Ecocenrtism Dalam Pengelolaan Taman Nasional

(1)

KARYA TULIS

ECOCENRTISM DALAM PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL

MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. 132296512

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, kami panjatkan kehadlirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.

Karya tulis ini berjudul : ”Ecocentrism dalam Pengelolaan Taman Nasional”, merupakan kajian tentang konsep pengelolaan taman nasional yang menerapkan pandangan yang lebih konservasi dan lingkungan.

Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Kritik dan saran untuk penyempurnaan karya tulis inisangat penulis harapkan.

Medan, Pebruari 2008


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...ii

PENDAHULUAN ...1

TAMAN NASIONAL ...3

MANFAAT TAMAN NASIONAL...4

ECOCENTRISM DALAN PENELOLAAN TAMAN NASIONAL ...5

PENUTUP...8 DAFTAR PUSTAKA


(4)

PENDAHULUAN

Pemanfaatan sumber daya alam yang ada di permukaan maupun di dalam perut lahan yang kurang bijak telah menyebabkan terjadi perubahan yang mengarah kepada kerusakan. Padahal semestinya manusia berkewajiban mengelola sumber daya alam yang ada di lahan, agar bermanfaat untuk semua makhluk hidup dalam jangka waktu yang panjang.

Kerusakan lingkungan yang kita alami dewasa ini sebenarnya berakar pada kesalahan cara pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Akhirnya, hal itu menyebabkan kesalahan pola perilaku manusia.

Arne Naess, seorang filsuf Norwegia, penggagas gerakan Deep Ecology, mengatakan bahwa krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan yang fundamental dan radikal pada cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Apabila ingin menyelamatkan lingkungan, manusia harus beralih dari cara pandang antropocentrism menuju cara pandang ecosentrism.

Cara pandang ecosentrism ini sebenarnya bukanlah hal baru bagi masyarakat tradisional Indonesia yang semula akrab dengan alam. Seiring perkembangan zaman, masyarakat beralih ke budaya modern yang cenderung mengeksploitasi alam. Jadi, perubahan ini lebih pada membangkitkan kembali kesadaran moral, kultural, dan politis yang mengakui kesatuan, keterkaitan, dan saling ketergantungan antara manusia,tumbuhan,hewan,dan benda-benda abiotik di alam ini.


(5)

Dalam pengelolaan sumber daya alam sering terjadi pertentangan antara kelompok yang menganut paham antropocentrism dan ecosentrism. Paham antropocentrism cenderung menggunakan indikator ekonomi sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan. Sementara itu paham ecosentrism yang sangat idealis dalam mempelopori dan memperjuangkan gerakan penyelamatan lingkungan. Dua paham ini ibarat dua kutub yang saling berlawanan. Kelompok yang menganut paham antropocentrism sering menganggap paham ecosentrism merupakan penghambat pembangunan. Sebaliknya kelompok penganut paham ecosentrism menganggap pembangunan menjadi ancaman penyelamatan lingkungan.

Kedua paham ini memang sama-sama memiliki kekurangan dan kelebihan, sehingga lebih pas kalau terjadi perpaduan di antara keduanya. Di sektor kehutanan, pengelolaan taman nasional merupakan salah satu contoh bentuk perpaduan dari kedua paham ini. Taman nasional dikembangkan menjadi beberapa zona. Zona inti yang tidak boleh dijamah sama sekali, zona rimba yang dipergunakan untuk penyelidikan, buffer zone sebagai kawasan penyangga dan zona pemanfaatan dimana pada zona ini dapat dilakukan pemanfaatan ekonomi secara terbatas. Konsep pengelolaan taman nasional seperti ini mestinya juga dapat diadopsi untuk model pengelolaan sumber daya alam yang lain. Dengan perpaduan ini diharapkan pembangunan tetap berjalan tetapi kerusakan lingkungan dapat ditekan.

Adapun formulasi Kebijakan dan Kelembagaan, meliputi metode yang membatasi penggunaan sumberdaya lahan melalui zonasi, pemberian insentif dan pajak untuk menekan praktek penggunaan lahan yang secara potensial dapat merusak; mengaturan kepemilikan lahan yang mendukung pengurusannya secara lestari; serta


(6)

menetapkan kebijakan pengaturan kepentingan swasta dan masyarakat yang menguntungkan bagi konservasi keanekaragaman hayati.

