PEMBERITAAN BENCANA ERUPSI GUNUNG KELUD DALAM FOTO Analisis Isi Foto Bencana Erupsi Gunung Kelud dalam Surat Kabar Harian Jawa Pos edisi 14 Februari 2014 – 22 Februari 2014

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Media massa membuat informasi bagi masyarakat, tetapi dengan informasi tersebut media juga akan mempengaruhinya. Secara tidak langsung media telah menciptakan suatu agenda seolah-olah menyiarkan sesuatu yang cocok dengan selera khalayaknya, seperti yang dikatakan Agee, Ault dan Emery (Winarni, 2003: 95) mengacu pada “kemampuan media untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu”. Media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, mengatakan kepada kita apa yang penting dan apa yang tidak sehingga media tersebut akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Koran lebih efektif dalam menata agenda dibandingkan dengan media massa yang lain.

Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi juga mengalami kemajuan, begitu pula dengan teknologi komunikasi. Perkembangan teknologi komunikasi ini mendorong manusia untuk mengembangkan media sebagai sarana penyampaian informasi dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai kemudahan ditawarkan oleh media massa yang saat ini jarak dan waktu sudah tidak lagi menjadi penghalang untuk menyebarkan informasi tersebut. Media massa sendiri terdiri dari media massa elektronik seperti televisi, radio, internet, dan media massa cetak seperti surat kabar (koran), majalah, tabloid, buku, dan lain-lain.

Salah satu media yang tetap dipercaya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan informasi adalah surat kabar (koran). Kemudahan untuk dibaca dan


(2)

2

didokumentasikan membuat surat kabar tidak tergeser eksistensinya dari kemajuan alat-alat komunikasi yang lebih canggih seperti televisi, radio, dan film. Koran justru mampu memberi pemahaman yang lebih dibanding media lainnya. Seiring dengan disertai berbagai pilihan info yang dikemas dalam rubrik-rubrik yang menarik.

Menyajikan bukti visual atas sebuah peristiwa yang memiliki nilai berita kepada siapa pun melalui media massa, adalah salah satu difinisi sederhana dari foto jurnalistik. Pada dasarnya manusia adalah makluk visual, dimana dia mengenal lingkungan sekitarnya dengan melihat sebelum mampu untuk membaca dan menulis. Sehingga bukti visual itu dapat lebih mudah dimengerti dan difahami oleh manusia dalam waktu singkat. Dalam berita, foto mempunyai kedudukan untuk membuktikan atau fungsi dokumenter bagi teks (khususnya) artikel. Gambar berita dibuat untuk memberikan informasi pada para pembacanya.

Seluruh media massa yang ada saat ini pasti menyajikan informasi visual dalam tiap edisinya, baik itu laporan peristiwa besar maupun gambar seorang tokoh. Coba bayangkan seandainya media massa hanya berisi tulisan tanpa ada informasi visual, tentunya kurang menarik. Sehingga fotografi jurnalistik sudah memiliki tempat di dalam media massa. Dalam dunia jurnalistik, foto merupakan kebutuhan yang vital. Sebab foto merupakan salah satu daya pemikat bagi para pembacanya. Selain itu, foto merupakan pelengkap dari berita tulis. Penggabungan keduanya, kata-kata dan gambar, selain menjadi lebih teliti dan sesuai dengan kenyataan dari sebuah peristiwa, juga seolah mengikutsertakan pembaca sebagai saksi dari peristiwa tersebut.


(3)

3

Foto jurnalistik merupakan salah satu produk pemberitaan yang dihasilkan oleh wartawan selain tulisan yang berbau berita (straight news/ hard news, berita bertafsir, berita berkedalaman/deep reports) maupun non berita (artikel, feature, tajuk rencana, pojok, karikatur dan surat pembaca). Dan sebagai produk dalam pemberitaan, tentunya foto jurnalistik memiliki peran penting dalam media massa. Jadi karya foto jurnalistik sudah mendapat pengakuan dan tempat sebagai karya jurnalistik dalam bentuk visual untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. ( Nugroho, 2006 : 29 )

Dalam industri media cetak seperti koran, informasi merupakan alat utama untuk memegang kendali. Dalam koran terdapat 2 berita yang perlu didapat, yaitu berita tulis dan visual. Karena Koran bersifat visual, maka kehadiran foto menjadi penting. Berita-berita yang disajikan dengan menggunakan foto, yang didalamnya terdapat unsur 5 W + 1 H disebut foto jurnalistik. Sebagai salah satu bentuk dari kajian jurnalistik, foto jurnalistik harus sesuai dengan aturan atau norma yang ada, seperti Kode Etik Jurnalistik.

Foto sebagai ungkapan berita sesungguhnya punya sifat yang sama dengan berita tulis. Keduanya harus memuat unsur apa (what), siapa (who), di mana

(where), kapan (when), dan mengapa (why). Bedanya, dalam bentuk visual/gambar, foto berita punya kelebihan dalam menyampaikan unsur how -bagaimana kejadian tersebut berlangsung. Memang, unsur how dalam peristiwa juga bisa dituangkan lewat tulisan (berita tulis), namun foto bisa menjawab dan menguraikannya dengan lebih baik. ( Sugiarto, 2005 : 22 )

Sebagai salah satu unsur berita, sebuah foto dapat membangkitkan emosi perasaan dan semangat manusia, bahkan pada perubahan sikap serta tingkah laku


(4)

4

manusia. Foto dalam media bukan hanya sekedar mengkomunikasikan atau menyiarkan berita atau fakta dalam bentuk berita. Foto menjadi faktor penting bagi daya tarik sebuah media. Seorang Redaktur Senior majalah Life yang sangat tertarik pada fotografi, Wilson Hicks, mengatakan “foto jurnalistik adalah media komunikasi verbal dan visual yang hadir bersamaan. (penggabungan antara foto dan kata-kata).

Media cetak dan fotografi jurnalistik adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dimana media cetak membutuhkan foto sebagai pelengkap fakta, dan foto membutuhkan media cetak untuk mempublikasikannya. Dari medium foto, asumsi dan pilihan tetap memegang peran kunci, karena sebuah foto adalah realitas yang dibawa ke atas meja. Untuk membuat foto jurnalistik ini tetap bertahan maka ia harus berjalan sesuai kaidah-kaidah yang telah ditentukan agar pesan yang disampaikan dapat diterima masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui informasi dari isi foto yang dimuat, tetapi foto foto yang ditampilkan tidak lepas dari kebijakan redaksi untuk memuat foto-foto yang layak. Ketepatan informasi dan kecepatan penyiaran merupakan hal utama. Nilai foto jurnalistik secara umum dilihat dari gema peristiwanya. ( Sugiarto, 2005 : 26 )

Sekitar pukul 22.50 WIB, Kamis 14 Februari 2013 malam Gunung Kelud yang terletak di perbatasan Kediri-Blitar, Jawa Timur, telah meletus. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, BNPB, menyebutkan hujan abu menyebar di beberapa wilayah, seperti Kediri, Malang, Blitar, Surabaya, Ponorogo, hingga Pacitan, Solo, Yogya, Boyolali, Magelang, Purworejo, serta Temanggung. Sejumlah laporan menyebutkan, masyarakat di sejumlah kota di Jatim, Jateng hingga pulau Madura, merasakan langsung terpaan hujan abu. Bahkan ketinggian


(5)

5

letusan Genung Kelud diperkirakan sampai 25 km, setara dengan letusan Gunung Galunggung pada tahun 1982. Bencana erupsi (letusan) Gunung Kelud memakan korban jiwa. tercatat tiga orang tewas karena mengalami sesak nafas dan tertimpe tembok rumah yang runtuh ketika menunggu evakuasi korban. 76.388 orang mengungsi akibat bencana tersebut. Ratusan tempat tinggal didaerah erupsi mengalami kerusakan yang sangat parah. Bahkan pemerintah menetapkan letusan Gunung Kelud sebagai bencana provinsi. (www.bbcindonesia.co.id)

Sebagai salah satu koran besar di tanah air, Jawa Pos bertindak sebagai kontrol sosial dengan melakukan pemberitaan-pemberitaan tentang bencana letusan Gunung Kelud. Selain pemberitaan secara tertulis tentang bagaimana bencana letusan Gunung Kelud, terdapat juga pemberitaan visual, yaitu lewat foto. Pemilihan harian Jawa Pos bukan tanpa alasan, Jawa Pos merupakan Surat kabar yang lahir di Surabaya dan kemudian mengembangkan jangkauan wilayahnya hingga hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Oplah yang dihasilkan oleh Jawa Pos saat ini sudah mencapai di atas 360.000 eksemplar per hari. Dengan oplah yang sebesar ini Jawa Pos dapat dikatakan sebagai Surat Kabar yang besar.

