Regulasi Hormonal Dalam Hemostasis

REGULASI HORMONAL DALAM HEMOSTASIS
Oleh
MAYA SAVIRA 197611192003122001
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN
Tubuh manusia merupakan gabungan dari banyak sel yang tersusun dalam struktur fungsional yang berbeda-beda, disebut sebagai organ. Agar sel-sel terus hidup dan berfungsi dengan tepat, setiap organ menyediakan peran dalam mempertahankan keadaan homeostasis dalam cairan ekstraselular, dan beberapa hormon ikut membantu bekerjanya sebagian organ. Setiap sel mendapat keuntungan dari homeostasis, dan sebaliknya, setiap sel ikut berperan dalam mempertahankan homeostasis. Hubungan timbal balik ini terus-menerus dipertahankan hingga satu atau lebih fungsi tubuh kehilangan kemampuannya untuk ikut berperan. Bila ini terjadi, semua sel tubuh akan menderita dan dapat berakhir dengan kematian.3
Hormon adalah molekul yang disintesis dan disekresi oleh sel-sel spesifik, dilepaskan ke dalam darah, dan menghasilkan efek biokimia pada sel-sel target di lokasi yang jauh dari lokasi asalnya. Beberapa hormon hanya bekerja pada jaringan target, misalnya thyroid-stimulating hormone yang hanya bekerja pada kelenjar tiroid. Hormon lainnya, seperti insulin dan hormon tiroid bekerja pada banyak jenis sel, termasuk hati, otak, dan kulit. Pada umumnya, mekanisme regulasi intrasel terdiri dari persepsi stimulus oleh suatu sel dengan bantuan sel reseptor spesifik, kemudian diikuti respons selular. Dalam hal kerja hormon, hormon perangsang (stimulating hormone) berikatan dengan reseptor spesifiknya pada atau di dalam sel, menghasilkan serangkaian proses intrasel yang berakhir dengan respons selular. Regulasi selular oleh hormon, sama dengan sistem aktivasi sel secara umum dan dapat diamati dalam berbagai proses biologis, misalnya pembentukan sel telur pada fertilisasi, kontraksi otot setelah bangkitan elektris, dan aktivasi limfosit untuk membentuk antibodi spesifik, setelah pemaparan terhadap antigen.1
Pada makalah ini penulis ingin membahas kerja berbagai hormon yang dihasilkan tubuh dalam usaha mempertahankan keadaan homeostasis, yaitu keadaan ideal dan seimbang dimana semua sel-sel tubuh bekerja serta berinteraksi terus-menerus secara sesuai untuk memenuhi semua kebutuhan tubuh. Untuk menegaskan hormon apa saja yang akan dibahas, klasifikasi, sintesis dan sekresi hormon-hormon tubuh akan sedikit diuraikan penulis di awal makalah ini.
Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Hormon
Hormon mempunyai struktur molekul yang berbeda-beda mulai dari modifikasi asam amino (epinefrin), lipida (estrogen, kortisol), hingga protein (glukagon, insulin, hormon pertumbuhan). Untuk menghubungkan struktur hormon dengan kerja fisiologis, maka biasanya hormon dikategorikan dari segi kimiawi.1
2.1.1 Peptida dan Protein
Termasuk dalam kelompok ini adalah hormon-hormon glikoprotein, yaitu: follicle stimulating hormone (FSH), human chorionic gonadotropin (hCG), luteinizing hormone (LH), thyroid stimulating hormone (TSH), dan hormonhormon polipeptida, yaitu: adrenocorticotropic hormone (ACTH), angiotensin, kalsitonin, kolesistokinin, eritropoietin, gastrin, glukagon, growth hormone (hormon pertumbuhan), insulin, somatomedin (insulinlike growth peptide), melanocyte-stimulating hormone (MSH), oksitosin, hormon paratiroid, prolaktin, relaksin, sekretin, hormon pelepas hormon pertumbuhan, somatostatin, dan vasopressin (ADH).1
2.1.2 Steroid
Aldosteron, kortisol, estrogen (estradiol), progesteron, testosteron, dan vitamin D merupakan hormon-hormon steroid.1
2.1.3 Derivat Asam Amino

Ada dua kelompok hormon yang merupakan derivat asam amino tirosin, yaitu hormon-hormon katekolamin: epinefrin dan norepinefrin, serta hormon metabolik tiroid: tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).1
Universitas Sumatera Utara

Klasifikasi di atas hanya bersifat representatif dan tidak lengkap, oleh karena molekul-molekul baru dengan aktivitas hormonal masih terus ditemukan. Misalnya identifikasi hormon-hormon gastrointestinal baru yang masih dalam proses observasi.1
2.2 Sintesis dan Sekresi Hormon
- Hormon-hormon polipeptida dan derivat asam amino: Hormon-hormon polipeptida bersama protein-protein lain yang ditujukan
untuk dikeluarkan dari sel, disintesis pada ribosom bermembran (membranebound ribosome) kemudian dipisahkan dalam sisterna retikulum endoplasma. Pada awalnya messenger RNA (mRNA) spesifik untuk hormon polipeptida melekat ke ribosom, ini diikuti mulainya translasi pada kodon AUG (adeninuridin-guanin) yang merupakan kodon inisiasi (initiation codon). Translasi berlanjut hingga bagian peptida yang mulai berkembang disebut “signal sequence” muncul dari ribosom. Untuk hormon-hormon polipeptida, signal sequence berlokasi pada amino terminal dari peptida tersebut. Susunan ini berikatan kuat dengan kompleks ribonukleoprotein disebut signal recognition particle (SRP). Setelah SRP memilih dan memisahkan kompleks proteinribosom, kemudian berikatan dengan reseptor SRP dalam membran retikulum endoplasma. Polipeptida yang mulai berkembang kemudian keluar, melalui membran tersebut menuju lumen retikulum endoplasma. Molekul komplit ini disebut prehormon. Pada beberapa kasus terjadi modifikasi lebih lanjut dari hormon sebelum disekresi, misalnya penambahan gula pada hormon glikoprotein hCG, TSH, LH, dan FSH. Jika asam amino tambahan masih diberikan setelah menjadi prehormon, maka molekul ini disebut prohormon. Setelah sintesis dan pemisahan dalam lumen retikulum endoplasma, hormon yang baru disintesis berpindah ke badan golgi lewat transpor vesikuler dan di sini dikemas ke dalam granula atau vesikel. Dalam badan golgi inilah glikosilasi akhir terjadi, juga konversi dari prohormon menjadi hormon yang matur. Dalam bentuk vesikel atau granula sekretorik ini hormon disimpan di dalam sel hingga saat sekresinya dibutuhkan.1
Universitas Sumatera Utara

