PENYELENGGARAAN IZIN PEMBANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Fery Purnomo

ABSTRAK

PENYELENGGARAAN IZIN PEMBANGUNAN MENARA
TELEKOMUNIKASI DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Oleh
Fery Purnomo
Bisnis menara makin berkembang sejak keluarnya Peraturan Menteri Komunikasi
dan Informatika Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembangunan dan Penggunaan
Menara Bersama Telekomunikasi, dan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam
Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, serta
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Pedoman Pembangunan dan
Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi. Sesuai ketentuan Peraturan
Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengendalian
Menara Telekomunikasi menyatakan bahwa menara telekomunikasi dapat
beroperasi setelah memiliki izin operasional dari Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu (KPPT) Kabupaten Lampung Timur berdasarkan rekomendasi dari Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Lampung Timur. Pada
kenyataannya, masih ada menara telekomunikasi yang belum memiliki izin. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dalam bentuk skripsi

dengan permasalahan: 1) Bagaimanakah penyelenggaraan izin pembangunan
menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur? 2) Bagaimanakah
pengawasan terhadap penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi
di Kabupaten Lampung Timur?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis
empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan
dan studi lapangan. Data yang diperoleh dari penelitian kemudian akan diolah
dengan langkah-langkah, yaitu klasifikasi data, editing, dan sistematisasi. Data
yang diolah dianalisis secara kualitatif. Penarikan kesimpulan dengan
menggunakan metode deduktif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: 1) Penyelenggaraan izin
pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur dilakukan
oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu bersama dengan Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informasi Kabupaten Lampung Timur. Perizinan pembangunan
menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur dilakukan secara terpadu.

Fery Purnomo

Ketentuan pembangunan menara telekomunikasi berdasarkan Pasal 2 ayat (1)

Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 23 Tahun 2011 menentukan
bahwa pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi di seluruh
wilayah wajib mengacu pada Rencana Induk Menara Telekomunikasi Terpadu di
daerah dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Izin yang berkaitan dengan
menara telekomunikasi adalah IMB Menara dan Izin Operasional Menara
Telekomunikasi Terpadu. 2) Pengawasan terhadap penyelenggaraan izin
pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur yang
dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Lampung Timur dimulai sejak pengajuan
izin, pelaksanaan izin hingga izin tersebut itu habis masa berlakunya. Pengawasan
sebelum izin tersebut diterbitkan sangat berkaitan dengan kelengkapan
persyaratan permohonan izin. Pengawasan yang dilakukan setelah izin diberikan
bertujuan untuk mengevaluasi apakah izin yang telah diberikan oleh pemerintah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan izin yang diberikan. Segala bentuk
pelanggaran terhadap izin ini akan dikenakan sanksi berupa sanksi administrasi.
Sanksi administrasi ini juga diperuntukkan bagi menara telekomunikasi yang
tidak memiliki izin. Sanksi administrasi bagi yang memiliki izin terdiri peringatan
tertulis sebanyak 3 (tiga) kali, pembekuan izin dan pencabutan izin. Sedangkan
sanksi administrasi bagi yang tidak berizin atau tidak memiliki IMB Menara dan
izin operasional menara telekomunikasi terpadu adalah pembongkaran menara
telekomunikasi. Pembongkaran tersebut dilakukan setelah diberikan peringatan

tertulis sebanyak sebanyak 3 (tiga) kali.
Dalam Penelitian ini disarankan: 1) Sebaiknya pemerintah dalam melakukan
pengawasan terhadap pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi
dengan melibatkan peran serta masyarakat dengan membuat kotak pengaduan
yang ditempatkan di lokasi tertentu, misalnya kantor desa dan kantor kecamatan.
2) Sebaiknya bagi pemilik menara telekomunikasi yang tidak berizin tidak hanya
diberikan sanksi administrasi berupa pembongkaran menara, namun diwajibkan
pula untuk membayar denda.
Kata kunci: Izin, Menara dan Telekomunikasi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 15
September 1989, yang merupakan putra ketiga dari empat
bersaudara pasangan Bapak Ir. H. Triyono Arifin, M.M. dan
Ibu Hj. Sudarmi. Penulis menyelesaikan studi di TK PGRI
Bandar Lampung pada tahun 1995, SD Negeri 1 Sukarame
lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan studi di SMP Al-Kautsar lulus pada
tahun 2004, kemudian melanjutkan studi di SMA Negeri 12 Bandar Lampung
lulus pada tahun 2007.


Penulis tahun 2007 diterima dan terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Informatika
STT PLN lulus tahun 2012 Jakarta. Kemudian penulis pada tahun 2008 diterima
dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Penulis
pada tahun 2011 mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Panjang
Selatan, Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung.

MOTO

“Disiplin dalam bertugas, dewasa dalam bertindak, dinamis dalam kegiatan.”
(Bong Chandra)

PERSEMBAHAN

Puji syukur ku ucapkan ke hadirat Allah SWT, serta shalawat dan salam tak
hentinya kita sampaikan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
Ku persembahkan karya skripsi ini untuk:
Mama dan Papa, serta kakak dan adik-adikku tercinta yang telah senantiasa
memberikan dukungan dan motivasi, serta kasih sayang yang tak terhingga,
sehingga penulis berhasil menyelesaikan perkuliahan ini.


Teman-teman seperjuangan selama masa kuliah yang telah
banyak membantu, baik dalam suka maupun duka.

Para dosen pembimbing dan dosen pengajar, terima kasih untuk bantuan dan
dukungannya dalam pembuatan skripsi ini.

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya

skripsi

ini

dapat

terselesaikan.


