Karakter Fisiologis dan Keefektifan Isolat Rizobakteri sebagai Agens Antagonis Colletotrichum capsici dan Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman Cabai

Karakter Fisiologis dan Keefektifan Isolat Rizobakteri sebagai Agens Antagonis
Colletotrichum capsici dan Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman Cabai
Physiological Characters and Effectiveness of Rhizobacteria Isolates as
Colletotrichum capsici Antagonist Agents and Plant Growth Promoting
Rhizobacteria of Hot Pepper
Gusti Ayu Kade Sutariati1, Widodo2, Sudarsono3, Satriyas Ilyas3
Pengajar di Jurusan Budidaya Pertanian, FAPERTA Universitas Haluoleo
2
Pengajar di Departemen Proteksi Tanaman, dan 3 Pengajar di Departemen Agronomi dan
Hortikultura FAPERTA, Institut Pertanian Bogor
Diterima 12 November 2005/Disetujui 21 April 2006
1

Abstract
The objectives of this experiment were to evaluate the ability of 25 isolates of Bacillus spp.,
Pseudomonas spp., and Serratia spp. to produce chitinase, cellulase and protease, syderophore,
Hydrogen Cyanide (HCN) and solubilize phosphate. The experiments were also conducted to
evaluate the effectiveness of the isolates as antagonist agents against Colletotrichum capsici as well
as plant growth promoting rhizobacteria of hot pepper seedlings. Result of the experiments showed
those rhizobacteria isolates had different ability to produce extracelluler enzymes, syderophore and
Hydrogen Cyanide (HCN), and to solubilize phosphate. However, those ability of the rhizobacteria

were not the only determinant of antagonist agents against C. capsici, and the ability to solubilize
phosphate was not the only determinant as PGPR. Of 25 isolates tested, BG25 from Bacillus spp.,
P. fluorescens PG01 from Pseudomonas spp. and SG01 from Serratia spp. gave better effects on
inhibiting colony growth of Colletotrichum capsici and or improving seedling growth of hot pepper
compared with other isolates in the same group.
Keywords: chitinase, cellulase, protease, HCN, syderophore, phosphate-solubilizing, PGPR
Abstrak
Percobaan yang dilakukan bertujuan mengevaluasi kemampuan 25 isolat Bacillus
spp., Pseudomonas spp., and Serratia spp. untuk memproduksi enzim kitinase, selulase dan
protease, senyawa siderofor, hidrogen sianida (HCN), serta melarutkan fosfat. Selain itu,
evaluasi juga dilakukan untuk menentukan keefektifan isolat rizobakteri uji sebagai agens
antagonis terhadap Colletotrichum capsici dan sebagai pemacu pertumbuhan bibit cabai.
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan tidak semua isolat rizobakteri mampu
memproduksi kitinase, selulase dan protease, senyawa HCN dan senyawa siderofor, serta
melarutkan fosfat. Kemampuan memproduksi enzim ekstra-seluler, HCN dan siderofor bukan
satu-satunya penentu keefektifan daya hambat isolat rizobakteri terhadap pertumbuhan
koloni C. capsici, sedangkan kemampuan melarutkan fosfat bukan satu-satunya penentu
kemampuan isolat rizobakteri sebagai pemacu pertumbuhan. Dari 25 isolat uji, isolat BG25
dari kelompok Bacillus spp., P. fluorescens PG01 dari kelompok Pseudomonas spp. dan SG01
dari kelompok Serratia spp. memberikan efek yang lebih baik dalam menghambat

pertumbuhan koloni C. capsici dan/atau meningkatkan pertumbuhan bibit cabai
dibandingkan dengan isolat lainnya dalam kelompok yang sama.
Kata kunci: kitinase, selulase, protease, HCN, siderofor, pelarut fosfat, PGPR

Pendahuluan
Rizosfer
tanaman
merupakan
habitat berbagai spesies bakteri yang secara

28

umum dikenal sebagai rizobakteri. Isolat
rizobakteri dapat berfungsi sebagai pemacu
pertumbuhan tanaman atau plant growth

