Kumpulan Hasil Riset Operasional Tuberkolosis Indonesia Tahun 2010-2011

Kumpulan Hasil Riset Operasional
Tuberkulosis Indonesia
Tahun 2010 - 2011

Kementerian Kesehatan Republi'k Indonesia
Direktorat Jenderal PP dan Pl
Jakarta, 2012
Kelompok Kerja Riset Operasional Tuberkolusis (KKROT)

セ@セ@

Tuberculosis Operational Research Group (TORG)

IS\USAID


FIIOM'HEAr1lll1CAH ,tOflI

THeTA

The r "b.n" lo Ol ' Co a li t ion

Ie,. T.c h nl cal Au lo u n, ,,

ISBN 978-602-235-074-8

kNCV.

TUIIE"CULOSlSfOUNDATION

The Global Health Bereau, Office of Health, Infectious Disease and Nutrition (HIDN), US
Agency for International Develoment secara financial mendukung dokumen ini melalui TB CAP
di bawah syarat perjanjian no . GHS-A-OO-OS-00019-00.
Informasi ini menjadi mungkin berkat dukungan yang balk dari rakyat Amerika melalui United
States Agency for International Development (USAID). lsi menjadi tanggungjawab TB CAP dan
tidaklah mencerminkan visi USAID atau Pemerintah Amerika Serikal.

TBeTA
TI,.

tセ 「@


.. 50

14

14 (100)

8 (57,1)

1 (12,5)

Jenis kelamin
Laki-Iaki
Perempuan
Usia

Pasien yang bersedia tes HIV pada kelompak TB dengan faktor risiko lebih besar
(94,3 %) dibandingkan kelompok T8 berat (66,7%) dengan nilai p=O,OO (Tabel 1).
Laki-Iaki Ilebill banyak menerima tawaran tes HIV (86,2%) dibanding perempuan
(66,7%), dengan nilai p=0,02. Sampel pada kelompok usia produktif 25-49 tahun
lebih banyak menerima tawaran tes HIV (84,7 %) dibandingkan kelompok usia 15-24

(81,8%) dan usia lebih dari 50 (57,1%) .

12

Proporsi pasien HIV positif dari sampel yang menerima tes HIV adalah 9% .Hasil HJV
posit if dijumpai pada 6 (8,7%) laki-Iaki dan 2 (10%) perempuan. Hasil HIV positif lebih
banyak ditemukan pada kelompok usia 25-49 tahun dibanding kelompok usia 15-24
tahun dan lebih dari 50 tahun (8,3; 12,5; 11,1%). Kesemua Ilasil HIV positif
didapatkan pada kelompok pasien TB kasus baru . Faktor risiko infeksi HIV tertinggi
adalah berganti-ganti pasangan seksual 5(61%). Proporsi pasien HIV diantara pasien
TB pada penelitian ini adalah 7,3% . Dengan asumsi tidak ada kasus HIV pada anak
dan pasien TB yang tidak memenuhi kriteria inklusi, maka prevalensi HIV positif
diantara semua pasien TB adalah 0,9%.

Diskusi
Projek pendahuluan ini tidak mengukur efektif'itas PITC dibandingkan VCT. Namun,
tingkat penerimaan pasien TB untuk diperiksa status HIV-nya lebih besar (81%)
dibandingkan klinik VCT di unit pelayanan kesehatan serupa, seperti di BKPM
Semarang, Provinsi Jawa Tengah yakni 65%5. Pasien TB dengan risiko HIV mungkin
lebih mudah menerima tes dibandingkan dengan pasien TB tanpa risiko. PITC juga

diperkirakan lebih efisien dibanding VCT karena lebih selektif menyasar ke kelompok
dengan faktor risiko HIV.

Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa PITC menjanjikan untuk diterapkan sebagai salah
satu bentuk kolaborasi program TB dan HIV. Jika model PITC diterapkan, maka akan
berimplikasi pada lebih banyak pasien TB yang diketahui status HIV-nya yang
memerlukan akses pada layanan terapi anti ret.roviral. Hal ini menjadi tantangan bagi
pemangku program TB dan AIDS di tingkat nasional untuk mengembangkan prosedur
koordinasi layanan ART pada layanan kesehatan yang menjalankan strategi DOTS.

Ucapan terima kasih
Kami berterima kasih kepada semua staf di BBKPM Surakarta yang mendukung
penuh projek pendahuluan ini. Kami juga berterima kasih kepada dr. Astuti MPH
(Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI), dr Carmelia Basri MPH,
Prof.Dr.dr.Tjandra Yoga

Sp .P(K) DTM&H

(Subdit AIDS dan Subdit TB


Dirjen

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) Kementerian Kesehatan RI,

13

Japan Foundation for AIDS Prevention (JFAP), RIT Japan dan Japan Anti Tuberculosis
Association (JATA).

