PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PRODUKSI AYAM PETELUR FASE AWAL GROWER

ABSTRAK
PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA
PRODUKSI AYAM PETELUR FASE AWAL GROWER
Oleh
Dwi Erfif Gustira
Ayam petelur fase grower adalah ayam petelur berumur 6 sampai 18 minggu.
Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang penting
diperhatikan adalah manajemen pemeliharaan, terutama menentukan tingkat
kepadatan kandang. Penyediaan ruang kandang yang nyaman dengan tingkat
kepadatan yang sesuai berdampak pada performa produksi yang akan dicapai.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mempelajari pengaruh kepadatan kandang
terhadap pertambahan berat tubuh, konsumsi, konversi ransum, keseragaman, dan
IOFC ayam petelur fase awal grower dan (2) menentukan kepadatan kandang
optimal terhadap performa ayam petelur fase awal grower
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari l--23 April 2014, di peternakan
Varia Agung Jaya Farm, Desa Varia, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten
Lampung Tengah. Ayam yang digunakan adalah ayam petelur fase awal grower
umur 7 minggu strain isa brown sebanyak 210 ekor dengan rata-rata bobot awal
576,00 ± 19,58 g/ekor dan KK sebesar 3,40%.
Penelitian ini mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri atas 4

perlakuan tingkat kepadatan kandang dan masing-masing perlakuan diulang
sebanyak 5 kali, yaitu R1: kepadatan kandang 6 ekor m-2 , R2: kepadatan kandang
9 ekor m-2, R3: kepadatan kandang 12 ekor m-2, R4: kepadatan kandang 15 ekor
m-2. Data yang dihasilkan dianalisis dengan analisis ragam, apabila dari analisis
ragam menunjukkan bahwa perlakuan terhadap kepadatan kandang nyata pada
taraf 5% , maka analisis dilanjutkan dengan uji Polinomial Ortogonal.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) kepadatan kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor m-2
tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat
tubuh, konversi ransum, keseragaman, dan income over feed cost (IOFC) serta (2)
Kepadatan kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor m-2 memberikan pengaruh yang sama
baiknya terhadap performa ayam petelur fase awal grower

PENGARUH KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA
PRODUKSI AYAM PETELUR FASE AWAL GROWER

Oleh
DWI ERFIF GUSTIRA

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PETERNAKAN
pada
Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Batu Sangkar pada 23 Agustus 1992 sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara pasangan bapak Hasfifrios dan Ibu Ermi.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar Negeri 1 Sumber Agung, Lampung Barat
pada 2004, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Ngambur, Lampung Barat pada
2007, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pesisir Selatan, Lampung Barat pada
2010.


Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung pada 2010 melalui jalur
Seleksi Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada Januari 2013 di Desa Bumi
Harapan, Kecamatan Way Serdang, Kabupaten Mesuji. Pada Juli 2013 penulis
melaksanakan Praktik Umum (PU) di Peternakan Ayam Petelur Sumber Sari di
Desa Siraman, Kecamatan Pekalongan , Kabupaten Lampung Timur.

Alhamdulillah hirobbil alamin
Kupanjatkan puji shukur kepada Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya, serta shalawat dan salam kuhaturkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW
Dengan ketulusan hati untuk segala Cinta, kasih dan penantian serta
kerendahan hati kupersembahkan sebuah karya atas pembelajaranku
yang aku dedikasikan untuk orang-orang yang selalu mencintaiku,
menyayangiku, dan motivasiku
Papa dan mama tercinta, yang selalu ada disaat susah maupun senang,
dan selalu mendoakan aku didalam sujudnya,teriring do’a untuk mama
dan papa tercinta. Semoga Allah SWT kelak menempatkan

keduanya didalam jannah-Nya.
Kakakku tersayang Elda Ressi Septika dan adikku Riska
Erfif Destifa yang selalu berdoa untuk keberhasilan ku.

Untuk seluruh keluarga besarku, sahabat-sahabatku, serta almamater
tercinta
yang selalu ku banggakan

“ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungjawabannya”
(Q.S. Al-Isra’ ayat 36).
“Cobaan hidup atau susahnya kehidupan dapat mengajarkan kita
menghargai kebaikan dan keindahan hidup yang kita miliki”
(Dwi Erfif Gustira)
“sesuatu yang belum dikerjakan seringkali tampak mustahil, kita baru
yakin ketika kita telah berhasil melakukannya dengan baik”
(Evelyn Underhill)


“Logika dan perasaan adalah dua hal yang terkadang berbanding terbalik,
tetapi kita akan membutuhkan keduanya untuk mencapai kebahagian”
(Elda Ressi Septika)

SANWACANA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat curahan rahmat, hidayah dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh
Kepadatan Kandang terhadap Performa Produksi Ayam Petelur Fase Awal
Grower.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Riyanti, M.P.--selaku Pembimbing Utama--atas ketulusan hati,
kesabarannya dalam membimbing penulis, saran, waktu, dan nasehat sehingga
penulis dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini;
2. Ibu Ir. Tintin Kurtini, M.S.--selaku Pembimbing Anggota--atas bimbingan,
saran, nasehat, arahannya, dan waktu yang diberikan selama penyusunan
skripsi ini;
3. Ibu Ir. Khaira Nova, M.P.--selaku Pembahas--atas bimbingan, kritikan, saran,
nasehat, dan bantuannya dalam penyusunan skripsi;
4. Ibu Ir. Nining Purwaningsih --selaku Pembimbing Akademik--atas bimbingan,

motivasi, dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama kuliah;
5. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P. --selaku Sekretaris Jurusan Peternakan --atas
izin, bimbingan, saran, dan koreksi dalam penulisan skripsi;
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas
izin, arahan, dan bimbingannya.

7. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;
8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan--atas ilmu, bimbingan, saran,
motivasi, dan kesabarannya kepada penulis selama masa studi;
9. Papa, Mama, Kak Tika, Tifa beserta keluarga besarku--atas semua kasih
sayang, nasehat, dukungan, dan do'a tulus yang selalu tercurah tiada henti bagi
penulis;
10. Bapak Sutanto dan keluarga atas segala kebaikan, izin, dan bantuan yang
telah diberikan kepada penulis selama penelitian;
11. Teman-teman tim penelitian Dewi, Rosa serta sahabatku Silvi, Owi dan Emi-atas kerjasama, bantuan, motivasi, kasih sayang, dan perhatiannya.
12. Aini, Ajrul, Anung, Dian, Etha, Fandi, Fara, Imam, Irma, Nurma, Rangga,
Repki, Rizki, Rohmat, Sekar, Tiwi, Tri, Yuli, dan teman-teman Jurusan
Peternakan seperjuangan angkatan 2010 adik-adik angkatan 2011, 2012, dan
2013 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas doa, motivasi, bantuan,

dan kebersamaan.