Gusti Ayu Kade Sutariati, Widodo, Sudarsono, Satriyas Ilyas: Karakter Fisiologis
dan Keefektifan Isolat Rizobakteri

promoting rhizobacteria (PGPR) dan sebagai

agens antagonis terhadap patogen tanaman
(Timmusk, 2003).
Kemampuan untuk memfiksasi
nitrogen, melarutkan fosfat, memproduksi
senyawa siderofor dan hidrogen sianida
(HCN), enzim kitinase, protease, dan
selulase merupakan karakteristik rizobakteri
yang diinginkan (Zhang, 2004). Oleh
karena itu untuk memperoleh rizobakteri
yang berpotensi perlu dievaluasi berbagai
karakter tersebut. Salah satu kemampuan
rizobakteri dari kelompok Bacillus spp. dan
Pseudomonas spp. yang telah dilaporkan
ialah mampu melarutkan fosfat (Faccini et
al., 2004), sedangkan rizobakteri dari
kelompok Serratia sp. mampu memfiksasi
nitrogen (Bai et al., 2003).
Dari percobaan sebelumnya, telah
berhasil diisolasi 16 isolat Bacillus spp., 5
isolat Pseudomonas spp., dan 4 isolat Serratia

spp. dari rizosfer tanaman cabai sehat di
Sukabumi (Sutariati et al., 2005).
Percobaan yang dilakukan bertujuan
mengevaluasi kemampuan isolat rizobakteri
tersebut untuk memproduksi berbagai enzim
ekstra-seluler (kitinase, selulase, dan
protease), memproduksi senyawa siderofor
dan hidrogen sianida (HCN), serta
melarutkan fosfat. Selain itu, evaluasi juga
dilakukan untuk menentukan keefektifan
isolat rizobakteri uji sebagai agens antagonis
terhadap Colletotrichum capsici penyebab
antraknosa dan pemacu pertumbuhan bibit
cabai.

Bahan dan Metoda
Dalam percobaan ini dievaluasi 16
isolat Bacillus spp., 5 isolat Pseudomonas spp.
dan 4 isolat Serratia spp. dari percobaan
sebelumnya (Sutariati et al., 2005). Isolat

rizobakteri diisolasi dari rizosfer tanaman
cabai sehat yang tumbuh di antara tanaman
terserang C. capsici penyebab antraknosa
pada buah cabai di pertanaman cabai rakyat
di Sukabumi, Jawa Barat.

Produksi kitinase, protease, dan
selulase dievaluasi secara kualitatif dengan
mengamati terbentuknya halo di sekitar
suspensi bakteri yang ditumbuhkan pada
media uji. Kultur isolat Bacillus sp. dan
Serratia sp. ditumbuhkan dalam media TSA
dan isolat Pseudomonas sp. dalam media
King’s B selama 48 jam. Untuk menguji
aktivitas kitinase digunakan media uji agarkitin 0,2% (Munif, 2001), selulase
menggunakan media uji dengan substrat
carboxy-methylcellulose (CMC) (Andro et al.,
1984), sedangkan protease menggunakan
media uji dengan substrat gelatin (Munif,
2001).

Produksi senyawa HCN dianalisis
secara kualitatif dengan metoda Bakker &
Schipper (Munif, 2001). Isolat rizobakteri
uji ditumbuhkan pada media glisin dalam
cawan petri. Pada bagian tengah tutup
cawan petri ditempelkan potongan kertas
saring yang telah direndam dalam larutan
pendeteksi HCN (asam pikrat 2 g, natrium
karbonat 8 g, dalam 200 ml air).
Selanjutnya, kultur bakteri diinkubasikan
selama 4 hari pada suhu 240 C. Warna
kertas saring yang tetap kuning mengindikasikan isolat uji tidak memproduksi
HCN sedangkan warna coklat muda, coklat
tua, dan merah bata mengindikasikan
produksi HCN yang semakin meningkat.
Kemampuan produksi siderofor
dianalisis dengan menumbuhkan isolat
rizobakteri dalam media uji (sukrosa 20 g/l,
L-asparagin 2 g/l, K2HPO4 1 g/l,
MgSO4.7H2O 0.5 g/l) dan diinkubasikan

