HUBUNGAN POLA PENURUNAN TANAH LEMPUNG TERHADAP BEBAN LIR (LOAD INCREMENT RATIO) YANG DISUBTITUSI MATERIAL BERGRADASI KASAR (PASIR)

(1)

HUBUNGAN POLA PENURUNAN TANAH LEMPUNG TERHADAP BEBAN LIR (LOAD INCREMENT RATIO) YANG DISUBTITUSI

MATERIAL BERGRADASI KASAR (PASIR)

Oleh

GATOT AGUNG AMRIH

Kekuatan konstruksi dipengaruhi oleh kondisi tanah yang ada. Mendirikan bangunan di atas tanah lempung akan menimbulkan beberapa permasalahan, diantaranya daya dukung tanah dan pemampatan tanah. Daya dukung tanah lempung pada umumnya rendah. Jika bangunan dibuat pada tanah lempung akan menimbulkan tegangan air pori, apabila tanah lempung dikenakan beban diatasnya akan mengalami penurunan. Selain itu penambahan beban diatas suatu permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan tanah di bawahnya mengalami pemampatan. Untuk itu perlu dilakukan pengujian konsolidasi dengan menerapkan metode LIR (Load Increment Ratio), yaitu rasio penambahan beban yang diterapkan pada saat pengujian.

Untuk mengetahui penurunan dan pemampatan tanah yang terjadi, dengan menerapkan metode LIR (Load Increment Ratio). Dalam penelitian kali ini, digunakan metode penambahan beban dengan rasio penambahan beban = 1 (LIR=1) dan rasio penambahan beban = 2 (LIR=2). Pemberian beban LIR=1 dan LIR=2 adalah untuk membandingkan besarnya penurunan tanah yang terjadi pada setiap sampel.

Hasil pengujian konsolidasi dengan metode LIR terhadap perilaku penurunan tanah, sampel tanah terbaik adalah tanah yang memiliki penurunan tercepat. Dalam penilitian kali ini konsolidasi dengan LIR=2 lebih mengalami penurunan lebih cepat dibandingkan dengan LIR=1. Proses penurunan yang cepat dikatakan baik dikarenakan tanah lebih cepat mencapai lapisan yang stabil, besaran penurunan tanah baik dikarenakan proses pemampatan tanah lebih kecil sehingga dapat mengurangi resiko kerusakan konstruksi diatasnya.


(2)

THE CORRELATION OF CLAY SOIL CONSOLIDATION TO LOAD INCREMENT RATIO SUBSTITUTED BY

COARSE GRADATION MATERIAL (SAND) By

GATOT AGUNG AMRIH

Construction strength is influenced by existing soil condition. Erecting building on the clay soil will rise some problems such as weak supporting ability and soil compaction. The clay soil support is commonly low. A construction on the clay soil will cause pore water tension and the load will cause soil consolidation and soil compaction. Therefore, soil consolidation test by applying Load Increment ratio (LIR) is required.

To find out the soil consolidation and soil compaction with LIR method, this experiment uses additional load method with ratios of additional load = 1 (LIR=1) and = 2 (LIR=2). Load application LIR=1 and LIR=2 are to compare magnitude of soil consolidation occurring in each sample.

The results showed that the best soil sample is the one having fastest consolidation. In this experiment, consolidation with LIR=2 undergoes faster consolidation than LIR=1. The fast consolidation is favorable because soil will be obtaining stable condition faster and smallest consolidation is favorable because it reduces risk of construction damage above the soil surface.


(3)

HUBUNGAN POLA PENURUNAN TANAH LEMPUNG

TERHADAP BEBAN LIR

(LOAD INCREMENT RATIO)

YANG

DISUBTITUSI MATERIAL BERGRADASI KASAR (PASIR)

Oleh

GATOT AGUNG AMRIH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(4)

MATERIAL BERGRADASI KASAR (PASIR)

Gatot Agung Amrih


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Gatot Agung Amrih lahir di Bandar Lampung, pada tanggal 14 April 1990, merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Anwar Arsyad dan Ibu Desnawati.

Penulis memiliki satu orang saudara perempuan bernama Devi Yuliana.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 1 Tanjung Senang Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan tingkat pertama ditempuh di SMPN 19 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2004. Kemudian melanjutkan pendidikan tingkat atas di SMAN 12 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima menjadi mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif di UKMF Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknik sebagai anggota pengkaderan masa jabatan 2009-2010 dan HMJ Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil (Himateks) sebagai sekretaris masa jabatan 2009-2010.


(10)

Persembahan

Sebuah karya kecil buah pemikiran dan kerja keras untuk,

Ayahandaku tercinta Anwar Arsyad

I bundaku tercinta Desnawati

Kakanda Devi Yuliana

Serta saudara seperjuangan Teknik Sipil Angkatan 2007

SI PI L JAYA !!!!!


(11)

M OTO

“Jadikanlah dirimu oleh diri sendiri” (AA BOXER)

“Aku Ramah Bukan Berart i Takut , Aku Tunduk Bukan Berart i Takhluk” (AA BOXER)

“Penget ahuan t idaklah cukup; kit a harus mengamalkannya. N iat t idaklah cukup; kit a harus melakukannya”

(Johann Wolf gang von Goet he)

“Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah unt uk t enang dan sabar” (K halif ah ‘U mar)

“Hidup adalah pengorbanan, karena hidup t idak akan mencapai kesuksesan t anpa suat u pengorbanan”

“Jangan pernah menyerah pada nasib karena Allah t idak akan merubah nasib seseorang kecuali kita yang merubahnya sendiri”

“Sesungguhnya dibalik kesukaran it u ada kemudahan” (Al-Quran : Al-ayat )

K ebahagiaan dan kesuksesan ku adalah ket ika mereka orang yang kusayangi dan kucint ai merasa bangga dan bahagia karena aku..


(12)

SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin

, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

Subhanahu Wa Ta’ala

yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya,

sehingga skripsi dengan judul

Hubungan Pola Penurunan Tanah Lempung

Terhadap Beban LIR (

Load Increment Ratio

) Yang Disubtitusi Material

Bergradasi Kasar (pasir)

dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu

syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik pada program reguler Jurusan Teknik Sipil,

Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pada penulisan skripsi ini masih banyak

terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh sebab itu penulis mohon maaf dan

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya

kepada :

1.

Prof. Drs. Suharno, M.sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas

Lampung.

2.

Ir. Idharmahadi Adha, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Universitas Lampung.


(13)

4.

Iswan S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing II skripsi.

5.

Ir. M. Jafri, M.T selaku Dosen Penguji skripsi.

6.

Ir. Yohanes Martono.H, M.T Selaku Dosen Pembimbing Akademis

7.

Seluruh Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

8.

Kedua orang tua penulis (Anwar Arsyad dan Desnawati) yang telah memberikan

restu dan doanya, Kakanda (Devi Yuliana) yang selalu memberi warna dan do’a

di kehidupan penulis.

9.

Rekan-rekan seperjuangan di Lab. (Anwar, Veny, Anton, Catur, Ari, Donny,

Renol) yang telah banyak membantu penulis selama di laboratorium.

10. Teknisi di laboratorium (Mas Pardin, Mas Miswanto, Mas Budi, Mas Bayu).

11. Seluruh keluarga besar Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung, khususnya

angkatan 2007.

Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dan

memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis sangat berharap karya

kecil ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi penulis sendiri.

Bandar Lampung, Agustus 2014

Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR NOTASI ... x

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 3

C. Lokasi ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian...

4

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Tanah ... 7

B.

Tanah Lempung ... 10


(15)

D.

Konsolidasi ... 22

E.

Analogi Konsolidasi Satu Dimensi ... 23

F.

Lempung Normal (Normally Consolidated and Overconsolidated) ... 27

G.

Pengaruh Gangguan Benda Uji Pada Grafik e-log P ... 29

H.

Landasan Teori ... 32

1. Pengujian Konsolidasi ... 32

2. LIR (Load Increent Ratio)... 35

3. Interpretasi Hasil Pengujian Konsolidasi ... 36

4. Koefisien Pemampatan dan Koefisien Perubahan Volume ... 37

5. Indeks Pemampatan (Cc) ... 40

6. Koefisien Konsolidasi (Cv) ... 42

7. Metode Kecocokan Waktu Log = Waktu ... 43

8. Metode Akar Waktu ... 45

9. Konsolidasi Sekunder ... 47

III.

METODE PENELITIAN

A. Sempel Tanah ... 49

B. Pelaksanaan Pengujian ... 49

1. Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 49

a. Kadar Air ... 49

b. Berat Volume ... 50

c. Berat Jenis ... 51


(16)

e. Batas Plastis ... 53

f. Analisis Saringan ... 54

g. Uji Hidrometer ... 55

2. Pengujian Konsolidasi ... 57

C.

Prosedur Pengujian Utama ... 57

D.

Analisis Data ... 61

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Fisik ... 63

1.

Analisa Hasil Pengujian Kadar Air ... 64

2.

Analisa Hasil Pengujian Berat Volume ... 64

3.

Analisa Hasil Pengujian Berat Jenis ... 64

4.

Uji Berat Volume ... 65

5.

Uji Analisa Saringan ... 66

6.

Uji Hidrometer ... 68

7.

Uji Batas

Atterberg

... 69

8.

Data Hasil Pengujian Pemadatan Tanah ... 70

B. Klasifikasi Tanah ... 71

1.

Klasifikasi Sistem

Unified

(USCS) ... 71

C. Analisa Hasil Pengujian Konsolidasi ... 73

1.

Hasil Pengujian Konsolidasi LIR 1 dan LIR 2 ... 73

D. Variasi Hubungan Persentase Pasir dengan Nilai Cv, Cc, dan Cr ... 80


(17)

2.

Hubungan Persentase Pasir dengan Nilai Cc LIR 1 dan LIR 2 ... 82

3.

Hubungan Persentase Pasir dengan Nilai Cr LIR 1 dan LIR 2 ... 84

E. Analisa Hasil Pengujian Hubungan Pola Penurunan Tanah Lempung Terhadap

Beban LIR Yang Disubtitusi Material Bergradasi Kasar (pasir) ... 87

1.