Skripsi

dengan

judul

”Penyelenggaraan Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Di Kabupaten
Lampung Timur” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.H. selaku Pembimbing I yang telah banyak
memberikan saran dan masukan yang bermanfaat guna penulisan dan
penyelesaian skripsi ini;
2. Ibu Sri Sulastuti, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang telah banyak
memberikan saran dan masukan yang bermanfaat guna perbaikan skripsi ini;
3. Bapak Elman Eddy Patra, S.H., M.H. selaku Pembahas I yang telah banyak
memberikan saran dan masukan yang bermanfaat guna perbaikan skripsi ini;
4. Bapak Agus Triyono, S.H., M.H. selaku Pembahas II yang telah memberikan
saran yang bermanfaat guna perbaikan skripsi ini;

5. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;

6. Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara;
7. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku dan Sekretaris Bagian Hukum
Administrasi Negara;
8. Bapak Deni Ardiansyah selaku Kasi PDE dan Komunikasi Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Lampung Timur yang
telah bersedia membantu memberikan informasi berkaitan dengan penulisan
skripsi ini;
9. Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan
wawasan dan cakrawala pengetahuan ilmu hukum yang sangat berguna bagi
pengembangan wawasan penulis dan seluruh karyawan Fakultas Hukum
Universitas Lampung yang telah memberikan bantuannya;
10. Mama dan Papa tersayang yang selalu sabar mengasuh,,memberi perhatian
mendidik dan membesarkan hingga menjadi seorang Sarjana Hukum yang
insya Allah berguna bagi nusa, bangsa, agama dan keluarga. Semoga Allah
SWT memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada Mama dan Papa
hingga akhir kelak;

11. Teteh Fika, adikku Keiko, sahabat sahabat terbaik teman mengejar mimpi dan
juga saudaraku dalam suka dan duka Kak Doel, Mauki Fernandes, Balank,
Kudil, Ucang, Iman, Om Bagong, Doy Markodoy, Otoy, Gugun Mulya, Ikrar,
Lukman, Gias Rey, Dwi Lambe, Aun, Surya Alung, Papi Romi, dan semua
teman dan sahabat terbaikku terimakasih dukungan dan doanya;

12. Terimakasih Arum Kanti untuk semua doa, semangat dan cintanya yang tidak
pernah bosan untuk selalu memberikan dukungannya agar skripsi ini cepat
terselesaikan, walaupun sedikit tersendat sendat;
13. Teman-teman seperjuangan perkuliahan di Fakultas Hukum khususnya
sahabat terbaik mengejar semuanya walau susah payah Ersyad Bafadhal
terimakasih untuk semuanya. Iyay Billy, Ferdian, Roy alung, Rio Nico, dan
semua teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah
mengisi hari dan banyak membantu baik dalam suka maupun duka semasa
perkuliahan.

Akhir kata, Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan
tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua. Amin.


Bandar Lampung, 04 Februari 2013
Penulis

Fery Purnomo

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ..................................................................................

1

1. 1 Latar Belakang ...............................................................................
1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ................................
1. 2. 1 Permasalahan ...........................................................................
1. 2. 2 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................
1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................................
1. 3. 1 Tujuan Penelitian .....................................................................
1. 3. 2 KegunaanPenelitian .................................................................

1

4
4
5
5
5
5

II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................

7

2. 1 Perizinan.........................................................................................
2. 1. 1 Pengertian Izin ........................................................................
2. 1. 2 Sifat Izin ..................................................................................
2. 1. 3 Asas-Asas Umum Prosedur Penerbitan Izin ...........................
2. 1. 4 Izin Sebagai Bentuk Ketetapan ...............................................
2. 1. 5 Tujuan Izin ..............................................................................
2. 1. 6 Waktu Penyelesaian dan Biaya Perizinan ...............................
2. 2 Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi ..................................
2. 3 Komunikasi dan Telekomunikasi...................................................

2. 3. 1 Pengertian Komunikasi ...........................................................
2. 3. 2 Pengertian Telekomunikasi .....................................................
2. 3. 3 Sistem Telekomunikasi ...........................................................
2. 3. 4 Jaringan Telekomunikasi ........................................................
2. 3. 5 Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi ................................
2. 3. 6 Hak dan Kewajiban Penyelenggara Jasa Telekomunikasi ......
2. 4 Pengawasan ....................................................................................
2. 4. 1 Pengertian Pengawasan ...........................................................
2. 4. 2 Fungsi dan Tujuan Pengawasan ..............................................
2. 4. 3 Macam-Macam atau Jenis Pengawasan ..................................

7
7
8
10
10
11
12
14
15
15
16
17
18
19
20
21
21
22
24

III. METODE PENELITIAN ..................................................................

26

3. 1 Pendekatan Masalah .......................................................................
3. 2 Sumber Data ...................................................................................
3. 3 Pengumpulan dan Pengolahan Data ...............................................
3. 4 Analisis Data ..................................................................................

26
26
27
28

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................

31

4. 1 Penyelenggaraan Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Di
Kabupaten Lampung Timur .............................................................
4. 2 Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Izin Pembangunan
Menara Telekomunikasi Di Kabupaten Lampung Timur ................

47

V. PENUTUP .............................................................................................

53

5. 1 Kesimpulan ......................................................................................
5. 2 Saran .................................................................................................

53
55

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

31

1

I. PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi di Indonesia sampai dengan saat ini
berkembang dengan pesat seiring dengan penemuan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dalam bidang informasi dan komunikasi, sehingga mampu
menciptakan alat-alat yang mendukung perkembangan teknologi informasi.
Perkembangan tersebut, mulai dari sistem komunikasi sampai dengan alat
komunikasi yang searah maupun dua arah (interaktif). Sebagai negara yang
sedang berkembang, Indonesia selalu mengadaptasi berbagai teknologi informasi
hingga akhirnya tiba di suatu masa di mana penggunaan internet mulai menjadi
kebutuhan.