Jawa Pos memberikan informasi-informasi panjang mengenai kasus tentang bencana letusan Gunung Kelud. Rentang waktu ini juga yang peneliti anggap sebagai waktu yang menunjukkan hangatnya topik ini untuk diulas. Oleh karena itu, moment ini merupakan waktu yang tepat untuk melihat cara media dalam menangkap fakta sosial sesuai dengan karakteristik media melalui pemberitaannya.

Suatu pemberitaan bencana akan lebih terlihat secara nyata dan universal ketika dikemas dalam bentuk visual. Pembaca akan lebih tergugah emosinya ketika melihat foto para pengungsi letusan Gunung Kelud. Lebih pedih lagi ketika melihat foto para korban yang kehilangan tempat tinggalnya, ternak, dan harta


(6)

6

bendanya karena bencana letusan gunung tersebut. Dampak yang luar biasa dari bencana letusan gunung ini juga memaksa hampir seluruh warga Jawa Timur mengalami dampak buruk, termasuk dampak perekonomian sekitar lokasi erupsi. Dan hal ini terekam dengan sangat dramatis lewat foto. Portrait-portrait dari para korban pengungsi dimana raut wajah kesedihan sangat dramatis jika dihadirkan secara visual lewat foto.

Foto jurnalistik mempunyai peranan yang sangat penting. Ibarat sebuah lukisan di dinding memiliki sejuta makna yang terpendam dan membenak didalam ingatan. Begitulah falsafah sebuah gambar, pengamatnya dibuat berimajinasi dengan pengalaman dan ilmu yang dimiliki untuk menafsirkan gambar tersebut. Foto ialah gambar hasil kerja kamera, sedangkan jurnalistik mempunyai arti hal yang berhubungan dengan persurat kabaran; ilmu kewartawanan; ilmu komunikasi massa. Jika ditarik kesimpulan foto jurnalistik mempunyai maksud foto yang berhubungan dengan persurat kabaran. Dengan adanya foto jurnalistik dalam sebuah berita maka semakin jelas dan mudahlah informasi atau pesan yang akan disampaikan kepada para pembaca.

Kaitannya dengan menyampaikan informasi yang berguna, apakah pembaca memperoleh manfaat. Disinilah peran foto jurnalistik, setidaknya foto jurnalistik memberikan pesan dan informasi yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi pembaca. Efek yang luar biasa dari hasil reportase fotografer berupa foto inilah yang menarik peneliti untuk meneliti foto-foto bencana letusan Gunung Kelud. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana kecenderungan isi foto bencana erupsi (letusan) Gunung Kelud dalam surat kabar Jawa Pos edisi 14 Februari 2014 s/d 22 Februari 2014. Dalam penelitian ini penulis sengaja


(7)

7

menggunakan jenis penelitian analisis isi. Hal ini dikarenakan bahwa analisi isi merupakan teknik menganalisa sebuah media, untuk mengetahui dari pesan-pesan yang disampaikan media tersebut. Juga penting bagi perilaku pers dalam memberikan informasi yang didalamnya mengandung pesan-pesan dalam berita tersebut. Termasuk juga media cetak untuk mempublikasikan foto karena dalam sebuah foto penulis ingin mengetahui pesan – pesan yang ingin disampaikan pers dalam peristiwa erupsi Gunung Kelud. Penelitian sejenis ini juga pernah dilakukan dengan judul “ Bencana Lumpur Lapindo Dalam Foto ”. Analisis isi foto Bencana Lumpur Lapindo dalam Surat Kabar Harian KOMPAS edisi 1 Desember 2006 – 31 Mei 2007.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah, yaitu: Seberapa besar frekuensi foto bencana letusan Gunung Kelud yang dimunculkan dalam surat kabar Jawa Pos edisi 14 Februari 2014 s/d 22 Februari 2014 ?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui frekuensi foto bencana letusan Gunung Kelud yang dimunculkan dalam surat kabar Jawa Pos edisi 14 Februari 2014 s/d 22 Februari 2014.


(8)

8 C. Kegunaan Penelitian

1. Dapat memberikan sumbangan bagi kajian ilmu komunikasi, khususnya di bidang fotografi jurnalistik.

2. Dapat memberi pemahaman yang lebih mendalam kepada mahasiswa dan masyarakat tentang pentingnya sebuah karya fotografi dalam koran.

D. Kajian Pustaka E.1. Komunikasi Massa

Komunikasi selalu terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dengan berkomunikasi manusia dapat mengemukakan keinginan, gagasan, ide bahkan dalam pemenuhan segala aspek kebutuhan hidupnya manusia menyampaikan dengan cara berkomunikasi. Inti dari setiap komunikasi adalah adanya pesan yang ingin disampaikan, dalam bentuk informasi. Informasi disampaikan melalui berbagai media, baik itu cetak maupun elektronik yang merupakan bentuk dari komunikasi massa. Adapun salah satu ciri yang dimiliki oleh komunikasi massa adalah pesannya yang bersifat umum, dapat diartikan bahwa pesan dalam komunikasi massa tidak hanya ditujukan kepada satu orang atau kelompok saja, tetapi disampaikan peda khalayak ramai sehingga pesannya harus bersifat umum. Menurut Severin (1977), Tan (1981), Wright (1986) komunikasi massa

adalah bentuk komunikasi yang merupakan penggunaan saluran (media) dalam menghubungakan komunikator dengan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh, sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu. (Winarni, 2003: 5-6)

Komunikasi massa menurut Dedy Mulyana (2005:75) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik


(9)

9

(radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat, anonim dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum dan disampaikan secara cepat, serentak dan selintas (khususnya media elektronik).

Definisi lain pernah dikemukakan oleh Josep A Devito dalam Nurudin (2007:11-12) yakni, ” First, mass communication is communication addressed to masses, to an extremely large science. This does not means that the audience includes all people or everyone who reads or everyone who watches television; rather it means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/or visual transmitter. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by its forms: television, radio, newspaper, magazines, films, books, and tapes”.

(Jika diterjemahkan secara bebas bisa berarti, “Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku dan pita).

Dalam proses komunikasi terdapat komponen-komponen unsur-unsur yang menunjang kelangsungannya, komponennya ialah:


(10)

10 1. Komunikator

Komunikator dalam komunikasi massa pada umumnya adalah sesuatu organisasi yang kompleks, yang dalam operasionalnya membutuhkan biaya yang sangat besar. Komunikator dalam komunikasi massa tidak atas nama individu tetapi harus melembaga.

2. Pesan

Pesan komunikasi massa disampaikan secara massa. Maksudnya pesan dalam komunikasi dutujukan untuk semua orang yang terjangkau oleh peristiwa komuniksi tersebut. Untuk itu karakteristik pesan dari komunikasi massa adalah bersifat umum, sehingga pesan dapat diketahui oleh setiap orang.

3. Media komunikasi massa

Untuk berlangsungnya komunikasi massa diperlukan saluran yang memungkinkan disampaikannya pesan kepada khalayak yang dituju. Saluran tersebut adalah media massa yaitu sarana teknis yang memungkinkan disampaikannya pesan kepada khalayak yang dituju.

Saluran media massa ini, melihat bentuknya dapat dikelompokkan atas:

a. Media cetakan (printed media) yang mencakup surat kabar, majalah, buku, pamflet, brosur dan sebagainya.

b. Media elektronik seperti radio, televisi, film, slide, video dan lain-lain. 4. Khalayak dalam komunikasi massa.

Komunikasi massa, penerima adalah mereka yang menjadi khalayak darimedia massa yang bersangkutan. Khalayak komunikasi bersifat luas, anonim, heterogen.

5. Filter atau reguler pada komuniksi massa


(11)

11

diterima khalayk. Filter utama yang dimiliki khalayak adalah indera (pendengar, penglihatan, perasaan, perabaan dan penciuman) yang dipengaruhi oleh tiga kondisi, yaitu: budaya, psikolog dan fisik.

6. Penjaga gawang atau gatekeeper

Dalam proses komunikasi massa, perjalanan sebuah pean dari sumber media massa kepada penerimanya melibatkan unsur yang disebut gatekeeper. Fungsi utama gatekeeper adalah menyaring atau menyeleksi pesan yang diterima seseorang atau dikomunikasikan kepada khalayak. (Winarni, 2003:14-19) E.2. Media Massa

Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi (Cangara, 2002:134).