TAMAN NASIONAL

Undang-undang RI No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli. dikelola dengan si stem zonasi yang dimanfaatkan unluk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Menurut PP No. 68 Tahun 1998 kawasan taman nasional dapat dimanfaatkan sesuai dengan sistem zonasi pengelolaannya.

Berdasarkan sistem zonasi pengelolaannya kawasan taman nasional dapat dibagi atas zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan atau zona lain yang ditetapkan Menteri berdasarkan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Zona pemanfaatan taman nasional adalah bagian kawasan taman nasional yang dijadikan tempat pariwisata alam dan kunjungan wisata. Rencana pengelolaan adalah suatu rencana bersifat umum dalam rangka pengelolaan taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam yang disusun oleh menteri kehutanan (PP No. 18 Tahun 1994).


(7)

Kriteria Penetapan Kawasan Taman Nasional

Kriteria Penetapan Kawasan Taman Nasional (TN) adalah sebagai berikut : a. Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin

kelangsungan proses ekologis secara alami;

b. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami; c. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;

d. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam;

e. Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam Zona Inti, Zona Pemanfaatan, Zona Rimba dan Zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.

MANFAAT TAMAN NASIONAL

Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Ekonomi

Dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis, sebagai contoh potensi terumbu karang merupakan sumber yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi sehingga membantu


(8)

meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa negara.

2. Ekologi

Dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan.

3. Estetika

Memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam / bahari.

4. Pendidikan dan Penelitian

Merupakan obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.

5. Jaminan Masa Depan

Keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat maupun di perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara batasan bagi kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang.

ECOCENTRISM DALAM PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL

Ketika Deep ecology mendorong kita untuk meninggalkan cara pandang atroposentris, dan cara pandang holistik mengajak kita meninggalkan cara pandang cartesian, sesungguhnya kita diajak untuk kembali ke kearifan tradisional. Dengan kata lain, kembali ke alam, kepada jatidirinya sebagai makhluk ekologis.


(9)

Prinsip etika berdasarkan teori biosentrisme dan ekosentrisme sesunguhnya telah ada dan dipraktekkan oleh masyarakat tradisional di berbagai belahan dunia. Cara pandang mengenai manusia merupakan bagian integral dari alam, serta perilaku yang bertanggungjawab, penuh sikap hormat dan peduli teradap kelangsungan hidup semua kehidupan dialam semesta, telah menjadi cara pandang dan perilaku berbagai masyarakat adat di seluruh dunia.

Kondisi kekinian Taman Nasional Kutai mendemonstrasikan konflik kepentingan antara kelompok pengusung gagasan antropocentrism dan ecosentrism. Dua kutub kepentingan ini saling tarik dan "medan" yang menjadi arena pertarungan itu adalah hutan dan taman nasional. Aktivitas ancaman keberadaan taman nasional seperti penebangan liar, perburuan satwa liar, pembukaan lahan untuk perkebunan, kebakaran hutan merupakan antangan bagi pengelolaan taman nasional.

Di sisi lain, bencana ekologi berupa banjir dan tanah longsor yang melanda beberapa daerah di tanah air belakangan ini, telah mulai menyadarkan manusia akan pentingnya kerusakan ekologi di sekitar kita yang sudah mencapai ambang kritis. Dan lebih jauh, bencana ekologi ini semakin menyentakkan kita tentang betapa urgensinya kesadaran etika lingkungan. Sebab, bila kerusakan ekologi itu tetap dibiarkan, dan tidak segera tumbuh suatu kesadaran etis-ekologis dalam masyarakat, dikhawatirkan kehidupan ekologi kian berada dalam ancaman serius.

Lahan adalah suatu organisme yang hidup yang bagian-bagiannya, tanah, gunung, sungai, atmosfer dan sebagainya, menyerupai organ-organ terpadu dari suatu keseluruhan ekosistem yang tertib dan teratur. Dan untuk menjaga keseimbangan ekosistem itu, diperlukan suatu peran etik ekologis. Yang mana, tujuan komprehensif


(10)

etika adalah memelihara keseimbangan alam dan melestarikan keutuhan, kelangsungan, kekayaan, dan keserasian ekosistem. Jadi, segala yang ada dan hidup di dalam alam ini, termasuk juga manusia, mengandung suatu tuntutan moral yang harus selalu dipertimbangkan dalam setiap tindakan yang berhadapan dengan alam, atau yang kerap disebut etika ekologi atau etika alam.

