Gambaran Darah dan Performa Produksi Ayam Kampung serta Ayam Ras Petelur pada Kandang Terbuka

1

GAMBARAN DARAH DAN PERFORMA PRODUKSI
GAMBARAN
DARAHSERTA
DAN PERFORMA
PRODUKSI
AYAM KAMPUNG
AYAM RAS PETELUR
AYAM KAMPUNG
SERTA AYAM
RAS PETELUR
PADA KANDANG
TERBUKA
PADA KANDANG TERBUKA

TRUBUS TRI IHWANTORO

DEPARTEMEN
ILMU
TEKNOLOGIPETERNAKAN

PETERNAKAN
DEPARTEMEN
ILMUPRODUKSI
PRODUKSI DAN TEKNOLOGI
FAKULTAS
FAKULTAS PETERNAKAN
PETERNAKAN
INSTITUTPERTANIAN
PERTANIAN BOGOR
INSTITUT
BOGOR
2014
2014

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Darah dan
Performa Produksi Ayam Kampung serta Ayam Ras Petelur pada Kandang

Terbuka adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014
Trubus Tri Ihwantoro
NIM D14114010

i

ABSTRAK
TRUBUS TRI IHWANTORO. Gambaran Darah dan Performa Produksi Ayam
Kampung serta Ayam Ras Petelur pada Kandang Terbuka. Dibimbing oleh
NIKEN ULUPI dan ARYANI SISMIN S.
Ayam membutuhkan suhu lingkungan pemeliharaan yang sejuk.
Pemeliharaan ayam pada kandang terbuka di wilayah tropis seperti Indonesia bisa

menyebabkan perubahan fisiologis. Kondisi fisiologis dapat dilihat dari gambaran
darah. Gambaran darah yang normal akan mendukung capaian produksi yang
optimal. Penelitian ini mengkaji gambaran darah dan capaian performa produksi
ayam kampung serta ayam ras petelur pada kandang terbuka. Parameter gambaran
darah meliputi eritrosit, hematokrit, hemoglobin, leukosit, dan rasio persentase
H/L. Parameter performa produksi meliputi konsumsi, hen day, bobot telur,
konversi, dan mortalitas. Jumlah eritrosit, hemoglobin, leukosit pada ayam
kampung dan ayam ras petelur termasuk dalam kisaran normal. Rasio H/L ayam
kampung (1.45), lebih rendah daripada ayam ras petelur (4.09). Konsumsi pakan,
produksi hen day, bobot telur ayam kampung sesuai standar, meskipun capaian
tersebut lebih rendah daripada ayam ras petelur. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa ayam kampung lebih beradaptasi pada kandang terbuka (suhu
lingkungan yang tinggi) daripada ayam ras petelur.
Kata kunci: ayam kampung, ayam ras petelur, gambaran darah, performa produksi

ABSTRACT
TRUBUS TRI IHWANTORO. Kampung Chicken and Laying Hen Blood Profile
and Production Performance in the Open House. Supervised by NIKEN ULUPI
dan ARYANI SISMIN S.
Chickens need a cool ambient rearing temperature. Rearing chickens in

open house on tropical regions such as Indonesia can cause physiological changes.
Physiological conditions can be seen from the blood profile. Normal blood profile
will support the achievement of optimal production. The aim of this research was
to study the blood profile and its association with production aspect on kampung
chicken and laying hen that were reared in open house . Blood profile parameters
were including the number of erythrocytes, hematocrit, hemoglobin, leucocytes,
and the percentage H/L ratio. Production performance parameters were feed
intake, hen day production, egg weight, feed conversion, and mortality. The
number of erythrocytes, hemoglobin, leucocytes of kampung chicken and laying
hen were included in the normal range. H/L ratio of kampung chicken (1.45) was
lower than laying hen (4.09). Feed consumption, hen day production, egg weight
of kampung chicken were appropiate to standards, although its performance was
lower than the laying hen. It can be concluded that kampung chicken better adapt
than the laying hen, if it reared in open house with high ambient temperature.
Key words:

