Bila masih bingung dalam menentukan pilihan

NAMA : Achmad Wibisono
NRP : 2012110033
Bila masih bingung dalam menentukan pilihan, berikut beberapa tips dari Teguh yang dapat menjadi
acuan kepada pemilih pemula yang memberikan hak suaranya.

1. Ketahui visi dan misi dari pasangan calon
Setiap Pasangan Calon Gubernur maupun Wakilnya memiliki visi dan misi hingga program yang akan
dijalankan jika terpilih. Tentunya setiap visi dan misi dari pasangan calon sangat baik untuk membangun
kaltara, sehingga pemilih pemula dapat menilai mana visi dan misi yang lebih baik tergantung dari sudut
pandang masing-masing. Sudah banyak sosialisasi dan pengumuman tentang visi dan misi 2 pasangan
calon di berbagai media, tinggal bagaiman pemilih pemula ini mendalami dan menelaah visi dan misi
tersebut.

2. Kenali riwayat hidup pasangan calon
Sebelum menentukan pilihan, sebaiknya pemilih pemula mengenal dan mengetahui riwayat hidup calon
dan partai politiknya. Pengenalan riwayat hidup calon tersebut dapat berhubungan dengan latar belakang
pedidikan, pekerjaan, aktivitas dalam masyarakat, dan juga pribadi yang bersangkutan dalam kehidupan
sehari-hari bersama-sama dengan masyarakat.

Sedangkan riwayat partai politik dapat berhubungan dengan sejarah pendirian, pengurusnya, dan rekam
jejak di pemilu sebelumnya. Pengenalan riwayat hidup calon dan partai politik ini, merupakan hal penting

yang harus dilakukan oleh pemilih dan masyarakat. Melalui pengenalan riwayat hidup, para pemilih dan
masyarakat setidak-tidaknya mempunyai gambaran dan informasi dasar mengenai calon, dan partai yang
mengusungnya.

3. Jangan terpancing dengan informasi negatif dari pasangan calon
Belakangan ini sering terjadi negative campaign dan black campaign atau kampanye negative dan
kampanye hitam yang dilakukan oleh oknum masyarakat hingga netizen di media sosial yang tidak
bertanggungjawab. Kondisi tersebut sering membuat pemilih resah karena informasi yang beredar belum
tentu kebenarnya. Untuk itu pemilih pemula diharapkan jangan terlalu percaya terhadap informasi
tersebut dan lebih baik untuk mencari fakta yang sesungguhnya terjadi dari sumber yang terpercaya
tentang pasangan calon.

4. Setelah menilai, tentukan pilihan!
Setelah pemilih pemula memiliki informasi yang cukup mengenai visi, misi dan program partai politik
dan calon, serta memperoleh data mengenai riwayat hidup calon, para pemilih dapat saja mendiskusikan
informasi dan data itu dengan elemen yang ada di masyarakat dan keluarga, sehingga informasi dan data
itu dapat diperkaya dan menjadi dasar yang kuat bagi pemilih dalam menentukan pilihan.

Dalam menentukan pilihan, bagi pemilih pemula harus rasional, apakah calon yang akan dipilih benarbenar menawarkan program yang sesuai dengan kebutuhan pemilih dan secara personal calon merupakan
sosok yang betul-betul dapat dipercaya merealisasikan program tersebut. Komunikasi dengan calon

merupakan faktor yang sangat menentukan pilihan.

Pemilih pemula mayoritas memiliki rentang usia 17-21 tahun, kecuali karena telah menikah. Dan
mayoritas pemilih pemula adalah pelajar (SMA), mahasiswa dan perkerja muda. Pemilih pemula
merupakan pemilih yang sangat potensial dalam perolehan suara pada Pemilu. Perilaku pemilih pemula
memiliki karakteristik yang biasanya masih labil dan apatis, pengetahuan politiknya kurang, cenderung
mengikuti kelompok sepermainan dan mereka baru belajar politik khususnya dalam pemilihan umum.

Ruang-ruang tempat di mana mereka belajar politik biasanya tidak jauh dari ruang yang dianggap
memberikan rasa kenyamanan dalam diri mereka.

Adapun ruang-ruang tempat belajar politik tersebut yaitu, pertama, ruang keluarga. Di dalam lingkungan
keluarga mereka belajar berdemokrasi pertama kali, faktor keluarga sangat mempengaruhi cara pandang
mengenai seluk-beluk kehidupan yang ada di sekitarnya, termasuk pendidikan politik diperoleh
pertamakali dari ruang keluarga. Keluarga mempunyai kekuatan dalam mempengaruhi secara emosional,
sehingga faktor orang tua bisa membentuk perilaku pemilih mereka.