Daftar Pustaka

1. World Health Organization . Guidelines for Implementing Collaborative TB and
HIV Program Activities. Geneva, Switzerland : World Health Organ ization,
2003.
http://www.who.int/tb/publications/2003/en/index. 1.html . Diakses pada 9
Januar i 2012.
2. Wori'd Health Organization, & UNAIDS. Guidance on Provider Initiated HIV
Testing and Counseling in Health Facilities. Geneva, Switzerland : World
Health Organization, 2007 .

3. Global Health Council. Preventing Tuberculosis in HIV-Infected Persons. A
systematic review of randomized controlled trials . Issue No .1, 2004.
nd

4. World Health Organization. TB/ HIV A Clinical Manual. 2

Edition . World

Health Organ ization, 2004 .
S. Rahadi

W,

Suwignyo

N,

Priliono

T.


Decentralized

Network

In Scaling Up TB-HIV In Central Java, Indonesia. Diseminasi penelitian . Mei
2008 .

14

Mortalitas, Tuberkulosis Ulang, dan Fungsi Paru pada Pasien Pasca
Pengobatan Dibandingkan Kontrol Sehat

2
4
1
Lika Apriani\ Anne C Teirlinck , Bachti Alisjahbana ,3, Ida Parwati , Putri T
1
5
3

6
Radhiyanti , Yana Achmad , Hedy Sampoerno , Marieke J van der Wert ,l, Reinout

van Crevel

2

lUnit Penelitian Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung,
2Department of Internal Medicine, Radboud University Medical Center Nijmegen The
Netherlands, 30epartemen IImu Penyakit Oalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran Bandung, 40epartemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran

Bandung,

5Balai

Besar

Kesehatan


Paru

Masyarakat

(BBKPM)

Bandung,6 KNCV Tuberculosis Foundation The Hague The Netherlands , 7Center for
Infection and Immunity Amsterdam (c/NIMA),

University of Amsterdam The

Netherlands,

15

Latar Belakang
Pengobatan Tuberkulosis (TB) cukup efektif bagi mayoritas pasien . Namun bagi
sebagian kelompok pasien, TB masih mengganggu kesehatan walaupun pengobatan
sudah sukses dilakukan . Tiga hal yang menjadi perhatian pad a pasien pasca

pengobatan TB adalah kematian pasien setelah pengobatan TB lebih banyak
2

dibandingkan populasi umum \ risiko TB ulang yang lebih tinggi dan gangguan fungsi
paru

3

.

Banyak faktor yang terkait dengan kematian dan TB ulang termasuk infeksi

HIV, us ia lanjut, diabetes, genotipe M . Tuberculosis, kebiasaan merokok, dan
ketidakpatuhan pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mortalitas,
insidens TB ulang dan fungsi paru pada pasien TB paru pasca pengobatan
dibandingkan dengan kontrol sehat.

Metode
Sejumlah 200 mantan pasien TB dan 200 kontrol sehat yang pernah diikutsertakan
dalam penelitian kasus kontrol antara tahun 2000-200S, diikutsertakan kembali ke

dalam penelitian ini. Semua subjek kemudian diundang dengan menggunakan surat
untuk datang ke klinik. Subjek yang tidak datang ke klinik dihubungi lewat telepon
dan dikunjungi maksimal dua kali oleh pekerja sosial. Untuk subjek yang pindah
rumah, data diperoleh dari keterangan keluarga, tetangga, dan tokoh masyarakat
setempat. Untuk subjek yang meninggal, peneliti melakukan verbal autopsy dari
sumber orang terdekat pada saat kematian. Penyebab kematian diklasifikasikan oleh
dokter, apakah kematian ada hubungannya dengan penyakit TB atau karena sebab
yang lain.
Penelitian dilakukan mulai April sampai dengan Agustus 2007 . Pada semua subjek
dilakukan pemeriksaan berat badan dan tinggi badan, keluhan dan gejala dicatat,
dilakukan penilaian mengenai status TB, pemeriksaan gula darah puasa dan foto
thoraks dada untuk semua subjek kecuali wan ita hamil. Untuk subjek tersangka TB,
dilakukan pemeriksaan

sputum dan kultur Ogawa. Pemeriksaan fungsi

paru

dilakukan dengan menggunakan spirometri (SpirobankG dari MIR, Italia).
Semua data dimasukkan dalam pangkalan data oleh dua orang secara independen
dengan menggunakan Microsoft Access. Analisa statistik menggunakan SPSS 16.0.
Var·iabel binomial diuji dengan menggunakan regresi logistik untuk mendapatkan
hasil Odds Ratio (OR). Perbandingan antara subjek sehat mantan pasien TB dengan
kontwl sehat, diuji sesudah dikoreksi variabel merokok, usia, jenis kelamin , diabetes
dan hasil pengobatan awal. Perbedaan fungsi paru diuji dengan menggunakan

16

regresi linier dan regresi logistik. Varia bel indeks masa tubuh (IMTl, merokok, usia,
jenis kelamin dan hasil pengobatan awal dimasukkan dalam model multivariat.