Sebelum berkembangnya teknologi, orang-orang Indonesia harus menempuh jarak
yang jauh untuk mengantarkan sebuah surat atau pesan kepada orang lain, tetapi
lain dengan zaman sekarang dan perkembangan itu sendiri di Indonesia dimulai
dengan Satelit Palapa yang memudahkan arus komunikasi dan teknologi, yakni
telepon, fax dan lain-lain. Setelah itu perkembangan dilanjutkan dengan
berkembanganya jaringan sellular, yaitu GSM pertama di Indonesia, yakni sebuah
teknologi komunikasi bergerak yang tergolong dalam generasi kedua (2G),
kemudian berkembang kembali ke generasi ketiga atau 3G.

2

Perkembangan media telekomunikasi yang terus tumbuh dan berkembang pesat
menjadi pendorong pertumbuhan industri menara telekomunikasi di Indonesia.
Operator seluler dan operator penyedia jasa internet membutuhkan jumlah menara
transmisi (penyalur) yang cukup banyak untuk menyediakan kapasitas yang besar
bagi layanan telekomunikasi yang canggih dan dapat mencapai wilayah yang luas.
Saat ini terdapat sekitar 54 ribu menara telekomunikasi yang beroperasi di
Indonesia dengan nilai investasi Rp 81,3 triliun, jumlah ini dapat terus bertambah
tergantung dengan jumlah kebutuhan.

Pertumbuhan di sektor telekomunikasi berkembang sangat pesat. Sekarang,
hampir semua orang mempunyai telepon genggam. Saat ini, di Indonesia ada
sekitar 170 juta nomor telepon, hampir 95 persen diantaranya telepon seluler. Tak
mengherankan jika pertumbuhan menara telekomunikasi juga cukup tinggi dan
berkembang pesat. Sebagai contoh, Excelcomindo kini memiliki 19.349 unit base
transceiver station (BTS) atau menara telekomunikasi, naik dari tahun
sebelumnya 16.729 unit. Data Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara
Telekomunikasi menunjukkan, pada 2008 menara telekomunikasi di Indonesia
sudah sekitar 45 ribu unit, dengan jumlah BTS mencapai lebih dari 71 ribu.

Bisnis menara makin berkembang sejak keluarnya Peraturan Menteri Komunikasi
dan Informatika Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembangunan dan Penggunaan
Menara Bersama Telekomunikasi, dan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam
Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, serta
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Pedoman Pembangunan dan
Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi.

3

Sejak dua aturan itu muncul, selain operator, banyak perusahaan independen yang
menyewakan menara bersama. Perusahaan independen tersebut antara lain
Indonesian Tower, Tower Bersama Group, Protelindo, Komet Konsorsium, Bali
Telecom, Pandu Sarana Global, Telcentec Indonesia, Wahana Lintas Sentral
Telekomunikasi dan Deltacomsel Indonesia.

Setiap pembangunan, penyelenggaraan, pengoperasian menara telekomunikasi
harus memperoleh izin dari pemerintah kabupaten, diantaranya izin pengusahaan,
izin prinsip, izin lokasi, mendirikan menara, izin gangguan, rekomendasi
operasional menara. Izin-izin tersebut telah dijabarkan dalam peraturan daerah
yang didukung oleh peraturan bupati, serta petunjuk pelaksana teknis dari masingmasing satuan kerja yang membidanginya.

Izin tersebut adalah Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Seluler. Izin
Pembangunan Menara Telekomunikasi Seluler merupakan izin yang diberikan
untuk kegiatan pendirian bangunan menara telekomunikasi seluler. Dasar Hukum
adalah Peraturan Menteri Kominfo Nomor 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang
Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.

Pada kenyataannya, masih ada menara telekomunikasi yang belum memiliki izin,
misalnya di Kabupaten Lampung Timur. Berdasarkan data dari Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Lampung Timur, jumlah
menara atau menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur telah
mencapai 151 unit, sedangkan berdasarkan penelusuruan komisi D DPRD
Kabupaten Lampung Timur, jumlah menara atau menara telekomunikasi yang ada
di daerah Kabupaten Lampung Timur telah mencapai lebih dari 200 unit

4

(http://www.rakyatlampung.co.id/new/kabupaten/lampung-timur/dewan

desak-

eksekutif-tertibkan-menara.html, tanggal 08 Maret 2012, diakses tanggal 26 Juni
2012).

Sesuai ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pengendalian Menara Telekomunikasi menyatakan bahwa menara
telekomunikasi dapat beroperasi setelah memiliki izin operasional dari Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kabupaten Lampung Timur berdasarkan
rekomendasi dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten
Lampung Timur. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai perizinan pembangunan menara telekomunikasi
yang diberi judul: “Penyelenggaraan Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi
Di Kabupaten Lampung Timur”.

1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. 2. 1 Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di
Kabupaten Lampung Timur?
b. Bagaimanakah pengawasan terhadap penyelenggaraan izin pembangunan
menara telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur?

5

1. 2. 2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah kajian bidang Hukum Administrasi
Negara pada umumnya dan Hukum Perizinan pada khususnya mengenai
penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten
Lampung Timur. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur dan
dilakukan pada tahun 2012.

1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. 3. 1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, maka tujuan dari penelitian ini,
adalah:
a. Mengetahui penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di
Kabupaten Lampung Timur.
b. Mengetahui

pengawasan

penyelenggaraan

izin

pembangunan

menara

telekomunikasi di Kabupaten Lampung Timur.