Kedua, teman sebaya atau peer group. Pengaruh teman sebaya atau sepermainan menjadi faktor yang
patut dipertimbangkan, karena faktor eksternal ini bisa mempengaruhi informasi dan pendidikan politik.
Teman sebaya dipercaya tidak hanya bisa mempengaruhi persepsi dan tindakan positif tetapi juga

mempengaruhi persepsi dan tindakan negatif. Sehingga kecenderungan perilaku politiknya berpotensi
homogen dengan perilaku politik teman dekatnya. Ketiga, media massa. Media massa terutama televisi
mampu menyajikan sumber informasi politik kepada khalayaknya secara efektif dan efisien, dalam hal ini
para remaja atau pemilih pemula dalam sehari bisa menghabiskan waktu berjam-jam di depan televisi,
(meskipun tidak selalu menonton program yang berkaitan dengan politik).

Pengetahuan politik pemilih pemula sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kelompok pemilih lainnya.
Perilaku pemilih masih erat dengan faktor sosiologis dan psikologis dalam menjatuhkan pilihan
politiknya jika ditinjau dari studi voting behaviors. Namun yang membedakan pemilih pemula dan
kelompok lainnya adalah soal pengalaman politik dalam menghadapi pemilu. Preferensi yang dijadikan
sandaran dalam melakukan pemilihan cenderung tidak stabil atau mudah berubah-rubah sesuai dengan
informasi atau preferensi yang melingkarinya.

Faktor yang sangat penting adalah bagaimana pemilih pemula tak menjatuhkan pilihan politiknya karena
faktor popularitas belaka. Kecenderungan pemilih pemula akan menaruh simpati kepada kandidat atau
caleg dari kalangan selebriti dibandingkan dengan kandidat/caleg non selebriti. Oleh karena itu, segenap
komponen atau orang yang memiliki otoritas wajib meliterasi (politik) pemilih pemula supaya menjadi
pemilih yang kritis dan rasional (critical and rational voters). Artinya dalam menjatuhkan pilihannya
bukan karena faktor popularitas, kesamaan etnis dan kedekatan emosional, namun karena faktor rekam
jejak, visi misi, kredibilitas dan pengalaman birokrasi. Upaya tersebut adalah bagian dari political

empowerment bagi warga negara terutama perilaku pemilih pemula dan karena melihat potensi suara
pemilih pemula yang signifikan pada Pemilu 2014.

Hal itu penting karena pemilih pemula adalah pemilih yang ikut andil menentukan pemimpin negeri ini
tidak hanya pada Pemilu 2014 namun juga pemilu-pemilu selanjutnya. Perilaku pemilih pemula menjadi
indikator kualitas demokrasi secara substansial pada saat ini dan masa akan datang. Karena kondisinya
masih labil dan mudah diberikan wawasan politik dan demokrasi secara benar baik dari suprastruktur
politik maupun infrastruktur politik. Maka pemilih pemula masih terbuka menjadi pemilih yang cerdas
dan kritis dalam menentukan pemimpin di Indonesia.

PARTISIPASI POLITIK
Partisipasi politik secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada pada
keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik.
Pengertian partisipasi politik adalah kegiatan warganegara yang bertujuan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warganegara,
bukan politikus ataupun pegawai negeri. Sifat partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi
oleh negara ataupun partai yang berkuasa.

BENTUK


Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi:

 Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana

partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau
tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
 Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud

mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;
 Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun

pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;
 Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-

pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
 Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi

keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda,
termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi
dan pemberontakan.

CONTOH DLM MASYARAKAT

 Lingkungan keluarga, misal : musyawarah keluarga; pemesang atribut kenegaraan pada hari besar

nasional; membaca dan mengikuti berbagai berita di media masa dan elektronik.
 Lingkungan sekolah, misal : pemilihan ketua kelas, ketua osis, dan lain – lain; pembuatan AD –

ART dalam setiap organisasi yang diikuti; forum-forum diskusi atau musyawarah; membuat
artikel tentang aspirasi siswa. Lingkungan masyarakat, misal : partisipasi dalam forum warga;
pemilihan ketua RT, RW, dsb.

 Lingkungan bangsa dan bernegara, misal : menggunakan hak pilih dalam pemilu; menjadi

anggota aktif dalam partai politik; ikut aksi unjuk rasa dengan damai, dan sebagainya.
 Membentuk organisasi sosial politik atau menjadi anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM)

yang dapat mengontrol maupun memberi input terhadap setiap kebijaksanaan pemerintah.
 Aktif dalam proses pemilu. Misalnya, berkampanye, menjadi pemilih aktif, dan menjadi anggota

perwakilan rakyat.

 Bergabung dalam kelompok-kelompok kepentingan kontemporer. Misalnya, melalui unjuk rasa,

petisi, protes, dan demonstrasi.

ORIENTASI POLITIK

Budaya politik adalah cara individu berpikir, merasa, dan bertindak terhadap sistem politik serta bagianbagian yang ada di dalamnya, termasuk sikap atas peranan mereka sendiri di dalam sistem politik.