Dalam memahami Komunikasi Massa tidakan terlepas dari Media Massa karena obyek kajian terbesar adalah peran dan pengaruh yang dimainkan media massa. Media Massa atau pers adalah suatu istilah dipergunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahk1920-an jenis media y1920-ang secara khusus di desain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini biasa disebut dengan media. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah memiliki ketergatungan dan kebutuhan terhadap media massa yang lebih tinggi dari pada masyarakat dengan tingkat tinggi karena pilihan mereka yang terbatas. Masyarakat dengan ekonomi tingkat lebih tinggi memiliki banyak pilihan dan akses banyak media massa,termasuk bertanya langsung pada sumber ahli dibandingkan mengandalkan informasi yang mereka dapat dari media massa tertentu. Arti penting media massa, pernah menyodorkan beberapa asumsi pokok berarti :


(12)

12

1. Media merupakan industry yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa serta menghidupkan indutri lain yang terkait. Media juga merupakan indurtri sendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi social lainnya. Dipihak lain media di atur oleh masyarakat.

2. Media massa merupakan sumber kekuatan alat control, managemen dan inovasi dalam masyarakat yang dapat di daya gunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya.

3. Media merupakan lokasi ( norma ) yang semakin berperan untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional.

4. Media sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan symbol tetapi juga dalam pengertian pengambangann tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma. 5. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk

memperoleh gambaran dan citra realitas social, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Media juga menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.

E.3. Berita

Seperti yang dikemukakan oleh Edward Jay Friedlander dkk, dalam bukunya Excellence in Reporting berita adalah apa yang harus anda ketahui yang tidak anda ketahui. Berita adalah apa yang terjadi belakangan ini yang penting bagi anda dalam kehidupan anda sehari-hari.

Nilai berita (news value), menurut Downie JR dan Kaiser, merupakan istilah yang tidak mudah didefinisikan. Istilah ini meliputi segala sesuatu yang


(13)

13

mudah dikonsepsikan. Ketinggian nilainya tidak mudah untuk dikonkretkan. Nilai berita juga menjadi tambah rumit bila dikaitkan dengan sulitnya membuat konsep apa yang disebut berita. Beberapa elemen nilai berita yang mendasari pelaporan kisah berita adalah: immediacy, Proximity, consequence, Conflict, Oddity, Sex, Emotion, Prominence, Suspense, dan progress (Santana, 2005:17-18)

Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Kode Etik Jurnalistik berita haruslah cermat dan tepat atau dalam bahasa jurnalistik harus akurat. Selain ermat dan tepat, berita juga harus lengkap (complete), adil (fair) dan berimbang (balanced). Kemudian berita harus tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri (objektif). Dan yang merupakan syarat praktis tentang penulisan berita, tentu saja berita harus ringkas (concise), jelas (clear), dan hangat (current) (Kusumaningrat, 2006: 47-57).

E.4. Foto Jurnalistik

Foto adalah puisi tanpa kata-kata, sarana komunikasi tercepat yang efektif dan efisien. Pewarta foto menyampaikan perasaannya atau apa yang dilihatnya secara visual agar terjadi komunikasi dengan jalan pintas. Foto dapat disebut foto jurnalistik jika foto tersebut mengungkapkan dan melaporkan semua aspek dari suatu kenyataan dengan menyiratkan rumus 5W+1H.

Dalam dunia media massa cetak foto jurnalistik sangat penting. Foto membuat nuansa segar halaman surat kabar. Pembaca menjadi tertarik dengan kemasan yang indah di pandang mata. Keberadaan foto pada surat kabar menjadi pemisah antara dua berita agar tidak monoton. Sebuah foto jurnalistik juga berfungsi sebagai headline (judul berita).


(14)

14

Dibanding berita tulis, berita foto dapat dibuat dengan mudah dan cepat; daya rekam yang akurat (selama tidak dimanipulasi); unggul dalam menyajikan kejadian-kejadian yang bersifat fisik; dapat mengejar jangka waktu; foto berita tidak memerlukan penerjemahan di dalam pemberitaan lintas negara seperti halnya berita tulis; foto lebih kompak dari berita tulis untuk menjelaskan essensi dari suatu berita; efek dari suatu berita foto lebih besar dari pada berita tulis.

Seorang ahli dalam bidang fotografi, Prof. Dr. R.M. Soelarko dalam bukunya Fotografi untuk Nafkah (Patmono, 1993:112-119), foto jurnalistik terbagi menjadi beberapa bagian:

a. Spot News / Hard News ( Foto Berita )

Foto berita adalah foto tunggal yang menyajikan satu peristiwa yang berdiri sendiri. Tanpa keterangan yang berbelit-belit dan panjang lebar, pembaca surat kabar dapat menangkap kesan adanya peristiwa yang bernilai berita. Nilai berita pada foto jurnalistik jenis ini terletak pada keanehan atau ketepatan perekaman suatu peristiwa. Sebagai contoh, foto tentang tabrakan atau kejadian tragis lainnya yang mengakibatkan banyak korban yang tewas.

b. Human Interest ( Daya Tarik Manusiawi )

Foto jurnalistik jenis ini berkaitan erat dengan masalah-masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan. Ada pesan kuat yang ingin disampaikan melalui foto jenis ini, yaitu pesan kemanusiaan. Misalnya foto tentang kegiatan pagi hari di tepi kali. Dalam foto itu digambarkan keadaan kali yang sangat kotor, tetapi ada yang mandi, gosok gigi, mencuci dan buang hajat. Dengan foto seperti itu kesadaran masyarakat akan kebersihan digugah, agar masalah tersebut menjadi pemikiran semua orang.


(15)

15

Foto essay adalah serangkaian gambar atau foto yang merupakan essay. Foto-foto tersebut menyajikan berbagai aspek dari suatu masalah yang kita bahas. Misalnya rangkaian foto itu terdiri dari: (a) Sekelompok remaja putri dengan gadget yang super mahal sedang santai di kafetarian berkelas; (b) Para remaja putri yang masing-masing asyik sendiri dengan gadget di tangannya; (c) Seorang remaja putri dengan beberapa telepon pintar (smartphone) terbaru yang sangat mahal. Dari tiga foto itu pembaca diajak untuk merenungkan kejadian tersebut, bahwa ada fenomena konsumtif berlebih di kalangan remaja, khususnya remaja putri.

d. Foto Cerita

Hampir sama dengan foto essay, foto cerita adalah rangkaian foto yang serial untuk menceritakan atau melaporkan sesuatu kejadian kepada pembaca. Perbedaan antara foto essay dengan foto cerita terletak pada fakta yang disampaikan. Apabila permasalahan yang disampaikan dalam foto essay tidak harus faktual tetapi lebih bersifat opini, dalam foto cerita, pesan yang ingin disampaikan bersifat faktual. Kejadian direkam dalam foto dan disajikan sebagai satu laporan bergambar. Misalnya seorang wartawan foto harus meliput peperangan, ia hanya akan melaporkan situasi perang tersebut dengan foto-foto yang dibuatnya.

e. Foto Humor

Foto humor adalah foto yang mengandung kelucuan. Walaupun tingkat kelucuan Antara seseorang dengan orang lain berbeda, namun kelucuan dalam foto humor harus bersifat unik dan bersifat unik dan bersifat universal. Dengan demikian semua dapat melihat kelucuannya, tanpa seseorang harus tersinggung dengan foto tersebut. Misalnya sebuah foto humor tentang barisan bebek yang


(16)

16

sedang menyeberang jalan sementara kendaraankendaraan besar seperti truk, bis, dan kendaraan lainnya berhenti menunggu iringan bebek itu. Foto seperti itu mengandung humor yang sangat lucu.

f. Feature

Foto feature merupakan foto tunggal yang mengandung gagasan untuk disampaikan kepada orang lain. Ia dapat berupa foto tentang seni, ilmu pengetahuan atau politik dan soal-soal sosial lainnya. Berbeda dengan foto essay, foto feature hanya terdiri dari satu gambar yang mengundang berbagai penafsiran. Oleh karena itu, foto feature harus ekspresif. Misalnya foto tentang seseorang yang baru dilepas dari penjara, atau pembebasan tawanan perang. g. Sport ( Foto Olahraga )

Pada foto olahraga, hal yang perlu diperhatikan adalah gerak atau aksi dan ekspresi. Jika dulu kamera hanya dapat menghasilkan foto tentang suatu gerak yang tidak dibarengi dengan ekspresi, kini dengan kemajuan teknologi fotografi (penggunaan lensa telephoto) dua hal tersebut dapat terpenuhi dalam sebuah foto olahraga. Misalnya foto seorang atlet lari yang tampak tegang namun dengan ekspresi senang melintasi pita di garis akhir lintasan.