Granula sekretorik menyimpan cukup hormon-hormon polipeptida dan katekolamin untuk mempertahankan laju sekresi normal selama beberapa hari. Variasi laju sekresi hormon ke dalam darah disebabkan kontrol laju pelepasan isi granula sekretorik dari sel lewat eksositosis. Pada proses ini membran yang mengelilingi granula sekretorik mengalami fusi dengan membran sel, kemudian terbuka, dan isi granula sekretorik dilepaskan ke dalam ruang ekstrasel. Selanjutnya hormon masuk peredaran darah dan akan berikatan dengan reseptornya pada sel organ target.1
- Hormon-hormon steroid: Berbeda dengan hormon-hormon polipeptida, hormon-hormon steroid
tidak di simpan dalam sel-sel yang memproduksinya. Hormon steroid dapat melewati membran dan meninggalkan sel segera setelah disintesis. Akibatnya laju sekresi hormon-hormon steroid dikontrol oleh laju sintesis. Sintesis steroid dimulai dari kolesterol melalui banyak tahap (terutama oksidatif), dan mengambil tempat di dalam sitoplasma, retikulum endoplasma halus, dan mitokondria. Sel-sel yang mensekresi steroid biasanya mengandung banyak organel-organel tersebut dan juga lipid yang mengandung kolesterol sebagai prekursor. Kontrol terhadap laju sintesis steroid adalah dengan regulasi oleh enzim pengatur di dalam jalur biosintesa. Untuk steroid adrenal dan gonadal yang sintesis-nya dikontrol oleh hormon-hormon tropik, hormon perangsang berinteraksi dengan reseptor spesifik yang menuntun pada aktivasi adenilat siklase dan peningkatan siklik AMP. Siklik AMP kemudian menimbulkan perubahan aktivitas enzim yang membatasi laju sintesis steroid.1
2.3 Peran Hormon dalam Metabolisme
Peran sistem hormonal untuk mempertahankan keadaan homeostasis terutama adalah mengatur fungsi metabolisme tubuh, seperti pengaturan kecepatan reaksi kimia di dalam sel, pengangkutan bahan-bahan melewati membran sel, atau aspek lain dari metabolisme sel, seperti pertumbuhan dan sekresi. Mekanisme umpan balik dalam pengaturan hormon-hormon ini berlangsung sedemikian rupa agar tercapai keseimbangan
Universitas Sumatera Utara

konsentrasi zat-zat dalam tubuh. Selanjutnya akan dibahas hormon-hormon yang berperan terutama dalam metabolisme tubuh.3
2.3.1 Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan atau somatotropin, dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis anterior. Berbeda dengan hormon-hormon lainnya, hormon pertumbuhan tidak berfungsi pada organ sasarannya dan malahan berpengaruh terhadap hampir seluruh jaringan tubuh. Hormon ini menambah ukuran sel dan meningkatkan proses mitosis yang diikuti dengan bertambahnya jumlah sel dan diferensiasi khusus dari beberapa tipe sel seperti sel-sel pertumbuhan tulang dan sel-sel otot awal. Efek metabolik hormon pertumbuhan meliputi:3 - Meningkatkan penyimpanan protein, dengan cara meningkatkan hampir semua ambilan asam amino dan sintesis protein oleh sel, sementara pada saat yang sama hormon ini mengurangi pemecahan protein. - Meningkatkan pemakaian lemak sebagai energi, dengan cara menyebabkan
pelepasan asam lemak dari jaringan adiposa, sehingga meningkatkan konsentrasi asam lemak dalam cairan tubuh. Selain itu, di dalam jaringan di seluruh tubuh, hormon pertumbuhan meningkatkan perubahan asam lemak menjadi asetil-KoA dan kemudian digunakan untuk energi. - Mempengaruhi metabolisme karbohidrat/glukosa dalam sel, yaitu dengan cara: mengurangi pemakaian glukosa untuk mendapat energi, meningkatkan pengendapan glikogen di dalam sel, mengurangi ambilan glukosa oleh sel, dan meningkatkan sekresi insulin serta menurunkan sensitivitas terhadap insulin.

Jadi, sebenarnya efek hormon pertumbuhan adalah meningkatkan timbunan protein tubuh untuk pertumbuhan, menggunakan lemak dari tempat penyimpanannya, dan menghemat karbohidrat.3
2.3.2 Somatomedin
Hormon pertumbuhan menyebabkan hati (dan sebagian kecil jaringan lain) membentuk somatomedin yang memiliki efek poten dalam meningkatkan
Universitas Sumatera Utara

pertumbuhan tulang. Banyak pengaruh somatomedin pada pertumbuhan yang

mirip dengan efek insulin pada pertumbuhan, oleh karena itu somatomedin

disebut juga faktor pertumbuhan mirip insulin (IGF). Diketahui ada empat jenis

somatomedin, namun yang paling penting adalah somatomedin C (IGF I).

