Rekayasa Politik Misteri Opsir Jepang

Tujuh kata yang menjamin penegakan syariat Islam di Indonesia dihapus. “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya” berganti menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”. Dengan penghapusan ini, pembukaan konstitusi yang tadinya disebut sebagai Piagam Jakarta pun berubah drastis. Sebelumnya, para wakil kelompok Islam yang menjadi anggota Dokuritsu Zyumbi Tyioosaki atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI berusaha keras menjadikan Islam sebagai Dasar Negara. Perdebatan alot terjadi sehingga lahirlah kompromi berupa Piagam Jakarta. Islam tidak menjadi dasar Negara, namun kewajiban bagi para pemeluknya diatur dalam kontitusi. BPUPKI kemudiaan menetapkan Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Naskah tersebut di tetapkan sebagai Mukaddimah UUD. Pada tanggal 7 Agustus BPUPKI berubah menjadi PPKI Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang di ketuai oleh Soekarno. Piagam Jakarta bertahan sebagai Mukaddimah UUD hingga 17 Agustus 1945, karena selang sehari kemudian dipersoalkan oleh golongan Kristen, yang selanjutnya dibantu para pengkhianat. Padahal A.A Maramis yang menjadi wakil Kristen di PPKI sudah setuju dengan piagam tersebut dan ikut menandatangani.

B. Rekayasa Politik

Kronologi penghapusan Piagam Jakarta cukup misterius. Pada tanggal 18 Agustus Moh. Hatta mengaku ditemui oleh seorang perwira angkatan laut jepang. Katanya, opsir itu menyampaikan pesan berisi “ancaman” dari tokoh Kristen di 13 Indonesia timur. Jika tujuh kata dalam Sila Pertama pembukaan Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya tidak dihapus, mereka akan memisahkan diri dari Indonesia merdeka. Hatta dan Soekarno, yang memang termasuk kelompok sekuler, kemudian membujuk anggota PPKI dari kelompok Muslim untuk menyetujui penghapusan tujuh kata itu. Di antara mereka hanya Ki Bagus Hadi Kusumo yang bersikeras tak mau. Menurut Ki Bagus, itu berarti mencederaigentlemen agreement Kesepakatan di antara para pria terhormat yang sudah mereka sepakati bersama. Soekarno dan Hatta kemudian menyuruh Tengku Moh. Hassan anggota PPKI dari Aceh dan Kasman Singodimedjo Anggota Muhammadiyah seperti Ki Bagus untuk membujuk Ki Bagus. Kasman-lah yang berhasil meyakinkan, terutama dengan janji syariat Islam akan masuk kembali dalam dalam konstitusi daerah setelah MPR terbentuk enam bulan kemudian. Dan, kenyataannya, Soekarno ingkar janji. Para pemimpin Islam kena tipu mulut manisnya Soekarno. Jadi, kelak, itulah salah satu alasan utama yang melatarbelakangi timbulnya perjuangan DI-TII pimpinan Kartosuwirjo. Kelak Kasman sangat menyesali peran dalam penghapusan tujuh kata tersebut. Ternyata hal tersebut berujung pada nasib tragis umat Islam di Indonesia yang mayoritas tetapi tidak boleh menjalankan syariat di dalam negeri sendiri. Kabarnya, Kasman Singodimedjo, selalu menangis jika teringat perannya membujuk Ki Bagus.

C. Misteri Opsir Jepang

14 Pertanyaan pertama dan kedua agak sulit dijawab. Sampai wafatnya, Hatta tak pernah membuka mulut siapa pemberi dan penyampai pesan itu. Ia mengaku lupa atau pura-pura lupa, ada juga dugaan itu fiktif, red siapa nama opsir jepang tersebut. Ada beberapa spekulasi yang menyebut bahwa pemberi pesan itu adalah dr. Sam Ratulangi, tokoh krsten dari Sulawesi utara. Kini namanya diabadikaan sebagai nama universitas di Manado. Artawijaya, dalam Peristiwa 18 Agustus 1945: “Pengkhianatan Kelompok Sekuler Menghapus Piagam Jakarta”, menguraikan beberapa teori yang mungkin bisa menjawab pertanyaan di atas. Pertama, soal Opsir Jepang, Artawijaya mengambil teori Ridwan Saidi, seperti dikutip dari Dr Sujono Martoesewojo dkk, dalam bukunya “Mahasiswa ’45 Prapatan 10”. Menurut Ridwan, anggapan bahwa ada opsir jepang yang datang ke rumah Hatta pada petang hari tanggal 18 Agustus 1945 kemungkinan karena kesalahpahaman saja. Iman Slamet, mahasiswa kedokteran yang menemani Piet Mamahit menemui Hatta memang berpostur tinggi, rambut pendek, mata sipit, dan suka berpakaian putih-putih. Iman Slamet inilah yang kemungkinan dikira Opsir Jepang oleh Hatta. Ini aneh. Jika betul Hatta mengira Slamet sebagai opsir Jepang, apa dia, Hatta, tidak bertanya tentang Slamet, kenapa bisa langsung menyimpulkan sebagai opsir Jepang

D. Kenapa tokoh Kristen tak menghadiri acara penting dan sangat bersejarah