Akhir kata, semoga semua yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan
balasan dan rahmat dari Allah SWT, dan semoga karya ini dapat bermanfaat.
Amin.

Bandar lampung, September 2014
Penulis

Dwi Erfif Gustira

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................


iv

I. PENDAHULUAN………………………….………… ........................

1

A. Latar Belakang dan Masalah ...........................................................

1

B. Tujuan Penelitan ……………………………………………...… ..

2

C. Kegunaan Penelitian…………………………………….…… .......

3

D. Kerangka Pemikiran…………………………………….…… .......


3

E. Hipotesis……………………………………………………… ......

6

II. TINJAUAN PUSTAKA………………………….………… ..............

7

A. Ayam Petelur Fase Grower ………………………….………… ..

7

B. Kandang Panggung ………………………………… ....................

9

C. Kepadatan Kandang ………………………………… ...................


10

D. Performa…… ..................................................................................

12

a. Konsumsi ransum ......................................................................

13

b. Pertambahan berat tubuh…………………… ..........................

14

c. Konversi ransum .......................................................................

16

d. Keseragaman …………………………………………... .........


17

e. Income over feed cost (IOFC )………………………………...

18

III. BAHAN DAN METODE………………………….………… ..........

20

A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………...… ......

20

B. Bahan dan Alat …………………………………… .......................

20

a. Ayam penelitian .........................................................................

20

b. Kandang .....................................................................................

20

c. Ransum .......................................................................................

21

d. Air minum …………………………………………... ..............

22

e. Vaksin dan Vitamin…………………………………………... .

22

f. Peralatan lain……………………………... ................................

22

C. Rancangan Percobaan ……………………………………….……

23

D. Analisis Data…………………………………………… ...............

23

E. Pelaksanaan Penelitian………….………………………………. ..

24

F. Peubah yang Diamati………………………………………… ......

25

a. Konsumsi ransum (g/ekor/minggu)………………………… ....

25

b. Pertambahan berat tubuh (g/ekor/minggu) ……………… ........

25

c. Konversi ransum………………………………………. ............

25

d. Keseragaman ………………………………………. ................

25

e. Income over feed cost (IOFC)……………………………. .......

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………….…………

27

A. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Konsumsi Ransum …..…

27

B. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Pertambahan Berat
Tubuh .............................................................................................

30

C. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Konversi Ransum …...…

31

D. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Keseragaman …...…......

33

E. Pengaruh Kepadatan Kandang terhadap Income Over Feed Cost
(IOFC) …...… .................................................................................

36

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………….…………

39

A. Kesimpulan …...….........................................................................

39

B. Saran …...… ..................................................................................

39

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….

40

LAMPIRAN ……………………………………………………. .............

44

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Konsumsi ransum dan standard bobot badan ayam ras petelur
periode pertumbuhan …………………………...................................

14

2. Bobot tubuh standar ayam petelur periode grower ………………… ..

15

3. Kandungan nutrisi konsentrat Unichick……… ....................................

21

4. Kandungan nutrisi ransum berdasarkan analisis proksimat……… ......

21

5. Standar Nasional Indonesia (SNI) syarat mutu ransum ayam petelur
fase grower (dara) ………………………….........................................

22

6. Rata-rata konsumsi ransum pada ayam petelur awal grower………....

27

7. Rata-rata pertambahan berat tubuh pada ayam petelur awal grower …

30

8. Rata-rata konversi ransum pada ayam petelur awal grower ……… ...

32

9. Rata-rata keseragaman pada ayam petelur awal grower …………… ..

34

10. Rata-rata income over feed cost pada ayam petelur awal grower ……

36

11. Rata-rata bobot akhir pada ayam petelur fase awal grower ……… .....

37

12. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi ransum …… .

47

13. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan berat ……

47

14. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konversi ransum ………

48

15. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap keseragaman .......…….

48

16. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap IOFC ................………

49

17. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap rata-rata bobot badan
akhir ………...........................................................................................

49

18. Pola suhu dan kelembapan harian kandang penelitian ……… ............

50

19. Rata-rata suhu dan kelembapan pada kepadatan kandang 6 ekor m-2
selama penelitian ……… .....................................................................

51

20. Rata-rata suhu dan kelembapan pada kepadatan kandang 9 ekor m-2
selama penelitian ……… .....................................................................

52

21. Rata-rata suhu dan kelembapan pada kepadatan kandang 12 ekor m-2
selama penelitian ……… .....................................................................

53

22. Rata-rata suhu dan kelembapan pada kepadatan kandang 15 ekor m-2
selama penelitian ……… .....................................................................

54

23. Data pendapatan dan pengeluaran selama penelitian ……… ..............

55

24. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total eritrosit ayam
petelur fase grower umur 7 minggu ………..........................................

56

25. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total eritrosit ayam
petelur fase grower umur 10 minggu ………........................................

56

26. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total leukosit ayam
petelur fase grower umur 7 minggu ………..........................................

57

27. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total leukosit ayam
petelur fase grower umur 10 minggu ………........................................

57

28. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total hemoglobin ayam
petelur fase grower umur 7 minggu ………..........................................

58

29. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap total hemoglobin ayam
petelur fase grower umur 10 minggu ………........................................

58

30. Data bobot tubuh ayam petelur fase awal grower……… .....................

59

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Tata letak kandang penelitian………….. .............................................

45

1

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah
Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang penting
diperhatikan adalah manajemen pemeliharaan, terutama menentukan tingkat
kepadatan kandang. Penyediaan ruang kandang yang nyaman dengan tingkat
kepadatan yang sesuai berdampak pada performa produksi yang akan dicapai.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tingkat kepadatan kandang merupakan
masalah yang dialami peternak ayam petelur terutama pada fase grower.
Berbagai rekomendasi tentang kepadatan kandang ayam petelur fase grower
masih beragam.
Menurut Fadilah dan Fatkhuroji (2013), standar kepadatan ayam petelur grower
ideal adalah 15 kg/ m-2 atau setara dengan 6--8 ekor ayam pedaging dan 12--14
ekor m-2 ayam petelur grower (pullet). Hal ini berbeda dengan Astuti (2009),
bahwa kepadatan kandang ayam petelur fase grower adalah 6--8 ekor m-2. Selain
itu, menurut Rasyaf (2005), kepadatan kandang ayam petelur saat masa grower
adalah 8 ekor m-2 , sedangkan kondisi kepadatan kandang di lapangan atau di
peternakan umumnya menggunakan kepadatan kandang 7--8 ekor m-2. Tampak