Etika lahan, menurut Aldo Leopold, adalah suatu usaha untuk memperluas rasa persekutuan dengan segala makhluk lainnya secara kolektif, kebersatuan dengan alam itu sendiri. Etika tersebut mengubah kedudukan serta peran manusia dari penakluk alam beserta isinya, menjadi anggota alam yang harus terus belajar hidup saling berdampingan dengan penuh rasa hormat dan cinta dalam suatu komunitas besar, alam.

Restorasi perilaku dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah usaha untuk memulihkan kembali keseimbangan ekosistem yang telah rusak oleh tindakan manusia. Alam boleh dimanfaatkan, tetapi harus dengan bijaksana. Atau, yang oleh Giffor Pichot, seorang penganjur etika perlindungan alam (conservation ethic) dikatakan segala sumber daya alam hendaknya dimanfaatkan dengan bijaksana guna menciptakan kesejahteraan optimal bagi sebanyak mungkin orang dan dalam kurun waktu yang selama mungkin pula. Maka, ia menganjurkan agar pengelolaan lingkungan serta sumber daya alam harus ditangani oleh negara demi kemakmuran bersama warga negara. Dan negara pun harus memahami dan menjiwai benar etika alam. Sehingga, alam pun tidak dirusak oleh negara yang tentu saja memiliki kekuasaan, wewenang dan otoritas yang tinggi terutama dalam pengelolaan taman nasional.


(11)

PENUTUP

Pendekatan ecosentrism pada program konservasi Taman Nasional memiliki peranan yang sangat penting, terutama karena kawasannya merupakan habitat berbagai flora dan fauna serta plasma nutfah yang sangat berharga. Namun demikian, diperlukan pula suatu pengelolaan yang bijaksana dan menyeluruh serta mampu menggali potensi yang ada tersebut sehingga pada akhirnya, sumberdaya alam yang ada dapat dimanfaatkan oleh masyarakat terutama yang berada di sekitar kawasan, dan juga memberikan pengaruh yang positif bagi konservasi di Indonesia.


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Asep. 2000. Kasatuan Adat Banten Kidul (Dinamika Masyarakat dan Budaya Sunda Kasepuhan di Kawasan Gunung Halimun Jawa Barat). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Boer, R. Las I, dan Baharsjah JS. 2003. Adaptasi Terhadap Keragaman dan Perubahan Iklim (Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia ) Paper disajikan dalam Simposium VI Perhimpi, Biotrop 9-10 September 2003.

Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1991. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Devall, B. 1985. Deep Ecology. Pererrine Smits Books. Salt Lake City.

Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Haba, J. 2007. Masa Depan Taman Nasional Kutai. Suara Pembaharuan. Terbit : 30-10-2007.

Harada, Jauhar, Widada. 2000. Guide Book: Gunung Halimun National National Park. Biodiversity Conservation Project.. Bogor

Keraf, A.S. 2002. Etika Lingkungan Hidup. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Koten, T. 2006. Mengembangkan Etika Lingkungan yang Tepat. Suara Pembaharuan. Terbit 27-01-06.

[MoE] Ministry of Environment Republic of Indonesia. 2003. National Strategy Study on CDM in Forestry Sector. Final Report Jakarta.

Nasution M. 1999. Untuk Mewujudkan Pembangunan Kehutanan dan Perkebunan yang Berkeadilan dan Berkelanjutan. Jakarta. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Purwaningsih, E. 2006. Studi Manfaat Kegiatan Rehabilitasi dalam Peningkatan

Pendapatan Masyarakat dan Reduksi Gangguan Terhadap Kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Skripsi. Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.


(13)

Santosa I. 2004. Pemberdayaan Petani Tepian Hutan Melalui Pembaharuan Perilaku Adaftif. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Stern, N. 2007. Kearifan Lokal Pengelolaan Hutan, Harapan Untuk Mengurangi Emisi Karbon. Siaran Pers. KKI Warsi. Jambi.