selama 24 jam pada suhu 270 C untuk
mengetahui produksi siderofor. Suspensi
rizobakteri dipanen dan disentrifugasi
dengan kecepatan 11.000 rpm selama 30
menit, lalu supernatannya disaring dengan
membran nitroselulosa berporositas 0,2 mm.
Produksi siderofor dideteksi melalui
pengukuran absorbansi supernatan (3 ml)
dengan atau tanpa penambahan 0,01 M
FeCl3 (1 ml) menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 410 nm
(Dirmawati, 2003).

29

Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 41 • No. 1 • Maret 2006

Pengujian kemampuan rizobakteri
melarutkan fosfat dilakukan dengan
menggunakan media uji Pikovskaya’s agar

yang ditambah tri-calcium phosphate (TCP)
sebagai sumber fosfat (Thakuria et al.,
2004). Prosedur pengujian yang dilakukan
sama dengan uji keefektifan enzim ekstraseluler.
Uji antagonis secara in vitro
dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan
agens biokontrol terhadap C. capsici
penyebab antraknosa pada buah cabai,
menggunakan metoda uji ganda. Sedangkan
untuk menganalisis rizobakteri sebagai
pemacu pertumbuhan tanaman cabai,
dilakukan percobaan dengan cara menginokulasi benih cabai kultivar Tit Super
dengan masing-masing isolat rizobakteri uji.
Benih yang telah diinokulasi lalu
dikecambahkan pada media arang sekam
steril. Setelah berumur 2 minggu, individu
kecambah dipindah-tanam (transplant) ke
pot plastik berdiameter 7 cm dan tinggi
10 cm yang berisi 500 g media tanam
campuran tanah dan pupuk kandang (4:1).

Bibit cabai ditumbuhkan di rumah
pembibitan
dan
untuk
menjaga
pertumbuhan dan perkembangan bibit yang
normal dilakukan penyiraman hingga
kapasitas lapang setiap pagi dan sore hari.
Unit percobaan terdiri atas 9 bibit cabai per
perlakuan dan untuk setiap perlakuan
diulang tiga kali (menggunakan rancangan
acak lengkap). Pengamatan dilakukan
terhadap tinggi bibit dan jumlah daun
hingga umur 4 minggu setelah pindahtanam (msp).

Hasil dan Pembahasan
Hasil evaluasi berbagai karakter
fisiologis isolat rizobakteri yang dilakukan
menunjukkan setiap isolat uji mempunyai
perbedaan kemampuan dalam memproduksi

enzim ekstra-seluler (kitinase, protease, atau
selulase), senyawa HCN dan siderofor, serta
melarutkan fosfat. Enzim kitinase hanya
disekresikan oleh B. alvei BG07, BG12 dan

30

B. cereus BG35, dan isolat Serratia sp.
Sebaliknya, enzim protease dan selulase
dihasilkan oleh hampir semua isolat uji,
kecuali Bacillus isolat BG05. Kecuali Bacillus
isolat BG03, BG05, BG33, B. cereus BG35,
dan P. fluorescens PG22, isolat rizobakteri
uji lainnya mampu memproduksi enzim
selulase (Tabel 1).
Sementara itu berdasarkan hasil uji
daya hambat isolat rizobakteri terhadap
pertumbuhan koloni C. capsici, ternyata
isolat Serratia sp. yang diuji tidak bersifat
antagonis terhadap C. capsici (daya hambat