2

bahwa hingga saat ini kepadatan kandang yang ideal untuk ayam petelur fase
grower belum diketahui secara jelas.
Fase grower pada ayam petelur, terbagi kedalam kelompok umur 6--10 minggu
atau disebut fase awal grower, sedangkan pada umur 10--18 minggu sering
disebut dengan fase developer (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013). Terlihat bahwa
fase grower merupakan persiapan awal tubuh untuk menghadapi fase bertelur.
Ayam pada fase ini membutuhkan kepadatan kandang yang sesuai untuk
menjamin semua ayam mendapat kesempatan yang sama untuk makan, minum,
dan oksigen sehingga pertumbuhan ayam petelur fase grower seragam.
Kandang yang terlalu padat akan meningkatkan kompetisi dalam mendapatkan
ransum, air minum maupun oksigen. Kompetisi ini akan memunculkan ayam yang
kalah dan menang sehingga pertumbuhannya menjadi tidak seragam dan organ
reproduksi akan terganggu hal tersebut dapat mengakibatkan produktivitas ayam
petelur pada fase layer tidak optimal sebaliknya apabila kepadatan kandang terlalu
rendah maka akan terjadi pemborosan ruangan dimana ayam akan banyak
bergerak sehingga energi akan banyak terbuang. Oleh sebab itu, kontrol
pertumbuhan dan keseragaman perlu dilakukan melalui pemeliharaan yang baik
dengan kepadatan kandang yang sesuai.
Berdasarkan uraian di atas, penting dilakukan penelitian yang dapat mendukung
dan memberikan informasi mengenai pengaruh kepadatan kandang terhadap
performa ayam petelur, meliputi pertambahan bobot tubuh, konsumsi, konversi
ransum, keseragaman, dan income over feed cost (IOFC) ayam petelur fase
grower.

3

B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1) mempelajari pengaruh kepadatan kandang terhadap pertambahan berat
tubuh, konsumsi, konversi ransum, keseragaman, dan IOFC ayam petelur fase
awal grower;
2) menentukan kepadatan kandang optimal terhadap performa ayam petelur fase
awal grower.

C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak
mengenai kepadatan kandang optimal dalam pemeliharaan ayam petelur fase
grower sehingga memberikan performa terbaik.

D. Kerangka Pemikiran
Ayam petelur fase grower adalah ayam petelur berumur 6 sampai 18 minggu.
Ayam fase grower secara fisik tidak mengalami perubahan yang berarti,
perubahan hanya dari ukuran tubuhnya yang semakin bertambah dan bulu yang
semakin lengkap serta kelamin sekunder yang mulai nampak. Pertumbuhan ayam
petelur fase grower dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik berperan sebesar 30% terhadap pertumbuhan,
sedangkan faktor lingkungan berperan sebesar 70%. Salah satu faktor lingkungan
adalah manajemen tingkat kepadatan kandang (Fadilah, 2005).

4

Tingkat kepadatan ayam dinyatakan dengan luas kandang yang tersedia bagi
setiap ekor ayam atau jumlah ayam yang dipelihara pada satu satuan luas.
Menurut Rasyaf (1995), kepadatan kandang berpengaruh terhadap kenyamanan
ternak di dalam kandang. Kepadatan kandang memengaruhi suhu dan
kelembapan udara dalam kandang, apabila suhu kandang lebih dari 300C dan
kelembapan kandang lebih dari 75% maka akan menyebabkan ternak stres
sehingga konsumsi ransum menurun, konsumsi air meningkat, ayam akan panting
untuk menyeimbangkan suhu tubuhnya pada akhirnya akan memengaruhi
pertumbuhan ternak. Kepadatan kandang yang terlalu tinggi mengakibatkan
tingkat konsumsi ransum berkurang; tingkat pertumbuhan yang terhambat;
efisiensi ransum yang berkurang; tingkat kematian yang meningkat; kasus
kanibalisme meningkat; luka dada meningkat; dan keperluan ventilasi meningkat.
Apabila kepadatan kandang rendah, maka akan menyebabkan pemborosan ruang
kandang per ekor ayam. Ayam akan banyak bergerak sehingga energi banyak
terbuang (Fadilah, 2005).
Nilai keseragaman merupakan pertanda kualitas pemeliharaan selama
pertumbuhan. Kualitas sekelompok ayam akan lebih ditentukan oleh nilai
keseragaman. Kepadatan kandang yang tidak sesuai merupakan salah satu
penyebab bobot tubuh rendah dan tidak seragam (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013 ).
Produksi yang baik akan tercapai bila populasi ayam mencapai bobot tubuh
standar dengan tingkat keseragaman yang tinggi (80%) (Nova dkk., 2007).
Harga pullet bisa berubah setiap waktunya hal ini dikarenkan ketersedian pakan
yang ada atau tercukupi. Pada awal 2012 harga pullet umur 13 minggu di PT.
Ciomas Rp. 50.050,00- per ekor dengan bobot badan 1.050--1.300 g. Pada 2014

5

di Peternakan Santosa Group Lampung harga jual pullet umur 14 minggu Rp.
49.000,00- per ekor dan di peternakan Varia Jaya Farm harga pullet Rp.
56.000,00- umur 14 minggu. Dengan standar bobot tubuh umur 13 minggu 1.000-1.280 g, umur 14 minggu 1.130--1.350 g, umur 15 minggu 1.210--1.400 g dan
umur 16 minggu dengan bobot 1.290--1.490 g.
Tingkat kepadatan kandang yang baik dapat memengaruhi nilai IOFC dimana
tingkat kepadatan kandang juga memengaruhi konsumsi ransum dan pertambahan
bobot tubuh. Diasumsikan jika kepadatan kandang optimal dan kebutuhan
ransum tersedia maka kemungkinan nilai IOFC akan tinggi. Selain itu, jika harga
pullet tinggi dengan harga ransum rendah maka didapat nilai IOFC tinggi dan
apabila harga pullet rendah dengan harga ransum tinggi maka nilai IOFC yang
didapat akan rendah karena nilai IOFC diperoleh dari membandingkan hasil
penjualan ayam dengan pengeluaran ayam selama penelitian.
Ayam petelur yang digunakan berumur 7--10 minggu hal ini karena 7 minggu
adalah awal fase grower dan pada umur 10 minggu ayam akan dipindahkan ke
kandang battery ( individu) untuk masa adaptasi kandang layer sebelum produksi.
Menurut Astuti (2009), kandang grower untuk pemeliharaan ayam berumur 5--10
minggu kepadatan kandang ayam adalah 6--8 ekor m-2. Menurut Rasyaf (2005),
kepadatan ayam petelur saat masa grower 8 ekor m-2, dan standar kepadatan ayam
petelur saat fase awal grower sebaiknya 12--14 ekor m-2 (Fadilah dan Fatkhuroji,
2013). Sementara berdasarkan penelitian Bujung (2010), didapat bahwa
pemeliharaan ayam jantan tipe medium dengan kepadatan kandang 10, 12, 14 dan
16 ekor m-2 tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan berat tubuh, konsumsi