kampung chicken,
performance

laying


hen,

blood

profile,

production

ii

GAMBARAN DARAH DAN PERFORMA PRODUKSI
AYAM KAMPUNG SERTA AYAM RAS PETELUR
PADA KANDANG TERBUKA

TRUBUS TRI IHWANTORO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan

pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

DEPARTEMEN ILMU FAKULTAS
PRODUKSIPETERNAKAN
DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS
PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

iv
Judul Skripsi : Gambaran Darah dan Performa Produksi Ayam Kampung serta
Ayam Ras Petelur pada Kandang Terbuka
Nama
: Trubus Tri Ihwantoro
NIM

: D14114010

Disetujui oleh

Dr Ir Niken Ulupi, MS
Pembimbing I

Dr Drh Aryani Sismin S, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Gambaran Darah dan Perfonna Produksi Ayam Kampung serta
Ayam Ras Petelur pada Kandang Terbuka
Nama

: Trubus Tri Ihwantoro
: D1411401 0
NIM

Disetujui oleh

セ ,-1
t

Dr Ir Niken Ulupi, MS
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

26

1,r.. :'

201 t.


MSc

PRAKATA
Alhamdulillah puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat serta
nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Skripsi ini
merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan penulis selama 1 bulan yaitu pada
bulan April 2013 di Laboratorium Lapang Bagian Unggas, Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Niken Ulupi, MS dan Dr
Drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc selaku pembimbing skripsi; Zakiah
Wulandari, STP MSi selaku pembimbing akademik; dan Dr Ir Rita Mutia, MAgr
selaku penguji sidang skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Djais dan Ibu Suparmi selaku orang tua penulis beserta Siti Zaenab
dan Ririn Nafiah (kakak kandung penulis) yang telah memberikan dukungan dan
kasih sayangnya. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada keluarga besar
Asrama Felicia Institut Pertanian Bogor yang telah memberi kehangatan dalam
kekeluargaan.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT dan kekurangan hanyalah milik
hamba-Nya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk pembaca dan khususnya
untuk penulis.

Bogor, Maret 2014
Trubus Tri Ihwantoro

vi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Materi
Hewan Percobaan dan Pakan
Kandang dan Perlengkapan
Metode
Pemeliharaan Ternak
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Peubah yang Diamati

Pengambilan Sampel Darah
Prosedur Penghitungan Peubah Gambaran Eritrosit dan Leukosit
Prosedur Penghitungan Peubah Performa Produksi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Gambaran Darah
Gambaran Eritrosit
Gambaran Leukosit
Performa Produksi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

vii
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
4
4
4
6
6
7
8
9
9
9
10
9
10
11
12

DAFTAR TABEL
1 Rataan suhu kandang selama satu bulan pemeliharaan
2 Eritrosit, hematokrit, hemoglobin, serta indeks eritrosit pada ayam
kampung dan ayam ras petelur
3 Leukosit, diferensiasi leukosit, dan rasio persentase heterofil/limfosit
pada ayam kampung dan ayam ras petelur
4 Rataan performa produksi pada ayam kampung dan ayam ras petelur