E.5. Foto Jurnalistik Sebagai Berita Visual

Pada dasarnya foto adalah sebuah gambar mati atau beku, yang hanya bisa dilihat dan tidak bisa didengar. Foto dapat menvisualkan sesuatu dengan lebih konkrit, lebih realistis, lebih akurat dan lebih dramatis. Membuat setidaknya satu gambar mati atau beku dari bagian-bagian suatu peristiwa merupakan tantangan bagi pewarta foto, seperti mencari satu gambar dari jutaan kemungkinan yang dapat dan tepat mewakili peristiwa yang terjadi. Faktanya, fotografi tak pernah bisa merekontruksi suatu peristiwa, tetapi dengan pasti foto sanggup membawa orang


(17)

17

untuk tertarik, tahu dan mengimajinasikan suatu peristiwa. Seperti yang dikemukakan Ronald Barthes dalam bukunya, Camera Lucida, fotografi mempunyai keistimewaan dibanding film maupun televisi, dimana foto merupakan ingatan kolektif dunia dan foto mengabadikan sebuah momen yang kemudian menjadi sebuah simbol sekaligus referensi yang tertancap di benak kita. (Nugroho, 2006 : 12 )

Seperti halnya sebuah tulisan, foto merupakan sebuah media untuk menyampaikan pesan dalam bentuk komunikasi non verbal dalam wujud gambar. Seorang pewarta foto wajib menggunakan bahasa visual foto untuk berkomunikasi dengan siapapun yang melihat foto hasil liputannya, baik di media cetak, internet, maupun dalam pameran foto. Sebuah foto terbangun atas beberapa unsur (seperti komposisi dan pencahayaan) yang saling melengkapi. Unsur tersebut merupakan syarat mutlak bagi bahasa foto. Bahasa foto terdiri dari:

a. Bahasa Penampilan

Terdiri dari bahasa ekspresi muka atau wajah seseorang, juga bahasa tindakan (bahasa tubuh) yang mencakup bahasa penciuman, bahasa pendengaran, bahasa isyarat tubuh.

b. Bahasa Komposisi

Mencakup bahasa warna, bahasa tekstur, bahasa garis (perpekstif), bahasa cahaya, bahasa bentuk dan bahasa tata letak.

c. Bahasa Gerak

Mencakup panning (mengikuti obyek yang akan di foto), zooming (membatasi pandangan terhadap obyek utama), freezing (membekukan suatu obyek yang bergerak).


(18)

18

Pemahaman atas latar belakang dan latar depan (lingkungan atau situasi sekitar) dari focus of interest suatu foto.

e. Bahasa obyek

Dengan mengetahui obyek utama dalam sebuah foto, maka akan mudah dalam mengidentifikasi foto.

f. Bahasa tanda

Tanda atau simbol yang ada disekitar obyek utama foto akan memberi arti yang lain. (Nugroho, 2006 : 18 )

Secara umum foto jurnalistik tidak berbeda jauh dengan jurnalistik tulisan. Jika jurnalistik tulisan adalah laporan dari sebuah peristiwa atau kejadian dalam bentuk tulisan, maka foto jurnalistik adalah laporan dari sebuah peristiwa atau kejadian dalam bentuk foto. Konsekuensinya foto harus dapat menggantikan kata-kata untuk melukiskan atau menceritakan sebuah kejadian atau permasalahan manusia dengan detil, meskipun nanti akan ada naskah yang menjadi pelengkap dari foto tersebut (caption).

Berdasarkan bobot berita dan waktu penyiarannya, foto jurnalistik dibedakan menjadi foto berita dan features.

1. Foto Berita

Foto berita mengandung isi berita yang harus segera disiarkan (mementingkan segi aktualisasi) dan menonjolkan adanya unsur 5W + 1H dan. Jika ditunda penyiarannya, maka isi berita tersebut menjadi basi. Foto beritaAda 2 macam

a. Spot News

Adalah foto yang merekam peristiwa yang tidak direncanakan sebelumnya dan difoto di tempat terjadinya peristiwa tersebut, sehingga membutuhkan


(19)

19

jeda waktu beberapa saat untuk tiba dalam lokasi kejadian. Hanya fotografer yang beruntung dan jeli yang bisa mendapatkan foto spot dari awal kejadian. Misalnya seperti peristiwa kecelakaan, kebakaran, atau bom meledak, bencana alam.

b. General News

Adalah foto yang dibuat dari peristiwa sudah direncanakan akan terjadi atau sudah terjadwal, dengan kata lain para wartawan sudah disediakan sebuah berita atau rangkaian peristiwa. Misalnya peristiwa semacam konferensi pers, sidang pengadilan, rapat komisi DPR RI, rapat Parnipura MPR, Pembukaan event, serah terima jabatan.

2. Foto Features

Foto-foto yang bersifat timeless, informasi yang diberikan tidak harus aktual, dalam artian tidak akan basi meskipun dilihat beberapa bulan setelah foto itu dibuat. Foto kategori ini bukan sekedar didikte oleh peristiwanya sendiri namun ada tujuan untuk memberi kesan lebih mendalam tentang suatu peristiwa. Biasanya terdiri dari foto-foto yang mengandung bobot universal emotions.

Dalam hal ini surat kabar mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Seperti halnya Jawa Pos yang mempunyai peranan penting dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, dalam hal ini foto membantu berita dalam menyampaikan informasi dengan gambaran-gambaran yang nyata sesuai dengan informasi yang disampaikan dalam berita. Surat kabar dengan fungsi menghibur juga berperan penting dalam penyampaian informasi. Kehadiran foto


(20)

20

adalah untuk mengimbangi berita-berita berat, agar para pembaca merasa terhibur, yang pada gilirannya bisa meredamkan ketegangan dalam membaca berita.

Sifat surat kabar yang terekam memungkinkan orang untuk membaca berita berulang-ulang. Dalam hal ini foto membantu ingatan pembaca, karena gambar lebih mudah diingat, karena sifatnya berita yang dicetak menggunakan kertas. Surat kabar juga menimbulkan perangkat mental secara aktif terhadap pembacanya, dengan hadirnya foto membantu menerjemahkan berita yang ditulis oleh surat kabar.

E.6. Analisis Isi

Menurut Kerlinger (1973) analisis isi adalah suatu metode untuk mengamati dan mengukur isi komunikasi.” Tidak seperti mengamati secara langsung perilaku orang untuk menjawab skala-skala, atau mewancarai orang, sang peneliti mengambil komunikasi-komunikasi yang telah dihasilkan oleh orang dan mengajukanpertanyaan-pertanyaan tentang komunikasi-kommunikasi itu ”.

Menurut Guido Stempel (1971) analisis isi merupakan sistem formal untuk melaksanakan sesuatu yang dilakukan oleh kita semua secara informal tetapi tidak sering-sering, menarik kesimpulan dari pengamatan itu. Sedangkan menurut Berelson mengungkapkan bahwa analisis isi merupakan untuk mengkaji pesan-pesan media atau suatu cara untuk menguji isi secara kuantitatif. Analisi isi sering dipakai untuk menetapkan tekanan relatif atau frekuensi dari perbagai gejala komunikasi, propaganda, kecenderungan-kecenderungan, gayagaya, perubahan-perubahan dalam isi dan keterbatasan.(Rahmadi,1989:12)

Analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi- inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya sebagai suatu teknik penelitian, analisis isi mencakup


(21)

prosedur-21

prosedur khusus untuk pemrosesan data ilmiah. Sebagaimana secara teknik, ia bertujuan memberikan pengetahuan, membuka wawasan baru, menyajikan “fakta” dan paduan praktis pelaksanaannya.(Krippendorff,1991:15)

Dalam penelitian dengan menggunakan metode analisis isi biasanya untuk meneliti bagaima mengkontruksi berita dan memahami berita. Apakah ada pesan, kritikan dalam sebuah berita. Dari berbagai penelitian yang menggunakan analisis isi ada beberapa kelebihan. Analisis isi memungkinkan peneliti dalam proses-proses yang terjadi/peristiwa yang akan diteliti selama periode yang lama. Analisis isi jarang memiliki efek apapun pada subyek yang sedang diteliti. Maka, analisis isi bisa tidakmemiliki efek atasnya. (Andi Bulaeng, 2004:184)

E.7. Teori Agenda Setting

Dalam buku “Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi” karya Onong Uchjana Effendy mengatakan: Agenda seting model untuk pertama kali ditampilkan oleh M.E Mc. Combs dan D.L. Shaw dalam “Public Opinion Quarterly” terbitan tahun 1972, berjudul “The Agenda-Setting Function of Mass Media”. Kedua pakar tersebut mengatakan bahwa “jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting”. (Effendy,2003:287).