Hasil

Dari 200 mantan pasien TB dan 200 kontrol sehat yang diundang, hanya 146 orang
mantan pasien TB (73%) dan 178 orang kontrol sehat (89%) yang bisa dilacak
kembali dan diikutsertakan dalam penelitian ini. Median waktu follow up dari
keikutsertaan penelitian yang pertama dengan penelitian ini adalah 2,5 tahun untuk
mantan pasien TB dan 2,2 tahun untuk kontrol sehat (tabeI1).

Tabel!. Karakteristik subjek yang berhasil dilacak
Karakteristik

Mantan Pasien T8

Kontrol

Jumlah subyek (%)

146 (73%)

178 (89%)

Median follow up - tahun

2,5

2,2

Total follow up - orang tahun

359

387

Meninggal

2,1(0,4 - 6,0)

Median IMT (lOR)

21 (19 - 24)

°

Melaporkan TB selama periode follow up

7,4 (3,4 - 14,1)

1,3 (0,2 - 4,6)

57,7 (47,9 - 67,6)

4,5 (0,6 - 8,3)

Foto
thoraks
kemungkinan TB

dada

abnormal,

22 (19 - 26)

Batuk kronis
Batuk darah

3,6 (1,0 - 9,3)

1,6 (0,2 - 4,6)

1,8 (0,2 - 6,6)

0

Pemeriksaan sputum

n = 33

n=1

BTA positif (n)

3

1

Kultur positif (n)

5

1

BTA atau kultur positif (n)

6

1

Fungsi paru

n

= 73

n = 84

Rerata VC - % predicted

81,2

95,4

Rerata FEV 1/ FVC ratio

81,6

86,6

VC=Vital Capacity; FEV1=Forced Expiratory Volume 1 second; FVC=Forced Vital Capacity.

Melalui anamnesis dan penemuan kasus yang aktif, total ditemukan 16 orang dari
mantan pasien TB yang meninggal dan mengalami TB ulang. Sementara, data dari
kontrol sehat dilaporkan 3 orang yang mengalami TB dan tidak ada yang meninggal
(tabel 2). Ini memperlihatkan bahwa mantan pasien TB mempunyai risiko lebih tinggi

17

meninggal atau terjadi TB ulang dibandingkan kontrol sehat dengan Risiko Relatif
sebesar 5,9 (1,8-19,5).

label 2. Subjek yang meninggal, TB ulang, dan hidup tanpa TB pada mantan pasien
TB dibandingkan kontrol
Meninggal

TB

Total

Hidup,

ulang

meninggal

tanpa TB

Total

RR (95% (I)

dan TB ulang
N

n

n(%)

n (%)

n

Mantan pasien

2

14

86 (84)

102

5,9 (1,8 -19,5)

TB

0

3

16
(16)

109 (97)

112

1

195 (91)

214

3 (2,7)

Kontrol
Total

2

17

19 (8,9)

Fungsi paru dengan menggunakan Spirometri hanya bisa dilakukan pada 158 orang
subyek (74 mantan TB pasien dan 83 kontrol sehat). Dari tabel 3 dapat dilihat ada
perbedaan mengenai fungsi paru antara mantan pasien TB dengan kontrol sehat
untuk semua parameter fungsi paru. Kerusakan fungsi paru diklasifikasikan dalam 2
tipe, yaitu restriksi dan obstruksi. Parameter FVC% dan VC% dapat memperlihatkan
kerusakan berupa restriksi, sementara obstruksi dapat dilihat dari parameter
FEV1!FVC dan FEV1/VC. Setelah dikoreksi dengan faktor merokok, IMT, dan usia,
Risiko Relatif kerusakafl paru pada mantan pasien TB dibandingkan kontrol I:ebih
tinggi baik berupa restriksi maupun obstruksi.
Tabel 3. Subjek yang mengalami kerusakan fungsi paru, risiko relatif dan odds ratio
setelah dikoreksi
Parameter

Ke las

Mantan
pasien

Kontrol

n (%)

n (%)

RR

OR

OR セッ イ・ォウ ゥ@
(95% CI)

FVC%

< 80%

36 (49)

14 (17)

2,9

4,7

4,2 (2 ,0 - 8,9)

VC%

< 80%

33 (45)

16 (19)

2,3

3,4

3,4 (1 ,7-6,7)

FEV,%

< 80%

39 (53)

14 (17)

3,1

5,5

5,0 (2,4 - 11)

FEV,/ FVC

" 70

7 (9.5)

1 (1,2)

7,9

8,6

8,6 (1,0 - 71) 

FEV,/VC