5
6
7
9

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam kampung adalah salah satu rumpun ayam lokal Indonesia yang tidak
mempunyai ciri atau karakteristik khas dan tersebar di wilayah Indonesia
(Nataamijaya 2010). Ayam kampung dikenal sebagai ayam yang memiliki daya
adaptasi baik di lingkungan marjinal. Ayam ras petelur adalah jenis ayam yang
telah mengalami perbaikan mutu genetik sehingga mempunyai ciri yang menonjol
pada produksi telur yang tinggi.
Ayam mempunyai suhu tubuh normal 41.18-41.24 oC (Sugito et al. 2007).
Ayam yang hidup di daerah dingin lebih merasakan manfaat bulu. Bulu akan
menghambat pengeluaran panas tubuh, pada ayam yang hidup di daerah tropis
seperti Indonesia yang mempunyai suhu siang hari 29.8-36.9 oC (BPS 2004).
Pada pemeliharaan suhu lingkungan 18-23 oC (Bell dan Weaver 2002), ayam
dapat hidup dengan nyaman dan tidak banyak memproduksi panas tubuh. Suhu
lingkungan yang panas bisa mengakibatkan stres yang dapat menyebabkan
gannguan terhadap fungsi normal tubuh karena pengaruh lingkungan (Zulkifli et
al. 2003).
Kondisi stres dapat menyebabkan gangguan terhadap beberapa parameter
fisiologis baik pada ayam kampung dan ayam ras petelur. Salah satunya parameter
fisiologis yang dapat dilihat adalah gambaran darah kedua jenis ayam tersebut.
Gambaran darah meliputi sel darah merah (eritrosit), nilai hematokrit, kadar
hemoglobin, sel darah putih (leukosit), dan diferensiasi leukosit.
Gambaran darah yang normal akan menyebabkan metabolisme yang optimal
sehingga akan menghasilkan capaian produksi yang baik. Penelitian ini dilakukan
untuk melihat gambaran fisiologis darah ayam kampung dan ayam ras petelur
pada kandang terbuka yang dihubungkan dengan capaian produksinya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji hubungan antara dampak pemeliharaan
pada kandang terbuka dengan gambaran darah dan capaian performa produksi
ayam kampung serta ayam ras petelur.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan ayam kampung dan ayam ras petelur. Parameter
yang diamati yaitu gambaran darah dan performa produksi.

2

MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, yaitu pada bulan April 2013.
Pemeliharaan ternak bertempat di Laboratorium Lapang Divisi Unggas, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis gambaran darah dilakukan di
Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Materi
Hewan Percobaan dan Pakan
Ternak yang digunakan sebagai hewan percobaan adalah ayam kampung
betina berumur 32 minggu sebanyak 25 ekor dan ayam ras petelur dengan umur
yang sama sebanyak 15 ekor. Ransum yang diberikan adalah ransum komersial
ayam petelur periode produksi dengan kandungan protein kasar minimal 17% dan
energi metabolis 2 850 kkal kg-1.
Kandang dan Perlengkapan
Sangkar yang digunakan adalah sangkar individu dengan ukuran 35 x 40 x
50 cm3. Sangkar ayam ditata secara horizontal di kedua sisi panjang kandang dan
dilengkapi alas dari sekam dengan ketebalan sekitar 5 cm. Bagian depan sangkar
terdapat tempat ransum dan tempat air minum individu. Sangkar tersebut
ditempatkan dalam kandang berukuran 10 x 6 m2.
Kandang dilengkapi 2 buah neon sebagai penerangan. Neon yang digunakan
setiap buahnya berdaya sebesar 18 Watt.

Metode
Pemeliharaan Ternak
Ayam diberi nomor pada kaki kiri dan ditempatkan dalam sangkar secara
acak. Pemberian ransum dan air minum dilakukan secara tidak terbatas (ad
libitum). Telur ayam ditimbang dan diberi nomor sesuai nomor ayam yang
bertelur.
Pada hari ke-30 pemeliharaan, dilakukan pengambilan darah dari seluruh
ayam. Darah yang sudah diambil kemudian dianalisis gambaran darahnya.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan yang digunakan adalah acak lengkap (RAL). Sebagai perlakuan
yaitu jenis ayam yang terdiri ayam kampung dan ayam ras petelur. Perlakuan
diulang sebanyak 25 kali untuk ayam kampung dan sebanyak 15 kali untuk ayam
ras petelur. Data gambaran dan performa produksi ayam kampung dan ayam ras
petelur dianalisis secara deskriptif.