Suryanti, T. 2008. Lanskap dan Keanekaragaman Hayati di Gunung Halimun. Tropika. Conservation International Indonesia.

Telapak. 2007. Tantangan Etis Pengelolaan Hutan Berbasis Komunitas. http://www.telapak.org/index.php?option=com_content&task=section&id=5&Itemi d=28 [14 Desember 2007].

UNESCO. 1996. Biosphere Reserves: The Seville Strategy and the Statutory Framework of the World Network. Diterbitkan oleh UNESCO, Paris, 1996

Widada, Mulayati, Kobayashi. 2001. Sekilas Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Biodiversity Conservation Project. Bogor


(1)

meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa negara.

2. Ekologi

Dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan.

3. Estetika

Memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam / bahari.

4. Pendidikan dan Penelitian

Merupakan obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.

5. Jaminan Masa Depan

Keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat maupun di perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara batasan bagi kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang.

ECOCENTRISM DALAM PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL

Ketika Deep ecology mendorong kita untuk meninggalkan cara pandang atroposentris, dan cara pandang holistik mengajak kita meninggalkan cara pandang cartesian, sesungguhnya kita diajak untuk kembali ke kearifan tradisional. Dengan kata lain, kembali ke alam, kepada jatidirinya sebagai makhluk ekologis.


(2)

Prinsip etika berdasarkan teori biosentrisme dan ekosentrisme sesunguhnya telah ada dan dipraktekkan oleh masyarakat tradisional di berbagai belahan dunia. Cara pandang mengenai manusia merupakan bagian integral dari alam, serta perilaku yang bertanggungjawab, penuh sikap hormat dan peduli teradap kelangsungan hidup semua kehidupan dialam semesta, telah menjadi cara pandang dan perilaku berbagai masyarakat adat di seluruh dunia.

Kondisi kekinian Taman Nasional Kutai mendemonstrasikan konflik kepentingan antara kelompok pengusung gagasan antropocentrism dan ecosentrism. Dua kutub kepentingan ini saling tarik dan "medan" yang menjadi arena pertarungan itu adalah hutan dan taman nasional. Aktivitas ancaman keberadaan taman nasional seperti penebangan liar, perburuan satwa liar, pembukaan lahan untuk perkebunan, kebakaran hutan merupakan antangan bagi pengelolaan taman nasional.

Di sisi lain, bencana ekologi berupa banjir dan tanah longsor yang melanda beberapa daerah di tanah air belakangan ini, telah mulai menyadarkan manusia akan pentingnya kerusakan ekologi di sekitar kita yang sudah mencapai ambang kritis. Dan lebih jauh, bencana ekologi ini semakin menyentakkan kita tentang betapa urgensinya kesadaran etika lingkungan. Sebab, bila kerusakan ekologi itu tetap dibiarkan, dan tidak segera tumbuh suatu kesadaran etis-ekologis dalam masyarakat, dikhawatirkan kehidupan ekologi kian berada dalam ancaman serius.

Lahan adalah suatu organisme yang hidup yang bagian-bagiannya, tanah, gunung, sungai, atmosfer dan sebagainya, menyerupai organ-organ terpadu dari suatu keseluruhan ekosistem yang tertib dan teratur. Dan untuk menjaga keseimbangan ekosistem itu, diperlukan suatu peran etik ekologis. Yang mana, tujuan komprehensif


(3)

etika adalah memelihara keseimbangan alam dan melestarikan keutuhan, kelangsungan, kekayaan, dan keserasian ekosistem. Jadi, segala yang ada dan hidup di dalam alam ini, termasuk juga manusia, mengandung suatu tuntutan moral yang harus selalu dipertimbangkan dalam setiap tindakan yang berhadapan dengan alam, atau yang kerap disebut etika ekologi atau etika alam.

Etika lahan, menurut Aldo Leopold, adalah suatu usaha untuk memperluas rasa persekutuan dengan segala makhluk lainnya secara kolektif, kebersatuan dengan alam itu sendiri. Etika tersebut mengubah kedudukan serta peran manusia dari penakluk alam beserta isinya, menjadi anggota alam yang harus terus belajar hidup saling berdampingan dengan penuh rasa hormat dan cinta dalam suatu komunitas besar, alam.