6

ransum dan konversi ransum. Akan tetapi, pada kepadatan 10 ekor m-2
memberikan pengaruh terbaik terhadap income over feed cost, dibandingkan
dengan kepadatan kandang 12, 14, dan 16 ekor m-2 (Nova dkk., 2007).
Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian pemeliharaan ayam petelur fase
grower ini akan dilakukan dengan kepadatan kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor. Oleh
sebab itu, penting dilakukan penelitian yang menyatakan berapa kepadatan
kandang yang baik pada ayam petelur fase awal grower dan pengaruhnya
terhadap performa.

E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah
1) adanya pengaruh tingkat kepadatan kandang terhadap performa (pertambahan
bobot tubuh, konsumsi, konversi ransum, keseragaman, dan IOFC) ayam
petelur fase awal grower;
2)

terdapat tingkat kepadatan kandang yang optimal terhadap performa
(pertambahan bobot tubuh, konsumsi, konversi ransum, keseragaman, dan
IOFC) ayam petelur fase awal grower.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ayam Petelur Fase Grower

Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan
banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras dan tidak boleh disilangkan
kembali (Sudaryani dan Santosa, 2000). Berdasarkan fase pemeliharaannya, fase
pemeliharaan ayam petelur dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase starter (umur 1
hari--6 minggu), fase grower (umur 6--18 minggu), dan fase layer/petelur (umur
18 minggu--afkir) (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013).

Fase grower pada ayam petelur, terbagi kedalam kelompok umur 6--10 minggu
atau disebut fase awal grower dimana terjadi pertumbuhan anatomi dan sistem
hormonal pada fase ini. Sedangkan, pada umur 10--18 minggu sering disebut
dengan fase developer dimana pada fase ini perkembangan ditandai dengan
pertumbuhan anatomi kerangka ayam dan otot (daging) yang lebih dominan.
(Fadilah dan Fatkhuroji, 2013). Pada fase ini kontrol pertumbuhan dan
keseragaman perlu dilakukan, karena berkaitan dengan sistem reproduksi dan
produksi ayam tersebut. Periode grower secara fisik tidak mengalami perubahan
yang berarti, perubahan hanya dari ukuran tubuhnya yang semakin bertambah dan
bulu yang semakin lengkap serta kelamin sekunder yang mulai nampak. Selama

8

periode ini terjadi perkembangan ukuran dan terbentuknya rangka, perkembangan
organ tubuh, perkembangan hormonal, dan perkembangan organ reproduksi
(Rasyaf, 1995).
Pullet memiliki tahapan perkembangan tubuh yang kompleks sesuai periode
umurnya (starter dan grower). Masa starter merupakan masa pembelahan sel
(hiperplasia) sehingga perkembangan organ sangat dominan di masa ini. Oleh
karena itu, masa ini mempunyai andil 50% bahkan 90% terhadap keberhasilan
pemeliharaan pullet (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013).
Pada periode grower terjadi perkembangan ukuran sel (hipertrofi). Di fase
ini frame size (kerangka tubuh) berkembang mencapai bentuk sempurna.
Periode grower memiliki 3 waktu kritis yang harus diperhatikan oleh peternak
yaitu umur 6--7 minggu, 12 minggu, dan 14 minggu. Antara minggu 6 dan 7
adalah puncak perkembangan frame size dimana 80% frame size sudah mencapai
dimensi akhir. Oleh karena itu, saat penimbangan berat badan di minggu kelima,
ayam-ayam yang belum memiliki frame size optimal dipisahkan lalu tetap
diberikan ransum starter dan diberikan multivitamin (Adlan dkk., 2012).
Lebih lanjut dinyatakan bahwa perkembangan kerangka tubuh minggu ke-12
telah mencapai maksimal, sehingga setidaknya ada dua hal yang perlu
diperhatikan peternak, yaitu mengejar ketinggalan frame size (berat badan)
sebelum minggu ke-12, dan mempertahankan berat tubuh yang sudah sama atau
10% di atas standar untuk menghadapi masa awal bertelur. Selain tercapainya
berat tubuh yang sesuai dan perkembangan frame size yang optimal, tingkat
keseragaman ayam juga perlu tetap diperhatikan (Adlan dkk., 2012).

9

Perkembangan pesat organ reproduksi dan juga medulary bone (bagian tulang
yang menyimpan cadangan kalsium untuk cangkang telur pada ayam) terjadi pada
minggu ke-14. Pada periode ini, ketersediaan vitamin D dan kalsium sangat
dibutuhkan rendahnya asupan kalsium dan vitamin D saat awal bertelur akan
menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas telur saat puncak produksi
sehingga sebaiknya peternak perlu menyediakan kalsium dan vitamin D dalam
jumlah yang cukup (Adlan dkk., 2012).
Hal penting lainnya dalam pemeliharaan fase grower adalah memperhatikan
konsumsi pakan per hari baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Pembatasan pemberian ransum dilakukan bila bobot tubuh yang diperoleh
melebihi standar. Bila bobot tubuh sejalan dengan kurva yang ada, pada umur 10
minggu, ransum dapat diubah dari ransum starter ke grower. Jika berat kelompok
lebih rendah, pemberian ransum starter diatur sampai berat badannya sesuai
dengan umurnya. Sementara, pemberian ransum grower harus berkualitas baik
dan memenuhi kebutuhan asam amino. Ransum yang mengandung protein dan
asam amino yang rendah akan menyebabkan naiknya lemak tubuh (gemuk), dan
akan menyebabkan ayam makan terlalu banyak pada masa grower dan bermasalah
pada awal produksi (Rasyaf, 1995).