Secara singkat teori penyusunan agenda ini mengatakan media (khususnya media berita) tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita pikir, tetapi media tersebut benar- benar berhasil memberitahu kita berpikir tentang apa. Media massa selalu mengarahkan kita pada apa yang harus kita lakukan. Media memberikan agenda-agenda melalui pemberitaannya, masyarakat akan mengikutinya. Menurut asumsi teori ini, media mempunyai kemampuan untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu. Media


(22)

22

mengatakan pada kita apa yang penting dan apa yang tidak penting. Media pun mengatur apa yang harus kita lihat , tokoh siapa yang harus kita dukung. (Nurudin,2007:195)

Sementara itu Mannheim dalam pemikiran tentang konseptualisasi agenda yang potensial untuk memahami proses agenda setting menyatakan bahwa agenda setting meliputi tiga agenda, yaitu agenda media. Agenda khalayak, agenda kebijaksanaan, masing-masing agenda itu mencakup dimensi-dimensi sebagai berikut:

1. Untuk agenda media dimensi-dimensi :

a. Visibility (visibilitas) jumlah dan tingkat menonjolnya berita

b. Audience salience, tingkat menonjol bagi khalayak relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak

c. Valance (valensi) menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa.

2. Untuk agenda khalayak, dimensi-dimensi :

a. Familiarty, keakraban derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu. b. Personal salience, penonjolan pribadi relevansi kepentingan dengan ciri

pribadi.

c. Favorability, kesenangan pertimbangan senang atau tidak senang akan topik berita.

3. Untuk agenda kebijaksanaan, dimensi-dimensi:

a. Support (dukungan) kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita tertentu.

b. Likelihood of action (kemungkinan kegiatan) kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan.


(23)

23

c. Fredom of action (kebebasan bertindak) nilai kegiatan yang mungkin dilakukan oleh pemerintah. (Effendy, 2003:288-289).

E. Definisi Konseptual F.1. Foto Jurnalistik

Wilson Hick dalam bukunya Word and Picture memberi batasan fotografi jurnalistik adalah media komunikasi verbal dan visual yang hadir bersamaan. Sementara itu Oscar Motuloh, fotografer senior Biro Foto LKBN Antara Jakarta menyebut foto jurnalistik adalah medium sajian untuk menyampaikan baragam bukti visual atas suatu peristiwa pada suatu masyarakt seluas-luasnya, bahkan hingga kerak dibalik peristiwa tersebut, tentu dalam waktu yang sesungkat-singkatnya.

Untuk mengenali foto jurnalistik, ada beberapa karakteristik khas, seperti disampaikan Wilson Hicks dalam bukunya “Words and Pictures” , yaitu :

1. Dasar foto jurnalistik adalah gabungan foto dan kata, keseimbangan keduanya sangatlah mutlak. Disini caption atau kalimat pelengkap untuk menjelaskan hal-hal yang tidak dapat disampaikan dalam foto, adalah penting untuk membuat foto menjadi komunikatif.

2. Media fotojurnalistik adalah media massa, apapun bentuknya. Karena fotojurnalistik akan lebih berarti jika dia disebarluaskan untuk dinikmati oleh masyarakat luas.

3. Fokus foto jurnalistik adalah manusia dan segala permasalahan yang ada bersamanya.


(24)

24

4. Foto jurnalistik adalah fotografi komunikasi, seorang fotojurnalis harus bisa mengkomunikasikan ekspresi dari subyeknya pada penikmat foto. 5. Pesan yang disampaikan dalam foto harus segera dapat dipahami oleh

masyarakat luas. Karena itu setiap foto harus menggunakan bahasa universal agar dapat dengan mudah dimengerti.

6. Biasanya fotojurnalis membutuhkan tenaga penyunting (editor) yang handal dan berwawasan luas untuk menilai karya-karyanya. Agar bisa lebih memantangkan ide atau konsep sebelum atau sesudah pemotretan. F.2. Analisis Isi

Kerlinger mendefinisikan analisis isi sebagai metode penelitian dan analisis komunikasi dengan cara yang sistematis, objektif dan kuantitatif dengan tujuan mengukur variabel.

F. Struktur Kategori

Kategori adalah suatu pemisahan jenis suatu obyek untuk memudahkan pengidentifikasian. Sesuai dengan pertanyaan permasalahan, maka peneliti membatasi foto-foto yang akan dianalisa. Peneliti hanya menganalisa foto-foto bencana letusan Gunung Kelud dalam surat kabar Jawa Pos edisi 14 Februari 2014 s/d 22 Februari 2014.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka kotegori-kategori haruslah komprehensif. Untuk tujuan tersebut peneliti memilah foto-foto kedalam 5 kategori, yaitu:


(25)

25 1. Unsur Tematik

Analisis isi tema ini menarik peneliti untuk meletakkan unsur tema ini pada kategorisasi pertama. Dengan mengetahui tema apa yang lebih dominan diberitakan Harian Jawa Pos, maka kita akan mengetahui kecenderungan Harian Jawa Pos dalam meng-cover suatu peristiwa. Adapun tema yang akan dianalisa adalah sebagai berikut:

a. Ekonomi

Foto-foto yang menggambarkan keadaan ekonomi korban bencana letusan Gunung Kelud dan yang lainnya, termasuk foto-foto upaya memulihkan ekonomi. Ketika terdapat foto yang memperlihatkan kesedihan dalam upaya perbaikan ekonomi, perlu dilihat bobotnya apakah ekspresi kesedihannya lebih kuat dari pada usahanya, maka ketika lebih condong ke arah usaha perekonomian foto tersebut masuk ke dalam tema ekonomi. Seperti foto petani yang gagal panen karena hujan abu vulkanik yang menyebabkan lahan pertanian rusak sehingga mengalami kerugian.

b. Sosial

Foto-foto yang memaparkan kondisi sosial korban, foto-foto yang menampakkan bagaimana kesedihan dan kesengsaraan para korban dan bagaimana mereka mengatasinya, serta semua foto yang menggugah perasaan kita sebagai makhluk sosial. Seperti foto para pengungsi korban erupsi Gunung Kelud yang membutuhkan bantuan.


(26)

26

Foto – foto yang menampilkan unsur budaya. Terutama budaya – budaya setempat. Misalnya rusaknya tempat cagar budaya karea erupsi Gunung Kelud.

d. Pendidikan

Potret pendidikan di kawasan bencana erupsi ( letusan ), baik kegiatan belajar-mengajar maupun keceriaan anak-anak sekolah. Seperti ruangan kelas yang rusak dan tidak bisa dipakai untuk belajar mengajar karena penuh dengan sisa – sisa debu erupsi Gunung Kelud.

2. Objek Foto a. Manusia

Foto – foto yang menampilkan manusia sebagai objek fotonya. Seperti pengungsi erupsi gunung kelud.

b. Alam

Foto – foto yang menampilkan keadaan alam sekitar bencana erupsi gunung kelud.

c. Fasilitas Umum

Meliputi foto – foto jalan raya, tempat ibadah, tempat wisata yang terkena dampak erupsi gunung kelud.

3. Jenis Foto a. Foto News

Dengan menganalisis jenis foto, maka kita akan mengetahui bagaimana kekuatan isi foto tersebut. Dalam foto-foto news (berita) informasi aktual adalah hal yang di kejar, sehingga ketika fotografer melakukan peliputan, keesokan pula foto tersebut dimuat.


(27)

27

Foto jenis ini tidak terikat oleh nilai aktual, namun lebih ke arah universal emotion. Foto features juga bisa dibuat pada saat moment-moment tertentu, hal ini disebut featurizing the news atau membuat foto features dalam sebuah liputan berita. Foto-foto features menghadirkan foto yang lebih dalam.

4. Cara Penyajian Foto a. Foto tunggal

Foto tunggal merupakan foto yang berdiri sendiri tanpa disertai berita tulis. Cukup dengan caption yang kuat foto tunggal akan menjadi sebuah berita visual yang menarik. Artinya foto tunggal bisa berdiri sendiri dengan berita yang di bawa sendiri.

b. Foto Ilustrasi

Merupakan foto yang mengilustrasikan suatu berita. Berbeda dengan foto tunggal yang berdiri sendiri, foto ilustrasi mengikuti berita yang ada. 5. Sudut Pengambilan Foto

Pengambilan sudut foto atau gambar yang menarik akan memberikan ciri khas suatu media cetak. Bukan hanya ciri khas, sudut foto juga mempengaruhi isi dari foto tersebut.

a. Frog eye

Foto yang diambil dengan sudut rendah. Sudut ini mengesankan bahwa obyek yang kita foto seakan-akan tinggi, gagah, berwibawa.