= 0%), sedangkan isolat Pseudomonas sp.
dan Bacillus sp. bersifat antagonis (Tabel 1).
Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan
memproduksi enzim ekstra-seluler bukan
satu-satunya karakteristik bakteri yang
menjadi penentu keefektifan daya hambat.
Berbagai isolat bakteri yang tidak
memproduksi enzim ekstra-seluler ternyata
mampu menghambat pertumbuhan koloni
C. capsici, sebaliknya isolat yang
memproduksi enzim ekstra-seluler tidak
mempunyai daya hambat. Menurut Zhang et
al. (2004), antagonisme antara rizobakteri
dengan cendawan patogen dapat terjadi
melalui mekanisme antibiosis, kompetisi,
parasitisme/predatorisme, produksi enzim
ekstra-seluler, atau induksi resistensi.
Senyawa HCN merupakan senyawa
metabolit
sekunder
yang
umumnya
dihasilkan oleh bakteri P. fluorescens dan
bersifat toksik terhadap cendawan patogen
(Ramamoorthy et al., 2002). Isolat P.
fluorescens yang diuji dalam penelitian ini
juga mampu memproduksi senyawa HCN
(P. fluorescens PG01, PG02, dan PG04),
tetapi kemampuan memproduksi HCN juga
bukan merupakan satu-satunya karakteristik
bakteri yang dapat menjelaskan keefektifan
antagonisme rizobakteri yang dievaluasi
terhadap C. capsici.
Hasil
penelitian
ini
juga
menunjukkan
bahwa
semua
isolat
rizobakteri uji mampu menghasilkan
senyawa siderofor dan isolat P. fluorescens

Gusti Ayu Kade Sutariati, Widodo, Sudarsono, Satriyas Ilyas: Karakter Fisiologis
dan Keefektifan Isolat Rizobakteri

PG01 memproduksi siderofor terbanyak.
Menurut Dwivedi & Johri (2003), senyawa
siderofor yang diproduksi oleh bakteri dan
cendawan tidak bersifat toksik terhadap
patogen dan mempunyai kemampuan
mengkelat besi dalam kondisi lingkungan
yang kekurangan Fe. Isolat P. fluorescens
dilaporkan
mempunyai
kemampuan
mengkelat Fe yang tertinggi. Dijelaskan

pula bahwa kemampuan mengkelat Fe
terkait dengan mekanisme antagonisme
melalui kompetisi terhadap hara. Hal ini
terlihat pada isolat PG01 yang mempunyai
kemampuan memproduksi siderofor dalam
jumlah terbanyak, namun hanya mampu
menghambat pertumbuhan koloni C. capsici
35%.

Tabel 1. Kemampuan berbagai isolat Bacillus spp., Pseudomonas spp., atau Serratia spp. untuk
memproduksi kitinase, protease, dan selulase, memproduksi senyawa hidrogen sianida (HCN),
siderofor, dan menghambat pertumbuhan koloni C. capsici
Kelompok
rizobakteri