Konsentrasinya dalam plasma secara ketat mengikuti kecepatan sekresi hormon

pertumbuhan. Hormon pertumbuhan melekat secara lemah dengan protein plasma

di dalam darah, maka pelepasannya ke dalam jaringan cukup cepat, dengan waktu

paruh di dalam darah kurang dari 20 menit. Sebaliknya IGF I melekat dengan


kuat pada protein pembawa (carrier) di dalam darah, sehingga IGF I dilepaskan

dengan lambat ke jaringan dengan waktu paruh kira-kira 20 jam. Hal ini

membantu memanjangkan efek peningkatan-pertumbuhan pertumbuhan.3

oleh hormon

2.3.3 Hormon Pelepas Hormon Pertumbuhan dan Somatostatin

Sekresi hormon pertumbuhan dikontrol hampir seluruhnya sebagai respons terhadap dua faktor yang disekresikan di dalam hipotalamus dan kemudian ditranspor ke kelenjar hipofisis anterior melalui pembuluh portal hipotalamus-hipofisis. Kedua faktor tersebut adalah hormon pelepas hormon pertumbuhan dan hormon penghambat hormon pertumbuhan, disebut juga somatostatin. Hormon pelepas hormon pertumbuhan merangsang sekresi hormon pertumbuhan dengan cara melekat pada reseptor membran sel pada permukaan luar sel hormon pertumbuhan di dalam kelenjar hipofisis. Hormon ini mengaktifkan adenil siklase dalam sel, meningkatkan kadar siklik adenosin monofosfat (cAMP). cAMP selanjutnya mempunyai efek jangka pendek, yaitu meningkatkan transpor ion kalsium ke dalam sel dan dalam beberapa menit menyebabkan bersatunya vesikel sekretoris hormon pertumbuhan dengan membran sel dan pelepasan hormon ke dalam darah, kemudian efek jangka panjang, yaitu meningkatkan transkripsi dalam inti sel oleh gen yang menyebabkan sintesis hormon pertumbuhan. Somatostatin disekresikan oleh sel delta pulau Langerhans dalam pankreas, fungsinya menghambat sekresi hormon pertumbuhan dari hipofisis anterior, selain itu juga menghambat sekresi insulin

Universitas Sumatera Utara

dan glukagon. Somatostatin juga ditemukan pada banyak daerah di sistem saraf pusat dan saluran cerna. Karena itu somatostatin mempunyai peran yang luas dalam mengatur fungsi dari banyak hormon dan sistem fisiologis lain.3
2.3.4 Hormon Metabolik Tiroid
Kira-kira 93 persen hormon-hormon aktif metabolisme yang disekresikan oleh kelenjar tiroid adalah tiroksin (T4) dan 7 persen adalah triiodotironin (T3), tetapi hampir semua tiroksin akhirnya akan diubah menjadi triiodotironin di dalam jaringan. Secara kualitatif, fungsi kedua hormon ini sama, hanya berbeda dalam kecepatan dan intensitas kerjanya. Triiodotironin kira-kira empat kali lebih kuat daripada tiroksin, namun keberadaannya dalam darah jauh lebih singkat dan lebih sedikit daripada tiroksin. Efek umum hormon tiroid adalah menyebabkan transkripsi inti dari sejumlah besar gen, dengan hasil akhir peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh. Sekresi hormon tiroid dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal. Hormon ini meningkatkan kecepatan sintesis protein sekaligus juga mempercepat katabolisme protein, meningkatkan metabolisme lemak dengan mengangkut lipid dari jaringan lemak sehingga meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas dalam plasma, juga mempercepat proses oksidasi asam lemak bebas oleh sel, merangsang metabolisme karbohidrat termasuk penggunaan glukosa yang cepat oleh sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan glukogenesis, meningkatkan kecepatan absorpsi dari saluran cerna, juga meningkatkan sekresi insulin dengan hasil akhir adalah efeknya terhadap metabolisme karbohidrat. Semua efek ini mungkin disebabkan oleh naiknya seluruh enzim akibat dari hormon tiroid.3
Selain T4 dan T3, kelenjar tiroid juga mensekresi hormon kalsitonin, yang sangat berguna untuk metabolisme kalsium. Kalsitonin menurunkan konsentrasi ion kalsium dalam darah, jadi efeknya berlawanan dengan efek hormon paratiroid. Penurunan kadar hormon paratiroid akan meningkatkan kadar hormon kalsitonin dan juga sebaliknya. Kerja hormon kalsitonin bersama hormon paratiroid perlu untuk menjaga keseimbangan konsentrasi kalsium plasma.3
Universitas Sumatera Utara