Sampel A LIR 1 ... 87

2.

Sampel B LIR 1 ... 89

3.

Sampel C LIR 1 ... 91

4.

Sampel A LIR 2 ... 94

5.

Sampel B LIR 2 ... 96

6.

Sampel C LIR 2 ... 98

V.

PENUTUP

A. Simpulan ... 101

B. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified ... 9

2. Nilai Indeks Plastisitas dan Sifat Tanah ... 18

3. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah Lempung... 63

4. Hasil Pengujian Berat Volume Tanah Asli ... 65

5. Hasil Pengujian Analisis Saringan ... 66

6. Hasil Pengujian Batas Atterberg Tanah Asli ... 68

7. Hasil Uji Pemadatan Standar ... 70

8. Hasil Perhitungan T90 LIR 1 ... 72

9. Hasil Perhitungan T90 LIR 2 ... 72

10.Hasil Perhitungan Koefisien Konsolidasi (Cv) Pada Sampel A LIR 1 ... 73

11.Hasil Perhitungan Koefisien Konsolidasi (Cv) Pada Sampel A LIR 2 ... 74

12.Hasil Perhitungan Koefisien Konsolidasi (Cv) Pada Sampel B LIR 1 ... 74

13.Hasil Perhitungan Koefisien Konsolidasi (Cv) Pada Sampel B LIR 2 ... 75

14.Hasil Perhitungan Koefisien Konsolidasi (Cv) Pada Sampel C LIR 1 ... 75

15.Hasil Perhitungan Koefisien Konsolidasi (Cv) Pada Sampel C LIR 2 ... 76

16.Hasil Perhitungan Indeks Pemampatan (Cc) dan (Cr) LIR 1 ... 77


(19)

20.Nilai Rata-rata Cc dan Persentase Pasir LIR 1 ... 81

21.Nilai Rata-rata Cc dan Persentase Pasir LIR 2 ... 82

22.Nilai Rata-rata Cr dan Persentase Pasir LIR 1 ... 84


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Variasi Indeks Plastisitas Dengan Persen Fraksi Lempung ... 14

2. Batas Konsistensi ... 17

3. Analogipiston dan pegas ... 24

4. Reaksi Tekanan Air Pori Terhadap Beban Pondasi ... 26

5. Pengaruh Gangguan Contoh Pada Kurva Pemampatan ... 32

6. Gambar Skema Alat Pengujian Konsolidasi ... 33

7. Sifat Khusus Grafik Hubungan ΔH Terhadap Log T ... 34

8. Sifat Khusus Grafik Hubungan e-log P’ ... 35

9. Hubungan Kurva Load Increment Ratio ... 36

10.Fase Konsolidasi ... 37

11.Hasil Pengujian Konsolidasi... 39

12.Indeks Pemampatan ... 41

13.Metode Kecocokan Log-Waktu (Casagrande, 1940) ... 45

14.Metode Akar Waktu (Taylor, 1948) ... 46

15.Susunan Modul Uji Konsolidasi ... 59

16.Grafik Hasil Analisa Saringan ... 67

17.Grafik Hasil Analisa Saringan dan Hidrometer ... 69


(21)

19.Variasi Hubungan Persentase dengan Cv LIR 1 ... 80

20.Variasi Hubungan Persentase dengan Cv LIR 2 ... 81

21.Variasi Hubungan Persentase dengan Cc LIR 1 ... 83

22.Variasi Hubungan Persentase dengan Cc LIR 2 ... 84

23.Variasi Hubungan Persentase dengan Cr LIR 1 ... 85

24.Variasi Hubungan Persentase dengan Cr LIR 2 ... 86

25.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel A1 LIR 1 ... 88

26.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel A2 LIR 1 ... 88

27.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel A3 LIR 1 ... 89

28.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel B1 LIR 1 ... 90

29.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel B2 LIR 1 ... 90

30.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel B3 LIR 1 ... 91

31.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel C1 LIR 1 ... 92

32.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel C2 LIR 1 ... 92

33.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel C3 LIR 1 ... 93

34.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel A1 LIR 2 ... 94

35.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel A2 LIR 2 ... 95

36.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel A3 LIR 2 ... 95

37.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel B1 LIR 2 ... 96

38.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel B2 LIR 2 ... 97

39.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel B3 LIR 2 ... 97

40.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel C1 LIR 2 ... 98

41.Grafik Hubungan Angka Pori dan P’ Sampel C2 LIR 2 ... 99


(22)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mendirikan bangunan di atas tanah lempung akan menimbulkan beberapa permasalahan, diantaranya daya dukung tanah dan pemampatan tanah. Daya dukung tanah lempung pada umumnya rendah, ini disebabkan kuat geser tanah lempung kecil, sehingga bila tegangan geser yang ditimbulkan pondasi adalah besar maka bangunan akan runtuh. Sedangkan pemampatan tanah lempung biasanya relatif besar dan berlangsung cukup lama. Pemampatan tanah yang besar dapat menurunkan stabilitas konstruksi, bahkan apabila terjadi penurunan (diferential settlement) antar pondasi dapat mengakibatkan keruntuhan struktur bangunan. Melihat kondisi tersebut, bangunan yang didirikan di atas tanah lempung harus memperhatikan dan memperhitungkan berapa besar daya dukung dan berapa besarnya pemampatan tanah. Pemampatan atau konsolidasi tanah yang telah dikenal di lapangan dibedakan atas pemampatan primer dan pemampatan sekunder. Kedua jenis pemampatan terjadi dalam waktu yang tidak bersamaan, yaitu dimulai dengan pemampatan primer dan dilanjukan dengan pemampatan sekunder. Pemampatan primer adalah pemampatan yang terjadi pada tanah akibat keluarnya air pori dari dalam pori tanah akibat adanya penambahan beban di


(23)

permukaan tanah. Jadi setelah pemampatan primer, terjadi perubahan tegangan pori sedang pemampatan sekunder dapat didefinisikan sebagai pemampatan yang terjadi setelah pemampatan primer selesai, tanpa adanya perubahan air pori. Pemampatan sekunder ini merupakan penyesuaian bersifat plastis susunan butiran tanah. Dalam kondisi biasa pemampatan primer dan sekunder berlangsung dalam waktu tahunan bahkan ratusan tahun, dengan kata lain lama sekali. Oleh karena waktu yang dibutuhkan tanah untuk menyelesaikan pemampatan primer sangatlah lama, jarang orang dalam perencanaan pondasi memperhitungkan pemampatan sekunder. Alasan lain orang tidak memperhatikan penurunan sekunder adalah karena pemampatan sekunder ini diperkirakan menghasilkan pemampatan yang kecil dibanding pemampatan primer.

Dalam pembangunan konstruksi sipil, tanah mempunyai peranan yang sangat penting. Dalam hal ini, tanah berfungsi sebagai penahan beban akibat konstruksi di atas tanah tersebut. Sebagai contoh timbunan pada konstruksi jalan raya, bendungan tipe urukan, dan timbunan saluran irigasi. Sehingga kuat atau tidaknya bangunan/konstruksi itu juga dipengaruhi oleh kondisi tanah yang ada. Salah satu tanah yang biasa digunakan sebagai tanah timbunan yaitu tanah lempung dan juga banyak sekali area atau daerah yang akan dibangun bangunan yang memiliki jenis tanah lempung.

Tanah lempung memiliki kemampuan menyerap air yang cukup tinggi dan kondisi pengaliran air sangat tinggi. Pada tanah lempung jika dibuat bangunan diatasnya akan menimbulkan tegangan air pori, yang mana apabila tanah lempung dikenakan beban diatasnya akan mengalami penyusutan yang


(24)

tinggi. Dan dalam jangka waktu yang lama hal ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada bangunan akibat penurunan yang berlebihan. Selain itu penambahan beban diatas suatu permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan tanah di bawahnya mengalami pemampatan. Pada pemampatan tersebut diakibatkan oleh adanya deformasi partikel tanah yang menyebabkan penurunan tanah. Untuk itu perlu diadakan uji konsolidasi yang berguna untuk mengetahui penurunan tanah yang terjadi. Pada uji konsolidasi sering digunakan istilah LIR (Load Increment Ratio), yaitu rasio penambahan beban yang diterapkan pada saat pengujian (contohnya prosedur dalam ASTM D-2435). LIR didefinisikan sebagai tambahan tegangan dibagi dengan tegangan awal sebelum beban beban diterapkan.

Dengan ∆ adalah tambahan tegangan dan Pa’ adalah tegangan sebelumnya. Tujuan dari LIR sendiri adalah untuk membandingkan tanah prakonsolidasi (Pc’) dengan pada saat konsolidasi dan digunakan rasio sebagai bahan perbandingan. Pada percobaan ini tanah lempung disubtitusikan dengan material bergradasi kasar (pasir) untuk diteliti dan dapat diketahui hubungan pola penurunannya terhadap beban LIR (Load Increment Ratio).

B. Batasan Masalah

Pada penelitian ini lingkup pembahasan dan masalah yang akan dianalisis dibatasi dengan:

1. Sampel tanah yang diuji adalah tanah lempung yang disubtitusi material bergradasi kasar.


(25)

a. Pengujian kadar air b. Berat jenis

c. Batas cair dan batas plastis d. Analisa saringan

e. Analisa hidrometry f. Berat volume

3. Pengujian Konsolidasi pada tanah lempung yang disubtitusi material bergradasi kasar dengan memperhatikan hubungan penurunan tanah terhadap beban LIR (Load Increment Ratio) pada saat prakonsolidasi dan pada saat konsolidasi.

C. Lokasi

1. Pengujian sifat fisik dan konsolidasi tanah dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung.

2. Pengujian perilaku loading dan unloading pada tanah lempung yang disubtitusi material bergradasi kasar dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pola pengembangan tanah yang terjadi terhadap rasio penambahan beban atau Load Increment Ratio (LIR) dengan masing-masing beban LIR 1 = 1 Kg, 2 Kg, 4 Kg , 8 Kg, 16 Kg dan LIR 2 dengan


(26)

beban sebesar 1 Kg, 8 Kg, dan 16 Kg pada tanah lempung yang disubtitusi material bergradasi kasar (pasir).