(28)

28

Foto dengan sudut pengambilan sejajar mata. Foto dengan sudut ini akan menimbulkan kesan bahwa kita sejajar atau satu tingkatan dengan obyek foto.

c. Bird eye

Foto yang diambil dari sudut atas. Foto dengan sudut ini menunjukkan overview.

G. Metode Penelitian H.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis isi dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Dengan menggunakan metode ini, peneliti berharap memperoleh hasil yang maksimal dalam menguraikan isi foto bencana letusan Gunung Kelud berdasarkan kategori yang ada dan mengetahui kebijakan redaksi Harian Jawa Pos dalam menentukan foto-foto bencana letusan Gunung Kelud sesuai analisis isi.

H.2. Unit Analisis

Yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah foto. Dimana setiap foto-foto bencana letusan Gunung Kelud yang diterbitkan Harian Jawa Pos edisi 14 Februari 2014 sampai dengan 22 Februari 2014 dan kemudian dimasukkan dalam kategori yang telah ditentukan.

H.3. Ruang Lingkup dan Satuan Ukur

Yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah foto-foto bencana letusan Gunung Kelud yang dipublikasikan Harian Jawa Pos edisi 14 Februari 2014


(29)

29

sampai dengan 22 Februari 2014. Satuan ukur dalam penelitian ini adalah frekuensi kemunculan foto pada tiap-tiap kategori.

H.4. Pengumpulan Data

Peneliti melakukan kipling pada foto-foto bencana letusan Gunung Kelud Harian Jawa Pos edisi 14 Februari 2014 sampai dengan 22 Februari 2014. Data tersebut sebagai data utama. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar koding (coding sheet) yang dibuat berdasarkan kategori. H.5. Analisis Data

Setelah mengetahui jumlah foto bencana letusan Gunung Kelud Harian

Jawa Pos edisi 14 Februari 2014 sampai dengan 22 Februari 2014, peneliti memilah foto sesuai dengan kategori yang telah dibuat. Semua kategori akan melibatkan semua foto-foto yang terkumpul, sehingga semua unit analisa (foto) akan mendapat perlakuan yang sama. Data-data yang telah dikategorisasikan dimasukkan kedalam lembar koding dan diprosentasekan berdasarkan kategori yang telah peneliti tentukan. Sementara analisis isi yang digunakan pada tiap kategori adalah distribusi frekuensi.

H.6. Uji Reabilitas

Untuk menghasilkan data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan, maka perlu dilakukan uji reabilitas terhadap katergorisasi yang telah ditetapkan. Untuk itu peneliti meminta bantuan beberapa orang koder dalam melakukan uji reabilitas tersebut. Teknisnya, peneliti menunjuk orang lain (dalam yang kemudian oran ini disebut sebagai koder), dalam hal ini yang menjadi koder adalah Adi Fathul Ardy yang merupakan anggota JUFOC dan Rizal Fanany yang merupakan wartawan Malang Post. untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan peneliti, yaitu mengamati dan memasukkan data berupa scene kedalam kategori


(30)

30

yang telah ditetapkan. Orang yang ditunjuk untuk menjadi koder harus mengerti konsep-konsep peneliti dalam membuat kategorisasi, atau paling tidak peneliti telah member penjelasan kepada koder yang dipilih mengenai kategorisasi yang telah ditetapkan.

Dari hasil reabilitas ini akan diketahui beberapa yang disetujui dan yang didapat oleh peneliti dan koder. Hasil pengkodingan ini dihitung dengan rumus Ole R. Holsty (Kriyantono, 2006:234-235) sebagai berikut:

2M Reliabilitas (R) =

N1 + N2

M = jumlah coding yang disepakati oleh peneliti dan dua orang coder;

N1 = total jumlah coding dari peneliti.

N2= total jumlah coding dari koder pertama.

Dari hasil Coeficient Reability, Observed Agrement (persetujuan yang diperoleh dari penelitian), kemudian untuk memperkuat hasil uji realibilitas, tentunya dengan persetujuan koder, hasil yang diperoleh dari rumus diatas kemudian dihitung kembali dengan menggunakan rumus Scoot, sebagai berikut:

Pi = % observedagreement - % expectedagreement

1 - % expectedagreement

Keterangan:

Observed Agreement : Prosentase Persetujuan yang ditemukan dari pernyataan yang disetujui antar pengkode (nilai CR).


(31)

31

Expected Agreement : Prosentase persetujuan yang diharapkan.

Tingkat kesepakatan atau ambang penerimaan yang dipakai untuk uji realibilitas kategorisasi adalah 0,75. Jika persetujuan antar pengkoding mencapai 0,75 atau lebih maka data yang diperoleh dinyatakan realible.


(32)

PEMBERITAAN BENCANA ERUPSI GUNUNG KELUD DALAM FOTO ( Analisis Isi Foto Bencana Erupsi Dalam Surat Kabar Jawa Pos Edisi Tanggal 14

Februari 2014 – 22 Februari 2014 )

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Oleh :

ARLISA KUMALA 09220118

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(33)

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Arlisa Kumala NIM : 09220118

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : PEMBERITAAN BENCANA ERUPSI GUNUNG KELUD DALAM FOTO ( Analisis Isi Foto Bencana Erupsi Dalam Surat Kabar Jawa Pos

Edisi Tanggal 14 Februari 2014 – 22 Februari 2014 )

Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Muhammadiyah Malang

dan dinyatakan LULUS Pada Hari : Jum’at

Tanggal : 25 April 2014 Tempat : Ruang Jurusan

Mengesahkan, Dekan FISIP UMM

Dr. Asep Nurjaman, M.Si

Dewan Penguji:

1. Sugeng Winarno, S.Sos, MA Penguji I ( ) 2. Winda Handayani, M.Si Penguji II ( ) 3. Nasrullah, M.Si Penguji III ( ) 4. Novin Farid S.W, M.Si Penguji IV ( )


(34)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Arlisa Kumala Nomor Induk Mahasiswa : 09220118

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan : Ilmu Komunikasi

Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul:

PEMBERITAAN BENCANA ERUPSI GUNUNG KELUD DALAM FOTO (Analisis Isi Foto Bencana Erupsi Gunung Kelud dalam Surat Kabar Harian Jawa

Pos edisi 14 Februari 2014 – 22 Februari 2014)

Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya dengan benar.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Malang, 25 April 2014 Yang Menyatakan,


(35)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb, Alhamdulillahi rabbil ‘aalamin,

Puji syukur kehadirat Allah SWT sang penguasa alam raya, salam sejahtera bagi junjungan Nabi Muhammad SAW, karena hanya atas rahmat serta hidayah-Nya sehingga skripsi ini bisa terselesaikan juga.

Skripsi ini disusun selain sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana (S-1), juga dengan maksud untuk memberikan referensi dan penjelasan kepada para akademisi khususnya mahasiswa jurusan ilmu komunikasi, para praktisi yang bergerak di bidang jurnalistik, serta para penikmat berita tentang pesan foto yang terkandung dalam suatu berita.

Melalui skripsi ini, penulis ingin memaparkan tentang sebuah pesan yang ingin disampaikan dalam sebuah foto pemberitaan erupsi Gunung Kelud dalam surat kabar harian Jawa Pos Edisi 14 Februari 2014 – 22 Februari 2014 yang diteliti menggunakan 5 kategorisasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi dengan pendekatan deskriptif kuantitatif.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menghadapi tantangan dan kesulitan yang mana dukungan dan kemurahan hati yang telah diberikan oleh berbagai pihaklah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Bapak Dr. H. Muhadjir Effendy, MAP dan seluruh pembantu rektor UMM.

2. Bapak Dr. Asep Nurjaman, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.


(36)

3. Bapak Nasrullah, M.Si selaku pembimbing I dan Novin Farid S.W, M.Si selaku pembimbing II atas kesabaran serta kesediaan waktu mengarahkan dan membimbing dalam penelitian ini.

4. Ibu Widiya Yutanti, S.Sos , M.A selaku dosen wali dan Ibu Roziana Febrianita yang pernah jadi dosen wali saya sahabat sekaligus kakak yang senantiasa mendukung serta memberi pengarahan sejak awal masa kuliah hingga selesainya skripsi ini.

5. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi UMM atas ilmu-ilmu bermanfaat yang telah diberikan selama ini.