2.3.5 Vitamin D
Vitamin D dengan bentuk aktifnya yaitu 1,25-dihidroksikolekalsiferol, mempunyai efek kuat dalam meningkatkan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Bentuk aktif ini juga mempunyai efek penting terhadap reabsorpsi tulang. Bila tidak ada vitamin D, maka efek hormon paratiroid dalam menyebabkan absorpsi tulang sangat berkurang bahkan dihambat. Jadi, bersama-sama hormon paratiroid dan kalsitonin, vitamin D berperan dalam pengaturan metabolisme kalsium dan pembentukan tulang.3
2.3.6 Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
Untuk menjaga agar tingkat aktivitas metabolisme dalam tubuh tetap normal, maka setiap saat harus disekresikan hormon tiroid dengan jumlah yang tepat, dan agar hal ini dapat terjadi, ada mekanisme umpan balik spesifik yang bekerja melalui hipotalamus dan kelenjar hipofisis anterior untuk mengatur kecepatan sekresi tiroid. Mekanisme ini melibatkan hormon perangsang tiroid yang dikenal juga dengan tirotropin, merupakan salah satu hormon kelenjar hipofisis anterior. Hormon ini meningkatkan semua aktivitas sekresi sel kelenjar tiroid untuk menghasilkan tiroksin dan triiodotironin. Efek awal yang paling penting setelah pemberian TSH adalah timbulnya proteolisis tiroglobulin, yang dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pelepasan tiroksin dan triiodotironin ke dalam darah. Bila hormon tiroid dalam cairan tubuh meningkat, maka sekresi TSH oleh hipofisis anterior akan menurun. Mekanisme umpan balik ini dipakai untuk menjaga agar hormon tiroid bebas dalam sirkulasi darah tetap berada pada konsentrasi yang normal.3
2.3.7 Kortisol
Kortisol dikenal juga sebagai hidrokortison, merupakan hormon yang disekresi korteks adrenal. Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat yang paling dikenal adalah kemampuannya merangsang proses glukoneogenesis oleh
Universitas Sumatera Utara

hati melalui: pertama, meningkatkan semua enzim yang dibutuhkan untuk mengubah asam-asam amino menjadi glukosa dalam sel-sel hati, kedua, menyebabkan pengangkutan asam-asam amino dari jaringan ekstrahepatik terutama dari otot, sehingga makin banyak asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis dalam hati dan meningkatkan pembentukan glukosa. Terhadap metabolisme protein, kortisol mengurangi penyimpanan protein di seluruh sel tubuh kecuali protein dalam hati. Hal ini disebabkan kortisol menekan pengangkutan asam amino ke dalam sel-sel otot dan sel-sel ekstrahepatik lainnya, sementara pengangkutan asam amino ke sel-sel hati ditingkatkan. Terhadap metabolisme lemak, kortisol meningkatkan mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak, sehingga meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas di dalam plasma dan akan meningkatkan pemakaiannya untuk energi. Kortisol juga memiliki efek langsung untuk meningkatkan oksidasi asam lemak di dalam sel.3
2.3.8 Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) dan Melanocyte-stimulating Hormone (MSH)
ACTH merupakan hormon hipofisis anterior dan sekresinya diatur oleh faktor pelepas dari hipotalamus, disebut faktor pelepas kortikotropin (CRF). CRF disekresikan ke dalam pleksus kapiler utama dari sistem portal hipofisis di puncak median hipotalamus kemudian dibawa ke kelenjar hipofisis anterior, di mana CRF ini akan merangsang sekresi ACTH. Tanpa CRF, kelenjar hipofisis anterior hanya dapat mensekresi sedikit ACTH. ACTH berfungsi mengaktifkan sel adrenokortikal untuk memproduksi steroid, misalnya membantu proses perubahan kolesterol menjadi pregnenolon. Efek ACTH terutama terhadap pengaturan sekresi kortisol dan peningkatan produksi androgen adrenal. Sekresi ACTH ini meningkat hanya dalam beberapa menit pada stres fisik atau stres mental, sehingga sekresi kortisol ikut meningkat. Kortisol kemudian akan menginduksi suatu rangkaian efek metabolisme yang akan langsung mengurangi sifat pengrusakan dari keadaan stres itu. Tetapi bila kadar kortisol sangat tinggi, efek
Universitas Sumatera Utara

umpan balik yang mengatur konsentrasi kortisol dalam plasma secara otomatis akan mengurangi jumlah ACTH sehingga kembali lagi ke nilai normalnya.3
Sewaktu terjadi sekresi ACTH, disekresikan pula MSH yang mempunyai sifat-sifat kimiawi serupa. MSH menyebabkan melanosit, yang banyak terdapat di antara dermis dan epidermis kulit, membentuk pigmen gelap melanin dan menyebarkannya di dalam sel-sel epidermis. Efek ini adalah salah satu respons yang ditimbulkan hormon terhadap faktor lingkungan, yaitu berkas cahaya.3
2.3.9 Insulin
Insulin disekresikan oleh sel beta pulau Langerhans dari pankreas. Insulin mempunyai pengaruh besar terhadap metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Perangsangan insulin menyebabkan sel-sel tubuh menjadi sangat permeabel terhadap glukosa, terutama pada sel otot dan lemak, sehingga memudahkan masuknya glukosa ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa dengan cepat difosforilasi menjadi suatu zat yang diperlukan untuk semua fungsi metabolisme karbohidrat. Bila manusia mengkonsumsi makanan yang dapat menghasilkan energi yang sangat banyak, terutama kelebihan jumlah karbohidrat dan protein, maka insulin disekresikan dalam jumlah banyak. Insulin juga penting dalam penyimpanan zat yang mempunyai kelebihan energi. Efek insulin terhadap metabolisme antara lain:3 - Insulin meningkatkan metabolisme glukosa di dalam otot, lewat transpor
glukosa ke sel otot seperti telah dijelaskan di atas, terutama saat konsentrasi gula darah tinggi. Hal ini menyebabkan otot lebih menggunakan glukosa daripada asam lemak untuk sumber energi. - Bila glukosa yang ditranspor ke otot tidak digunakan, maka dengan bantuan insulin lebihan glukosa ini (hingga batas 2-3 persen) akan disimpan dalam bentuk glikogen otot. Glikogen ini nantinya dapat kembali digunakan oleh otot untuk menghasilkan energi. - Insulin meningkatkan ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa oleh hati. Glikogen juga disimpan dalam hati, untuk kemudian dipecah kembali
Universitas Sumatera Utara