1. 3. 2 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini, yaitu:
a. Kegunaan teoritis, yaitu berguna sebagai upaya pengembangan ilmu hukum di
bidang Hukum Administrasi Negara, khususnya Hukum Perizinan yang
berkaitan dengan penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi
di Kabupaten Lampung Timur.
b. Kegunaan praktis, yaitu masukan terhadap pemerintah Kabupaten Lampung
Timur, menambah pengetahuan masyarakat dan pelaku dunia usaha

6

telekomunikasi, serta sebagai sumber informasi bagi para pengaji ilmu hukum
ataupun rekan-rekan mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian dalam
bidang yang sama.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Perizinan

2. 1. 1 Pengertian Izin
Izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Izin secara
khusus adalah suatu persetujuan penguasa untuk dalam keadaan tertentu
menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan,
sedangkan secara garis besar perizinan adalah prosedur atau tata cara yang
mengatur hubungan masyarakat dengan negara dalam hal adanya masyarakat yang
memohon izin.

Prinsip izin terkait dalam hukum publik oleh karena berkaitan dengan perundangundangan pengecualiannya apabila ada aspek perdata yang berupa persetujuan
seperti halnya dalam pemberian izin khusus. Izin merupakan perbuatan Hukum
Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan
persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan perundang-undangan.

Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, izin merupakan suatu persetujuan
dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam
keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan (izin
dalam arti sempit) berdasarkan apa yang dikatakan oleh Spelt dan ten Berge,

8

dalam izin dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan sesuatu
kecuali diizinkan, artinya kemungkinan untuk seseorang atau suatu pihak tertutup
kecuali diizinkan oleh pemerintah. Dengan demikian, pemerintah mengikatkan
perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau pihak yang
bersangkutan.

Izin menurut Bagir Manan, yaitu merupakan persetujuan dari penguasa
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menguraikan tindakan atau
perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. Izin khusus yaitu persetujuan
terlihat adanya kombinasi antara hukum publik dengan hukum privat, dengan kata
lain izin khusus adalah penyimpangan dari sesuatu yang dilarang.

2. 1. 2 Sifat Izin
Pada dasarnya izin merupakan keputusan pejabat/badan tata usaha negara yang
berwenang, yang isi substansinya mempunyai sifat sebagai berikut:
a. izin bersifat bebas
Izin bersifat bebas adalah izin sebagai Keputusan Tata Usaha Negara yang
penerbitannya tidak terikat pada aturan dan hukum tertulis serta organ yang
berwenang dalam izin memiliki kebebasan yang besar dalam memutuskan
pemberian izin.

b. izin bersifat terikat
Izin bersifat terikat adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang
penerbitannya terikat pada aturan dan hukum tertulis dan tidak tertulis serta organ
yang berwenang dalam izin kadar kebebasannya dan wewenangnya tergantung

9

pada kadar sejauhmana peraturan perundang-undangan mengaturnya. Izin yang
bersifat terikat antara lain, yaitu IMB, izin HO, izin usaha industri dan lain-lain.

Perbedaan antara izin yang bersifat bebas dan terikat adalah penting dalam hal
apakah izin dapat ditarik kembali atau dicabut atau tidak. Pada dasarnya izin yang
merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang bebas dapat ditarik kembali atau
dicabut, hal ini karena tidak ada persyaratan yang bersifat mengikat bahwa izin
tidak dapat ditarik kembali atau dicabut (Adrian Sutedi, 2008: 174). Pada izin
yang bersifat terikat, pembuat undang-undang memformulasikan syarat-syarat izin
dapat diberikan dan izin dapat ditarik kembali atau dicabut. Hal yang penting
dalam pembedaan di atas adalah dalam hal menentukan kadar luasnya dasar
pengujian oleh hakim tata usaha negara apabila izin tersebut sebagai Keputusan
Tata Usaha Negara apabila digugat.

c. Izin yang bersifat menguntungkan
Izin yang bersifat menguntungkan merupakan izin yang isinya mempunyai sifat
menguntungkan bagi yang bersangkutan. Izin yang bersifat menguntungkan isi
nyata keputusan yang memberikan anugerah kepada yang bersangkutan (Adrian
Sutedi, 2008: 175), dalam arti yang bersangkutan diberikan hak-hak tertentu atau
pemenuhan tuntutan yang tidak akan ada tanpa keputusan tersebut. Izin yang
bersifat menguntungkan, antara lain SIM, SIUP, SITU dan lain-lain.

d. Izin yang bersifat memberatkan
Izin yang bersifat memberatkan merupakan izin yang isinya mengandung unsurunsur memberatkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang berkaitan kepadanya
(Adrian Sutedi, 2008: 175). Di samping itu, izin yang bersifat memberatkan juga

10

merupakan izin yang memberi beban kepada orang lain atau masyarakat
sekitarnya. Izin yang bersifat memberatkan, antara lain pemberian izin kepada
perusahaan tertentu.

2. 1. 3 Asas-Asas Umum Prosedur Penerbitan Izin
Asas-asas umum dalam prosedur penerbitan izin terdiri dari permohonan izin dan
acara persiapan. Pengajuan permohonan merupakan acara permulaan dari acara
perizinan, permohonan ialah permintaan dari yang berkepentingan akan suatu
keputusan. Permohonan harus datang dari pihak yang langsung dengan keputusan.
Bila permohonan diajukan oleh pihak lain maka bukan merupakan keputusan tata
usaha negara dan permohonan harus ditolak. Jika dari sudut kepastian hukum dan
sehubungan dengan penentuan jangka waktu bagi keputusan atas permohonan,
pada prinsipnya permohonan perlu diajukan secara tertulis kecuali ditentukan lain
oleh undang-undang.