Kata “ orientasi “ bermakna luas meliputi melihat, mengenal, pandangan, pendapat, sikap, penilaian,
pengetahuan, keyakinan dan lain-lain. Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengklasifikasikan
orientasi warga negara meliputi tiga komponen yaitu: kognitif, afektif, evaluatif.

Orientasi/kecenderungan individu terhadap sistem politik terbagi 3, yaitu:

ð Orientasi Kognitif – Pengetahuan atas mekanisme input dan output sistem politik, termasuk
pengetahuan atas hak dan kewajiban selaku warganegara.

ð Orientasi Afektif – Perasaan individu terhadap sistem politik, termasuk peran para aktor (politisi) dan
lembaga-lembaga politik (partai politik, eksekutif, legislatif, dan yudikatif).


ð Orientasi Evaluatif – Keputusan dan pendapat individu tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal
melibatkan standar nilai, kriteria informasi dan perasaan, misalnya tampak saat pemilu

Almond dan Verba melihat dalam pandangan tentang orientasi/objek politik, yaitu:

a.

Orientasi Kognitif, yang mempunyai pengetahuan.

b.

Orientasi Afektif, yang mempunyai rasa empati, simpati atau perasaan.

c.

Orientasi Evaluatif, yang mempunyai rasa empati, simpati dan saran/pemikiran.

Objek Orientasi Politik

Objek orientasi politik meliputi keterlibatan seseorang terhadap hal-hal berikut:


a.

Sistem politik secara keseluruhan, meliputi intensitas pengetahuan, ungkapan perasaan yang

ditandai oleh apresiasi terhadap sejarah, ukuran lingkup lokasi, persoalan kekuasaan dan karakteristik
konstitusional negara atau sistem politiknya.

b.

Proses input, meliputi intensitaspengetahuan dan perbuatan tentang proses penyaluran segala

tuntutan yang diajukan atau diorganisasi oleh masyarakat, termasuk prakarsa untuk menerjemahkan atau
mengonversi tuntutan-tuntutan tersebut sehingga menjadi kebijakan yang sifatnya otoritatif.

c.

Proses output, meliputi intensitas pengetahuan dan perbuatan tentang proses aktivitas berbagai

cabang pemerintahan yang berkenaan dengan penerapan dan pemaksaan keputusan-keputusan otoritatif.


d.

Diri sendiri, meliputi intensitas pengetahuan dan frekuensi perbuatan seseorang dalam mengambil

peranan di arena sistem politik dengan mempersoalkan apa yang menjadi hak, kekuasaan dan
kewajibannya.

PENGERTIAN PARTISIPASI POLITIK

 Partisipasi politik secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu

pada pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik.
Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan
keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan
keputusan. Sifat partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi oleh negara ataupun partai yang
berkuasa.

Bentuk partisipasi politik juga dapat dibedakan ke dalam dua bentuk seperti yang dikemukakan oleh
Miriam Budiardjo dkk. dalam buku ”Pengantar Ilmu Politik” yaitu:


1. a.

Partisipasi politik yang melembaga (routine political participation), dan

2. b.

Partisipasi politik yang tidak melembaga (non routine political participation).

Perbedaan yang nyata dari kedua bentuk partisipasi politik di atas adalah, partisipasiroutine (melembaga)
adalah partisipasi politik yang dianjurkan dan secara formal di perbolehkan oleh penguasa, sedangkan
tidak melembaga (non routine) kegiatan yang tidak dianjurkan atau dilarang oleh penguasa. contoh :

– Partisipasi politik yang melembaga adalah ikut dalam pemilihan umum, kegiatan seminar, diskusi serta
kegiatan-kegiatan yang secara formal diperbolehkan oleh penguasa.

– Partisipasi yang tidak melembaga adalah aksii misalnya demontrasi, mogok, protes dan lain-lain.

CONTOH PARTISIPASI POLITIK DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

1. a.

Lingkungan keluarga, misal : musyawarah keluarga; pemesang atribut kenegaraan pada

hari besar nasional; membaca dan mengikuti berbagai berita di media masa dan elektronik.
2. b.

Lingkungan sekolah, misal : pemilihan ketua kelas, ketua osis, dan lain – lain; pembuatan

AD – ART dalam setiap organisasi yang diikuti; forum-forum diskusi atau musyawarah;
membuat artikel tentang aspirasi siswa.
3. c.

Lingkungan masyarakat, misal : partisipasi dalam forum warga; pemilihan ketua RT,

RW, dsb.
4. d.