6. Papa Ali Soepaat dan Mama Dwi Oetami yang saya harapkan hadir dalam wisuda saya dan senantiasa mengiringi dan memeluk dari jauh melalui do’a, kasih sayang, nasehat, dukungan, dorongan dan perhatian yang tidak pernah berhenti baik sebelum maupun sesudah penulis menyelesaikan skripsi ini, serta kedua Adik saya Omar Syarief, Agatha Rara yang selalu memberi semangat. Kakak tercinta Anindya Shanny, mas Didiet yang selalu mendoakan dan juga laki-laki kecil bagian dari hidup saya Ananda Ca’Vael yang senantiasa menemani dan memberi semangat yang luar biasa.

7. Buat laki-laki baik Nizar Alief yang banyak sekali membantu hingga selesainya skripsi ini serta saudara seperjuangan Windy, Pretty, Zakir, Dewi, mas Ivan atas semangat dan kebahagiaan yang diberikan selama 4 tahun ini. Terima kasih telah menemani baik dalam keadaan susah maupun senang atas semua cerita yang dilewati bersama selama masa kuliah saya bersyukur bisa bertemu dan mengenal orang-orang seperti kalian.

8. Keluarga besar Gramedia Basuki Rahmat dan juga rekan saya Helmy Abdillah terima kasih pernah ada dan juga atas apa yang sudah diajarkan pada saya. Terima kasih juga kepada salah satu sahabat terbaik saya Fina Oktaviani yang selalu membantu usaha saya


(37)

agar semangat menyelesaikan skripsi juga kepada customer yang menjadi teman baik saya mas Hendri yang banyak memberikan dukungan agar skripsi saya selesai.

9. Sahabat-sahabat saya Sisil, Muti, Mas Angga, Rizal, Niken, Adi, Angga, Dimas, Gunawan, Anggi, Noven, Riksan, Kiki, Teddy, Eva, Vika. Serta teman-teman baik saya mas Angga, mas Rizal, mas Ady, Yanuar Fachrizal, beserta seluruh Ikom B 2009 yang telah memberikan banyak cerita dan dukungan selama ini.

10. Dan semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu, atas bantuan dan dukungannya dalam menyelesaikan penelitian ini.

Peneliti menyadari apa yang telah ditulis masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kepada para pembaca dengan segala kerendahan hati penulis akan menyambut baik setiap saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan berkah dan rahmat-Nya pada kita semua, Amien. Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Malang, 25 April 2014 Penulis,


(38)

DAFTAR ISI

COVER ………

LEMBAR PERSETUJUAN ……….. ii

LEMBAR PENGESAHAN ……… iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ……… iv

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ……….... v

ABSTRAKSI ………... vi

KATA PENGANTAR ……… vii

DAFTAR ISI ………... xvii

LAMPIRAN ……….. xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1

B. Rumusan Masalah ………. 7

C. Tujuan Penelitian ………...… 7

D. Kegunaan Penelitian ………..…………... 8

E. Kajian Pustaka Pustaka ... 8

E.1. Komunikasi Massa ………...………….…… 8

E.2. Media Massa...………..……… 11

E.3. Berita ………...……….. 12

E.4. Foto Jurnalistik……...………. 13

E.5. Foto Jurnalistik Sebagai Berita Visual ... 16

E.6. Analisis Isi ... 20

E.7 Teori Agenda Setting ... 21

F. Definisi Konseptual ... 23

F.1. Pemberitaan ... 23

F.2. Foto Jurnalistik ... 23


(39)

1. Unsur Tematik ………... 24

2. Objek Foto ...………. 24

3. Jenis Foto ...……… 25

4. Cara Penyajian Foto ... 26

5. Sudut Pengambilan Foto ... 27

H. Metode Penelitian ……….. 27

H.1. Metode Analisis Isi ………. 27

H.2. Tipe Penelitian ……… 27

H.3. Ruang Lingkup ……….. 27

H.4. Unit Analisis dan Satuan Ukur ……….. 27

H.4.1. Unit Analisis ……… 27

H.4.2. Satuan Ukur ………. 27

H.5. Teknik Pengumpulan Data ………. 27

H.6. Teknik Analisa Data ……… 28

H.7. Uji Realibilitas Data ……… 28

BAB II DESKRIPTIF OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Singkat Jawa Pos ...…... 31

A.1. Visi Misi Jawa Pos ... 34

A.2. Karakteristik Jawa Pos………....………. 35

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Analisis Data ...………. 36

A.1. Ketegori Tema ... ………. 39

A.2. Kategori Objek Foto ... ………….. 43

A.3. Kategori Jenis Foto ...………. 45

A.4. Kategori Penyajian Foto... …………. 49

A.5. Kategori Sudut Pengambilan Foto ...…………. 53

B. Uji Reabilitas...……….. 57

B.1. Unit Ketegori Tema …………... 58

B.2. Unit Kategori Objek Foto Dialog ... 61

B.3. Unit Kategori Jenis Foto ………... 63


(40)

B.5. Unit Sudut Pengambilan Foto …………...…….. 69

C. Diskusi Teori……….. 72

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ………... 75

B. Saran ……… 77

1. Saran Akademis ……….. 77

2. Saran Praktis ……… 78 DAFTAR PUSTAKA


(41)

LAMPIRAN

Gambar 3.1 Scene 26 Indikator Ketulusan ……….. 61

Gambar 3.2 Scene 51 Indikator Ketulusan ……… 62

Gambar 3.3 Scene 53 Indikator Ketulusan ……….. 63

Gambar 3.4 Scene 45 Indikator Tanggung Jawab ………..………….. 64

Gambar 3.5 Scene 12 Indikator Keintiman ……..………..………….. 67

Gambar 3.6 Scene 13 Indikator Keintiman ……..………..………….. 67

Gambar 3.7 Scene 14 Indikator Keintiman ……..………..………….. 68

Gambar 3.8 Scene 15 Indikator Keintiman ……..………..………….. 69

Gambar 3.9 Scene 27 Indikator Keintiman ……..………..………….. 69

Gambar 3.10 Scene 41 Indikator Keintiman …….………..………….. 70

Gambar 3.11 Scene 1 Indikator Gairah atau Nafsu ………..………….. 71

Gambar 3.12 Scene 11 Indikator Gairah atau Nafsu ………..………….. 71

Gambar 3.13 Scene 16 Indikator Gairah atau Nafsu … …………..………….. 72

Gambar 3.14 Scene 18 Indikator Gairah atau Nafsu … …………..………….. 73

Gambar 3.15 Scene 44 Indikator Gairah atau Nafsu … …………..………….. 73

Gambar 3.16 Scene 22 Komitmen ………..…………..………….. 77

Gambar 3.17 Scene 29 Komitmen ………..…………..………….. 78

Gambar 3.18 Scene 33 Komitmen ………..…………..………….. 79

Gambar 3.19 Scene 34 Komitmen ………..…………..………….. 79

Gambar 3.20 Scene 47 Komitmen ………..…………..………….. 80

Gambar 3.21 Scene 52 Komitmen ………..…………..………….. 81


(42)

Gambar 3.22 Scene 25 Tolong Menolong ………..…………..………….. 88

Gambar 3.23 Scene 37 Tolong Menolong ………..…………..………….. 89

Gambar 3.24 Scene 49 Tolong Menolong ………..…………..………….. 90

Gambar 3.25 Scene 50 Tolong Menolong ………..…………..………….. 90

Gambar 3.26 Scene 23 Tenggang Rasa ………..…………..………….. 93


(43)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Contoh Lembar Koding ……….. 33

Tabel 1.2 Contoh Distribusi Frekuensi ……… 34

Tabel 1.3 Contoh Distribusi Frekuensi ……… 35

Tabel 1.4 Contoh Distribusi Frekuensi ……… 35

Tabel 2.1 Ulasan Per-Scene Film Romeo Juliet ……….. 50

Tabel 3.1 Distribusi Scene Sesuai Kategori dan Indikator …...……….. 58

Tabel 3.2 Distribusi Kategori Cinta Sejati ……….. 60

Tabel 3.3 Distribusi Kategori Cinta Kasih ……….. 65

Tabel 3.4 Distribusi Kategori Cinta Antar Sahabat ……….. 87 Tabel 3.5 Lembar Koding Peneliti ……….. Tabel 3.6 Lembar Koding Koder 1 ………. Tabel 3.7 Lembar Koding Koder 2………..


(44)

DAFTAR PUSTAKA

A. SUMBER BUKU

Bulaeng, Andi. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Yogyakarta: penerbit Andi

Cangara, David. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Pustaka Hamad Ibnu, 2004. Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa, Jakarta, Granit. Onong U. Effendy, 2003, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: Penerbit Citra

Aditya Bakti

Krippendrorff, Klaus. 1991. Analisis Isi : pengantar Teori dan Metodologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Adverstising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Kusumaningrat, Hikmat, Purnama Kusumaningrat. 2007. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mudaris, M. 1996. Jurnalistik Foto dan Foto Jurnalistik. Semarang : Karya Aksara Semarang.