Nomor
isolat

Aktivitas Enzim Ekstra-seluler:*
Kitinase Protease Selulase

Produksi
HCN**

Produksi
Siderofor***

Daya hambat
terhadap
C.capsici (%)
-

Tanpa rizobakteri
(standar)
Bacillus spp.:
Bacillus sp.
BG03
+
0.57 c-f
50 a
B. polymixa
BG25
+
+
0.81 bc
50 a
Bacillus sp.
BG33
+
0.70 b-e
49 ab
B. megaterium
BG27
+
+
0.26 g
48 a-c
B. alvei
BG07
+
+
+
0.30 g
46 a-d
B. mycoides
BG18
+
+
0.71 b-e
46 a-d
B. mycoides
BG16
+
+
0.66 b-e
46 a-d
Bacillus sp.
BG05
0.75 b-d
46 a-d
B. mycoides
BG11
+
+
0.48 e-g
43 a-d
B. alvei
BG12
+
+
+
0.69 b-e
43 a-d
B. subtilis
BG21
+
+
0.65 b-e
42 b-d
B. subtilis
BG13
+
+
0.59 b-e
42 b-d
Bacillus sp.
BG14
+
+
0.64 b-e
42 b-d
B. subtilis
BG23
+
+
0.58 c-f
41 c-e
B. cereus
BG35
+
+
0.35 fg
40 d-f
B. megaterium
BG20
+
+
0.59 b-f
40 d-f
Pseudomonas spp.:
P. fluorescens
PG22
+
0.69 b-e
41 c-e
P. fluorescens
PG04
+
+
++
0.54 def
41 c-e
P. fluorescens
PG07
+
+
+
0.69 b-e
40 d-f
P. fluorescens
PG01
+
+
+++
1.16 a
35 ef
P. fluorescens
PG25
+
+
0.70 b-e
34 f
Serratia spp.:
Serratia sp.
SG04
+
+
+
0.55 def
0g
Serratia sp.
SG02
+
+
+
0.57 c-f
0g
Serratia sp.
SG03
+
+
+
0.76 b-d
0g
S. liquefaciens
SG01
+
+
+
0.83 b
0g
Keterangan: *untuk aktivitas enzim ekstra-seluler: + reaksi positif, terbentuk halo, -reaksi negatif, tidak terbentuk
halo. **untuk produksi HCN: warna kertas saring, +++merah bata, ++coklat tua, + coklat muda, kuning. ***untuk produksi siderofor: data merupakan nilai absorbansi pada panjang gelombang 410
nm. Angka pada kolom dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda
Duncan pada α=0.05.

31

Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 41 • No. 1 • Maret 2006

Isolat rizobakteri Bacillus sp. BG14
dan BG33, Pseudomonas sp. PG22 dan
PG25, serta Serratia sp. SG04 tidak mampu
melarutkan fosfat dalam bentuk TCP
(Tabel 2). Isolat Bacillus sp., Pseudomonas
sp., dan Serratia sp. lainnya semua
mempunyai kemampuan untuk melarutkan
fosfat yang disediakan dalam bentuk TCP
(Tabel 2).
Pertumbuhan bibit cabai diamati
dalam bentuk perbedaan tinggi tanaman

dan jumlah daun. Inokulasi isolat Bacillus
sp. BG03, BG20, dan BG25 secara nyata
meningkatkan tinggi bibit dan jumlah daun
pada 4 msp. Perlakuan dengan isolat P.
fluorescens PG01, PG22, dan PG07 secara
nyata meningkatkan tinggi dan jumlah
daun bibit cabai dibandingkan dengan
perlakuan standar. Semua isolat Serratia sp.
yang diuji secara nyata meningkatkan tinggi
tanaman dan jumlah daun dibandingkan
dengan perlakuan standar (Tabel 2).

Tabel 2. Kemampuan isolat Bacillus spp., Pseudomonas spp., atau Serratia spp. untuk melarutkan
fosfat dan meningkatkan pertumbuhan bibit cabai kultivar Tit Super
Perlakuan benih