Restorasi perilaku dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah usaha untuk memulihkan kembali keseimbangan ekosistem yang telah rusak oleh tindakan manusia. Alam boleh dimanfaatkan, tetapi harus dengan bijaksana. Atau, yang oleh Giffor Pichot, seorang penganjur etika perlindungan alam (conservation ethic) dikatakan segala sumber daya alam hendaknya dimanfaatkan dengan bijaksana guna menciptakan kesejahteraan optimal bagi sebanyak mungkin orang dan dalam kurun waktu yang selama mungkin pula. Maka, ia menganjurkan agar pengelolaan lingkungan serta sumber daya alam harus ditangani oleh negara demi kemakmuran bersama warga negara. Dan negara pun harus memahami dan menjiwai benar etika alam. Sehingga, alam pun tidak dirusak oleh negara yang tentu saja memiliki kekuasaan, wewenang dan otoritas yang tinggi terutama dalam pengelolaan taman nasional.


(4)

PENUTUP

Pendekatan ecosentrism pada program konservasi Taman Nasional memiliki peranan yang sangat penting, terutama karena kawasannya merupakan habitat berbagai flora dan fauna serta plasma nutfah yang sangat berharga. Namun demikian, diperlukan pula suatu pengelolaan yang bijaksana dan menyeluruh serta mampu menggali potensi yang ada tersebut sehingga pada akhirnya, sumberdaya alam yang ada dapat dimanfaatkan oleh masyarakat terutama yang berada di sekitar kawasan, dan juga memberikan pengaruh yang positif bagi konservasi di Indonesia.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Asep. 2000. Kasatuan Adat Banten Kidul (Dinamika Masyarakat dan Budaya Sunda Kasepuhan di Kawasan Gunung Halimun Jawa Barat). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Boer, R. Las I, dan Baharsjah JS. 2003. Adaptasi Terhadap Keragaman dan Perubahan Iklim (Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia ) Paper disajikan dalam Simposium VI Perhimpi, Biotrop 9-10 September 2003.

Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1991. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Devall, B. 1985. Deep Ecology. Pererrine Smits Books. Salt Lake City.

Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Haba, J. 2007. Masa Depan Taman Nasional Kutai. Suara Pembaharuan. Terbit : 30-10-2007.

Harada, Jauhar, Widada. 2000. Guide Book: Gunung Halimun National National Park. Biodiversity Conservation Project.. Bogor

Keraf, A.S. 2002. Etika Lingkungan Hidup. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Koten, T. 2006. Mengembangkan Etika Lingkungan yang Tepat. Suara Pembaharuan. Terbit 27-01-06.

[MoE] Ministry of Environment Republic of Indonesia. 2003. National Strategy Study on CDM in Forestry Sector. Final Report Jakarta.

Nasution M. 1999. Untuk Mewujudkan Pembangunan Kehutanan dan Perkebunan yang Berkeadilan dan Berkelanjutan. Jakarta. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Purwaningsih, E. 2006. Studi Manfaat Kegiatan Rehabilitasi dalam Peningkatan

Pendapatan Masyarakat dan Reduksi Gangguan Terhadap Kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Skripsi. Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.


(6)

Santosa I. 2004. Pemberdayaan Petani Tepian Hutan Melalui Pembaharuan Perilaku Adaftif. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Stern, N. 2007. Kearifan Lokal Pengelolaan Hutan, Harapan Untuk Mengurangi Emisi Karbon. Siaran Pers. KKI Warsi. Jambi.

Suryanti, T. 2008. Lanskap dan Keanekaragaman Hayati di Gunung Halimun. Tropika. Conservation International Indonesia.

Telapak. 2007. Tantangan Etis Pengelolaan Hutan Berbasis Komunitas.

http://www.telapak.org/index.php?option=com_content&task=section&id=5&Itemi d=28 [14 Desember 2007].

UNESCO. 1996. Biosphere Reserves: The Seville Strategy and the Statutory Framework of the World Network. Diterbitkan oleh UNESCO, Paris, 1996

Widada, Mulayati, Kobayashi. 2001. Sekilas Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Biodiversity Conservation Project. Bogor