3
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati berupa gambaran darah. Peubah gambaran darah
meliputi jumlah eritrosit dan leukosit, nilai hematokrit, kadar hemoglobin. Indeks
eritrosit berupa Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular
Hemoglobin Concentration (MCHC), dan Mean Corpuscular Hemoglobin
(MCH), serta persentase diferensiasi leukosit (limfosit, monosit, heterofil,
eosinofil, dan basofil) dan perhitungan rasio persentase heterofil/limfosit untuk
mengetahui kondisi stres (Sugito dan Delima 2009).
Selain peubah gambaran darah, performa produksi ayam kampung dan ayam
ras petelur juga diamati. Peubah performa produksi meliputi konsumsi ransum,
hen day, bobot telur, konversi pakan, dan mortalitas.
Pengambilan Sempel Darah
Tempat pengambilan darah ayam di vena brachialis dengan spoit 3 cc.
Darah dimasukkan dalam tabung berisi anti koagulan berupa Ethylene Diamine
Tetraacetic Acid (EDTA). Kemudian darah dibawa ke Laboratorium Fisiologi,
Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi FKH IPB untuk dilakukan
analisis darah. Analisis darah secara garis besar mengacu pada buku penuntun
praktikum Fisiologi Veteriner, Laboratorium Fisiologi Hewan Institut Pertanian
Bogor (Sastradipraja et al. 1989).
Prosedur Penghitungan Peubah Gambaran Eritrosit dan Leukosit
Jumlah eritrosit (sel darah merah) dihitung dengan memasukkan sampel
darah dalam pipet eritrosit sampai tanda 0.5 dan ditambahkan larutan pengencer
Rees dan Ecker sampai tanda 101, kemudian dihomogenkan. Campuran larutan
tersebut selanjutnya diteteskan sebanyak 1 tetes untuk dibuang dan 1 tetes ke
dalam kamar hitung hemocytometer neubeur. Penghitungan eritrosit dilakukan
pada kotak eritrosit dan perhitungan leukosit (sel darah putih) dilakukan pada
kotak leukosit. Total eritrosit yang diperoleh dikalikan dengan 5 000 untuk
mengetahui jumlah eritrosit dalam 1 mm3 darah. Total leukosit yang diperoleh
dikalikan dengan 200 untuk mengetahui jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah
(Sastradipraja et al. 1989).
Hematokrit diperoleh dengan cara, darah dimasukan pada pipa kapiler
sebanyak 4/5 bagian pipa kapiler kemudian ujung pipa kapiler disumbat dengan
crestaseal. Pipa kapiler tersebut di centrifuge selama lima menit dengan kecepatan
12 000 rpm. Nilai hematokrit diketahui dengan mengukur persentase volume
eritrosit (pada pipa kapiler terlihat lapisan merah) dengan alat mikrohematokrit
(Sastradipraja et al. 1989).
Kadar hemoglobin dihitung dengan cara, tabung sahli diisi larutan HCl 0.1N
sampai angka 10. Darah dihisap sampai angka 20 (0.02 ml) dengan pipet sahli dan
aspirator. Darah yang dimasukan tabung sahli diletakkan antara kedua bagian
standar warna dalam alat hemoglobinometer, kemudian dibiarkan selama 3 menit
sampai berwarna coklat. Ditambahkan setetes demi setetes aquadestilata sambil
diaduk sampai warna larutan darah sama dengan warna standar, kemudian tinggi
permukaan cairan pada tabung sahli dibaca dengan melihat skala gram per % yang
berarti menunjukan banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah
(Sastradipraja et al. 1989).