Perihal penerbitan izin harus diperhatikan juga adalah mengenai persiapan yang
teliti terhadap suatu keputusan sebelum diterbitkan. Asas ketelitian dalam hukum
administrasi negara mempunyai peran yang penting. Persiapan yang teliti suatu
keputusan,

termasuk

di

dalamnya

adalah

musyawarah

dengan

yang

berkepentingan. Dari segi perlindungan hukum mendengar yang berkepentingan
adalah penting. Musyawarah yang berkepentingan terutama berfungsi jika dapat
menunjang penetapan fakta yang benar.

2. 1. 4 Izin Sebagai Bentuk Ketetapan
Dalam negara hukum modern tugas dan kewenangan pemerintah tidak hanya
sekedar menjaga ketertiban dan keamanan, tetapi juga mengupayakan

11

kesejahteraan umum. Tugas dan kewenangan pemerintah untuk menjaga
ketertiban dan keamanan merupakan tugas klasik yang sampai pada saat ini masih
tetap dipertahankan. Dalam rangka melaksanakan tugas ini kepada pemerintah
diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan ini
muncul beberapa instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan
konkret, yaitu dalam bentuk ketetapan. Sesuai dengan sifatnya, individual dan
konkret, ketetapan ini merupakan ujung tombak dari instrumen hukum dalam
penyelenggaraan pemerintahan (Philipus M. Hadjon, 1998: 125). Salah satu
wujud dari ketetapan ini adalah izin.

Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat
konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak
dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dari ketetapan itu atau ketetapan
yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak diperbolehkan (C.J.N.
Versteden dalam Adrian Sutedi, 2008: 184). Dengan demikian, izin merupakan
instrumen yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang
digunakan pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa konkret.
Sebagai ketetapan, izin itu dibuat dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku
pada ketetapan pada umumnya.

2. 1. 5 Tujuan Perizinan
Melalui izin, pemerintah terlibat dalam kegiatan warganegara. Dalam hal ini,
pemerintah mengarahkan warganya melalui instrumen yuridis berupa izin.
Kadangkala kebijakan pemerintah untuk terlibat dalam kegiatan masyarakat,
bahkan tidak berhenti pada satu tahap, melainkan melalui serangkaian kebijakan,

12

setelah izin diproses, masih dilakukan pengawasan, pemegang izin diwajibkan
meyampaikan laporan secara berkala dan sebagainya. Pemerintah melakukan
pengendalian terhadap kegiatan masyarakat dengan melakukan instrumen
perizinan. Izin dapat dimaksudkan untuk mencapai berbagai tujuan tertentu.
Menurut Spelt dan ten Berge, motif-motif untuk menggunakan sistem izin dapat
berupa keinginan mengarahkan (mengendalikan atau sturen) aktivitas-aktivitas
tertentu, hendak membagi benda-benda yang sedikit, dan mengarahkan dengan
menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas. Secara lengkap tujuan dari izin
adalah sebagai berikut:
a. Mengarahkan aktivitas-aktivitas tertentu;
b. Mencegah bahaya terhadap lingkungan;
c. Keinginan melindungai obyek-obyek tertentu;
d. Membagi benda-benda yang sedikit;
e. Menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas lainnya.

Menurut Spelt dan ten Berge, pada umumnya sistem ini terdiri atas larangan,
persetujuan yang merupakan dasar perkecualian (izin) dan ketentuan-ketentuan
yang berhubungan dengan izin, yaitu sebagai berikut:
a. Larangan;
b. Persetujuan yang merupakan dasar pengecualian (izin); dan
c. Ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan izin.

2. 1. 6 Waktu Penyelesaian dan Biaya Perizinan
Waktu penyelesaian izin harus ditentukan oleh instansi yang bersangkutan. Waktu
penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan

13

penyelesaian pelayanan. Dimensi waktu selalu melekat pada proses perizinan
karena adanya tata cara yang harus ditempuh seseorang dalam mengurus izin
tersebut, dengan demikian regulasi dan deregulasi harus memenuhi kriteria
berikut (Adrian Sutedi, 2008: 187):
a. disebutkan dengan jelas;
b. waktu yang ditetapkan sesingkat mungkin; dan
c. diinformasikan

secara

luas

bersama-sama

dengan

prosedur

dan

persyaratan.

Biaya atau tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses
pemberian izin. Penetapan besaran biaya pelayanan perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Rincian biaya harus jelas untuk setiap perizinan, khususnya yang
memerlukan tindakan seperti penelitian, pemeriksaan, pengukuran dan
pengajuan;
b. Ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan atau dan memperhatikan
prosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Adrian Sutedi,
2008: 187).

Pembiayaan menjadi hal yang mendasar dari pengurusan perizinan. Namun
perizinan sebagai bagian dari kebijakan pemerintah untuk mengatur aktivitas
masyarakat sudah seharusnya memenuhi sifat-sifat sebagai pelayanan publik.
Dengan demikian, meskipun terdapat pembiayaan, sesungguhnya bukan untuk
alat budgetaire negara. Oleh karena itu, biaya perizinan harus memenuhi syaratsyarat (Adrian Sutedi, 2008: 188) sebagai berikut:

14

a. disebutkan dengan jelas;
b. mengikuti standar nasional;
c. tidak ada pengenaan biaya lebih dari sekali untuk setiap obyek (syarat)
tertentu;
d. perhitungan didasarkan pada tingkat real cost (biaya yang sebenarnya);
dan
e. besarnya biaya diinformasikan secara luas.