2. Untuk mengetahui perbandingan nilai Cc (indeks pemampatan), Cv (koefisien konsolidasi), Cr (recompression index) atau pemampatan kembali) dan T90 pada saat pembebanan (loading) dan tanpa pembebanan (unloading).

3. Untuk melihat hubungan hasil dari variasi persentase pasir dengan Cc, Cv, dan Cr.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat antara lain :

1. Untuk menambah pengetahuan mengenai perilaku tanah terhadap konsolidasi dan untuk menganalisa penurunan pada struktur.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi para engineer dibidang teknik sipil untuk penerapan di lapangan khususnya pondasi pada tanah yang kurang baik.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah

Tanah merupakan material yang sangat penting dalam bidang Teknik Sipil. Semua sistem pembebanan produk Teknik Sipil berhubungan langsung dengan tanah serta sifat – sifatnya, baik itu sifat fisik, mekanis, maupun kimiawi. Tanah pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari hasil pelapukan batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat fisik tanah, kecuali dipengaruhi oleh Sifat-sifat batuan induk yang merupakan material asalnya, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut (Setyanto, 1999).

Adapun menurut para ahli teknik sipil, tanah dapat didefinisikan sebagai : 1. Tanah adalah kumpulan butiran (agregat) mineral alami yang bisa

dipisahkan oleh suatu cara mekanik bila agregat termaksud diaduk dalam air (Terzaghi, 1987).

2. Tanah adalah akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai/lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan (Craig, 1987)


(28)

3. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang terikat secara kimia satu dengan yang lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (partikel padat) disertai zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara parikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).

4. Secara umum tanah terdiri dari tiga bahan, yaitu butir tanahnya sendiri serta air dan udara yang terdapat dalam ruangan antar butir-butir tersebut (Wesley, 1997).

1. Sistem Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995). Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Sistem klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-sifat mekanis dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan konstruksi.


(29)

Terdapat dua sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan untuk mengelompokkan tanah. Kedua sistem tersebut memperhitungkan distribusi ukuran butiran dan batas-batas Atterberg, sistem-sistem tersebut adalah Sistem Unified Soil Clasification System (USCS) dan Sistem AASHTO (American Association Of State Highway and Transporting Official). Tetapi pada penelitian ini penulis memakai system klasifikasi tanah unified (USCS).

Sistem Klasifikasi Unified (USCS)

Sistem ini pada awalnya diperkenalkan oleh Casagrande (1942) untuk dipergunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang (Das, 1995). Oleh Casagrade sistem ini pada garis besarnya membedakan tanah atas dua kelompok besar (Sukirman, 1992), yaitu :

1)Tanah berbutir kasar (coarse-grained-soil), kurang dari 50 % lolos saringan No. 200, yaitu tanah berkerikil dan berpasir. Simbol kelompok ini dimulai dari huruf awal G untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil dan S untuk Pasir (Sand) atau tanah berpasir.

2)Tanah berbutir halus (fire-grained-soil), lebih dari 50 % lolos saringan No. 200, yaitu tanah berlanau dan berlempung. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau anorganik, C untuk lempung anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik.

Klasifikasi sistem Unified secara visual di lapangan sebaiknya dilakukan pada setiap pengambilan contoh tanah. Hal ini berguna di samping untuk dapat menentukan pemeriksaan yang mungkin perlu


(30)

ditambahkan, juga sebagai pelengkap klasifikasi yang di lakukan di laboratorium agar tidak terjadi kesalahan label.

Tabel 1. Sistem Klasifikasi Unified

Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

Ta na h be rb ut ir ka sa r≥ 5 0 % b u ti ra n te rt ah an s ar in g an N o . 2 00 K er ik il 5 0 % ≥ fr ak si k as ar te rt ah an s ar in g an N o .

4 K

er ik il b er si h (h an y a k er ik il

) GW

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

K la si fi k as i b er d as ar k an p ro se n ta se b u ti ra n h al u s ; K u ra n g d ar i 5 % l o lo s sa ri n g an n o .2 0 0 : G M , G P , S W , S P . L eb ih d ar i 1 2 % l o lo s sa ri n g an n o .2 0 0 : G M , G C , S M , S C . 5 % 1 2 % l o lo s sa ri n g an N o .2 00 : B at as an k la si fi k as i y an g m em pu n y ai s im b o l d ob el

Cu = D60 > 4 D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60

GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW K er ik il d en g an B u ti ra n h al u

s GM

Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Pa si r≥ 5 0 % f ra k si k as ar l o lo s sa ri n g an N o . 4 P as ir b er si h ( h an y a p as ir ) SW

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Cu = D60 > 6 D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60

SP

Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW P as ir d en g an b u ti ra n h al u s

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung

Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

T an ah b er bu ti r h al u s 5 0 % a ta u l eb ih l o lo s ay ak an N o . 2 00 L an au d an l em pu n g ba ta s c ai r ≤ 5 0 % ML

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

60

50 CH

40 CL

30 Garis A

CL-ML

20

4 ML ML atau OH 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Garis A : PI = 0.73 (LL-20) CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

OL

Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah L an au d an l e m pu ng b at as c ai r ≥ 5 0 % MH

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

CH

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays)

OH

Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

B at as P la st is ( % )


(31)

B. Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun batuan, dan bersifat plastis dalam selang kadar air sedang sampai luas. Dalam keadaan kering sangat keras, dan tidak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Selain itu, permeabilitas lempung sangat rendah (Terzaghidan Peck, 1987).

Sifat khas yang dimiliki oleh tanah lempung adalah dalam keadaan kering akan bersifat keras, dan jika basah akan bersifat lunak plastis, dan kohesif, mengembang dan menyusut dengan cepat, sehingga mempunyai perubahan volume yang besar dan itu terjadi karena pengaruh air. Sedangkan untuk jenis tanah lempung lunak mempunyai karakteristik yang khusus diantaranya daya dukung yang rendah, kemampatan yang tinggi, indeks plastisitas yang tinggi, kadar air yang relatif tinggi dan mempunyai gaya geser yang kecil. Kondisi tanah seperti itu akan menimbulkan masalah jika dibangun konstruksi diatasnya.

Tanah lempung terdiri dari berbagai golongan tekstur yang agak susah dicirikan secara umum. Sifat fisika tanah lempung umumnya terletak di antara sifat tanah pasir dan liat. Pengolahan tanah tidak terlampau berat, sifat merembeskan airnya sedang dan tidak terlalu melekat.

Warna tanah pada tanah lempung tidak dipengaruhi oleh unsur kimia yang terkandung di dalamnya, karena tidak adanya perbedaan yang dominan


(32)

dimana kesemuanya hanya dipengaruhi oleh unsur Natrium saja yang paling mendominasi. Semakin tinggi plastisitas, grafik yang dihasilkan pada masing-masing unsur kimia belum tentu sama. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur warna tanah dipengaruhi oleh nilai Liquid Limit (LL) yang berbeda-beda (Marindo, 2005 danAfryana, 2009).

Tanah lempung terdiri dari butir – butir yang sangat kecil ( < 0.002 mm) dan menunjukkan sifat – sifat plastisitas dan kohesi. Kohesi menunjukkan kenyataan bahwa bagian – bagian itu melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah – rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya, dan tanpa terjadi retakan – retakan atau terpecah – pecah (L.D Wesley, 1977).

Mineral lempung merupakan senyawa alumunium silikat yang kompleks yang terdiri dari satu atau dua unit dasar, yaitu silica tetrahedral dan alumunium octahedral. Silicon dan alumunium mungkin juga diganti sebagian dengan unsur lain yang disebut dengan substitusi isomorfis. Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut:

a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm. b. Permeabilitas rendah.

c. Kenaikan air kapiler tinggi. d. Bersifat sangat kohesif.

e. Kadar kembang susut yang tinggi. f. Proses konsolidasi lambat.


(33)

Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Sifat pengembangan tanah lempung yang dipadatkan akan lebih besar pada lempung yang dipadatkan pada kering optimum daripada yang dipadatkan pada basah optimum. Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif kekurangan air, oleh karena itu lempung ini mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah mengembang (Hardiyatmo, 1999).

Partikel lempung dapat berbentuk seperti lembaran yang mempunyai permukaan khusus.Karena itu, tanah lempung mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan.Umumnya, terdapat kira-kira 15 macam mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral lempung. Beberapa mineral yang diklasifikasikan sebagia mineral lempung yakni :montmorrillonite, illite, kaolinite, dan polygorskite (Hardiyatmo, 2006). 1. Sifat-Sifat Umum Mineral Lempung :

a. Hidrasi

Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air dalam jumlah yang besar.Lapisan ini sering mempunyai tebal dua molekul dan disebut lapisan difusi, lapisan difusi ganda atau lapisan ganda adalah lapisan yang dapat menarik molekul air atau kation yang disekitarnya. Lapisan ini akan hilang pada temperature yang lebih tinggi dari 60º sampai 100º C dan akan mengurangi plastisitas


(34)

alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup dengan pengeringan udara saja.

b. Aktivitas (A)

Mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks Plastisitas (PI) dengan presentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm atau dapat pula dituliskan sebagai persamaan berikut:

A =

%

Aktivitas digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi kemampuan mengembang dari suatu tanah lempung.Ketebalan air mengelilingi butiran tanah lempung tergantung dari macam mineralnya. Jadi dapat disimpulkan plastisitas tanah lempung tergantung dari :

1. Sifat mineral lempung yang ada pada butiran 2. Jumlah mineral

Bila ukuran butiran semakin kecil, maka luas permukaan butiran akan semakin besar. Pada konsep Atterberg, jumlah air yang tertarik oleh permukaan partikel tanah akan bergantung pada jumlah partikel lempung yang ada di dalam tanah.


(35)

Gambar 1. Variasi indeks plastisitas dengan persen fraksi lempung (Hary Christady, 2006).