menjadi glukosa saat konsentrasi gula darah menurun, menjaga agar konsentrasi gula darah tidak terlalu rendah. - Insulin menyebabkan penyimpanan lemak di dalam jaringan lemak. Setelah kadar glikogen hati mencapai 5-6 persen, sintesis glikogen akan dihambat dan lebihan glukosa yang masuk dipakai untuk membentuk lemak dan dibawa ke dalam sel-sel lemak untuk disimpan dalam bentuk trigliserida. Insulin juga menghalangi pemecahan lemak untuk sumber energi. - Insulin membantu meningkatkan pembentukan protein dan mencegah pemecahan protein. Insulin menyebabkan pengangkutan secara aktif sebagian besar asam amino ke dalam sel, dan mempunyai efek langsung meningkatkan translasi RNA messenger pada ribosom. Insulin juga menghambat proses katabolisme protein, jadi mengurangi kecepatan pelepasan asam amino dari sel, khususnya sel otot. Sementara itu di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesis dengan cara mengurangi aktivitas enzim yang meningkatkan glukoneogenesis. - Oleh karena insulin dibutuhkan untuk sintesis protein, maka seperti halnya hormon pertumbuhan, insulin juga diperlukan untuk pertumbuhan. Kedua hormon ini berfungsi secara sinergistik untuk meningkatkan pertumbuhan, dengan menjalankan fungsi spesifik masing-masing.
2.3.10 Glukagon
Glukagon disekresikan oleh sel-sel alfa pulau Langerhans sewaktu kadar glukosa darah menurun, mempunyai beberapa fungsi yang bertentangan dengan fungsi insulin. Efek utama glukagon terhadap metabolisme glukosa adalah pemecahan glikogen hati (glikogenolisis), yang dalam beberapa menit saja dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah, kemudian glukagon juga meningkatkan proses glukoneogenesis di dalam hati, dengan cara mengaktifkan enzim-enzim yang dibutuhkan untuk meningkatkan kecepatan ambilan asam amino oleh sel-sel hati dan kemudian mengubah asam amino tersebut menjadi glukosa melalui glukoneogenesis. Efek glukagon lainnya terjadi hanya bila konsentrasi glukagon dalam darah berada di atas nilai normal, yaitu mengaktifkan lipase sel lemak,
Universitas Sumatera Utara

sehingga meningkatkan persediaan asam lemak yang dapat dipakai sebagai sumber energi tubuh. Glukagon juga menghambat penyimpanan trigliserida di dalam hati, sehingga mencegah hati membuang asam lemak dari darah, membantu menambah jumlah persediaan asam lemak yang nantinya dapat digunakan oleh jaringan tubuh lain.3
2.3.11 Epinefrin dan Norepinefrin
Perangsangan saraf simpatis yang menuju medula adrenal menyebabkan pelepasan sejumlah besar epinefrin dan norepinefrin ke dalam darah sirkulasi, kemudian kedua hormon ini dibawa ke semua jaringan tubuh. Pada keadaan normal sekresi epinefrin hampir 80 persen, sisanya adalah norepinefrin. Sekresi norepinefrin menyebabkan konstriksi seluruh pembuluh darah tubuh, meningkatkan aktivitas jantung, penghambatan saluran cerna, pelebaran pupil mata, dan sebagainya. Epinefrin memberi efek lebih besar terhadap perangsangan jantung daripada norepinefrin, karena efek rangsangan hormon ini terhadap reseptor beta lebih besar. Namun efek konstriksi epinefrin terhadap pembuluh darah lebih lemah daripada norepinefrin. Dapat disimpulkan bahwa, norepinefrin lebih meningkatkan tahanan perifer total dan tekanan arteri, sedangkan epinefrin lebih meningkatkan curah jantung. Terhadap metabolisme jaringan, efek metabolik epinefrin 5 sampai 10 kali lebih besar daripada norepinefrin. Epinefrin dapat meningkatkan kecepatan metabolisme di seluruh tubuh sampai 100 persen di atas normal, sehingga dengan cara ini meningkatkan aktivitas dan eksitabilitas tubuh. Epinefrin meningkatkan glikogenolisis dalam hati dan otot serta pelepasan glukosa ke dalam darah. Selama kerja berat terjadi peningkatan terhadap pemakaian lemak, disebabkan sekresi epinefrin dan norepinefrin. Kedua hormon ini secara langsung mengaktifkan hormon peka lipase trigliserida yang banyak dijumpai dalam sel lemak, dan hormon ini menyebabkan pemecahan cepat trigliserida dan mobilisasi asam lemak. Kadar asam lemak bebas dalam darah dapat meningkat hingga delapan kali lipat, sehingga otot banyak menggunakan asam lemak ini untuk energi.3
Universitas Sumatera Utara