2. 2 Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi

Dasar Hukum Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi adalah Peraturan
Bersama Mendagri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan
Informatika dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun
2009 Nomor 07/PRT/M/2009 dan Nomor 19/PER/M.KOMINFO/03/2009 tentang
Pedoman dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi. Menara komunikasi
merupakan

salah

satu

infrastruktur

pendukung

yang

utama

dalam

menyelenggarakan telekomunikasi yang vital dan memerlukan ketersediaan lahan,
bangunan dan ruang udara harus memperhatikan efisiensi, keamanan lingkungan
dan estetika lingkungan. Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi diberikan
kepada perorangan atau badan hukum yang menyelenggarakan:
1. Penyelenggara telekumunikasi; dan
2. Penyedia menara dan kontraktor menara.

Persyaratan Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi, yaitu sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Surat Permohonan;
Izin Pemanfaatan tata ruang;
Foto copy KTP Pemohon/penanggungjawab;
Rekomendasi dari Lanud;
Izin Mendirikan bangunan;
Izin Gangguan (HO);
Surat keterangan penguasaan tanah atau sertifikat atau surat sewa tanah
dan akta jual beli;
h. Denah lokasi atau gambar situasi bangun tempat usaha;

15

i. Persetujuan tetangga atau lingkungan beserta foto copy KTP (legalisir);
j. Rekomendasi dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Kabupaten Lampung Timur;
k. Melampirkan Informasi tentang menara yang meliputi:
a) Struktur menara;
b) Rangka struktur menara;
c) Pondasi menara
d) Ketinggian menara;
e) Tempat/space penempatan antena dan perangkat telekomunikasi untuk
penggunaan bersama.
Sesuai ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pengendalian Menara Telekomunikasi menyatakan menara atau
menara telekomunikasi dapat beroperasi setelah mengantongi izin operasional dari
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) berdasarkan rekomendasi dari Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Kabupaten Lampung
Timur.

2. 3 Komunikasi dan Telekomunikasi

2. 3. 1 Pengertian Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communis yang artinya sama. Sehingga
komunikasi berarti saling berusaha mengadakan suatu kesamaan (commonness)
dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa kita sedang berusaha memberikan
informasi atau pendapat kepada orang lain. Oleh karena itu, dalam proses
komunikasi diperlukan tiga komponen:
a. Pengirim (komunikator) sebagai sumber;
b. Pesan (informasi); dan
c. Penerima (komunikasi) sebagai sasaran.

16

2. 3. 2 Pengertian Telekomunikasi
Telekomunikasi adalah sejenis komunikasi elektronik yang menggunakan
perangkat-perangkat telekomunikasi. Telekomunikasi berasal dari kata tele, yang
artinya jauh dan komunikasi adalah penyampaian informasi atau hubungan antara
satu simpul dengan simpul yang lainnya. Telekomunikasi adalah penyampaian
informasi atau hubungan antara satu simpul dengan simpul yang lainnya yang
berjarak jauh, sehingga definisi sesungguhnya dari telekomunikasi adalah
penyampaian informasi atau hubungan antara satu simpul dengan simpul yang
lainnya dengan mempergunakan bantuan peralatan khusus, contohnya telepon,
televisi dan lain sebagainya.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
mengemukakan definisi atau pengertian telekomunikasi, bahwa telekomunikasi
adalah setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda gambar,
suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio atau
sistem elektromagnetis lainnya, sedangkan alat telekomunikasi adalah setiap alat
perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.

Terlihat di sini bahwa hubungan itu tidak harus jauh (meskipun ada perkataan
tele) dekat pun bisa. Tidak harus berupa peralatan khusus (listrik) lainnya pun bisa
contohnya asap, bendera, genderang dan laen sebagainya. Selain itu, harus pula
dapat dibedakan antara telekomunikasi dengan komunikasi walaupun keduanya
saling berhubungan. Masalah-masalah yang timbul pada telekomunikasi yaitu:
a. Masalah terminal;
b. Masalah transmisi;

17

c. Bagaimana menyambungkan terminal-terminal tersebut dan bagaimana
mengontrol atau mengendalikan penyambungan dari terminal-terminal
tersebut.

Di dalam telekomunikasi terlebih dahulu harus mengenal prinsip dasar dari
telekomunikasi. Prinsip ini yaitu mengenai dua buah terminal yang dihubungkan
oleh saluran transmisi.

2. 3. 3 Sistem Telekomunikasi
Sistem telekomunikasi terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak yang
mamancarkan informasi dari satu tempat ke tempat lain. Sistem ini dapat
memancarkan teks, data, grafik, suara, dokumen, atau video. Komponen utama
suatu sistem telekomunikasi meliputi hal-hal berikut:
a. Perangkat keras semua jenis komputer (Desktop, Server, Mainframe) dan
pengolah komunikasi (modems atau komputer kecil yang digunakan untuk
komunikasi).
b. Media komunikasi media fisik, dimana sinyal elektronik dialirkan,
termasuk media tanpa kawat (digunakan dengan cell phone dan satelit).
c. Jaringan komunikasi jalur antar komputer dan alat komunikasi perangkat
lunak

komunikasi

perangkat

lunak

yang

mengendalikan

sistem

telekomunikasi dan keseluruhan proses transmisi.
d. Penyedia komunikasi data suatu perusahaan yang menyediakan jasa atau
layanan komunikasi data.
e. Protokol komunikasi aturan untuk mengirimkan informasi pada sistem
aplikasi komunikasi pertukaran data secara elektronik, teleconferencing,

18

videconferencing, e-mail, reproduksi, dan perpindahan data secara
elektronik. Untuk memancarkan dan menerima informasi, suatu sistem
telekomunikasi harus melaksanakan sejumlah fungsi terpisah yang
transparant kepada pengguna.

2. 3. 4 Jaringan Telekomunikasi
Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan
kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi. Penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan
telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan telekomunikasi.

Penyelenggaraan

telekomunikasi

harus

dilaksanakan

oleh

penyelenggara

telekomunikasi. Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi meliputi:
a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b dapat
dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
c. Badan Usaha Swasta; atau
d. Koperasi.