Gambar di atas mengklasifikasikan mineral lempung berdasarkan nilai aktivitasnya, yaitu :

1. Montmorrillonite : Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) ≥ 7,2 2. Illite: Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) ≥ 0,9dan< 7,2

3. Kaolinite: Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) ≥ 0,38dan < 0,9 4. Polygorskite: Tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) < 0,38 c. Flokulasi dan Disversi

Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal (amophous) maka daya negatif netto, ion-ion H+ di dalam air, gaya Van der Walls, dan partikel berukuran kecil akan bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau bertabrakan di dalam larutan tanah dan air. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (flock) yang berorientasi secara acak, atau struktur yang berukuran lebih besar akan turun dari larutan itu dengan cepatnya dan membentuk sendimen yang sangat lepas. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam


(36)

(ion H+), sedangkan penambahan.bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Lempung yang baru saja berflokulasi dengan mudah tersebar kembali dalam larutan semula apabila digoncangkan, tetapi apabila telah lama terpisah penyebarannya menjadi lebih sukar karena adanya gejala, dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu.

d. Pengaruh Zat Cair

Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas Atterberg, ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan keperluan. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah terkontaminasi. Air berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung.Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negatif pada ujung yang berbeda (dipolar).Fenomena hanya terjadi pada air yang molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti karbon tetrakolrida yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi apapun.

e. Sifat Kembang Susut (Swelling)

Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan volume ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan bangunan. Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor, yaitu :


(37)

1) Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah. 2) Kadar air.

3) Susunan tanah.

4) Konsentrasi garam dalam air pori. 5) Sementasi.

6) Adanya bahan organik, dll.

Secara umum sifat kembang susut tanah lempung tergantung pada sifat plastisitasnya, semakin plastis mineral lempung semakin potensial untuk menyusut dan mengembang.

Tanah Lempung mempunyai beberapa jenis, antara lain : 1. Tanah Lempung Berlanau

Lanau adalah tanah atau butiran penyusun tanah/batuan yang berukuran di antara pasir dan lempung.Sebagian besar lanau tersusun dari butiran-butiran quartz yang sangat halus dan sejumlah partikel berbentuk lempengan-lempengan pipih yang merupakan pecahan dari mineral-mineral mika.Sifat-sifat yang dimiliki tanah lanau adalah sebagai berikut (Das, 1991). :

a. Ukuran butir halus, antara 0,002 – 0,05 mm. b. Bersifat kohesif.

c. Kenaikan air kapiler yang cukup tinggi, antara 0,76 – 7,6 m. d. Permeabilitas rendah.

e. Potensi kembang susut rendah sampai sedang. f. Proses penurunan lambat.


(38)

Lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan material utamanya adalah lempung.Tanah lempung berlanau merupakan tanah yang memiliki sifat plastisitas sedang dengan Indeks Plastisitas 7-17 dan kohesif.

2. Tanah Lempung Plastisitas Rendah

Plastisitas merupakan kemampuan tanah dalam menyesuaikan perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa retak-retak/remuk.Sifat dari plastisitas tanah lempung sangat di pengaruhi oleh besarnya kandungan air yang berada di dalamnya dan juga disebabkan adanya partikel mineral lempung dalam tanah.

Sifat dari plastisitas tanah lempung sangat di pengaruhi oleh besarnya kandungan air yang berada di dalamnya.Atas dasar air yang terkandung didalamnya (konsistensinya) tanah dibedakan atau dipisahkan menjadi 4 keadaan dasar yaitu padat, semi padat, plastis, cair.

Gambar 2. Batas Konsistensi

Bila pada tanah yang berada pada kondisi cair (titik P) kemudian kadar airnya berkurang hingga titik Q, maka tanah menjadi lebih kaku dan


(39)

tidak lagi mengalir seperti cairan. Kadar air pada titik Q ini disebut dengan batas cair (liquid limit) yang disimbolkan dengan LL. Bila tanah terus menjadi kering hingga titik R, tanah yang dibentuk mulai mengalami retak-retak yang mana kadar air pada batas ini disebut dengan batas plastis (plastic limit), PL. Rentang kadar air dimana tanah berada dalam kondisi plastis, antara titik Q dan R, disebut dengan indek plastisitas (plasticity index), PI, yang dirumuskan :

PI = LL - PL dengan,

LL = Batas Cair (Liquid Limit) PL = Batas Plastis (Liquid Plastic)

Dari Nilai PI yang dihitung dengan persamaan diatas akan ditentukan berdasarkan (Atterberg, 1911). Adapun batasan mengenai indeks plastisitas tanah ditinjau dari; sifat, dan kohesi.Seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Nilai indeks plastisitas dan sifat tanah (Hardiyatmo, 2002)

PI % PI % Sifat Tanah Kohesi

0 Non Plastis Non Kohesif

< 7 Plastisitas Rendah Kohesi Sebagian 7 - 17 Plastisitas Sedang Kohesif


(40)

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa lempung plastisitas rendah memiliki nilai index plastisitas (PI) < 7 % dan memiliki sifat kohesi sebagian yang disebabkan oleh mineral yang terkandung didalamnya. Dalam sistem klasifikasi Unified (Das, 1995).

tanah lempung plastisitas rendah memiliki simbol kelompok CL yaitu Tanah berbutir halus 50% atau lebih, lolos ayakan No. 200 dan memiliki batas cair (LL) ≤ 50 %.

3. Tanah Lempung Berpasir

Pasir merupakan partikel penyusun tanah yang sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan feldspar.Sifat-sifat yang dimiliki tanah pasir adalah sebagai berikut (Das, 1991).:

a. Ukuran butiran antara 2 mm – 0,075 mm. b. Bersifat non kohesif.

c. Kenaikan air kapiler yang rendah, antara 0,12 – 1,2 m.

d. Memiliki nilai koefisien permeabilitas antara 1,0 – 0,001 cm/det. e. Proses penurunan sedang sampai cepat.

Klasifikasi tanah tergantung pada analisis ukuran butiran, distribusi ukuran butiran dan batas konsistensi tanah.Perubahan klasifikasi utama dengan penambahan ataupun pengurangan persentase yang lolos saringan no.4 atau no.200 adalah alasan diperlukannya mengikutsertakan deskripsi verbal beserta simbol-simbolnya, seperti pasir berlempung, lempung berlanau, lempung berpasir dan sebagainya.


(41)

Pada tanah lempung berpasir persentase didominasi oleh partikel lempung dan pasir walaupun terkadang juga terdapat sedikit kandungan kerikil ataupun lanau.Identifikasi tanah lempung berpasir dapat ditinjau dari ukuran butiran, distribusi ukuran butiran dan observasi secara visual. Sedangkan untuk batas konsistensi tanah digunakan sebagai data pendukung identifikasi karena batas konsistensi tanah lempung berpasir disuatu daerah dengan daerah lainnya akan berbeda tergantung jenis dan jumlah mineral lempung yang terkandung di dalamnya.

Suatu tanah dapat dikatakan lempung berpasir bila lebih dari 50% mengandung butiran lebih kecil dari 0,002 mm dan sebagian besar lainnya mengandung butiran antara 2 – 0,075 mm. Pada Sistim Klasifikasi Unified (ASTM D 2487-66T) tanah lempung berpasir digolongkan pada tanah dengan simbol CL yang artinya tanah lempung berpasir memiliki sifat kohesi sebagian karena nilai plastisitasnya rendah ( PI < 7).

Untuk tanah urugan dan tanah pondasi, Sistim Klasifikasi Unified mengklasifikasikan tanah lempung berpasir sebagai (Sosrodarsono dan Nakazawa, 1988).:

a. Stabil atau cocok untuk inti dan selimut kedap air. b. Memiliki koefisien permeabilitas.

c. Efektif menggunakan penggilas kaki domba dan penggilas dengan ban bertekanan untuk pemadatan di lapangan.


(42)

e. Daya dukung tanah baik sampai buruk.

Penggunaan untuk saluran dan jalan, Sistim Klasifikasi Unified mengklasifikasikan tanah lempung berpasir sebagai (Sosrodarsono dan Nakazawa, 1988). :

a. Cukup baik sampai baik sebagai pondasi jika tidak ada pembekuan. b. Tidak cocok sebagai lapisan tanah dasar untuk perkerasan jalan. c. Sedang sampai tinggi kemungkinan terjadi pembekuan.

d. Memiliki tingkat kompresibilitas dan pengembangan yang sedang. e. Sifat drainase kedap air.

f. Alat pemadatan lapangan yang cocok digunakan penggilas kaki domba dan penggilas dengan ban bertekanan.

g. Berat volume kering antara 1,6 – 2 t/m3. h. Memiliki nilai CBR lapangan antara 5-15 %.

i. Koefisien reaksi permukaan bawah 2,8 – 5,5 kg/cm3. C. Penurunan

Jika lapisan tanah dibebani, maka tanah akan mengalami penurunan (settlement).Penurunan yang terjadi dalam tanah disebabkan oleh berubahnya susunan tanah maupun oleh pengurangan rongga pori/air di dalam tanah tersebut.Jumlah dari penurunan sepanjang kedalaman lapisan merupakan penurunan total tanah.Penurunan akibat beban adalah jumlah total dari penurunan segera dan penurunan konsolidasi.


(43)

Pada tanah berpasir yang sangat tembus air (permeable),air dapa tmengalir dengan cepat sehingga pengaliran air pori keluar sebagai akibat dari kenaikan tekanan air pori dapat selesai dengan cepat.

Keluarnya air dari dalam pori selalu disertai dengan berkurangnya volume tanah,berkurangnya volume tanah tersebut dapat menyebabkan penurunan lapis tanah itu karena air pori didalam tanah berpasir dapat mengalir keluar dengancepat,maka penurunan segera dan penurunan konsolidasi terjadi secara bersamaan (Das, 1995).

Hal ini berbeda dengan lapis tanah lempung jenuh air yang compressible (mampu mampat).Koefisien rembesan lempung adalah sangat kecil dibandingkan dengan koefisi rembesan ijuk sehingga penambahan tekanan air pori yang disebabkan oleh pembebanan akan berkurang secara lambat dalam waktu yang sangat lama.Untuk tanah lempung perubahan volume yang di Sebabkan oleh keluarnya air dari dalam pori (yaitu konsolidasi) akan terjadi sesudah penurunan segera. Penurunan konsolidasi biasanya jauh lebih besar dan lebih lambat serta lama dibandingkan dengan penurunan segera (Das, 1995).

D. Konsolidasi

Bila suatu lapisan tanah jenuh yang berpermeabilitas rendah dibebani, maka tekanan air pori dalam tanah tersebut akan segera bertambah. Perbedaan tekanan air pori pada lapisan tanah, berakibat air mengalir kelapisan tanah dengan tekanan air pori yang lebih rendah, yang diikuti penurunan tanahnya.


(44)

Karena permeabilitas yang rendah, proses ini membutuhkan waktu. Konsolidasi adalah proses berkurangnya volume atau berkurannya rongga pori dari tanah jenuh yang berpermeabilitas rendah akibat pembebanan, dimana prosesnya dipengaruhi oleh kecepatan terperasnya air pori keluar dari rongga tanahnya. Proses kosolidasi dapat diamati dengan pemasangan piezometer, untuk mencatat perubahan tekanan air pori dengan waktunya. Besarnya penurunan dapat diukur dengan berpedoman pada titik referensi ketinggian pada tempat tertentu.

E. Analogi Konsolidasi Satu Dimensi

Mekanisme konsolidasi satu dimensi (one dimensional consolidation) dapat digambarkan dengan cara analisis seperti yang disajikan pada Gambar 3. Silinder dengan piston yang berlubang dihubungkan dengan pegas, diisi air sampai memenuhi volume silider. Pegas dianggap terbebas daari tegangan-tegangan dan tidak ada gesekan antar dinding silinder dengan tepi pistonnya. Pegas melukiskan keadaan tanah yang mudah mampat, sedangkan air melukiskan air pori dan lubang pada piston kemampuan tanah dalam meloloskan air atau permeabilitas tanahnya. Gambar 3.a melukiskan kondisi dimana sistem dalam keseimbangan. Kondisi ini identik dengan lapisan tanh yang dalam keseimbangan dengan tekanan overburden. Alat pengukur tekanan yang dihubungakan dengan silider memperlihatkan tekanan hidrostatis sebesar uo, pada lokasi tertentu didalam tanah.


(45)

Gambar 3. Analogipiston dan pegas

Bila tegangan sebesar ∆p dikerjakan diatas piston dengan posisi katup V tertutup (Gambar 3.b), maka akibat tekanan ini piston tetap tidak akan bergerak. Hal ini disebabkan karena air tu\idak mudah mampat. Pada kondisi ini, tekanan pada piston tidak dipindah ke pegas, tapi sepenuhnya didukung oleh air. Pengukur tekanan air dalam silinder menunjukkan kenaikan tekanan ∆u = ∆p, atau pembacaan tekanan sebesar uo + ∆p. Kenaikan tekanan ∆u disebut dengan kelebihan tekanan air pori (excess pore water pressure). Kondisi pada kedudukan katup V tertutup melukiskan kondisi tanpa drainasi (undrained) didalam tanah.

Jika kemudia katup V dibuka, air akan keluar lewat lubang dengan kecepatan yang dipengaruhi oleh luas lubangnya. Hal ini akan menyebabkan piston bergerak ke bawah, sehingga pegas secara berangsur-angsur mendukung beban akibat ∆p (Gambar 3.1). Pada setiap kenaikan tekanan yang didukung oleh pegas, kelebihan tekanan air pori (∆u) didalam silinder berkurang. Akhirnya pada suatu saat, tekanan air pori nol dan seluruh tekanan didukung


(46)

oleh pegasnya dan kemudian piston diam (Gambar 3.d). Kedudukan ini melukiskan kondisi dengan drainasi (drained).

Pada sembarang waktunya, tekanan yang terjadi pada pegas identik dengan kondisi tegangan efektif didalam tanah. Sedang tegangan air didalam silinder identik dengan tekanan air pori. Kenaikan tekanan ∆p akibat beban yang diterapkan identik dengan tambahan tegangan normal yang bekerja. Gerakan piston menggambarkan perubahan volume tanah, dimana gerakan ini dipengaruhi oleh kompresibilitas (kemudahmampatan) pegasnya, yaitu ekivalen dengan kompresibilitas tanahnya.

Walaupun model piston dan pegas ini agak kasar, tetapi cukup menggambarkan apa yang terjadi bila tanah kohesif jenuh dibebani di laboratorium maupun dilapangan. Sebagai contoh nyatanya dapat dilihat pada Gambar 4.a, Disini diperlihatkan suatu pondasi yang dibagun diatas tanah lampung yang diapit oleh lapisan tanah pasir dengan muka air tanah dibatas lapisan lempung sebelah atas. Segera sesudah pembebanan, lapisan lempung mengalami kenaikan tegangan sebesar ∆p. Air pori didalam lapisan lempung ini dapat mengalir dengan baik ke lapisan pasirnya dan pengaliran air hanya ke atas dan ke bawah saja. Dianggap pula bahwa besarnya tambahan tegangan ∆p sama disembarang kedalaman lapisan lempungnya.


(47)

Gambar 4. Reaksi tekanan air pori terhadap beban pondasi a. Pondasi pada tanah lempung jenuh

b. Diagram perubahan tekanan air pori dengan waktunya Jalannya proses konsolidasi diamati lewat pipa-pipa piezometer yang dipasang sepanjang kedalamannya (Gambar 4.b), sedemikian rupa sehingga tinggi air dalam pipa piezometer menyatakan besarnya kelebihan tekanan air pori (excess pore water pressure) di kedalaman pipanya.

Akibat tambahan tekanan ∆p, yaitu segera setelah beban pondasi bekerja, tinggi air dalam pipa piezometer naik setinggi h = ∆p/yw, atau menurut garis

DE, garis DE ini menyatakan distribusi kelebihan tekanan air pori awal. Dalam waktu tertentu, tekanan air pori pada lapisan yang lebih dekat dengan lapisan pasir akan berkurang, sedangkan tekanan air pori lapisan lempung


(48)

bagian tengah masih tetap. Kedudukan ini dinyatakan dengan kurva K1. Dalam tahapan waktu sesudahnya, ketinggian air dalam pipa ditunjukkan dalam kurva K2. Setelah waktu yang lama, tinggi air dalam pipa piezometer mencapai kedudukan yang sama dengan kedudukan muka air tanah (garis AC). Kedudukan garis AC ini menunjukkan kedudukan proses konsolidasi telah selesai, yaitu ketika kelebihan tekanan air pori telah nol.

Pada mulanya, tiap kenaikan beban akan didukung sepenuhnya oleh tekanan air pori, dalam hal ini berupa kelebihan tekanan air pori ∆u yang besarnya sama dengan ∆p. Dalam kondisi demikian tidak ada perubahan tegangan efektif didalam tanahnya. Setelah air pori sedikit demi sedikit terperas keluar, secara berangsur-angsur tanah mampat, beban perlahan-lahan ditransfer kebutiran tanah, dan tegangan efektif bertambah. Akhirnya, kelebihan tekana air pori menjadi nol. Pada kondisi ini, tekanan air pori sama dengan tekanan hidrostatis yang diakibatkan oleh air tanahnya.

F. Lempung Normal Normally Consilidated dan Overconsildated

Mengenai istilah normally consilidated (terkonsolidasi normal) dan overconsildated (terkonsolidasi berlebihan), Istilah normally consilidated dan overconsildated digunakan untuk menggambarkan suatu sifat penting dari lapisan tanah lempung. Lapisan tanah lempung biasanya terjadi dari proses pengendapan. Pada proses pengendapannya, lempung akan mengalami konsolidasi ataupun penurunan akibat tekanan tanah yang mengendap diatasnya. Lapisan-lapisan tanah yang diatas ini suatu ketika mungkin kemudia hilang akibat proses alam. Hal ini berarti tanah lapisan bawah pada


(49)

suatu saat dalam sejarah geologinya pernah mengalami konsolidasi akibat dari tekanan yang lebih besar dari tekanan yang bekerja sekarang. Lapisan semacam ini disebut lapisan overconsolidated (OC) atau terkosolidasi berlebihan. Bila tegangan efektif yang bekerja pada waktu sekarang adalah tegangan maksimumnya, maka endapan lempung ini disebut lempung pada kondisi normally consilidated (NC) atau terkonsolidasi normal.

Jadi lempung pada kondisi normally consilidated, bila tekanan prakonsolidasi (preconsolidationpressure) (pc’ ) sama dengan tekanan overburden efektif

(po’). Sedang lempung pada kondisi overconsolidated, jika tegangan prakonsolidasi lebih besar dari tekanan overburden efektif yang ada pada waktu sekarang (pc’ >po’). Nilai banding overconsolidation (Overconsolidation ratio, OCR) didefinisikan sebagai nilai banding tekanan prakonsolidasi terhadap tegangan efektif yang ada, atau bila dinyatakan dalam persamaan :

' '

o c p p OCR

Tanah normally consilidated mempunyai nilai OCR = 1, dan tanah dengan OCR>1 adalah overconsolidated. Dapat ditemui pula, tanah lempung mempunyai OCR < 1. dalam hal ini tanah adalah sedang dalam (keadaan) konsolidasi (underconsolidated). Kondisi underconsolidated dapat terjadi pada tanah-tanah yang baru saja diendapkan baik secara geologis maupun oleh manusia. Dalam kondisi ini, lapisan lempung belum mengalami keseimbangan akibat beban diatasnya. Jika tekanan air pori diukur dalam kondisi underconsolidated, tekanannya akan melebihi hidrostatisnya.


(50)

Telah disebutkan bahwa akibat perubahan tegangan efektif, tanah dapat menjadi overconsolidated. Perubahan tegangan efektif ini, misalnya akibat adanya perubahan tegangan total, atau perubahan tekanan air pori. Lapisan tanah yang terkonsolidasi sebenarnya tidak dalam kondisi seimbang seperti yang sering diperkirana. Perubahan volume dan rayapan sangat mungkin masih berlangsung pada tanah tersebut. Dalam lapisan tanah asli, dimana permukaan tanah tersebut horizontal, keseimbangan mungkin didapatkan. Tetapi kalau tanah tersebut dalam kemiringan, rayapan dan perubahan volume mungkin masih terjadi.

G. Pengaruh Ganguan Benda Uji pada Grafik e-log p

Kondisi tanah yang mengalami pebebanan seperti yang ditunjukkan dalam grafik e-log p yang diperoleh dari laboratorium, tidak sama dengan kondisi pembebanan tanah asli pada lokasi dilapangan. Beda reaksi terhadap beban antara benda uji di laboratorium dan dilapangan adalah karena adanya ganguan tanah benda uji (soil disturbance) selama persiapan pengujian oedometer. Karena dibutuhkan untuk mengetahui hubungan angka pori-tegangan efektif pada kondisi asli dilapangan, maka diperlukan koreksi terhadap hasil pengujian dilaboratorium.

Dilapangan, elemen tanah dipengaruhi oleh tegangan efektif-vertikal σz' dan tegangan efektif horizontal σz' = Koσz' (dengan Ko adalah koefisien tekanan lateral tanah diam). Umumnya Ko tidak sama dengan 1, yaitu kurang dari 1 untuk lempung normally consolidated atau sedikit normally overconsolidated (slightly overconsolidated) dan lebih dari 1 untuk lempung terkonsolidated


(51)

sangat berlebihan (heavily overconsolidated). Ketika contoh tanah diambil dari dalam tanah dengan pengeboran tekanan keliling luar (external confining pressure) hilang. Kecendrungan tanah jenuh setelah terambil dari dalam tanah untuk mengembang karena hilangnya tekanan keliling, ditahan oleh berkembangnya tekanan air pori negatif akibat tegangan kapiler (capillary tension). Jika udara tidak keluar dari larutannya, volume contoh tidak akan berubah dan tegangan keliling efektif (σz') sama dengan besarnya tekanan air pori ( - u ). Dalam kondisi ini σz' = σz' n= .

Jadi, nilai banding σz' / σz' berubah dengan perubahan yang tergantung pada nilai Ko. Regangan yang ditimbulkan menyebabkan kerusakan benda uji, atau benda uji menjadi terganggu. Pengaruh ini telah diselidiki oleh Skewmpton dan Sowa (1963), Ladd dan Lambe (1963), dan Ladd (1964). Pengaruh dari pengambilan contoh tanah, dan lain-lain pengaruh kerusakan benda uji diberikan dalam Gambar 5.

Sejarah pembebanan dari suatu contoh tanah lempung normally consolidated disajikan dalam Gambar 5.a. Kurva pemampatan asli diperlihatkan sebagai garis penuh AB, yang menggambarkan kondisi asli dilapangan, dengan Po' = Pc'. Tambahan beban pada lapisan tanah akan menghasilkan perubahan angka

pori (e) menurut garis patah-patah BE, yaitu perpanjangan kurva pemampatan asli dilapangan. Akan tetapi, akibaht gangguan tekanan konsolidasi efektif benda uji pada waktu dibawa dilaboratorium berkurang, walupun angka pori tetap. Ketika benda uji dibebani kembali dilaboratorium, pengurangan angka


(52)

pori yang terjadi akibaht ganguan, contohnya adalah seperti kondisi yang ditunjukkan oleh kurva laboratorium CD.

Dalam hal lempung overconsolidated (Gambar 5.b), sejarah tegangan dilapangan disajikan oleh kurva pemampatan asli ke titik dimana tekanan prakonsilidasi (Pc' ) tercapai (bagian AB). Sesudah itiu, karena sesuatu hal

terjadi di waktu lampau, beban berkurang sampai mencapai tekanan overburden (Po'). Kurva garis penuh BC memperlihatkan hubungan e-log P '

dilapangan selama pengurangan bebannya. Penambahan beban dilapangan akan mengikuti kurva pemampatan kembali yang berupa garis patah-patah CB, yang bila beban bertambah hinga melampaui tekanan prakonsildasi, kurva akan terus kebawah mengikuti pelurusan dari kurva pemampatan asli dilapangan (bagian BF). Akibat gangguan contohnya, maka tekanan konsolidasi efektif tereduksi pada angka pori konstan, yang bila kemudian diadakan pengujian dilaboratorium kurvanya akan mengikuti garis penuh DE. Penambahan derajat ganguan benda uji, mengakibatkan kurva laboratorium akan cenderung bergeser lebih kekiri.


(53)

Gambar 5. Pengaruh gangguan contoh pada kurva pemampatan (a) Lempung Normally Consolidated

(b) Lempung Overconsolidated H.Landasan Teori

1. Pengujian Konsolidasi

Pengujian konsolidasi satu dimensi (one-dimensional consolidation) biasanya dilakukan dilaboratorium dengan alat oedometer atau konsolidometer. Gambar skematik alat ini dapat dilihat pada Gambar 6. Contoh tanah yang mewakili elemen tanah yang mudah mampat pada lapisan tanah yang diselediki, dimasukan secara hati-hati kedalam cincin besi. Bagian atas dan bawah dari benda uji dibatasi oleh batu tembus air (porous stone).


(54)

Gambar 6. Gambar skema alat pengujian konsolidasi

Beban P diterapkan pada benda uji tersebut, dan penururnan diukur dengan arloji pembacaan (dial gauge). Beban diterpkan dalam periode 24 jam, dengan benda uji tetap terendam dalam air. Penambahan beban secara periodik diterapkan pada contoh tanahnya. Penelitian oleh Leonard (1962) menunjukkan bahwa hasil terbaik diperoleh jika penambahan beban adalah dua kali beban sebelumnya, dengan urutan besar beban 0,25; 0,50; 1; 2; 4; 8; 16kg/cm2. Untuk tiap penambahan beban, deformasi dan waktunya dicatat, kemudian diplot pada grafik semi logaritmis, Gambar 7 memperlihatkan sifat khusus dari grafik hubungan antara penurunan ∆H dan logaritma waktu (log t). Kurva bagian atas (kedudukan 1). Merupakan bagian dari kompresi awal disebabkan oleh pembebanan awal dari benda uji. Bagian garis lurus (kedudukan 2), menunjukkan proses konsolidasi primer. Bagian garis lurus terendah (kedudukan 3), menunjukkan proses konsolidasi sekunder.


(55)

Gambar 7. Sifat khusus grafik hubungan ∆H terhadap log t

Untuk tiap penambahan beban selama pengujiannya, tegangan yang terjadi adalah tegangan efektif. Bila berat jenis tanah (specific gravity), dimensi awal dan penurunan pada tiap pembebanan dicatat, maka nilai angka pori e dapat diperoleh. Selanjutnya hubungan tegangan efektif dan angka pori (e) diplot pada grafik semi logaritmis (Gambar 8).


(56)

Gambar 8. Sifat khusus grafik hubungan e-log p’

2. LIR (Load Increment Ratio)

LIR adalah istilah yang digunakan dalam uji konsolidasi , LIR yaitu rasio penambahan beban yang diterapkan pada saat pengujian . LIR didefinisikan sebagai tambahan tegangan dibagi dengan tegangan awal sebelum beban diterapkan, atau

LIR = ∆

∆ = Tambahan tegangan pada saat konsolidasi = Tegangan sebelum konsolidasi

Bila LIR = 1, maka tambahan beban yang diterapkan adalah 2 kali beban sebelumnya.


(57)

Gambar 9. Hubungan Kurva Load Increment Ratio

3. Interpretasi Hasil Pengujian Konsolidasi

Pada konsoliodasi satu dimensi, perubahan tinggi (∆H) persatuan dari awal (H) adalah sama dengan perubahan volume (∆V) per satuan volume awal, atau

V V H

H

 


(58)

Gambar 10. Fase Konsolidasi (a) Sebelum konsolidasi

(b) Sesudah konsolidasi

Bila volume padat Va = 1 dan volume pori awal adalah eo, maka kedudukan akhir dari proses konsolidasi dapat dilihat dalam Gambar 9. volume pdat besarnya tetap, angka pori berkurang karena adanya ∆e. Dari Gambar 9. dapat diperoleh persamaan.

o e e H H

   

1 (2)

4. Koefisien Pemampatan (Coeficient of Compression) (av) dan keofisien perubahan Volume (mv) (Coeficient of Volume Change)

Koefisien pemampatan(av) adalah koefisien yang menyatakan kemiringan kurva e--p. Jika tanah dengan volume V1 mamapat sehingga volumenya menjdai V2, dan mampatnya tanah dianggap hanya sebagai akibat


(59)

pengurangan rongga pori, maka perubahan volume hanya dalam arah vertikal dapat dinyatakan oleh :

1 2 1 1 2 2 1 2 1 1 1 ) 1 ( ) 1 ( e e e e e e V V V          Dengan :

e1 = angka pori pada tegangan P1’ e2 = angka pori pada tegangan P2’ V1 = Volume pada tegangan P1’ V2 = Volume pada tegangan P2’

Kemiringan kurva e – p’ (av) didifinisikan sebagai :

p e av    (3) = ' 1 ' 2 2 1 p p e e  

Dimana kurva e – p’ (av) berturut – turut adalah angka pori pada tegangan


(60)

Gambar 11. Hasil pengujian konsolidasi

(a) Plot Angka pori vs. Tegangan efektif e – p’ (b) Plot regangan vs tegangan efektif ∆H/H – P’ Keofisien perubahan volume(Mv) didifenisikan sebagai perubahan volume persatuan penambahan tegangan efektif. Satuan dari mV adalah kebalikan dari tegangan (cm2/kg) . perubahan volume dapat dinyatakan dengan perubahan ketebalan ataupun angka pori. Jika terjadi penambahan tegangan efektif p’ ke p’, maka angka pori akan berkurang dari e1 ke e2 (Gambar 10.b) dengan perubahan ∆H.

Perubahan volume =

1 2 1 1

2 1

H H H V

V

V

(karena area contoh tetap)

= 1

2 1 1 e

e e

 

(4a)


(61)

Perubahan volume = 1

1 e

av p

 

Karena mv adalah perubahan volume/satuan penambahan tegangan, maka

MV =

P p v e a     1 1 1 = 1 1 e

av p

 

(4b)

Nilai mv untuk tanah tertentu tidak konstan, tetapi tergantung dari besarnya tegangan yang ditinjau.

5. Indeks Pemampatan (Cc) (Compressioon Index)

Indeks pemampatan, Cc adalah kemiringan dari bagian garis lurus grafik

e-log p’. Untuk dua titik yang terletak pada bagian lurus dari grafik dalam Gambar 9. Cc dapat dinyatakan dalam persamaan :

Cc =

' / ' log ' log '

log 2 1 2 1

2 1 p p e p p e

e

 

(5)

Untuk tanah noremally consolidated, Terzaghi dan Peck (1967) memberikan hubungan angka kompresi Cc sebagaib berikut:

Cc = 0,009 (LL -10) (6)

Dengan LL adalah batas cair (liquid limit). Persamaan ini dapat dipergunakan untuk tanah lempung tak organik yang mempunyai


(62)

sensitivitas rendah sampai sedang dengan kesalahan 30% (rumus ini seharusnya tak diggunakan untuk sensitivitas lebih besar dari 4).

Terzaghi dan Peck juga memberikan hubungan yang sama untuk tanah lempung,

Cc = 0,009 (LL -10) (7)

Gambar 12. Indeks pamampatan Cc

Beberapa niulai Cc, yang didasrkan pada sifat-sifat tanah pada tempat-tempat tertentu yang diberikan oleh azzouz dkk, (1976) sebagai berikut :

Cc = 0,01 WN (untuk lempung Chicago) (8)

Cc = 0,0046 (LL – 9) (untuk lempung Brasilia) (9)


(63)

Cc = 0,0115 WN (untuk tanah organik, gambut) (11) Dengan WN adalah kadar air asli (%) dan eo adalah angka pori.

6. Koefisien Konsolidasi (Cv) (Coefficient of Consolidation)

Kecepatan penurunan dapat dihitung dengan menggunakan koefisien konsolidasi Cv. Kecepatan penurunan perlu diperhitungkan bila penurunan konsolidasi yang terjadi pada suatu struktur diperkirakan sangat besar. Bila penurunan sangat kecil, kecepatan penurunan tidak begitu penting diperhatikan, karena penurunan yang terjadi sejalan dengan waktunya akan tidak menghasilkan perbedaan yang begitu besar.

Derajat konsolidasi pada sembarang waktunya, dapat ditentukan dengan menggambarkan grafik penurunan vs. waktu untuk satu beban tertentu yang diterapkan pada alat konsolidometer. Caranya dengan mengukur penurunan total pada akhir fase konsolidasi. Kemudian dari data penurunan dan waktunya, sembarang waktu yang dihubungkan dengan derajat konsolidasi rata-rata tertentu (misalnya U = 50%) ditentukan. Hanya sayangnya, walaupun fase konsolidasi telah berakhir, yaitu ketika tekanan air pori telah nol, benda uji dalam konsolidometer masih terus mengalami penurunan akibat konsolidasi sekunder. Karena itu, tekanan air pori mungkin perlu diukur selama proses pembebanannya atau suatu interpretasi data penurunan dan waktu harus dibuat untuk menentukan kapan konsolidasi telah selesai. Jika sejumlah kecil udara terhisap masuk dalam air pori akibat penurunan tekanan pori dari lokasi aslinya di lapangan, kemungkinan terdapat juga


(64)

penurunan yang berlangsung dengan cepat, yang bukan bagian dari proses konsolidasi. Karena itu, tinggi awal atau kondisi sebelum adanya penurunan saat permulaan proses konsolidasi juga harus diinterpretasikan.

7. Metode Kecocokan Log = Waktu (Log-Time Fitting method)

Prosedur untuk menentukan nilai koefisien konsolidasi Cv diberikan oleh

Casagrande dan Fadum (1940). Cara ini sering disebut metode kecocokan log-waktu Casagrande (Casagrande log-time fitting method). Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. Gambarkan grafik penurunan terhadap log waktu, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 12 untuk satu beban yang diterapkan.

2. Kedudukan titik awal kurva ditentukan dengan pengertian bahwa kurva awal mendekati parabol. Tentukan dua titik yaitu pada saat t1 (titik P) dan saat 4t1 (titik Q). Selisih ordinat (jarak vertical) keduanya diukur, misalnya x. Kedudukan R = Ro digambar dengan mengukur jarak x kea

rah vertical di atas titik P. Untuk pengontrolan, ulangi dengan pasangan titik yang lain.

3. Titik U = 100%, atau titik R100, diperoleh dari titik potong dua bagian linier kurvanya, yaitu titik potong bagian garis lurus kurva konsolidasi primer dan sekunder.

4. Titik U = 50%, ditentukan dengan R50 = (R0 + R100)/2

Dari sini diperoleh waktu t50. Nilai Tv sehubungan dengan U = 50% adalah


(65)

50 2 197 , 0

t H

C t

v  (11)

Pada pengujian konsolidasi dengan drainasi atas dan bawah, nilai Ht diambil setengah dari tebal rata-rata benda uji pada beban tertentu. Jika temperature rata-rata dari tanah asli di lapangan diketahui, dan ternyata terdapat perbedaan dengan temperature rata-rata pada waktu pengujian, koreksi nilai Cv harus diberikan.

Terdapat beberapa hal di mana cara log-waktu Casagrande tidak dapat diterapkan. Jika konsolidasi sekunder begitu besar pada waktu fase konsolidasi primer selesai, mungkin tidak dapat terlihat dengan jelas dari patahnya grafik log waktu. Tipe kurvanya akan sangat tergantung pada nilai banding penambahan tekanan LIR (Leonard dan Altschaeffl, 1964). Jika R100 tidak dapat diidentifikasikan dari grafik waktu vs. penurunan, salah satu pengukuran tekanan air pori atau cara lain untuk menginterpretasikan Cv, harus diadakan.


(66)

Gambar 13. Metode kecocokan log-waktu (Casagrande, 1940) 8. Metode Akar Waktu (Square Root of Time Method) (Taylor, 1948)

Penggunaan dari cara ini adalah dengan menggambarkan hasil pengujian konsolidasi pada grafik hubungan akar dari waktu vs. penurunannya (Gambar 7.20). Kurva teoritis yang terbentuk, biasanya linier sampai dengan kira-ira 60% konsolidasi. Karakteristik cara akar waktu ini, yaitu dengan menentukan U = 90% konsolidasi, di mana U = 90%, absis OR akan sama dengan 1,15 k ali absis OQ. Prosedur untuk memperoleh derajat konsolidasi U = 90%, adalah sebagai berikut :


(67)

Gambar 14. Metode Akar Waktu (Taylor, 1948)

1. Gambarkan grafik hubungan penurunan vs. akar waktu dari data hasil pengujian konsolidasi pada beban tertentu yang diterapkan.

2. Titik U = Q diperoleh dengan memperpanjang garis dari bagian awal kurva yang lurus sehingga memotong ordinatnya di titik P dan memotong absis di titik Q. Anggapan kurva awal berupa garis lurus adalah konsisten dengan anggapan bahwa kurva awal berbentuk parabol.

3. garis lurus PR digambar dengan absis OR sma dengan 1,15 kali absis OQ. Perpotongan dari PR dan kurvanya ditentukan titik R90 pada absis.


(68)

4. Tv untuk U = 90% adalah 0,848. Pada keadaan ini, koefisien konsolidasi

Cv diberikan menurut persamaan

90 2 848 , 0

t H

C t

v

Jika akan menghitung batas konsolidasi primer U = 100%, titik R100pada

kurva dapat diperoleh dengan mempertimbangkan menurut perbandingan kedudukannya. Seperti dalam penggambaran kurva log-waktu, gambar kurva akar waktu yang terjadi memanjang melampaui titik 100% ke dalam daerah konsolidasi sekunder. Metode akar waktu membutuhkan pembacaan penurunan (kompresi) dalam periode waktu yang lebih pendek dibandingan dengan metode log-waktu. Tetapi kedudukan garis lurus tidak selalu diperoleh dari penggambaran metode akar waktu. Dalam hal menemui kasus demikian, metode log-waktu seharusnya digunakan. 9. Konsolidasi Sekunder

Konsolidasi sekunder terjadi setelah konsolidasi prmer berhenti. Lintasan kurva konsolidasi sekunder didefinisikan sebagai kemiringan kurva (C) pada

bagian akhir dari kurva H-log t atau dari kurva e-log t. untuk memperoleh kemiringan kurva konsolidasi sekunder yang baik, diperlukan memperanjang proses pengamatan pengujian di laboratorium. Dengan cara ini akan mempermudah hitungan kemiringan kurva kompresi sekunder C. Dengan

melihat gambar 7, persamaan untuk memperoleh C diperoleh dengan :

1 2/ logt t

e C  


(69)

1 2 log

1 t

t e C H S

p

s

dimana

ep = angka pori saat konsolidasi primer selesai

H = tebal benda uji awal atau tebal lapisan tanah yang ditinjau H = perubahan tebal benda uji di laboratorium dari t1 ke t2 t2 = t1 + t

t1 = saat waktu setelah konsolidasi primer selesai.

Dala tanah organik tinggi dan beberapa jenis lempung lunak, jumlah konsolidasi sekunder mungkin akan sebanding dengan konsolidasi primernya. Akan tetapi, kebanyakan jenis tanah, pengaruh konsolidasi sekunder biasanya sangat kecil sehingga sering diabaikan.

Penurunan akibat konsolidasi harus dihitung secara terpisah. Nilai yang diperoleh ditambahkan dengan nilai penurunan konsolidasi primer dan penurunan segeranya.


(70)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Sampel Tanah

Sampel tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lempung (soft clay) yang diambil dari Desa Belimbing Sari, Kecamatan Jabung, Lampung Timur. B. Pelaksanaan Pengujian

Pelaksanaan pengujian dilakukan dalam 2 tahap. Pertama adalah pengujian sifat fisik dan kedua pengujian konsolidasi tanah lempung (soft clay). Tahap pengujian tersebut dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

1. Pengujian Sifat Fisik Tanah

Pengujian-pengujian yang dilakukan antara lain: a. Kadar air (Moisture Content)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah, yaitu perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat butir kering tanah tersebut yang dinyatakan dalam persen. Pengujian berdasarkan ASTM D 2216-98.


(71)

Bahan - bahan:

1) Sampel tanah yang akan diuji seberat 30 – 50 gram sebanyak 2 sampel

2) Air secukupnya Peralatan yang digunakan: 1. Container sebanyak 3 buah 2. Oven

3. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram 4. Desicator

Perhitungan:

 Berat air (Ww) = Wcs – Wds

 Berat tanah kering (Ws) = Wds – Wc

 Kadar air (ω) = x100% Ws

Ww

Dimana:

Wc = Berat cawan yang akan digunakan Wcs = Berat benda uji + cawan

Wds = Berat cawan yang berisi tanah yang sudah di oven.

Perbedaan kadar air diantara ketiga sampel tersebut maksimum sebesar 5% dengan nilai rata-rata

b. Berat Volume (Unit Weight)

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat volume tanah basah dalam keadaan asli (undisturbed sample), yaitu perbadingan antara


(72)

berat tanah dengan volume tanah. Pengujian berdasarkan ASTM D 2167.

Bahan-bahan: Sampel tanah Peralatan:

1) Ring contoh. 2) Pisau.

3) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram. Perhitungan:

1) Berat ring (Wc).

2) Volume ring bagian dalam (V). 3) Berat ring dan tanah (Wcs). 4) Berat tanah (W) = Wcs – Wc. 5) Berat Volume (γ).

V W

(gr/cm3 atau t/m3)

c. Berat Jenis (Specific Gravity)

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan massa butiran atau partikel tanah yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dan berat air suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu. Pengujian berdasarkan ASTM D 854-02.

Bahan-bahan :

1) Sampel tanah lempung seberat 30 – 50 gram sebanyak 2 sampel. 2) Air Suling.

Peralatan :


(73)

2) Thermometer dengan ketelitian 0,01 ˚ C. 3) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram. 4) Boiler (tungku pemanas) atau Hot plate. Perhitungan :

) (

)

( 4 1 3 2

1 2 W W W W W W Gs     

Dimana : Gs = Berat jenis

W1 = Berat picnometer (gram)

W2 = Berat picnometer dan tanah kering (gram). W3 = Berat picnometer, tanah dan air (gram) W4 = Berat picnometer dan air bersih (gram)

d. Batas Cair (Liquid Limit)

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair. Pengujian berdasarkan ASTM D 4318-00.

Bahan-bahan :

1) Sampel tanah yang telah dikeringkan di udara atau oven. 2) Air bersih atau air suling sebanyak 300 cc.

Peralatan :

1) Alat batas cair (mangkuk cassagrande).

2) Alat pembuat alur (grooving tool) ASTM untuk tanah yang lebih plastis.

3) Spatula.


(1)

diperoleh Kadar Air Optimum sebesar 32,5% dan Berat Volume Kering sebesar 1,38 gr/cmᶾ.

3. Dari hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium nilai kecepatan waktu konsolidasi diperoleh dari grafik hubungan penurunan dengan waktu (akar waktu) dan dari grafik ini waktu untuk mencapai konsolidasi 90% (T90) dapat ditentukan.

4. Penurunan tanah dengan metode Load Increment Ratio (LIR 1 dan 2) pada masing-masing sampel dapat disimpulkan bahwa pada Sampel A dengan subtitusi pasir sebesar 10% pola penurunan dan pengembangan yang terjadi cukup tinggi dibandingkan dengan Sampel B dengan campuran pasir sebesar 15% dan Sampel C dengan campuran pasir sebesar 20%. Semakin besar campuran pasir yang digunakan semakin lambat proses penurunan yang terjadi pada tanah yang diuji.

5. Dari perilaku penurunan pada tanah lempung yang disubtitusi pasir sebesar 10%, 15% dan 20% dapat diperoleh nilai indeks pemampatan (Cc) pada Sampel (LIR 1) dari ketiga sampel yang rendah terdapat pada sampel c sebesar 0,25, 0,26, 0,26 dan diperoleh nilai rata-rata sebesar 0,26, kemudian nilai indeks pemampatan (Cc) pada Sampel (LIR 2) dari ketiga sampel yang rendah terdapat pada sampel c sebesar 0,259, 0,310, 0,211 dan diperoleh nilai rata-rata sebesar 0,26.

6. Nilai indeks pemampatan kembali (Cr) (Recompression Indeks) diperoleh dari ketiga Sampel (LIR 1) yang rendah diperoleh pada sampel c sebesar 0,025, 0,040, 0,015 dan diperoleh nilai rata-rata sebesar 0,027, kemudian nilai indeks pemampatan kembali (Cr)


(2)

103

(Recompression Indeks) diperoleh dari ketiga Sampel (LIR 2) yang rendah diperoleh pada sampel c sebesar 0,031, 0,090, 0,031 dan diperoleh nilai rata-rata sebesar 0,051.

7. Dari grafik pada sampel a,b dan c pada LIR 1 dapat dilihat perbedaan pola penurunan indeks pemampatan atau indeks kompresi (Cc) dan recompression index (Cr) yang berbeda-beda pada setiap masing-masing sampel. Hal ini dapat dilihat dari sampel a, sampel b, dan sampel c, pada sampel a mengalami besarnya perilaku penurunan pada Cc dan Cr dibandingkan dengan sampel b dan sampel c. Hal ini disebabkan karena subtitusi pasir yang rendah sangat mempengaruhi pemampatan yang terjadi sehingga terjadinya proses penurunan yang cukup cepat dibandingkan dengan campuran subtitusi pasir yang tinggi. Oleh karena itu untuk lamanya penurunan yang cepat terdapat pada campuran subtitusi pasir yang tinggi dan untuk besaran penurunan yang cukup rendah terdapat pada campuran sampel yang tinggi. Pada penelitian ini dapat ditarik suatu asumsi bahwa campuran subtitusi pasir yang tinggi sangat berpengaruh untuk suatu pola penurunan tanah atau besaran penurunan dan lamanya penurunan suatu jenis tanah pada sampel ini.

8. Pada pengujian LIR 1 dan LIR 2 ini tidak begitu mengalami hasil yang berbeda namun dapat dilihat suatu perbedaan dihasil pengujian LIR 2 cenderung mengalami besaran dan lamanya waktu penurunan yang cukup tinggi dibandingkan dengan LIR 1 hal ini dapat diasumsikan bahwa dari proses cara pengujian yang berbeda, pada LIR 1 sampel uji


(3)

dibebani secara bertahap sedangkan pada LIR 2 untuk proses pembebanan tidak langsung bertahap melainkan variasi pembebanan yang digunakan dari interval beban yang kecil langsung ke beban yang tinggi. Proses pembebanan bertahap dengan pembebanan tidak bertahap sangat berpengaruh pada suatu jenis tanah pada penelitian ini. Hal ini dapat dilihat dari sampel a, sampel b, dan sampel c, pada sampel a mengalami besarnya perilaku penurunan pada Cc dan Cr dibandingkan dengan sampel b dan sampel c. Hal ini disebabkan karena subtitusi pasir yang rendah sangat mempengaruhi pemampatan yang terjadi sehingga terjadinya proses penurunan yang cukup cepat dibandingkan dengan campuran subtitusi pasir yang tinggi. Oleh karena itu untuk lamanya penurunan yang cepat terdapat pada campuran subtitusi pasir yang tinggi dan untuk besaran penurunan yang cukup rendah terdapat pada campuran sampel yang tinggi. Pada penelitian ini dapat ditarik suatu asumsi bahwa campuran subtitusi pasir yang tinggi sangat berpengaruh untuk suatu pola penurunan tanah atau besaran penurunan dan lamanya penurunan suatu jenis tanah pada sampel ini.

9. Pada penelitian ini dapat ditarik suatu asumsi bahwa campuran subtitusi pasir yang tinggi sangat berpengaruh untuk suatu pola penurunan tanah atau besaran penurunan dan lamanya penurunan suatu jenis tanah pada sampel ini.

B. Saran

1. Sampel tanah yang akan digunakan sebaiknya pada kondisi jenuh air pada kondisi aslinya. Sampel tanah yang diambil dari lokasi saat akan


(4)

105

dipindahkan sebaiknya tertutup rapat agar kadar air dalam tanah dapat terjaga.

2. Perlu persiapan yang lebih baik dan mendetail saat pengambilan dan pembuatan sampel untuk menjaga agar sampel tidak rusak saat diambil, dibawa dan dimasukkan ke alat oedometer.

3. Setting alat konsolidoemeter dan dial penurunan harus dalam kondisi baik dan terhindar dari gangguan sehingga pembacaan lebih akurat. 4. Diperlukan ketelitian pada pembacaan dial pada saat proses pengujian


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Hardiyatmo, H.C.2003. Mekanika Tanah II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Das, B. M. 1993.

Mekanika Tanah. (Prinsip – prinsip Rekayasa Geoteknis). Jilid I

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hardiatmo, H. C. 1992. Mekanika Tanah. Gramedia Pustaka Umum. Jilid I Jakarta.

Adha, Idharmahadi. 1992. Penuntun Praktikum Mekanika Tanah.

Andar S, Veny. 2014.

Perilaku loading unloading Pada Tanah Lempung Yang

Disubtitusi Material Bergradasi Kasar (pasir).

Universitas Lampung. Bandar

Lampung

Sanjaya, Ifransyah. 2013. Studi Penurunan Tanah Lempung Lunak Menggunakan Metode

Ijuk Drain Pada Kondisi Double Drain Dengan Pemodelan Axisymmetric.

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Lab Mektan UNHALU. (2009,04) . Konsolidasi . diperoleh 15 Januari 2014, dari

http://labmektanunhalu.blogspot.com/2009/04/pemeriksaan-k-o-n-s-o-l-i-d-s-i.html


(6)