2.4 Fungsi Ginjal dalam Homeostasis
Ginjal menjalankan berbagai fungsi dalam tubuh. Fungsi ginjal yang terpenting adalah membuang bahan-bahan sampah tubuh dari hasil pencernaan atau yang diproduksi oleh metabolisme. Fungsi penting lainnya adalah mengontrol volume dan komposisi cairan tubuh. Untuk mempertahankan homeostasis, keseimbangan antara asupan (akibat pencernaan atau produksi metabolik) maupun keluaran (akibat ekskresi atau konsumsi metabolik) air dan semua elektrolit dalam tubuh harus terjaga. Pengaturan ini sebagian besar dipertahankan oleh ginjal. Fungsi pengaturan ginjal ini memelihara kestabilan lingkungan sel-sel yang diperlukan untuk melakukan berbagai macam aktivitasnya.3
Regulasi volume cairan tubuh dan konsentrasi zat terlarut membutuhkan ginjal untuk mengekskresi berbagai zat terlarut dan air pada berbagai kecepatan, kadang-kadang tidak bergantung satu sama lain. Sebagai contoh, bila asupan kalium meningkat, ginjal harus mengekskresikan lebih banyak kalium sementara mempertahankan ekskresi normal dari natrium dan elektrolit lain. Demikian juga, bila asupan natrium berubah, ginjal harus dengan tepat menyesuaikan ekskresi natrium urin tanpa membuat perubahan besar pada ekskresi elektrolit lain dan air. Beberapa hormon dalam tubuh menyediakan spesifisitas reabsorbsi di tubulus ginjal bagi berbagai elektrolit dan air. Berikut akan dibahas dengan singkat beberapa hormon yang paling penting untuk meregulasi reabsorbsi tubulus, tempat kerja utama hormon pada tubulus ginjal.3
2.4.1 Aldosteron
Aldosteron disekresikan oleh sel-sel zona glomerulosa pada korteks adrenal. Aldosteron adalah suatu regulator penting bagi reabsorpsi natrium dan sekresi kalium oleh tubulus ginjal. Tempat kerja utama aldosteron adalah pada sel-sel prinsipal di tubulus koligentes kortikalis. Mekanisme di mana aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium sementara pada saat yang sama meningkatkan sekresi kalium adalah dengan merangsang pompa natrium-kalium ATPase pada sisi basolateral dari membran tubulus koligentes kortikalis. Aldosteron juga meningkatkan permeabilitas natrium pada sisi luminal membran.3
Universitas Sumatera Utara

Bila tidak ada aldosteron, seperti yang terjadi pada malfungsi adrenal (penyakit Addison), terdapat kehilangan natrium yang nyata dari tubuh dan terjadi pengumpulan kalium. Sebaliknya, sekresi aldosteron yang berlebihan, seperti yang terjadi pada penderita tumor adrenal (sindroma Conn), berhubungan dengan retensi natrium dan penekanan kalium. Walaupun regulasi keseimbangan natrium dari hari ke hari dapat dipertahankan selama terdapat kadar aldosteron minimal, ketidakmampuan untuk menyesuaikan dengan tepat sekresi aldosteron ini sangat merusak regulasi ekskresi kalium ginjal dan konsentrasi kalium dalam cairan tubuh.3
2.4.2 Angiotensin

Angiotensin I berasal dari angiotensinogen (substrat renin), proses pembentukannya dikatalisis oleh renin. Angiotensin I ini hanya berfungsi sebagai prekursor angiotensin II, konversi dari angiotensin I menjadi angiotensin II dikatalisis Angiotensin-Converting Enzyme. Angiotensin II mungkin merupakan hormon penahan natrium yang paling kuat dalam tubuh. Pembentukan angiotensin II meningkat pada keadaan tertentu yang berhubungan dengan tekanan darah yang rendah dan/atau volume cairan ekstrasel yang rendah, seperti yang terjadi selama perdarahan atau kehilangan garam dan air dari cairan tubuh. Peningkatan pembentukan angiotensin II membantu mengembalikan tekanan darah dan volume ekstraselular menjadi normal dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air dari tubulus ginjal melalui tiga efek utama:2,3 - Merangsang sekresi aldosteron, yang kemudian meningkatkan reabsorpsi
natrium. - Mengkonstriksikan arteriol eferen, yang mempunyai dua efek terhadap
dinamika kapiler peritubulus yang meningkatkan reabsorpsi natrium dan air. Pertama, konstriksi arteriol eferen mengurangi tekanan hidrostatik kapiler peritubulus, yang meningkatkan reabsorpsi netto tubulus, terutama dari tubulus proksimal. Kedua, konstriksi arteriol eferen mengurangi aliran darah ginjal, meningkatkan fraksi filtrasi glomerulus dan meningkatkan konsentrasi protein serta tekanan osmotik koloid dalam kapiler peritubulus; ini meningkatkan
Universitas Sumatera Utara

tekanan reabsorpsi pada kapiler peritubulus dan meningkatkan reabsorpsi tubulus terhadap natrium dan air. - Merangsang reabsorpsi natrium, terutama dalam tubulus proksimal. Salah satu efek langsung dari angiotensin II adalah merangsang pompa natrium-kalium ATPase pada membran basolateral sel epitel tubulus. Efek kedua adalah merangsang perubahan natrium-hidrogen dalam membran luminal, terutama dalam tubulus proksimal. Jadi, angiotensin II merangsang transpor natrium melewati permukaan luminal dan basolateral dari membran sel epitel pada tubulus proksimal.
Kerja angiotensin yang beragam ini menyebabkan retensi natrium yang nyata oleh ginjal saat kadar angiotensin II dinaikkan.3
2.4.3 Hormon Antidiuretik (ADH)
ADH adalah hormon yang disekresikan hipofisis posterior. Kerja ADH ginjal yang paling penting adalah meningkatkan permeabilitas air pada tubulus distal, tubulus koligentes, dan epitel duktus koligentes. Hal ini membantu tubuh untuk menyimpan air dalam keadaan seperti dehidrasi. Bila tidak ada ADH, permeabilitas tubulus distal dan tubulus koligentes terhadap air adalah rendah, menyebabkan ginjal mengekskresi sejumlah besar urin encer. Jadi, kerja ADH memegang peranan penting dalam mengontrol derajat pengenceran atau pemekatan urin.3
2.4.4 Peptida Natriuretik Atrium
Sel-sel khusus pada atrium jantung, bila mengembang karena perluasan volume plasma, akan mensekresikan peptida yang disebut peptida natriuretik atrium. Peptida ini termasuk golongan hormon yang mengatur reabsorbsi tubulus ginjal. Bila kerja ADH adalah meningkatkan reabsorpsi air, maka peningkatan kadar peptida ini menghambat reabsorpsi air dan natrium oleh tubulus, terutama dalam duktus koligentes. Penurunan reabsorpsi air dan natrium ini meningkatkan ekskresi urin yang membantu mengembalikan volume darah kembali normal.3
Universitas Sumatera Utara