Isolat

Pelarut fosfat*

Bibit cabai saat umur 4 minggu
Tinggi (cm)
Jumlah daun
5.72 ef**
5.00 ef

Tanpa perlakuan (standar)
Bacillus spp.:
Bacillus sp.
BG03
+
7.68 a-c
6.11 a-d
Bacillus sp.
BG05
+
7.31 a-e
6.11 a-d
B. cereus
BG35
+
7.21 a-e
6.00 a-d
B. megaterium
BG20
+
7.52 a-d
6.00 a-d
B. polymixa
BG25
+
7.54 a-d
6.00 a-d
B. mycoides
BG18
+
7.54 a-d
5.89 a-e
Bacillus sp.
BG33
7.40 a-d
5.89 a-e
B. mycoides
BG11
+
6.55 b-f
5.78 b-e
B. mycoides
BG16
+
7.13 a-e
5.78 b-e
B. alvei
BG07
+
7.22 a-e
5.67 b-e
Bacillus sp.
BG14
7.33 a-e
5.67 b-e
B. megaterium
BG27
+
5.94 d-f
5.33 c-f
B. subtilis
BG13
+
6.62 b-f
5.33 c-f
B. subtilis
BG21
+
6.25 c-f
5.22 d-f
B. alvei
BG12
+
5.68 ef
5.00 ef
B. subtilis
BG23
+
5.29 f
4.56 f
Pseudomonas spp.:
P. fluorescens
PG01
+
7.83 a-c
6.33 ab
P. fluorescens
PG07
+
7.31 a-e
5.89 a-e
P. fluorescens
PG22
6.80 a-f
5.89 a-e
P. fluorescens
PG25
6.22 c-f
5.78 b-e
P. fluorescens
PG04
+
7.24 a-e
5.67 b-e
Serratia spp.:
S. liquefaciens
SG01
+
8.06 a
6.78 a
Serratia sp.
SG04
8.32 a
6.33 ab
Serratia sp.
SG02
+
7.89 a-c
6.33 ab
Serratia sp.
SG03
+
7.44 a-d
6.22 a-c
Keterangan: *untuk aktivitas pelarut fosfat: + reaksi positif, terbentuk halo, - reaksi negatif, tidak terbentuk halo.
**Angka pada kolom dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda
Duncan pada α=0.05.

32

Gusti Ayu Kade Sutariati, Widodo, Sudarsono, Satriyas Ilyas: Karakter Fisiologis
dan Keefektifan Isolat Rizobakteri

Dalam penelitian ini, perlakuan
dengan isolat B. alvei BG12 dan B. subtilis
BG23, yang terbukti mampu melarutkan
fosfat, tidak dapat memacu pertumbuhan
bibit cabai. Sebaliknya, perlakuan dengan
Bacillus sp. isolat BG14 dan BG33, P.
fluorescens PG22 dan PG25, serta Serratia
sp. isolat SG04 yang semuanya tidak
mempunyai kemampuan melarutkan fosfat
mampu memacu pertumbuhan bibit cabai
melebihi
pertumbuhan
bibit
tanpa
perlakuan rizobakteri. Dalam hal ini,
pengaruh ketersediaan fosfat terhadap
pertumbuhan bibit cabai sampai dengan
4 minggu diduga belum optimal karena
fosfat tersedia/terlarut telah tercukupi oleh
media tanam sehingga perlakuan isolat
rizobakteri dengan atau tanpa kemampuan
melarutkan fosfat bukan merupakan faktor
utama. Selain itu, ketersediaan fosfat bukan
satu-satunya faktor yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan bibit cabai sehingga
peranan berbagai faktor tersebut dapat
menutup pengaruh positif rizobakteri
pelarut fosfat terhadap pertumbuhan bibit
cabai. Isolat rizobakteri uji dalam penelitian
ini juga telah dilaporkan mampu
memproduksi zat pengatur tumbuh IAA
dalam penelitian sebelumnya (Sutariati et
al., 2005).
Di antara 25 isolat rizobakteri yang
diuji, isolat BG25 dari kelompok Bacillus
spp., P. fluorescens PG01 dari kelompok
Pseudomonas spp. dan SG01 dari kelompok
Serratia spp. berpotensi sebagai agens
antagonis terhadap C. capsici sekaligus
sebagai pemacu pertumbuhan bibit cabai
berdasarkan karakter fisiologis yang
dihubungkan dengan kemampuan dalam
menghambat pertumbuhan koloni C. capsici
dan atau memacu pertumbuhan bibit cabai.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan dapat
disimpulkan bahwa tidak semua isolat
rizobakteri mampu memproduksi enzim
ekstra-seluler (kitinase, protease, dan
selulase), mensintesis senyawa HCN dan
senyawa siderofor, serta melarutkan fosfat.

Kemampuan memproduksi enzim ekstraseluler, HCN, dan siderofor bukan satusatunya penentu keefektifan daya hambat
isolat rizobakteri terhadap pertumbuhan
koloni C. capsici. Kemampuan melarutkan
fosfat juga bukan sebagai satu-satunya
penentu kemampuan isolat rizobakteri
sebagai pemacu pertumbuhan tanaman
cabai. Dari 25 isolat uji, isolat BG25 dari
kelompok Bacillus spp., P. fluorescens PG01
dari kelompok Pseudomonas spp. dan SG01
dari kelompok Serratia spp. memberikan
efek yang lebih baik dalam menghambat
pertumbuhan koloni C. capsici dan/atau
meningkatkan pertumbuhan bibit cabai
dibandingkan dengan isolat lainnya dalam
kelompok yang sama.

Saran

Informasi karakter fisiologis rizobakteri dapat digunakan sebagai salah satu
acuan untuk memilih isolat yang berpotensi
sebagai agens biokontrol. Perlu dilakukan
uji pengendalian hayati menggunakan isolat
rizobakteri BG25, PG01, dan SG01 pada
kecambah cabai yang diinokulasi dengan C.
capsici.

Daftar Pustaka

Andro, T., J. P. Chambost, A. Kotoujansky,
J. Cattano, Y. Ertheau, F. Barras, F.
Van Gijsegem and A. Coleno. 1984.
Mutans of Erwinia chrysantemii
defective in secretion of pectinase
and cellulase. J. Bacteriol. 160:1119–
1023.
Bai, Y., X. Zhou and D. L. Smith. 2003.
Enhanced soybean plant growth
resulting from coinoculation of
Bacillus strains with Bradyrhizobium
japonicum. Crop Sci. 43:1774–1781.
Dirmawati, S. R. 2003. Kajian Komponen
Pengendalian Ramah Lingkungan
Penyakit Pustul Bakteri pada
Tanaman Kedelai [Disertasi]. Bogor:
Sekolah
Pascasarjana,
Institut
Pertanian Bogor.

33

Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 41 • No. 1 • Maret 2006

Dwivedi, D., B. N. Johri. 2003. Antifungal
from fluorescens pseudomonads:
biosynthesis and regulation. Current
Sci. 85:1693–1703.
Faccini, G., S. Garzon, M. Martines and A.
Varela. 2004. Evaluation of the
effects of a dual inoculum of
phosphate-solubilizing bacteria and
Azotobacter chroococcum, in creolo
potato (Papa“Criolla”) (Solanum
phureya) var ‘Yema de Huevo’.
http:\www.ag.auburn.edu/argentina/
pdfmanuscripts/faccini.pdf [28 Okt
2004].
Munif, A. 2001. Studies on the Importance
of Endophytic Bacteria for the
Biological Control of the Root-knot
Nematode Meloidogyne incognita on
Tomato
[Dissertation].
Bonn,
Germany: Institute for Plant Diseases,
University of Bonn.
Ramamoorthy, V., T. Raguchander and R.
Samiyappan. 2002. Induction of
defence-related proteins in tomato
roots treated with Pseudomonas
fluorescens
Pf1
and
Fusarium
oxysporum f.sp. lycopersici. Plant and
Soil 239:55–68.

34

Sutariati, G. A. K., Widodo, Sudarsono and
S. Ilyas. 2005. Isolasi bakteri rizosfer
dan karakterisasi kemampuannya
untuk menghambat pertumbuhan
koloni cendawan patogen. Agriplus
15:272–281.
Thakuria, D., N. C. Talukdar, C. Goswami,
S. Hazarika, R. C. Boro and M. R.
Khan. 2004. Characterization and
screening of bacteria from rhizosphere
of rice grown in acidic soils of Assam.
Current Sci. 86:978–985.
Timmusk, S. 2003. Mechanism of Actions
of the The Plant-Growth-Promoting
Rhizo
Bacterium
Paenibacillus
polymixa [Dissertation]. Uppsala,
Sweden: Departement of Cell and
Molecular Biology, Uppsala University.
Zhang, Y. 2004. Biocontrol of Sclerotinia
Stem rot of Canola by Bacterial
Antagonists and Study of biocontrol
Mechanism
Involved
[Thesis].
Winnipeg, Canada: Departement of
Plant
Science,
University
of
Manitoba.