4
MCV, MCHC, dan MCH disebut juga dengan indeks eritrosit. MCV
digunakan untuk menentukan kondisi anemia berdasarkan ukuran eritrosit. MCV
diperoleh dengan cara nilai hematokrit dikalikan 10 kemudian dibagi dengan
jumlah eritrosit. MCHC digunakan untuk menentukan kondisi anemia
berdasarkan konsentrasi hemoglobin. MCHC diperoleh dengan cara nilai
hemoglobin dikalikan 100 kemudian dibagi dengan nilai hematokrit. MCH
digunakan untuk mengetahui kondisi anemia berdasarkan berat hemoglobin.
MCH diperoleh dengan cara, nilai hemoglobin dikalikan 10 kemudian dibagi
dengan jumlah eritrosit (Sastradipraja et al. 1989).
Diferensiasi leukosit dihitung dari preparat ulas darah yang telah dibuat
pada gelas objek. Preparat ulas difiksasi dengan metil alkohol selama 5 menit
kemudian diangkat sampai kering udara. Ulasan darah direndam dalam zat warna
Giemsa selama 30 menit, diangkat dan dicuci dengan air keran yang mengalir
untuk menghilangkan zat warna yang berlebihan. Preparat ulas diamati dengan
mikroskop pembesaran 1 000 kali untuk dihitung limfosit, monosit, heterofil,
eosinofil, dan basofil sampai jumlah total 100 butir leukosit (Sastradipraja et al.
1989).
Setelah diperoleh nilai persentase heterofil dan limfosit, dilakukan
perhitungan rasio persentase heterofil dan limfosit. Rasio persentase heterofil dan
limfosit diperoleh dengan cara, nilai heterofil dibagi dengan nilai limfosit
(Sastradipraja et al. 1989).
Prosedur Penghitungan Performa Produksi
Konsumsi ransum diperoleh dari jumlah ransum yang dikonsumsi selama 30
hari dibagi dengan 30 hari (g hari-1). Hen day diperoleh dari jumlah telur selama
30 hari dibagi dengan 30 hari, kemudian dikali 100%. Bobot telur diperoleh dari
jumlah bobot telur selama 30 hari dibagi dengan jumlah telur selama 30 hari
(g butir-1).
Konversi ransum diperoleh dari jumlah konsumsi ransum selama 30 hari
dibagi dengan bobot telur selama 30 hari. Mortalitas diperoleh dengan cara jumlah
ayam yang mati selama 30 hari dibagi jumlah ayam yang dipelihara, kemudian
dikali 100%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Ayam yang digunakan adalah ayam kampung betina dan ayam ras petelur,
keduanya dalam periode produksi. Ayam kampung mempunyai kisaran bobot
badan 1.00–2.10 kg dengan rata-rata 1.54 ± 0.29 kg dan koefisien variasi 18.97.
Ayam ras petelur mempunyai kisaran bobot badan 1.80–2.00 kg dengan rata-rata
1.86 ± 0.09 kg dan koefisien variasi 4.81.
Jenis kandang yang digunakan adalah kandang terbuka dengan atap tipe
monitor yang terbuat dari seng. Kandang terbuka merupakan kandang yang bagian

5
sisi-sisinya terbuka sehingga udara bebas bergerak keluar masuk kandang dan
sulit dikendalikan. Kandang terbuka memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan kandang terbuka antara lain biaya pembangunan dan peralatan kandang
yang relatif murah, sehingga banyak diterapkan oleh masyarakat. Kekurangan
kandang terbuka di antaranya mudah terjadi penularan penyakit dari luar ke dalam
kandang maupun sebaliknya dan sulit mengontrol suhu pemeliharaan. Kisaran
suhu pemeliharaan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kisaran suhu pemeliharaan selama satu bulan pemeliharaan
Waktu
Pagi (06.00 WIB)
Siang (11.00 WIB)
Sore (18.00 WIB)
Malam (00.00 WIB)

Suhu (oC)
24-25
34-35
29-30
23-24

Ayam membutuhkan suhu lingkungan berkisar 18-23 oC (Bell dan Weaver
2002). Pada saat penelitian setiap harinya ayam memperoleh suhu lingkungan
yang panas minimal selama 12 jam. Lingkungan yang panas bisa meningkatkan
potensi terjadinya stres pada ayam. Tingkah laku yang diperlihatkan oleh ayam
yaitu peningkatan frekuensi panting dengan tujuan mengeluarkan panas yang
berlebih. Selain hal tersebut juga merentangkan dan mengepakkan sayap maupun
menempelkan tubuhnya pada alas untuk menyerap udara dingin dari lingkungan.
Kandang pemeliharan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kandang pemeliharaan
Pemeliharaan pada kandang terbuka menyebabkan suhu pemeliharaan yang
tinggi. Selain suhu pemeliharaan tinggi, kandang terbuka juga menyebabkan suhu
pemeliharaan sulit dikendalikan.