2.4.5 Hormon Paratiroid
Hormon paratiroid disekresikan oleh kelenjar paratiroid, merupakan salah satu hormon pengatur kalsium yang terpenting dalam tubuh. Kerja utamanya dalam ginjal adalah meningkatkan reabsorpsi tubulus terhadap kalsium, terutama dalam segmen tebal lengkung asenden ansa Henle dan dalam tubulus distal. Hormon paratiroid juga mempunyai kerja yang lain, termasuk menghambat reabsorpsi fosfat oleh tubulus proksimal dan merangsang reabsorpsi magnesium oleh ansa Henle.3
2.4.6 Eritropoietin
Bila seseorang mengalami pendarahan atau hipoksia, sintesis hemoglobin akan meningkat, dan produksi serta pelepasan se-sel darah merah dari sumsum tulang (eritropoiesis) meningkat. Sebaliknya, saat volume sel darah merah meningkat di atas normal lewat transfusi, aktivitas eritropoietik sumsum tulang menurun. Penyesuaian ini terjadi akibat perubahan kadar sirkulasi eritropoietin. Eritropoietin meningkatkan jumlah sel-sel stem di dalam sumsum tulang, yang diubah menjadi prekursor sel darah merah dan kemudian menjadi eritrosit matang. Eritropoietin diproduksi oleh sel-sel interstisial di dalam kapiler peritubular ginjal dan hepatosit hati. Pada orang dewasa, 85 persen eritropoietin berasal dari ginjal dan 15 persen dari hati. Bila massa ginjal berkurang akibat penyakit ginjal atau nefrektomi, hati tidak mampu mengkompensasi dan terjadilah anemia.2
2.5 Kerja Hormon Saluran Pencernaan
Sebagian besar darah yang dipompa oleh jantung juga akan melewati dinding organ pencernaan. Di sini, berbagai bahan makanan yang terlarut meliputi karbohidrat, asam lemak, dan asam amino akan diabsorpsi dari makanan yang telah dicernakan dan masuk ke dalam cairan ekstraselular. Beberapa hormon berperan mengatur fungsi saluran
Universitas Sumatera Utara


pencernaan, yang meskipun tidak secara langsung namun ikut menentukan terciptanya homeostasis dalam tubuh.3
2.5.1 Gastrin
Gastrin secara langsung merangsang sekresi kelenjar gaster. Bersama histamin, gastrin merangsang dengan kuat sekresi asam oleh sel-sel parietal di dalam kelenjar gaster. Sinyal saraf dari nervus vagus merangsang mukosa dalam antrum lambung untuk mensekresi gastrin. Hormon ini disekresi oleh sel-sel gastrin (sel-sel G) di dalam kelenjar pilorik kemudian diabsorbsi ke dalam darah dan dibawa ke kelenjar oksintik di dalam korpus lambung, di sini gastrin merangsang sel-sel parietal meningkatkan kecepatan sekresi asam hidroklorida yang dibutuhkan untuk mencerna makanan di lambung.3
2.5.2 Kolesistokinin dan Sekretin
Kolesistokinin dan Sekretin, berperan dalam pengaturan sekresi pankreatik. Kedua hormon ini disekresikan oleh mukosa duodenum dan jejenum bagian atas ketika makanan masuk ke dalam usus halus, bedanya adalah kolesistokinin dilepaskan oleh sel I terutama bila makanan tersebut berlemak, sedangkan sekretin dilepaskan oleh sel S bila makanan tersebut sangat asam. Setelah makanan diproses di lambung, kimus masuk ke duodenum. Bila kimus yang masuk memiliki pH kurang dari 4,5 hingga 5 (terutama asam hidroklorida), kimus ini menyebabkan pelepasan sekretin, yang kemudian diabsorpsi ke dalam darah. Sekretin kemudian menyebabkan pankreas mensekresi sejumlah besar cairan mengandung ion bikarbonat konsentrasi tinggi tetapi rendah ion klorida. Akibatnya timbul reaksi dalam isi duodenum yang menghasilkan asam karbonat. Asam karbonat berdisosiasi menjadi karbon dioksida dan air, dan karbon dioksida akan diabsorpsi ke dalam darah serta dikeluarkan melalui paru-paru, sehingga meninggalkan larutan natrium klorida yang netral di dalam duodenum. Dengan cara ini, kandungan asam yang dikeluarkan ke dalam duodenum dari lambung menjadi netral. Karena mukosa usus halus tidak tahan terhadap asam lambung,
Universitas Sumatera Utara