B. Kandang Panggung
Kandang merupakan tempat ayam tinggal dan tempat ayam beraktivitas sehingga
kandang yang nyaman (comfort zone) sangat berpengaruh pada pencapaian
produktivitas sehingga akan diperoleh pertumbuhan optimal dan menghasilkan

10

performa yang baik. Selain itu, kandang juga berfungsi menyediakan lingkungan
yang nyaman agar ternak terhindar dari stres (Supriyatna dkk., 2005).
Menurut Sudaryani dan Santoso (1999), kandang panggung adalah kandang
dengan lantai renggang dan ada jarak dengan tanah serta terbuat dari bilah-bilah
bambu atau kayu. Supriyatna, dkk. (2005) menyatakan bahwa kandang panggung
merupakan kandang yang lantainya mengunakan bahan berupa bilah-bilah yang
disusun memanjang sehingga lantai kandang bercelah-celah.
Kandang panggung mempunyai sirkulasi udara yang baik karena ada jarak antara
lantai dengan tanah sehingga kandang panggung memiliki kelebihan seperti laju
pertumbuhan ayam tinggi, efisiensi dalam pengunaan ransum, dan kotoran mudah
dibersihkan ( Supriyatna dkk, 2005). Rata-rata pertambahan berat tubuh ayam
jantan tipe medium yang dipelihara di kandang panggung dengan kepadatan 16,
19, dan 22 ekor m-2 berkisar antara 93,00 sampai 97,63 (Anggraini, 2011) dan
rata-rata PBT dikandang postal dengan kepadatan 10, 12, 14, dan 16 ekor m-2
berkisar antara 85,01 sampai 97,84 g ekor-1 minggu-1 (Bujung, 2010).
Menurut Fadilah (2004), kandang panggung mempunyai ventilasi yang berfungsi
lebih baik karena udara bisa masuk dari bawah dan samping kandang, sedangkan
kekurangan kandang panggung menurut Supriyatna dkk. (2005) adalah tingginya
biaya peralatan dan perlengkapan, tenaga dan waktu untuk pengelolahan
meningkat, ayam mudah terluka, dan kaki mengeras (bubulen).
C. Kepadatan Kandang
Kandang merupakan tempat yang berfungsi untuk melindungi ternak ayam dari
pengaruh buruk iklim, seperti hujan, panas matahari, atau gangguan-gangguan

11

lainnya. Secara makro kandang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi unggas
agar terlindung dari pengaruh-pengaruh buruk iklim (hujan, panas, dan angin)
serta gangguan lainnya (hewan liar atau buas dan pencurian). Secara mikro
kandang berfungsi menyediakan lingkungan yang nyaman agar ternak terhindar
dari cekaman. Kenyamanan kandang berkaitan erat dengan tingkat produksi. Jika
ternak merasa nyaman dalam suatu kandang maka tingkat produksinya dapat
meningkat (Suprijatna dkk., 2005).
Menurut Rasyaf (2005), kepadatan kandang yang terlalu tinggi akan
menyebabkan suhu dan kelembapan yang tinggi, sehingga akan mengganggu
fungsi fisiologis tubuh ayam dan menyebabkan mortalitas pada ternak akibat
adanya kompetisi dalam mendapatkan ransum, air minum, maupun oksigen.
Selain itu, tingkat kepadatan kandang yang tinggi dapat menurunkan konsumsi
ransum dan nilai konversi ransum yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
ternak (Rasyaf, 2010). Kepadatan kandang yang optimal untuk ternak
dipengaruhi oleh suhu dalam kandang. Semakin tinggi suhu dalam kandang,
kepadatan kandang yang optimal semakin rendah, sebaliknya apabila suhu di
dalam kandang semakin rendah, kepadatan kandang yang optimal semakin tinggi
(Rasyaf, 2005).

Menurut Meizwarni (1993), ukuran luas kandang yang disediakan tergantung dari
beberapa faktor seperti macam kandang, ukuran ayam, suhu lingkungan serta
keadaan ventilasi. Kepadatan kandang berpengaruh terhadap kenyamanan ternak
dalam kandang. Hal ini disebabkan oleh kepadatan kandang memengaruhi suhu
dan kelembaban udara dalam kandang, sehingga akan memengaruhi pertumbuhan

12

ternak. Kepadatan optimal untuk ternak ayam dipengaruhi oleh suhu kandang.
Semakin tinggi suhu udara dalam kandang, maka kepadatan kandang optimal
semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah suhu udara dalam kandang, maka
kepadatan kandang optimal semakin tinggi.

Menurut Fadilah dan Fatkhuroji (2013), standar kepadatan ayam yang ideal adalah
15 kg m-2 atau setara dengan 6--8 ekor ayam pedaging dan 12--14 ekor ayam
petelur grower (pullet) m-2 nya. Kepadatan yang berlebih akan menyebabkan
pertumbuhan ayam terhambat (kerdil) karena terjadi persaingan untuk
mendapatkan ransum, air minum maupun oksigen. Menurut Astuti (2009),
kepadatan kandang untuk ayam petelur fase grower adalah 6--8 ekor m-2 .
Sementara menurut Rasyaf (2005), masa grower 8 ekor m-2 , kandang yang
terlalu padat akan meningkatkan kompetisi dalam mendapatkan ransum, air
minum maupun oksigen. Kompetisi ini akan memunculkan ayam yang kalah dan
menang sehingga pertumbuhannya menjadi tidak seragam.

D. Performa
Menurut Sudarsono (1997), performa adalah prestasi segala aktivitas yang
menimbulkan sebab akibat dan tingkah laku yang dapat dipelajari atau diamati.
Menurut Sudono dkk. (1986), performa adalah istilah yang diberikan kepada sifatsifat ternak yang bernilai ekonomis (produksi telur, bobot tubuh, pertambahan
berat badan, konsumsi ransum, konversi ransum, persentase karkas, dan lain-lain).
Pertumbuhan adalah kenaikan massa dari setiap jenis ternak yang berbeda dalam
selang waktu tertentu. Pertumbuhan merupakan perwujudan dari perubahanperubahan dari unit pertumbuhan terkecil yaitu sel mengalami pertambahan

13

jumlah (hiperplasia) dan pembesaran ukuran (hipertrofi) pada interval waktu
tertentu (Anggorodi, 1995).
a. Konsumsi ransum
Menurut Rasyaf (2005), ransum merupakan susunan dari beberapa pakan ternak
unggas yang didalamnya harus mengandung zat nutrisi yang lain sebagai satu
kesatuan, dalam jumlah, waktu, dan proporsi yang dapat mencukupi semua
kebutuhan. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dimakan ayam selama
masa pemeliharaan. Konsumsi dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, penempatan, dan
cara pengisian tempat ransum.
Aksi Agraris Kanisius (2003) menyatakan bahwa kebutuhan konsumsi ransum
dipengaruhi oleh strain dan lingkungan. Konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh
kandungan energi ransum, kesehatan lingkungan, zat-zat makanan, dan kecepatan
pertumbuhan (Wahju, 1992). Menurut Priono (2003), konsumsi ransum
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu besar dan bangsa ayam, temperatur
lingkungan, tahap produksi, dan energi ransum, sedangkan menurut Rasyaf
(2005), konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh tingkat kepadatan kandang.
Konsumsi ransum diukur setiap minggu berdasarkan jumlah ransum yang
diberikan (g) pada awal minggu dikurangi dengan sisa ransum (g) pada akhir
minggu, bila dibagi tujuh maka hasilnya jumlah konsumsi rata-rata perhari
(Rasyaf, 2010). Menurut Ramayanti (2009), rata-rata konsumsi ransum ayam
jantan tipe medium yang dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang
10 ekor m2 berkisar antara 172,97 dan 250,72 g ekor-1 minggu-1 dan menurut
Anggraini (2011) rata-rata konsumsi ransum ayam jantan tipe medium yang