6
Gambaran Darah
Darah terdiri atas cairan berupa plasma (55%) dan padatan (45%) berupa
eritrosit, leukosit, serta trombosit. Plasma darah mengandung protein, air, zat lain
seperti ion, gas, dan sisa metabolisme. Kandungan air dalam plasma darah
sebesar 91%. Air tersebut berfungsi sebagai termoregulasi dalam sirkulasi darah
(Isroli et al. 2009). Pada dasarnya darah berfungsi sebagai alat tranportasi dan
pertahanan tubuh. Pembentukan darah secara umum terjadi dalam sumsung
tulang.
Gambaran Eritrosit
Eritrosit mengandung hemoglobin yang berperan sebagai alat transportasi
oksigen dari paru-paru ke sel dan membawa karbondioksida dari sel ke paru-paru.
Eritrosit unggas berbentuk oval dan mempunyai inti sel. Hasil pengujian eritrosit,
hematokrit, hemoglobin, serta indeks eritrosit ayam kampung dan ayam ras
petelur disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Eritrosit, hematokrit, hemoglobin, serta indeks eritrosit pada ayam
kampung dan ayam ras petelur
Peubah
Eritrosit (106 sel mm-3)
Hematokrit (%)
Hemoglobin (10-2 g ml-1)
MCV (fl)
MCHC (%)
MCH (pg)
1)

Ayam
kampung
3.00 ± 0.40
27.73 ± 3.40
9.66 ± 1.35
98.00 ± 12.75
35.28 ± 6.58
34.25 ± 5.72

Ayam ras
petelur
2.70 ± 0.33
23.28 ± 0.85
7.26 ± 0.30
87.04 ± 6.83
31.20 ± 1.66
27.20 ± 3.02

Kisaran normal1)
2.50- 3.20
30.00- 33.00
6.50- 9.00
115.00-124.00
21.00- 23.00
25.00- 27.00

Swenson dan William (1993)

Rataan eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit ayam kampung
lebih besar dari ayam ras petelur. Menurut Guyton dan Hall (2008), ada korelasi
antara jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit. Rataan eritrosit
dan kadar hemoglobin ayam kampung serta ayam ras petelur pada penelitian ini
sesuai yang dilaporkan Swenson dan William (1993). Piliang dan Djojosoebagio
(2006) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pembentukan eritrosit
adalah kecukupan nutrisi. Pada penelitian ini diduga bahwa ayam kampung dan
ayam ras petelur mendapatkan nutrisi yang mengandung unsur-unsur pendukung
dalam pembentukan sel darah merah. Nutrisi tersebut di antaranya protein, zat
besi, vitamin B9 dan vitamin B12. Protein dan zat besi terlibat dalam
pembentukan hemoglobin, sedangkan vitamin B9 dan vitamin B12 berperan
dalam pematangan eritosit.
Nilai hematokrit menunjukkan persentase volume eritrosit dalam 100 ml
darah. Berbeda dengan jumlah eritrosit dan hemoglobin, hematokrit kedua jenis
ayam lebih rendah dari yang dilaporkan Swenson dan William (1993). Nilai
hematokrit dipengaruhi oleh ukuran eritrosit yang berkaitan dengan kandungan
hemoglobin di dalam eritrosit.

7
Ukuran eritrosit dapat menurun karena kandungan hemoglobin yang
berkurang. Pada penelitian ini, nilai hematokrit yang lebih kecil dari yang
dilaporkan Swenson dan William (1993) diduga akibat faktor lain selain kadar
hemoglobin. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai hematokrit adalah kondisi
dehidrasi, pada kondisi kekurangan cairan akan menyebabkan meningkatnya nilai
hematokrit. Pada kondisi cairan yang berlebih, seperti kelebihan penambahan
antikoagulan menyebabkan nilai hematokrit menjadi menurun.
Berkaitan dengan penurunan nilai hematokrit maka menyebabkan indeks
eritrosit yang berupa MCV menjadi turun, sedangkan indeks eritrosit yang berupa
MCHC dan MCH lebih tinggi dari yang dilaporkan Swenson dan William (1993).
Gambaran Leukosit
Leukosit berfungsi sebagai alat pertahanan dalam tubuh. Sel darah ini secara
khusus akan diangkut menuju daerah yang mengalami serangan agen penyakit.
Hasil pengujian leukosit dan diferensiasi leukosit serta rasio persentase
heterofil/limfosit yang menunjukkan indeks stres disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Leukosit, diferensiasi leukosit, dan rasio persentase heterofil/limfosit
pada ayam kampung dan ayam ras petelur
Peubah

Ayam kampung

Ayam ras petelur

Leukosit (103 sel mm-3)
Limfosit (%)
Monosit (%)
Heterofil (%)
Eosinofil (%)
Basofil (%)
Heterofil/Limfosit

21.14 ± 8.21
45.08 ± 16.48
4.96 ± 3.37
48.20 ± 16.66
3.14 ± 0.41
Tidak ditemukan
1.45 ± 1.25

29.36 ± 5.83
21.00 ± 10.07
6.20 ± 2.59
71.80 ± 11.07
1.25 ± 0.15
Tidak ditemukan
4.09 ± 1.80

Kisaran
normal1)
20.00-30.00
55.00-60.00
10.00
25.00-30.00
3.00- 8.00
0.45- 0.50

1)

Swenson dan William (1993)

Rataan leukosit ayam kampung dan ayam ras petelur sesuai yang
dilaporkan Swenson dan William (1993). Diferensiasi leukosit yang berupa
limfosit, monosit, dan heterofil pada kedua jenis ayam tidak sesuai dengan yang
dilaporkan Swenson dan William (1993). Limfosit dan monosit ayam kampung
dan ayam ras petelur berada di bawah kisaran, sedangkan heterofil berada di atas
kisaran. Persentase limfosit yang berada di bawah kisaran, diduga karena ayam
berada dalam kondisi stres. Pada keadaan stres, terdapat hormon kortisol yang
terbukti menekan pertumbuhan organ limfoid yaitu bursa fabrisius dan limpa
(Siegel 1995). Penelitian Puvadolpirod dan Thaxton (2000) membuktikan bahwa
pemberian ACTH (Adreno Corticotropic Hormone) pada ayam broiler selain
terbukti meningkatkan kandungan hormon kortikosteron juga terbukti
menurunkan bobot bursa fabricius. Begitu pula penelitian Heckert et al. (2002)
membuktikan bahwa terjadi penuruan bobot bursa fabricius pada ayam broiler
yang dipelihara dengan kepadatan kandang tinggi. Turunnya bobot bursa
fabricius ternyata menurunkan jumlah limfosit (Siegel 1995). Limfosit adalah sel
darah putih yang berfungsi membentuk kekebalan spesifik, yaitu dengan
membentuk antibodi (Santoso dan Siti 2004). Sejalan dengan penurunan limfosit

