Korosi dalam Air atau Lingkungan Berair Korosi Udara

2.5.2 Korosi

Korosi didefenisikan sebagai kerusakan atau penurunan mutu logam karena bereaksi dengan lingkungannya. Secara umum, korosi juga dapat di pahami sebagai reaksi kimia yang terjadi pada sejumlah logam ataupun logam campuran pada kondisi yang tidak sesuai, yang menyebabkan terjadinya penipisan, pengikisan, kerusakan atau lubang-lubang pada logam tersebut. Lingkungan yang dapat mempengaruhi laju korosi antara lain; oksigen, kecepatan aliran, temperatur dan konsentrasi media korosif. Pencegahan korosi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu; pemilihan material, peningkatan kemurnian logam, pengubahan lingkungan korosif, pemakaian pelindungpelapisan, proteksi katoda dan anoda. 3

2.5.2.1 Korosi dalam Air atau Lingkungan Berair

Logam terkorosi dalam lingkungan berupa cairan dengan suatu mekanisme elektrokimia yang mencakup pelarutan logam sebagai ion. Kelebihan elektron yang terbentuk dalam elektrolit akan mereduksi ion hidrogen khususnya dalam larutan asam. Oleh karena itu, laju korosi berkaitan dengan aliran elektron atau suatu arus listrik. Kedua reaksi yang meliputi oksidasi dimana logam terionisasi dan reduksi terjadi pada lokasi anodik dan katodik di permukaan logam. Umumnya, permukaan logam terdiri dari lokasi anodik dan katodik, bergantung pada segregasi, struktur mikro, tegangan dan sebagainya. Akan tetapi bilamana logam direndam sebagian, akan ada pemisahan yang jelas antara daerah anodik dan katodik. Daerah katodik dekat batas permukaan dimana oksigen larut dengan mudah. Pada bentuk korosi semacam ini biasanya proses pengendali laju adalah aliran pengadaan oksigen di daerah katodik dan bila daerah katoda luas, maka hal ini sering kali menimbulkan serangan lokal yang cukup gawat di daerah anoda yang kecil, seperti goresan atau celah dan sebagainya. 15

2.5.2.2 Korosi Udara

Kabut dan pengembunan bisa mendatangkan bahaya korosi dari udara karena membasahi seluruh permukaan termasuk yang tersembunyi. Lapisan-lapisan tipis air dari kabut dan embun tidak akan mengalir dan akan tetap disitu sampai menguap oleh Universitas Sumatera Utara hembusan angina tau meningkatnya temperatur. Untuk memulai serangan, selapis tipis air yang tidak kelihatan sudah lebih dari cukup. Kebanyakan logam seperti besi, baja, nikel, tembaga dan seng mengalami korosi bila kelembaban relatif lebih dari 60 persen. Jika kelembaban lebih dari 80 persen, karat pada besi dan baja menjadi higroskopik menyerap air dan dengan demikian laju serangan meningkat. Lapisan tipis embun yang terbentuk dari kabut atau dari kelembaban relatif yang tinggi mudah jenuh dengan oksigen dari udara, karena itu reaksi katodik, pengurangan oksiegen atau pembentukan hidrogen bukan merupakan tahapan penentu laju dalam proses korosi yang ditimbulkannya. Laju dan tingkat keparahan serangan biasanya ditentukan oleh konduktivitas elektrolit, yang bergantung pada kadar bahan pengotor yang terlarut. Bahan pengotor ini berbeda-beda, dari karbon dioksida, belerang trioksida, senyawa-senyawa nitrat, hidrogen sulfide dan ion-ion ammonium di kawasan industri, serta ion-ion klorida di lingkungan laut. Temperatur berpengaruh terhadap korosi udara melalui dua cara. Pertama, peningkatan temperatur biasanya diikuti oleh peningkatan laju reaksi. Pada temperatur tinggi, kelarutan oksigen berkurang dan karena itu laju reaksi katodik menjadi lebih rendah sehingga membatasi korosi. Dari lapisan-lapisan tipis dengan pasokan oksigen yang baik dari udara efek pembatasan ini akan kecil. Kedua, perubahan temperatur berpengaruh terhadap kelembaban relatif dan dapat menyebabkan pengembunan titik embun dew point condensation. Jika temperatur turun lebih rendah dari titik embun, udara menjadi jenuh dengan uap air dan titik-titik air akan mengendap pada setiap permukaan yang terbuka. Partikel-partikel padat yang terbawa oleh aliran udara atau gas dapat mengikis cat dan selaput-selaput pelindung pada permukaan logam. Bagian yang rusak akibat pengikisan ini cenderung terkorosi lebih dahulu begitu elektrolit terbentuk pada permukaannya.

2.5.2.3 Prinsip-prinsip Dasar Pengendalian Korosi