19

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf c dapat dilakukan oleh:
a. perseorangan;
b. instansi pemerintah; atau
c. badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
d. penyelenggara jasa telekomunikasi.

Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf a, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun
dan/atau

menyediakan

jaringan

telekomunikasi.

Penyelenggara

jaringan

telekomunikasi dalam membangun jaringan telekomunikasi wajib memenuhi
ketentuan

perundang-undangan

telekomunikasi

dalam

yang

membangun

berlaku.

Penyelenggara

jaringan

dan/atau

menyediakan

jaringan

telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengikuti ketentuan
teknis dalam Rencana Dasar Teknis. Ketentuan mengenai Rencana Dasar Teknis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

2. 3. 5 Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin terselenggaranya
telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya. Penyelenggara
jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui
jaringan yang dimiliki dan disediakannya. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi
harus merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggaraan jaringan
yang sudah ada. Untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi penyelenggara

20

jaringan

telekomunikasi

wajib

mendapatkan

izin

penyelenggaraan

jasa

telekomunikasi dari menteri.

2. 3. 6 Hak dan Kewajiban Penyelenggara Jasa Telekomunikasi
Dalam Rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan
telekomunikasi, berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi pihak penyelenggara jaringan telekomunikasi mempunyai hak
dan kewajiban sebagai berikut:
a. Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah
negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai pemerintah.
b. Pembangunan,

pengoperasian,

dan

atau

pemeliharaan

jaringan

telekomunikasi dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari
instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang
menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak
mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi.
d. Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.

Penyelenggara

jaringan

telekomunikasi

wajib

menyediakan

pelayanan

telekomunikasi berdasarkan prinsip:
a. Peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan
b. Pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan
prasarana.

21

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi, untuk menyelenggarakan jaringan telekomunikasi, pemohon
wajib mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada Menteri. Dalam Pasal
57

Undang-Undang

Nomor

52

Tahun

2000

tentang

Penyelenggaraan

Telekomunikasi, dalam mengajukan permohonan izin pemohon wajib memenuhi
persyaratan:
a. Berbentuk badan hukum Indonesia yang bergerak dalam bidang
telekomunikasi;
b. Mempunyai kemampuan sumber dana dan sumber daya manusia di bidang
telekomunikasi.

Sedangkan tata cara pengajuan izin diatur dengan keputusan menteri. Pemberian
izin untuk penyelenggara jaringan telekomunikasi dilakukan melalui evaluasi atau
seleksi. Persyaratan permohonan izin terdiri atas:
a. Profil perusahaan;
b. Rencana pembangunan jaringan atau jasa;
c. Rencana usaha.

2. 4 Pengawasan

2. 4. 1 Pengertian Pengawasan
Pengawasan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting agar pekerjaan
maupun tugas yang dibebankan kepada aparat pelaksana terlaksana sesuai dengan
rencana yang ditetapkan (Nurmayani, 2009: 81). Hal ini sesuai dengan pendapat
dari Sondang P. Siagian yang menyatakan pengawasan adalah suatu proses

22

pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin
agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang
telah ditentukan sebelumnya (Sondang P. Siagian, 1980: 135).

Menurut Sujamto, pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk
mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas
atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak (Sujamto, 1983:
17). Pengertian pengawasan tersebut menekankan pada suatu proses pengawasan
yang berjalan secara sistematis sesuai dengan tahap-tahap yang telah ditentukan.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari Soekarno K. yang menyatakan bahwa
pengawasan adalah proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan
agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana (dalam Nurmayani, 2009:
82). Hal ini dipertegas kembali oleh T. Hani Handoko yang menyatakan bahwa
pengawasan adalah proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan
manajemen tercapai (T. Hani Handoko, 1984: 354).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, penulis sepaham dengan
pengertian pengawasan yang diungkapkan oleh Sondang P. Siagian karena
pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

2. 4. 2 Fungsi dan Tujuan Pengawasan
Fungsi pengawasan adalah suatu kegiatan yang dijalankan oleh pimpinan ataupun
suatu badan dalam mengamati, membandingkan tugas atau pekerjaan yang
dibebankan kepada aparat pelaksana dengan standar yang telah ditetapkan guna

23

mempertebal rasa tanggung jawab untuk mencegah penyimpangan dan
memperbaiki kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan (Nurmayani, 2009: 82).

Hakekatnya setiap kebijaksanaan yang dilakukan oleh pimpinan suatu badan
mempunyai fungsi tertentu yang diharapkan dapat terlaksana, sejalan dengan
tujuan kebijaksaan tersebut. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan
pengawasan pada suatu lingkungan kerja atau suatu organisasi tertentu.
Pengawasan yang dilaksanakan mempunyai fungsi sesuai dengan tujuannya.
Mengenai hal ini, Soerwarno Handayanigrat menyatakan 4 (empat) hal yang
terkait dengan fungsi pengawasan, yaitu:
a. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas
dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaannya;
b. Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
prosedur yang telah ditentukan;
c. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, kelalaian, dan kelemahan agar
tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan;
d. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan agar pelaksanaan
pekerjaan tidak mengalami hambatan-hambatan dan pemborosan (dalam
Nurmayani, 2009: 82).