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT . Remaja Rosda Karya

Nugroho, R. Amien. 2006. Kamus Fotografi. Yogyakarta

Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada

Putranto, Agus, 2004, Metode Penelitian Komunikasi, Analisis Isi: Suatu Pengantar Dalam Praktek, Yogyakarta: Penerbit Gitanyali

Santana K, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sugiarto, Atok. 2005. Paparazzi Memahami Fotografi Kewartawanan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta


(45)

Winarni, 2003. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Malang: UMM Press

B. DATA INTERNET

www.detik.com/letusan_gunung_kelud.htm diakses tanggal tanggal 28 Januari 2014 jam

23.15.

www.jawapos.co.id/cv/02_indonesia.htm diakses tanggal tanggal 29 Januari 2014 jam

01.20.

www.jawapos.co.id/cv/03_indonesia_htm diakses tanggal tanggal 29 Januari 2014 jam

01.25.

www.jawapos.co.id/cv/10_indonesia_htm diakses tanggal tanggal 29 Januari 2014 jam

01.28.

www.jawapos.co.id/cv/07_indonesia_htm diakses tanggal tanggal 29 Januari 2014 jam


(1)

B.5. Unit Sudut Pengambilan Foto …………...…….. 69

C. Diskusi Teori……….. 72

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ………... 75

B. Saran ……… 77

1. Saran Akademis ……….. 77

2. Saran Praktis ……… 78 DAFTAR PUSTAKA


(2)

LAMPIRAN

Gambar 3.1 Scene 26 Indikator Ketulusan ……….. 61

Gambar 3.2 Scene 51 Indikator Ketulusan ……… 62

Gambar 3.3 Scene 53 Indikator Ketulusan ……….. 63

Gambar 3.4 Scene 45 Indikator Tanggung Jawab ………..………….. 64

Gambar 3.5 Scene 12 Indikator Keintiman ……..………..………….. 67

Gambar 3.6 Scene 13 Indikator Keintiman ……..………..………….. 67

Gambar 3.7 Scene 14 Indikator Keintiman ……..………..………….. 68

Gambar 3.8 Scene 15 Indikator Keintiman ……..………..………….. 69

Gambar 3.9 Scene 27 Indikator Keintiman ……..………..………….. 69

Gambar 3.10 Scene 41 Indikator Keintiman …….………..………….. 70

Gambar 3.11 Scene 1 Indikator Gairah atau Nafsu ………..………….. 71

Gambar 3.12 Scene 11 Indikator Gairah atau Nafsu ………..………….. 71

Gambar 3.13 Scene 16 Indikator Gairah atau Nafsu … …………..………….. 72

Gambar 3.14 Scene 18 Indikator Gairah atau Nafsu … …………..………….. 73

Gambar 3.15 Scene 44 Indikator Gairah atau Nafsu … …………..………….. 73

Gambar 3.16 Scene 22 Komitmen ………..…………..………….. 77

Gambar 3.17 Scene 29 Komitmen ………..…………..………….. 78

Gambar 3.18 Scene 33 Komitmen ………..…………..………….. 79

Gambar 3.19 Scene 34 Komitmen ………..…………..………….. 79

Gambar 3.20 Scene 47 Komitmen ………..…………..………….. 80

Gambar 3.21 Scene 52 Komitmen ………..…………..………….. 81


(3)

Gambar 3.22 Scene 25 Tolong Menolong ………..…………..………….. 88

Gambar 3.23 Scene 37 Tolong Menolong ………..…………..………….. 89

Gambar 3.24 Scene 49 Tolong Menolong ………..…………..………….. 90

Gambar 3.25 Scene 50 Tolong Menolong ………..…………..………….. 90

Gambar 3.26 Scene 23 Tenggang Rasa ………..…………..………….. 93


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Contoh Lembar Koding ……….. 33

Tabel 1.2 Contoh Distribusi Frekuensi ……… 34

Tabel 1.3 Contoh Distribusi Frekuensi ……… 35

Tabel 1.4 Contoh Distribusi Frekuensi ……… 35

Tabel 2.1 Ulasan Per-Scene Film Romeo Juliet ……….. 50

Tabel 3.1 Distribusi Scene Sesuai Kategori dan Indikator …...……….. 58

Tabel 3.2 Distribusi Kategori Cinta Sejati ……….. 60

Tabel 3.3 Distribusi Kategori Cinta Kasih ……….. 65

Tabel 3.4 Distribusi Kategori Cinta Antar Sahabat ……….. 87 Tabel 3.5 Lembar Koding Peneliti ……….. Tabel 3.6 Lembar Koding Koder 1 ………. Tabel 3.7 Lembar Koding Koder 2………..


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. SUMBER BUKU

Bulaeng, Andi. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Yogyakarta: penerbit Andi

Cangara, David. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Pustaka Hamad Ibnu, 2004. Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa, Jakarta, Granit. Onong U. Effendy, 2003, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: Penerbit Citra

Aditya Bakti

Krippendrorff, Klaus. 1991. Analisis Isi : pengantar Teori dan Metodologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Adverstising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Kusumaningrat, Hikmat, Purnama Kusumaningrat. 2007. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mudaris, M. 1996. Jurnalistik Foto dan Foto Jurnalistik. Semarang : Karya Aksara Semarang.

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT . Remaja Rosda Karya

Nugroho, R. Amien. 2006. Kamus Fotografi. Yogyakarta

Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada

Putranto, Agus, 2004, Metode Penelitian Komunikasi, Analisis Isi: Suatu Pengantar Dalam Praktek, Yogyakarta: Penerbit Gitanyali

Santana K, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sugiarto, Atok. 2005. Paparazzi Memahami Fotografi Kewartawanan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta


(6)

Winarni, 2003. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Malang: UMM Press

B. DATA INTERNET

www.detik.com/letusan_gunung_kelud.htm diakses tanggal tanggal 28 Januari 2014 jam

23.15.

www.jawapos.co.id/cv/02_indonesia.htm diakses tanggal tanggal 29 Januari 2014 jam

01.20.

www.jawapos.co.id/cv/03_indonesia_htm diakses tanggal tanggal 29 Januari 2014 jam

01.25.

www.jawapos.co.id/cv/10_indonesia_htm diakses tanggal tanggal 29 Januari 2014 jam

01.28.

www.jawapos.co.id/cv/07_indonesia_htm diakses tanggal tanggal 29 Januari 2014 jam


Dokumen yang terkait

PEMBERITAAN BENCANA ERUPSI GUNUNG KELUD DALAM FOTO Analisis Isi Foto Bencana Erupsi Gunung Kelud dalam Surat Kabar Harian Jawa Pos edisi 14 Februari 2014 – 22 Februari 2014

0 13 45

PESAN KEMANUSIAAN PADA FOTO BENCANA MELETUSNYA GUNUNG KELUD di MEDIA CETAK (Analisis Isi Pada Harian Jawa Pos Edisi 15 Februari – 23 Februari 2014 )

0 2 17

Jaringan Komunikasi Rumor Bencana Erupsi Gunung Kelud 13 Februari 2014 di Situs Microblogging Twitter.com.

0 2 15

“Semiotika 2 foto Jurnalistik Erupsi Gunung Kelud” (Analisis Semiotika pada Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat 19 Februari 2014 dan 23 Februari 2014).

0 2 8

Jaringan Komunikasi Rumor Bencana Erupsi Gunung Kelud 13 Februari 2014 di Situs Microblogging Twitter.com Jaringan Komunikasi Rumor Bencana Erupsi Gunung Kelud 13 Februari 2014 di Situs Microblogging Twitter.com.

0 2 13

PENDAHULUAN Jaringan Komunikasi Rumor Bencana Erupsi Gunung Kelud 13 Februari 2014 di Situs Microblogging Twitter.com.

0 4 47

PENUTUP Jaringan Komunikasi Rumor Bencana Erupsi Gunung Kelud 13 Februari 2014 di Situs Microblogging Twitter.com.

0 4 27

SKRIPSI “Semiotika 2 foto Jurnalistik Erupsi Gunung Kelud” (Analisis Semiotika pada Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat 19 Februari 2014 dan 23 Februari 2014).

0 3 11

PENDAHULUAN “Semiotika 2 foto Jurnalistik Erupsi Gunung Kelud” (Analisis Semiotika pada Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat 19 Februari 2014 dan 23 Februari 2014).

0 2 11

KESIMPULAN dan SARAN “Semiotika 2 foto Jurnalistik Erupsi Gunung Kelud” (Analisis Semiotika pada Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat 19 Februari 2014 dan 23 Februari 2014).

0 2 4