8
akibat adanya hormon kortisol, keberadaan hormon ini juga menyebabkan
terjadinya peningkatan heterofil (Sugito dan Delima 2009).
Rasio heterofil/limfosit dapat dijadikan indikator terjadinya stres (Sugito
dan Delima 2009). kondisi stres akan terlihat apabila nilai tersebut berada di atas
0.5 (Swenson dan William 1993). Kusnadi (2008) melaporkan bahwa semakin
tinggi nilai rasio persentase heterofil dan limfosit (H/L) maka semakin tinggi juga
tingkat stres. Berdasarkan rasio persentase H/L yang diperoleh, tingkat stres ayam
kampung lebih rendah daripada ayam ras petelur. Produktifitas ayam ras petelur
yang tinggi dan suhu lingkungan yang panas saat pemeliharaan mengakibatkan
tingkat stres yang lebih tinggi.
Monosit merupakan salah satu jenis leukosit yang belum matang dan berada
dalam sirkulasi. Monosit akan mengalami pematangan dalam jaringan yang
disebut makrofag. Penurunan persentase monosit dalam sirkulasi dapat
disebabkan karena adanya mobilisasi monosit ke dalam jaringan untuk
membentuk makrofag. Monosit berperan dalam membentuk kekebalan nonspesifik yaitu melalui fagositosis (Hamzah et al. 2012).
Eosinofil adalah sel darah putih yang mengontrol infeksi parasit, sedangkan
basofil merupakan sel darah putih yang mengontrol alergi (Guyton dan Hall
2008). Eosinofil ayam kampung sesuai kisaran, tetapi eosinofil ayam ras petelur di
bawah dari yang dilaporkan Swenson dan William (1993). Persentase eosinofil
juga mengikuti kondisi stres. Pada kondisi stres akan terjadi penurunan eosinofil,
oleh karena itu persentase eosinofil ayam ras petelur lebih rendah dibandingkan
persentase eosinofil ayam kampung.
Basofil tidak ditemukan pada ayam kampung dan ayam ras petelur dalam
perhitungan 100 sel leukosit. Kayadoe at al. (2008) menyatakan bahwa basofil
umumnya baru ditemukan dalam perhitungan 1 000 sel leukosit. Basofil dalam
darah sangat penting meskipun dalam jumlah sedikit, karena berperan dalam
pembekuan darah dan kondisi alergi (Guyton dan Hall 2008).
Berdasarkan gambaran eritrosit, kondisi sel darah merah ayah kampung
lebih baik daripada ayam ras petelur. Begitu juga pada gambaran leukosit, ayam
kampung memiliki gambaran sel darah putih yang lebih baik.

Performa Produksi
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam kampung dan
ayam ras petelur strain Hisex Brown. Dikarenakan belum ada Standar Nasional
Indonesia untuk ayam kampung, maka standar untuk ayam kampung mengacu
pada Iskandar (2007) yang merupakan hasil penelitian selama periode produksi.
Standar yang digunakan untuk ayam ras petelur mengacu pada CPI (2008). Hasil
perhitungan terhadap rataan konsumsi, produksi telur (hen day), bobot telur,
konversi pakan, serta mortalitas ayam kampung dan ayam ras petelur selama
penelitian disajikan pada Tabel 4.
Konsumsi ransum ayam ras petelur lebih tinggi dari standar. Pada
penelitian ini pakan diberikan tidak terbatas, sedangkan standar pada strain ini,
pakan diberikan secara terbatas. Meskipun demikian, tingginya konsumsi pakan
dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa ayam tidak begitu terpengaruh oleh
tingginya suhu pemeliharaan. Hal tersebut disebabkan karena rasio luasan

9
kandang dengan jumlah ayam sangat tinggi, sehingga kecukupan oksigen
terpenuhi. Kondisi ini meringankan cekaman yang diakibatkan suhu tinggi.
Tabel 4 Rataan performa produksi pada ayam kampung dan ayam ras petelur
Peubah

Ayam
kampung

Konsumsi (g ekor-1 hari-1)
Hen day (%)
Bobot telur (g butir-1)
Konversi pakan
Mortalitas (%)
1

Ayam ras
Petelur

96.65 ± 6.69 133.15 ± 4.89
51.43 ± 20.43 83.81 ± 8.65
39.92 ± 2.58 57.24 ± 4.18
6.50 ± 5.36
2.79 ± 0.12
0
0

Standar

Standar

1)

2)

80-100 104-112
40
93-94
39-43
62.7
4.9-6.4
2.18