Lingkungan bangsa dan bernegara, misal : menggunakan hak pilih dalam pemilu;

menjadi anggota aktif dalam partai politik; ikut aksi unjuk rasa dengan damai, dan sebagainya.
5. Membentuk organisasi sosial politik atau menjadi anggota lembaga swadaya masyarakat
(LSM) yang dapat mengontrol maupun memberi input terhadap setiap kebijaksanaan
pemerintah.
Kata Orientasi bermakna luas meliputi ; melihat, mengenal, pandangan, pendapat, sikap, penilaian,
pengetahuan, kepercayaan, keyakinan, dll. Oleh karena itu

Orientasi warga negara menurut G. Almond & B.Powell meliputi tiga komponen yaitu :

– orientasi kognitif, yaitu orientasi warga yang sifatnya kognitif atau pengetahuan seperti pengetahuan,
wawasan, kepercayaan, dan keyakinan warga terhadap suatu obyek politik.

– orientasi afektif , yaitu orientasi warga yang sifatnya efektif atau sikap seperti sikap-sikap, nilai – nilai
dan perasaan warga terhadap obyek politik.

– Orientasi evaluatif, yaitu orientasi warga yang sifatnya evaluatif atau penilaian seperti pendapat dan
penilaian warga terhadap obyek politik.

Ketiga aspek di atas adalah satu kesatuan, misalnya untuk dapat menilai seorang pemimpin, maka
seseorang warga Negara harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang si pemimpin.Pengetahuan
seseorang terhadap suatu simbol politik sering mempengaruhi perasaan seseorang terhadap sistem politik
secara keseluruhan.

Objek orientasi politik meliputi keterlibatan seseorang terhadap hal-hal berikut:

a.

Sistem politik secara keseluruhan, meliputi intensitas pengetahuan, ungkapan perasaan yang

ditandai oleh apresiasi terhadap sejarah, ukuran lingkup lokasi, persoalan kekuasaan dan karakteristik
konstitusional negara atau sistem politiknya.

b.

Proses input, meliputi intensitaspengetahuan dan perbuatan tentang proses penyaluran segala

tuntutan yang diajukan atau diorganisasi oleh masyarakat, termasuk prakarsa untuk menerjemahkan atau
mengonversi tuntutan-tuntutan tersebut sehingga menjadi kebijakan yang sifatnya otoritatif.

c.

Proses output, meliputi intensitas pengetahuan dan perbuatan tentang proses aktivitas berbagai

cabang pemerintahan yang berkenaan dengan penerapan dan pemaksaan keputusan-keputusan otoritatif.

d.

Diri sendiri, meliputi intensitas pengetahuan dan frekuensi perbuatan seseorang dalam mengambil

peranan di arena sistem politik dengan mempersoalkan apa yang menjadi hak, kekuasaan dan
kewajibannya.

PEMILIH PEMULA

Pada undang-undang Pilpres 2008 dalam ketentuan umun disebutkan bahwa Pemilih adalah Warga
Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin
(UU Pilpres 2008: 6). Sedangkan yang dimaksud dengan pemilih pemula adalah mereka yang telah

berusia 17-21 tahun, telah memiliki hak suara dan tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT) serta
pertama kali mengikuti pemilihan umum, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden (UU
Pilpres 2008: 7). Pemilih pemula sebagai target untuk dipengaruhi karena dianggap belum memiliki
pengalaman voting pada pemilu sebelumnya, jadi masih berada pada sikap dan pilhan politik yang belum
jelas. Pemilih pemula yang baru mamasuki usia hak pilih juga belum memiliki jangkauan politik yang
luas untuk menentukan kemana mereka harus memilih. Sehingga, terkadang apa yang mereka pilih tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Alasan ini yang menyebabkan pemilih pemula sangat rawan untuk
dipengaruhi dan didekati dengan pendekatan materi politik kepentingan partai-partai politik.
Ketidaktahuan dalam soal politik praktis, terlebih dengan pilihan-pilihan dalam pemilu atau pilkada,
membuat pemilih pemula sering tidak berpikir rasional dan lebih memikirkan kepentingan jangka pendek.
Pemilih pemula sering hanya dimanfaatkan oleh partai politik dan politisi untuk kepentingan politiknya,
misalkan digunakan untuk penggalangan masa dan pembentukan organisasi underbow partai. Di Negaranegara maju dalam usia pemilih pemula disebut sebagai masa yang sudah matang secara psikologis dan
pada kenyataannya di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja
(bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai kematangan secara psikologis.
Sehingga emosinya masih kurang stabil dan masih mudah terpengaruh dan goyah pendiriannya (Ahmadi,
2004: 124). Karena bagi partai politik tentu harus memberikan peranan penyadaran terhadap para pemilih
pemula untuk berpartisipsi dalam Pemilu Pilpres 2009 nanti. Alasan di balik niat mencoblos para pemilih
mula adalah pemikiran bahwa apa pun hasil pemilu akan berdampak juga bagi kehidupan mereka, baik
langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih baik ikut memberikan suara.