Pengawasan yang dilakukan adalah bermaksud untuk mendukung kelancaran
pelaksanaan kegiatan sehingga dapat terwujud daya guna, hasil guna, dan tepat
guna sesuai rencana dan sejalan dengan itu, untuk mencegah secara dini
kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan. Dengan demikian pada prinsipnya
pengawasan itu sangat penting dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga
pengawasan itu diadakan dengan maksud sebagai berikut:
a. Mengetahui lancar atau tidaknya pekerjaan tersebut sesuai dengan yang telah
direncanakan;

24

b. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat dengan melihat kelemahankelemahan, kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalan dan mengadakan
pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau
timbulnya kesalahan baru;
c. Mengetahui apakah penggunaan fasilitas pendukung kegiatan telah sesuai
dengan rencana atau terarah pada sasaran;
d. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam
perencanaan semula;
e. Mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan dapatkah diadakan
perbaikan-perbaikan lebih lanjut sehingga mendapatkan efisiensi yang besar.

Menurut Sujamto, pengawasan diadakan dengan tujuan untuk mengetahui dan
menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas dan pekerjaan,
apakah sesuai dengan semestinya atau tidak (Sujamto, 1986: 115). Suatu
pengawasan yang dilakukan oleh suatu pimpinan dari suatu lingkungan kerja
tertentu

mempunyai

tujuan

yang

diharapkan

tercapai.

Soekarno

K.

mengungkapkan beberapa hal pokok mengenai tujuan pengawasan, yaitu:
a. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan telah sesuai dengan rencana;
b. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu yang dilaksanakan sesuai dengan
instruksi-instruksi dan asas-asas yang telah ditetapkan;
c. Untuk mengetahui mengetahui kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan
yang mungkin timbul dalam pelaksaan pekerjaan;
d. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan secara efisien;
e. Untuk mengetahui jalan keluar, jika ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan
dan kelemahan-kelemahan ke arah perbaikan (Soekarno, 1989: 146).

2. 4. 3 Macam-Macam atau Jenis Pengawasan
Pengawasan dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis apabila ditinjau dari
beberapa segi, antara lain:

25

1. Pengawasan ditinjau dari segi cara pelaksanaannya
Pengawasan apabila ditinjau dari segi cara pelaksanaanya dibedakan atas
pengawasan langsung dan Pengawasan tidak langsung. Pengawasan langsung
adalah pangawasan yang dilakukan dengan cara mendatangi atau melakukan
pemeriksaan di tempat terhadap obyek yang diawasi. Pemeriksaan setempat ini
dapat berupa pemeriksaan administratif atau pemeriksaan fisik di lapangan.
Kegiatan secara langsung melihat pelaksanaan kegiatan ini bukan saja dilakukan
oleh perangkat pengawas akan tetapi perlu lagi dilakukan oleh pimpinan yang
bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut. Dengan demikian dapat melihat
bagaimana pekerjaan itu dilaksanakan dan bila dianggap perlu dapat memberikan
petunjuk-petunjuk dan instruksi maupun keputusan-keputusan yang secara
langsung menyangkut dan mempengaruhi jalannya pekerjaan.

Pengawasan tidak langsung adalah kebalikan dari pengawasan langsung, yang
dilakukan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan pekerjaan atau obyek yang
diawasi. Pengawasan ini dilakukan dengan mempelajari dan menganalisa
dokumen yang menyangkut obyek yang diawasi yang disampaikan oleh pelaksana
atau pun sumber lain. Pengawasan tidak langsung selain dilakukan melalui
laporan tertulis tersebut di atas, juga dapat dilakukan dengan mempergunakan
bahan yang berupa laporan lisan.

2. Pengawasan ditinjau dari segi hubungan antara subyek pengawasan dan obyek
yang diawasi.
Pengawasan apabila ditinjau dari segi hubungan antara subyek pengawasan dan
obyek yang diawasi dibagi atas pengawasan intern dan pengawasan ekstern.
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam

26

organisasi itu sendiri. Artinya bahwa subyek pengawas yaitu pengawas berasal
dari dalam susunan organisasi obyek yang diawasi. Pada dasarnya pengawasan ini
harus dilakukan oleh setiap pimpinan akan tetapi dapat saja dibantu oleh setiap
pimpinan unit sesuai dengan tugas masing-masing. Pengawasan ekstern adalah
pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi sendiri, artinya bahan
subyek pengawasan berasal dari luar susunan organisasi yang diawasi dan
mempunyai sistem tanggung jawab tersendiri.

3. Pengawasan ditinjau dari segi waktu pelaksanaan pekerjaan
Pengawasan yang ditinjau dari segi waktu pelaksanaan pekerjaan dibagi atas
pengawasan preventif dan pengawasan represif. Pengawasan preventif adalah
pengawasan yang dilakukan sebelum pekerjaan mulai dilaksanakan, misalnya
dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan rencana kerja, rencana
anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lainnya. Pengawasan
represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau kegiatan
tersebut dilaksanakan, hal ini diketahui melalui audit dengan pemerikasaaan
terhadap pelaksanaan pekerjaan di tempat dan meminta laporan pelaksanaan
kegiatan.

27

III. METODE PENELITIAN

3. 1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan penelitian hukum
yuridis empiris, yaitu penelitian hukum yang obyek kajiannya meliputi ketentuanketentuan perundang-undangan serta penerapannya pada peristiwa hukum, yaitu
mengenai penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di
Kabupaten Lampung Timur.

3. 2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
1. Data primer adalah data yang bersumber dari hasil wawancara dengan pihakpihak yang terlibat penyelenggaraan izin pembangunan menara telekomunikasi di
Kabupaten Lampung Timur, yaitu:
a. Deni Ardiansyah, S.E.,M.E selaku Kepala Seksi PDE dan Komunikasi
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Lampung
Timur; dan
b. Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Lampung Timur.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka terhadap bahan
hukum yang terdiri dari:

28

a. Bahan hukum primer, yaitu meliputi:
1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi;
2) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Telekomonikasi;
3) Peraturan Menteri Kominfo Nomor 2/PER/M.KOMINFO/3/2008
tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama
Telekomunikasi; dan
4) Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor