dengan
sungai yang lain.
Untuk pengambilan parameter yang akan diukur maka setiap jenis
kelompok habitat (sungai dan mata air) ditentukan masing masing sebanyak 12
habitat, kemudian dilakukan pengukuran parameter dua kali dalam sebulan,
khusus untuk parameter plankton dilakukan sebulan sekali.

3

Pengarnbilan sampel jentiMawa secara tidak langsung
Penangkapan nyamuk dilakukan secara tak langsung

menggunakan

perangkap yang disebut "emergence traps". Pemasangan perangkap dilakukan
selama tiga hari sebelum tanggal 5 dan 20 tiap bulan, sedangkan penangkapan
nyamuk yang terperangkap dilakukan tiap hari selama tiga hari dari tanggal 5 dan
20 tiap bulan. Emergence
"Styrofoam

traps

yang

digunakan

adalah

modifikasi

dari

traps" (Aubin et al. 1973 dalam Service 1976) dan "Esspit traps"

(Saliternik 1960 dalam Service 1976). Struktur perangkap terdiri atas dua bagian
yaitu bagian atas clan bagian bawah (Gambar 4). Bagian

bawah perangkap

berbentuk piramid dengan luas dasarnya 50 x 50 cm dan tingginya 40 cm.

Garnbar 2 Habitat di sungai

3 Habitat di mata air

Gambar 4 Struktur perangkap nyamuk yang dipergunakan dalam penelitian
Keterangan :
1 . Bagian atas perangkap
2. Bagian bawah perangkap
A. Tarnpak samping
B . Tampak atas

Kerangka perangkap terbuat dari besi beton dengan dinding menggunakan

kain berwarna hitam. Pemukaan atas bagian bawah luasnya 20 x 20 cm yang
ditengawa dibuat lubang lingkaran dengan diameter sembilan cm. Bagian atas

-

perangkap berbentuk silinder dengan diameter sembiian cm dan tin& 15 cm
yang terbuat dari plastik. Pada penelitian ini menggunah botol plastik b e k ~

minuman yang telab dipotong menjadi dua.
Pada permukaan botol yang terbuka dipasang plastik transparan yang
telah dibuat menjadi bentuk piramid dengan permukaan bulat. Pennukaan bagian
bawah sama diamatemya dengan botol plastik yaitu sembiian cm, dan bagian atas
dari plastik transparan diberi lubang dengan diameter dua cm. Pada dinding botol
juga diberi lubang dengan d i i t e r tiga cm dan ditutup dengan kain kasa gunaaya

untuk pengambiian nyamuk yang tertangkap.
Pemasangan perangkap dilakukan tepat di atas tempat perindukan yang
telah ditentukan (Gambar 5).

Gambar 5 Perangkap nyamuk yang dipasang

Nyalnuk yang terperangkap dipindahkan kedala~ngelas plastik yang telah
diberi penutup kain kasa dengan menggunakan aspirator. Kernudian nyamuk
dimatikan dengan kloroforln, selanjutnya diidentifikasi di bawah mikroskop
dengan rnenggunakan buku petunjuk O'Connor dan Supanto (1979), Ramalingam
(1974) dan Reid (1968).

4

Pengamatan habitat larva

A

Aliran air

Pengukuran aliran air yang terdapat pada habitat dilakukan secara
kualitatif, y a i t ~ i untuk mengetahui apakah air yang terdapat pada habitat tersebut
~nengaliratau tidak.
B

Dasar Habitat

Pengamatan dasar habitat dilakukan dengan cara memperhatikan

secara

langsung materi yang terdapat pada dasar habitat.
C

Naungan

Pengalnatan dilakukan dengan cara melihat apakah cahaya matahari dapat
menernbus langsung kedalam habitat atau tidak dapat menembus langsung karena
ada naungan

D

disekitar habitat tersebut (Gambar 6 dan 7).

Curah Hujan

Data curah hujan diproleh dengan menggunakan data sekunder yang
diambil dari data laporan bulanan dari Badan Meteorologi dan Geofisika
Kabupaten Kulonprogo tahun 2000 dan 2001 (Laporan SMG Kab. Kulonprogo
2001). Untuk mencari nilai indeks curah hujan dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

Indeks Curah
Hujan Bulanan

Jumlah Curah Hujan per bulan x Hari Hujan per bulan
=

Julnlah Hari Pada Bulan Yang Bersangkutan

Gambar 6 Habitat yang ada naungannya

Gambar 7 Habitat yang tidak ada nauagannya

E

Snhu air
Suhu air diukur dengau menggurdmn termometa batang dengan kisaran

suhu O°C r 100°C dengan cara dicelupkan &lam air selama 5 menit. Pengambilan

-

parameter suhu dilakukan pa& pukulO8.00

F

- 10.00.

Tingkat kekeruhan

Tigkat keke~handiukur bersamaan waktunya dengan pengambilan
parameter lainnya. Pengukuran dilakukan dengan alat turbidity meter dengan
kisaran skala 0 - 500 NTU. Caranya pengukunm kekeruhan dengan mengambii
air yang terdapat pada habitat, lalu dituangkan kedalam alat turbidity meter yang
berbentuk seperti tabung. Tingkat kekeruhan air tersebut yang dapat terbaca pada
sisi samping alat (Gambar 8).

Gambar 8 Kegiatan pengukuran tingkat kekeruhan air

G

pH air

Pengukuran pH air dilakukan bersama-sama saat pengambilan contoh
lainnya

Alat yang digunakan pH meter dengan kisaran 0

-

14. Alat dihidupkan

dan dicelupkan ke dalam air selama 5 menit
H

Pa~~n
dan
a Flora

a

Fauna

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan ciduk air. Sampel air
kemudian dimasukkan kedalam jaring plankton dengan ukuran jaring 4 0 pm.
Bagian atas dari jaring plankton berdiameter 25 cm. Pada bagian bawah jaring
plankton dipasang botol dengan ukuran 35 ml yang b e f i n g s i untuk menampung
sisa air yang disaring (Gambar 9).
Sampel air yang disaring untuk tiap kali pengukuran sebanyak 600 ml
kemudian dimasukkan kedalam saringan plankton. Sebagian besar air akan keluar
kembali melalui dinding dinding saringan, sehingga air yang tertampung tinggal

35 ml pada botol yang terdapat di ujung saringan. Sampel air yang telah disaring
tersebut lalu dipindahkan kedalam botol plastik yang telah diberi kode. Sampel air
tersebut ditetesi dengan Larutan Lugol's iodine sebagai pengawet. Larutan tersebut
terdiri atas kristal 52 (5 gr) dan kristal Kj kristal (0,2 gr) yang dihaluskan dengan
mortir, kernudian ditambah sedikit sedikit akuades sampai 100 ml.
Pemeriksaan jenis dan kepadatan plankton dilakukan di Fakultas Perikanan
dan

Ilmu

Kelautan

1PB.

Identifikasi

jenis

plankton

dilakukan

dengan

menggunakan buku petunjuk Needham dan Needham (1962), sedangkan untuk
pemeriksaan

kepadatan

plankton dengan menggunakan

metode pencacahan

plankton Sedgwick Rafter Cell (American Publich Health Association 1976).
Pengukuran fauna selain zooplankton dilakukan secara kualitatif, dengan

cara menciduk fauna yang ada di dalam habitat. Identifikasi dengan menggunakan
buku Needhain dan Needham (

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengendalian Vektor Nyamuk Anopheles spp dan Kondisi Lingkungan Rumah oleh Kepala Keluarga terhadap Kejadian Malaria di Kota Sabang Tahun 2011.

4 92 101

Karakteristik Habitat Larva Anopheles maculatus & Anopheles balabacencis Di daerah Endemik Malaria Kecamatan Kokap Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta

0 7 12

Studi Perilaku Menggigit Nyamuk Anopheles di Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta

1 10 158

Studi perilkau beristirahat nyamuk An. maculatus (Theobald) dan An. balabacensis (Baisas) di Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta

0 8 150

Studi Komunitas Nyamuk Anopheles di Daerah Kokap Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta

2 22 176

Studi Karakteristik Habitat Larva Nyamuk Anopheles maculatus Theobald dan Anopheles balabacensis Baisas serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Populasi Larva di Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, DI

0 6 81

Studi Perilaku Menggigit Nyamuk Anopheles di Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta

0 3 74

Studi perilkau beristirahat nyamuk An. maculatus (Theobald) dan An. balabacensis (Baisas) di Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta

0 5 70

Karakteristik Habitat Larva Anopheles spp. di Desa Sungai Nyamuk, Daerah Endemik Malaria di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara

0 0 8

BEBERAPA ASPEK PERILAKU ANOPHELES MACULATUS THEOBALD DI PITURUH, KABUPATEN PURWOREJO, JAWA TENGAH

0 1 11