keadaan ini sangat penting bahkan merupakan mekanisme perlindungan terhadap perkembangan tukak usus. Sekresi bikarbonat oleh pankreas juga menghasilkan pH yang sesuai bagi kerja enzim-enzim pankreas, yang berfungsi optimal pada suasana basa atau netral.3
Kolesistokinin juga dibawa oleh darah menuju pankreas, tetapi sebaliknya dalam menimbulkan sekresi natrium bikarbonat terutama menyebabkan sekresi sejumlah besar enzim pencernaan oleh sel-sel asinar. Selain itu bila terdapat lemak dalam makanan, kolesistokinin akan merangsang kontraksi kandung empedu agar empedu masuk ke duodenum, dengan cara menimbulkan efek relaksasi sfingter Oddi sebelum terjadi pengosongan kandung empedu. Garamgaram empedu akan menjalankan proses emulsifikasi terhadap partikel lemak, dan yang paling penting membantu absorpsi asam lemak, kolesterol, dan lemak lain dalam usus3.
2.6 Hormon-hormon Reproduksi
Adakalanya reproduksi itu tidak dipertimbangkan sebagai fungsi homeostatik. Tetapi reproduksi memang membantu mempertahankan kondisi yang statis dengan cara menghasilkan generasi baru guna menggantikan tempat seseorang yang telah meninggal. Keadaan ini kelihatannya merupakan penggunaan istilah homeostasis yang tidak tepat, namun reproduksi memang menggambarkan bahwa pada hakekatnya semua struktur dalam tubuh disusun sedemikian rupa agar dapat membantu mempertahankan kehidupan yang berlangsung secara otomatis dan terus-menerus.3
Hormon gonadotropin (FSH, LH) yang disintesis dan disekresi sel khusus (gonadotroph) dari pituitari anterior, mengatur fungsi ovarium dan testis serta sekresi hormon-hormon dari organ-organ tersebut. Testosteron yang sekresinya diatur oleh stimulasi LH atas sel-sel Leydig, bersama dihidrotestosteron mengatur pembentukan karakteristik seksual pria, seperti otot, pertumbuhan prostat dan pembentukan suara yang rendah/dalam, juga mempengaruhi libido dan perilaku seksual. Steroid seks wanita, misalnya estrogen (estradiol) dan progesteron yang disintesis dari kolesterol, mengatur fungsi organ reproduksi wanita, termasuk siklus menstruasi dan ovulasi. Leptin, disekresi
Universitas Sumatera Utara

oleh jaringan lemak, menyebabkan pematangan saluran reproduksi dan dapat memicu onset pubertas.1,4
Kehamilan diatur pula oleh hormon. Progesteron penting untuk membangun dan mempertahankan kehamilan pada manusia. Progesteron juga menurunkan sensitivitas miometrium terhadap oksitosin, menekan fungsi kontraksi uterus. Oksitosin adalah hormon yang dihasilkan hipotalamus dan merupakan stimulan kuat bagi otot uterus untuk memicu kontraksi. Hormon-hormon reproduksi penting untuk pembentukan sel telur dan sperma, persiapan uterus untuk konsepsi dan implantasi, dan perkembangan janin. Plasenta sendiri menghasilkan sejumlah hormon, misalnya human chorionic gonadotropin (hCG), yang mempertahankan jaringan endometrium selama awal kehamilan, relaksin, yang membantu pelunakan serviks dan melemaskan jalan lahir dengan melonggarkan jaringan ikat antara tulang-tulang panggul saat persalinan, serta human chorionic somatomammotropin, hormon peptida yang bersama dengan prolaktin (hormon hipofisis anterior yang sekresinya dirangsang oleh peningkatan kadar estrogen) berperan dalam perkembangan kelenjar mamaria dengan menginduksi pembentukan enzim-enzim yang diperlukan untuk menghasilkan susu.1,5
Universitas Sumatera Utara

BAB III KESIMPULAN

1. Homeostasis dibutuhkan agar sel-sel terus hidup dan berfungsi dengan tepat untuk menjalankan fungsi setiap organ tubuh, dan beberapa hormon ikut membantu bekerjanya sebagian organ untuk mempertahankan homeostasis.
2. Peran sistem hormonal untuk mempertahankan keadaan homeostasis terutama dalam pengaturan fungsi metabolisme tubuh, hormon-hormon penting ini adalah insulin, hormon pertumbuhan, hormon tiroid, dan lain-lain.
3. Mekanisme umpan balik dalam pengaturan hormon-hormon berlangsung sedemikian rupa agar tercapai keseimbangan konsentrasi zat-zat dalam tubuh.
4. Peran ginjal dalam homeostasis adalah untuk menjaga keseimbangan antara asupan maupun keluaran air dan semua elektrolit dalam tubuh, dimana fungsi ini dibantu beberapa hormon, misalnya aldosteron, angiotensin, ADH, dan hormon paratiroid.
5. Hormon-hormon lain, misalnya hormon saluran pencernaan, hanya berperan kecil dalam menjaga homeostasis, atau bahkan tidak termasuk dalam fungsi homeostasis, seperti hormon reproduksi, namun tetap ikut membantu menjaga keseimbangan tubuh untuk kelangsungan hidup manusia.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
1. Greenspan, F.S., Gardner, D.G. 2004. Basic and Clinical Endocrinology, 7th ed. Lange Medical Books/McGraw-Hill Companies. USA. Hal. 1-7, 23
2. Ganong, W. F. 2005. Review of Medical Physiology, 22nd ed. McGraw-Hill Companies, Inc. USA. Hal. 454-459
3. Guyton, A.C., Hall, J.E.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9. Editor bahasa Indonesia: Setiawan, I. EGC. Jakarta. Hal. 397,433-434, 1030, 1136,11751180, 1209-1214, 1221-1232, 1241
4. Larsen, P.R. 2003. Williams Textbook of Endocrinology, 10th ed. Saunders/ Elsevier Science. USA. Hal. 587, 590, 605
5. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia, dari Sel ke Sistem, edisi 2. EGC. Jakarta. Hal. 727-729, 732
21
Universitas Sumatera Utara