14

dipelihara selama 7 minggu pada kandang panggung dengan kepadatan kandang
16, 19, dan 22 ekor m-2 berkisar antara 265,50 dan 288,14 g ekor-1 minggu-1.
Ditambahkan oleh penelitian Bujung (2009) bahwa rata-rata konsumsi ransum
ayam tipe medium dengan kepadatan kandang 10, 12, 14, dan 16 ekor m-2 yang
dipelihara selama 7 minggu di kandang postal berkisar antara 202,40 dan 210,16 g
ekor-1 minggu-1. Perkembangan normal bobot badan dan konsumsi ransum ayam
petelur cokelat ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Konsumsi ransum dan standar bobot badan ayam ras petelur periode
pertumbuhan
Konsumsi ransum
Target bobot badan (g)
Harian
Kumulatif
Rendah
Tinggi
(g/ekor)
(kg/ekor)
7
45
1.46
545
690
8
49
1.80
635
795
9
52
2.17
725
900
10
56
2.56
815
1000
Sumber : H & N “Brown Nick” Commercial Layer Management Guide, Seatle,
WA, USA dalam Fadilah dan Fatkhuroji (2013)
Umur
(minggu)

b. Pertambahan berat tubuh
Pertambahan berat tubuh adalah selisih antara berat badan pada saat tertentu
dengan berat tubuh semula. Menurut Rasyaf (2005), kecepatan pertumbuhan
ternak diukur dengan pertambahan berat tubuh (PBT). Pertambahan berat tubuh
dipengaruhi oleh faktor genetik dan nongenetik yang meliputi kandungan zat
makanan yang dikonsumsi, temperatur lingkungan, keadaan udara dalam
kandang, dan kesehatan ayam itu sendiri.
Pertumbuhan merupakan perubahan yang terjadi pada sel dan jaringan tubuh suatu
individu. Kecepatan pertumbuhan ayam tidak hanya tergantung dari sifat genetik

15

yang diwarisi oleh induknya. Pertambahan berat tubuh dapat digunakan untuk
menilai pertumbuhan ternak (Rasyaf, 2005).
Bobot tubuh merupakan indikator kualitas pullet yang paling mudah diamati.
Dengan penimbangan rutin, peternak bisa menilai apakah pullet sudah dikatakan
berkualitas atau belum. Bobot tubuh hendaknya tercapai tiap minggunya. Jika
ada ayam dengan bobot badan yang rendah (kurang dari 10% di bawah standar)
atau memiliki frame size kecil maka segera dipisahkan, kemudian diberi
perlakuan khusus agar dapat mengejar ketinggalan bobot badan dengan cara
menambahakan beberapa gram ransum harian ayam (Nova dkk., 2007). Bobot
tubuh standar ayam petelur periode grower tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Bobot tubuh standar ayam petelur periode grower
Umur (minggu)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sumber : Rasyaf (1995)

Leghorn (kg)
0,065
0,121
0,186
0,262
0,335
0,427
0,513
0,593
0,671
0,754

Tipe medium (kg)
0,13
0,18
0,27
0,36
0,46
0,59
0,68
0,77
0,86
0,95

Menurut Bujung (2009), rata-rata pertambahan berat tubuh ayam jantan tipe
medium dengan tingkat kepadatan kandang yang berbeda yaitu 10, 12, 14, dan 16
m-2 berkisar antara 85,01 dan 97,84 g ekor-1 minggu-1. Menurut Ramayanti
(2009), rata-rata pertambahan berat badan ayam jantan tipe medium yang

16

dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor m-2 berkisar
antara 9,57 dan 117,78 g ekor-1 minggu-1.
c. Konversi ransum
Konversi ransum adalah perbandingan jumlah ransum yang dikonsumsi dan
pertambahan berat tubuh (Rasyaf, 2005). Menurut North and Bell (1990),
konversi ransum digunakan sebagai gambaran efisiensi produksi. Jika nilai
konversi ransum semakin tinggi, maka jumlah ransum yang dibutuhkan untuk
menaikkan bobot badan per satuan berat semakin banyak sehingga efisiensi
penggunaan ransum menurun.
Anggorodi (1995) menyatakan bahwa semakin rendah nilai konversi ransum
maka penggunaan ransum semakin efisien, dan semakin tinggi nilai konversi
ransum maka ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan berat tubuh persatuan
bobot semakin banyak dan efisiensi penggunaan ransum semakin menurun.
Konversi ransum bernilai 1, artinya untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan
ransum sebanyak 1 kg (Rasyaf, 2005). Faktor-faktor yang memengaruhi konversi
ransum adalah strain atau bangsa ayam, mutu ransum, keadaan kandang, dan jenis
kelamin ( Aksi Agraris Kanisius, 2003). Menurut North dan Bell (1990), konversi
ransum dipengaruhi oleh tipe litter, panjang dan intensitas cahaya, luas lantai per
ekor, uap amonia dalam kandang, penyakit, dan bangsa ayam yang dipelihara.
Teknik pemberian ransum juga banyak berpengaruh terhadap nilai konversi.
Amrulah (2003) menyatakan bahwa teknik pemberian ransum yang baik dapat
menekan angka konversi ransum sehingga menambah keuntungan.

17

Menurut hasil penelitian Bujung (2009), rata-rata konversi ransum ayam jantan
tipe medium dengan kepadatan kandang 10,12,14, dan 16 ekor m-2 yang
dipelihara selama 7 minggu berkisar antara 2,12 dan 2,52. Menurut Riyanti
(1995), rata-rata konversi ransum ayam jantan tipe medium yang dipelihara
selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor m-2 pada penelitiannya
sebesar 3,80 dan 4,5.

d. Keseragaman
Keseragaman pada ayam petelur dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yakni
keseragaman bobot badan, keseragaman rangka tubuh, dan keseragaman dewasa
kelamin. Keseragaman menjadi ukuran variabilitas dalam suatu populasi, tidak
bisa dipungkiri hal ini berhubungan dengan produktivitas ayam. Seragam dapat
diartikan bobot tubuh sebagian besar ayam sama dan sesuai dengan
standar strain ayam tersebut. Bobot tubuh ayam petelur sesuai standar jika
mencapai ± 10% dari target bobot tubuh dari buku pedomen manajemen dari
perusahaan yang memproduksi DOC. Pada saat grower bobot tubuh minimal
sama atau melebihi manual management guide, karena saat ayam mulai
menghasilkan telur sampai puncak produksi (periode kritis), biasanya akan
mengalami stres disebabkan oleh target produksi telur yang harus terus meningkat
drastis menuju puncak, berat atau ukuran telurpun harus bertambah dan tak
ketinggalan berat badannya
(Hattab, 1980).

Menurut Adlan dkk. (2012), bobot tubuh ayam yang terlalu besar akan
mengakibatkan timbunan lemak di daerah dekat perut. Kondisi tersebut akan

18

mengurangi elastisitas saluran telur (tertahan oleh lemak), akibatnya saat terjadi
kontraksi saluran telur relatif sulit kembali ke posisi semula, kondisi ini yang akan
memicu munculnya kasus prolapse. Adlan dkk (2012) menyatakan ukuran
rangka sangat berpengaruh pada produksi dan kualitas telur. Saat proses
pembentukan telur, kalsium pada kerangka tubuh ayam akan dideposisikan pada
kerabang telur setelah selesai, kerangka ini akan dibentuk kembali dengan suplai
kalsium dan fosfor dari ransum. Kerangka tubuh yang kecil akan mensuplai
kalsium dalam jumlah kecil dan kondisi ini akan mengakibatkan ukuran telur
menjadi kecil, untuk keseragaman kematangan seksual yang terjadi serempak
akan mempercepat puncak produksi dan dapat bertahan lama.
Saat ayam ada yang mulai berproduksi telur, ayam harus segera diberikan
stimulasi pencahayaan agar produksi telur dapat berlangsung secara serempak.
Kematangan seksual (dewasa kelamin) ini haruslah diselaraskan dengan
kedewasaan tubuh atau bobot tubuh (Adlan dkk. 2012).

e. Income Over Feed Cost (IOFC)
Income over feed cost adalah perpaduan antara segi teknis dan ekonomis.
Semakin efisien ayam mengubah makanan menjadi daging, semakin baik pula
nilai IOFC nya. Nilai IOFC yaitu perbandingan rata-rata antara jumlah
penerimaan dari hasil penjualan ayam dan biaya untuk pengeluaran ransum.
Semakin tinggi nilai IOFC, akan semakin baik karena jika IOFC tinggi berarti
penerimaan dari penjualan ayam pun tinggi (Rasyaf, 2005).
Menurut Rasyaf (2005) nilai IOFC sangat dipengaruhi oleh jumlah konsumsi
ransum. Semakin meningkat jumlah konsumsi ransum menyebabkan biaya yang

19

diperlukan untuk produksi juga semakin meningkat. Lebih lanjut Rasyaf (2010)
menyatakan bahwa nilai IOFC akan meningkat apabila nilai konversi menurun
dan apabila nilai konversi ransum meningkat maka IOFC akan menurun.
Menurut Ramayanti (2009), rata-rata IOFC ayam jantan tipe medium yang
dipelihara selama 8 minggu dengan kepadatan kandang 10 ekor m-2 berkisar
antara 1,75 sampai 2,19, sedangkan rata-rata IOFC ayam tipe medium dengan
kepadatan kandang 10, 12, 14 dan 16 ekor m-2 yang dipelihara selama 7 minggu di
kandang postal berkisar antara 1,33 sampai 1,54 ( Bujung, 2009).

20

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 1--23 April 2014, di peternakan
Varia Agung Jaya Farm, Desa Varia, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten
Lampung Tengah.

B. Bahan dan Alat

a. Ayam penelitian
Ayam yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam petelur fase awal grower
Strain Isa Brown sebanyak 210 ekor, yang dipelihara mulai dari umur 7 minggu
sampai dengan umur 10 minggu dengan rata-rata bobot awal 576,00 ± 19,58 g
ekor-1 dan koefisien keragaman sebesar 3,40%.
b. Kandang
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang panggung yang di
dalamnya terdapat 20 petak kandang dengan ukuran 1m x 1m x 1,30 m yang
terbuat dari bambu.

21

c. Ransum
Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum ayam petelur yang
dicampur sendiri oleh Varia Jaya Farm, dengan komposisi konsentrat Unichick
35%, jagung 50%, dan bekatul 15 %, kandungan nutrisi konsentrat disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan nutrisi konsentrat Unichick
Nutrisi
Kadar air maksimum
Protein kasar minimum
Lemak kasar minimum
Serat kasar minimum
Abu maksimum
Zaolene
Enramycin
Colistin
Sumber: PT. Cargiil Indonesia, 2013

Kandungan
12%
30%
3%
8%
15%
420 ppm
15--30 ppm
15--45 ppm

Kandungan nutrisi ransum ayam petelur fase awal grower berdasarkan analisis
proksimat tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan nutrisi ransum buatan Varia Agung Jaya Farm
Nutrisi
Kandungan (%)
Kadar air
10,95
Protein kasar
11,63
Lemak kasar
6,09
Serat kasar
4,69
Abu
6,93
Sumber: Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (2014)
Sementara itu syarat mutu ransum ayam petelur fase grower (dara) dapat dilihat
pada Tabel 5.

22

Tabel 5. Syarat mutu ransum ayam petelur fase grower (dara)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Parameter

Kadar air
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
Abu
Kalsium (Ca)
Fosfor (P)
Fosfor tersedia
Energi metabolisme (ME
Total aflatoksin
Asam Amino :
- Lisin
- Metionin
- Metionin + Sistin
Sumber : SNI (2006)

Satuan
%
%
%
%
%
%
%
%
kkal/kg
μg/kg

Persyaratan
14,0
15,0
7,0
7,0
8,0
0,90 - 1,20
0,60 - 1,00
Min. 0,35
Min. 2600
Maks. 50,0

%
%
%

Min. 0,65
Min. 0,30
Min. 0,50

d. Air Minum
Air minum yang digunakan dalam penelitian berupa air sumur bor yang diberikan
secara ad libitum.
e. Vaksin dan vitamin
Vaksin yang diberikan adalah Caprivac® ND IB PV (suntik) dan Volvac® ND IB
MLV (air minum), sedangkan vitamin yang diberikan adalah Farm-O-San
Perfexsol-L dan Farm-O-San Orange
f.

Peralatan

1. Tempat ransum hanging feeder dan tempat air minum galon kecil 3 liter
masing-masing sebanyak 20 buah digunakan untuk ayam berumur 7--10
minggu.

23

2. Timbangan digital kapasitas 10 kg dengan ketelitian 0,1 g yang digunakan
untuk menimbang ayam dan ransum pada minggu ke- 7--10.
3. Tirai plastik.
4. Lampu pijar untuk penerangan.
5. Ember dan bak.
6. Thermohygrometer 4 buah
7. Alat bersih-bersih dan alat tulis.

C. Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL), terdiri atas 4 perlakuan tingkat kepadatan kandang dan masingmasing perlakuan diulang sebanyak 5 kali.
R1: kepadatan kandang 6 ekor m-2
R2: kepadatan kandang 9 ekor m-2
R3: kepadatan kandang 12 ekor m-2
R4: kepadatan kandang 15 ekor m-2

D. Analisis Data
Data yang dihasilkan dianalisis dengan analisis ragam. Sebelum dianalisis ragam,
data diuji terlebih dahulu dengan uji normalitas, homogenitas, dan aditivitas.
Apabila dari analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan terhadap kepadatan
kandang nyata pada taraf 5% , maka dilanjutkan dengan uji Polinomial
Ortogonal (Steel and Torrie, 1991).

24

E. Pelaksanaan Penelitian
Secara acak 210 ekor ayam petelur fase grower ditimbang terlebih dahulu
menggunakan timbangan digital untuk mendapatkan bobot tubuh awal masingmasing perlakuan yaitu kepadatan 6, 9, 12, dan 15 ekor. Kemudian ayam
dipindahkan atau dimasukkan ke dalam petak-petak yang telah disediakan pada
umur 7 minggu. Semua data diambil dan dihitung mulai dari minggu ke-7 sampai
minggu ke-10. Pemberian ransum dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pukul 07.00
dan 14.00 WIB Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum dan
pengukuran sisa ransum dan penimbangan bobot tubuh dilakukan seminggu
sekali.
Suhu dan kelembapan kandang diukur setiap hari yaitu pukul 06.00, 13.00 dan
pukul 18.00 WIB mengunakan thermohygrometer yang diletakkan pada bagian
tengah petak kandang yang digantung sejajar dengan tinggi petak-petak kandang.
Selama pemeliharaan ayam petelur fase grower dilakukan koleksi data
pengamatan terhadap peubah yang diamati.
Program vaksinasi yang dilakukan yaitu ND IB saat ayam berumur 60 hari
melalui suntik di bawah kulit (subcutan). Vitamin yang diberikan yaitu Farm-OSan Perfexsol-L sampai ayam berumur 65 hari dan Farm-O-San Orange saat ayam
berumur 66 hari sampai 71 hari.

25

F. Peubah yang diamati
a. Konsumsi ransum (g ekor-1 minggu-1)
Konsumsi ransum diukur setiap minggu berdasarkan selisih antara jumlah ransum
yang diberikan pada awal minggu (g) dengan sisa ransum pada akhir minggu
berikutnya (Rasyaf, 2005)
b. Pertambahan berat tubuh (g ekor-1 minggu-1)
Pertambahan berat tubuh diukur setiap minggu berdasarkan selisih bobot ayam
petelur grower akhir minggu dengan bobot tubuh minggu sebelumnya (Rasyaf,
2005)

c. Konversi ransum
Konversi dihitung berdasarkan jumlah ransum yang dikonsumsi dibagi dengan
pertambahan berat tubuh (Rasyaf, 2005).
d. Keseragaman
Keseragaman ayam petelur grower dapat diukur 10% dari rata-rata bobot populasi
(Nova dkk., 2007).
Perhitungan keseragaman ayam petelur sebagai berikut
1) dihitung bobot tubuh rata-rata ayam petelur grower
Bobot tubuh rata − rata =

Bobot tubuh total
jumlah ayam

2) dihitung bobot tubuh maksimum
Bobot tubuh maksimum = Bobot tubuh rata-rata + (10% x Bobot tubuh
rata-rata)

26

3) dihitung bobot tubuh minimum
Bobot tubuh minimum = Bobot tubuh rata-rata - (10% x Bobot tubuh
rata-rata)
4) dihitung jumlah ayam dengan bobot tubuh ± 10% dari rata-rata misal, X ekor

5) dihitung tingkat keseragaman (Uniformity),%
Tingkat keseragaman =

X ekor
x 100%
jumlah ayam

Jika tingkat keseragaman yang dihasilkan ≥ 80% berarti keseragaman bobot tubuh
baik (good uniformity). Sebaliknya, apabila tingkat keseragaman ≤ 80% berarti
keseragaman tubuh ayam kurang baik/ jelek (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013 ).

e. Income over feed cost (IOFC)
Menghitung IOFC dengan cara membandingkan antara pendapatan yang
diperoleh dari penjualan ayam dan biaya ransum selama pemeliharaan
(Rasyaf, 2005).

V.

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1.

Kepadatan kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor m-2 memberikan pengaruh yang
tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat
tubuh, konversi ransum, keseragaman, dan income over feed cost (IOFC).

2. Kepadatan kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor m-2 memberikan pengaruh yang
sama baiknya terhadap performa ayam petelur fase awal grower.

B.
1.

Saran
Peternak ayam petelur fase awal grower dapat menggunakan kepadatan
kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor m-2 pada kandang panggung sesuai dengan
ketersedian dan kondisi yang ada.

2.

Penelitian lanjutan pemeliharaan ayam petelur fase awal grower dengan
menggunakan interval kepadatan kandang yang berbeda sehingga diketahui
pengaruh kepadatan kandang yang optimal terhadap performa ayam petelur
fase awal grower.

40

DAFTAR PUSTAKA

Adlan, M., Y. Utomo, F. Afmy, dan N. Fitriany. 2012. Laporan Penilaian
Ternak Unggas Ayam Petelur. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral.
Soedirman. Purwokerto.
Aksi Agraris Kanisius. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-18.
Kanisius. Jakarta.
Al-Nasser, A., A. Al-Haddad, M. Al-Bahouh, dan M. Mashaly. 2006. Principles
of Poultry Biosecurity Programs. Kuwait. Kuwait Institude for Scientific
research. Halaman 26--29.
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Seri Beternak Mandiri. Cetakan
Pertama. Penerbit Lembaga Satu Gunungbudi. Bogor
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke-5. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Anonim, Brow