PENGARUH VARIASI WAKTU GESEKAN AWAL SOLDER TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN STRUKTUR MAKRO ALUMUNIUM 5083 PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING

(1)

ABSTRAK

PENGARUH VARIASI WAKTU GESEKAN AWAL SOLDER TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN STRUKTUR

MAKRO ALUMUNIUM 5083

PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING Oleh

BUDI SANTOSO

Pengelasan merupakan suatu proses penting di dalam dunia industri dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pertumbuhan industri, karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan reparasi produksi logam. Pengelasan adalah proses penyambungan setempat antara dua bagian logam atau lebih dengan memanfaatkan energi panas. Penelitian Friction Stir Welding masih dikembangkan, seperti variasi desain tool, perbaikan teknik pengelasan dan perbaikan material tool baru untuk dapat memperpanjang umur pakai tool. Metode ini menghasilkan daerah TMAZ (thermomechanically affected zone) yang lebih kecil dibandingkan dengan pengelasan busur nyala. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu gesekan awal solder terhadap keuatan tarik, kekerasan dan struktur makro pada sambungan plat aluminium 5083 dengan menggunakan metode friction stir welding.

Parameter yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengelasan dengan cara menggesekan solder terhadap material alumunium sehingga menghasilkan panas dan lama gesekan yaitu 30 detik, 45 detik dan 60 detik. Adapun pengujian yang dilakukan yaitu pengujian tarik, pengujian kekerasan dan pengujian struktur makro, dan material yang digunakan adalah alumunium 5083.

Dari hasil pengujian didapat nilai kekuatan tarik terbesar pada waktu gesekan awal 30 detik yaitu 97,69 kg/mm2 dan nilai kekerasan terbesar dengan waktu gesekan 60 detik yaitu 64.Tidak stabilnya penekanan pada saat pengelasan menyebabkan hasil pengelasan tidak sempurna karena tidak semua bagian terlas sempurna dan nilai kekuatan tariknya lebih rendah dari logam induknya dan semakin lama gesekan solder pada material menyebabkan nilai kekerasan material semakin tinggi.


(2)

PENGARUH VARIASI WAKTU GESEKAN AWAL SOLDER TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN STRUKTUR MAKRO

ALUMUNIUM 5083

PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING

Oleh BUDI SANTOSO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 17 Oktober 1990, sebagai anak terakhir dari dua bersaudara dari Bapak Wiryahmun dan Ibu Sukini (Alm). Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Darma Wanita I Kuwonharjo diselesaikan pada tahun 1997, pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Negeri 1 Nguntoronadi pada tahun 2003, pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP N 1 Takeran pada tahun 2006, dan pendidikan tingkat sekolah menengah atas diselesaikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Bendo pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui jalur UML. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HIMATEM) dan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate. Pada tahun 2012, penulis melakukan Kerja Praktek di PLTU Sektok Pembangkit Sumatera Bagian Selatan.


(7)

MOTO

“Keyakinan yang positif akan membawa kita ke hasil yang positif”

“Cobalah dulu baru cerita, pahamilah dulu baru menjawab, pikirlah

dulu baru bertanya, bekerjalah dulu baru berharap”

“Sesungguhnya kita adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan

Islam, maka janganlah kita mencari kemuliaan dengan selainnya”

“Manusia yang berakal ialah manusia yang suka menerima dan

meminta nasihat”


(8)

i

SANWACANA

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis.

Skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Variasi Waktu Gesekan Awal Solderterhadap Kekuatan Tarik, Kekerasan Dan Struktur Makro Alumunium 5083pada Pengelasan Friction Stir Welding” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Universitas Lampung.

Keberhasilan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang memberikan kontribusi kontribusi besar bagi terselesaikannya penelitian ini. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Drs. Suharno, M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung;

2. Ibu Dr. Eng. Shirley Savetlana, S.T, M.Met. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung;

3. Barpak Tarkono, S.T., M.T. selaku dosen Pembimbing Utama atas kesediaannya memberikan bimbingan, arahan, kritik, dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(9)

ii skripsi ini;

5. Bapak Acmad Yahya Teguh Panuju, S.T., M.T., selaku Pembahas tugas akhir; 6. Bapak Dr. Eng. Suryadiwansa Harun, S.T.,M.T., selaku dosen pembimbing

akademik;

7. Seluruh dosen pengajar Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung yang telah banyak memberikan ilmu yang berharga selama penulis duduk di bangku kuliah;

8. Staf Administrasi Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung;

9. Ibunda ku tercinta(Alm), kakaku dan seluruh keluarga besar Bapak Wir Yahmun atas segala dukungan dan doanya selama ini;

10.Sahabat-sahabat seperjuanganku anggota asrama 41 (Bowo, Acong, Songkot, Rizki, dan Mei) yang telah duluan wisuda dan kawan seperjuangan (Ijal, Agoy serta Hendi) yang telah banyak memberikan bantuan selama kuliah dan nasehat yang bijak kepada penulis;

11.Teman Pengujian (Bang Agus, Bang Ridho, Bang Topet) yang telah sama-sama berjuang dan membantu dalam penelitian ini;

12.Eri Purwanti (Cah Elek) yang telah banyak mendukung dan mendoakan penulis;

13.Bang Tukiil yang telah memberikan tempat tinggal selama pengujian;

14.Mas yonok dan Mas emping (teknisi SMKN 2 Balam), terima kasih atas bantuan mengelasnya.


(10)

iii

15.Keluarga teknik mesin angkatan 2009 (Nisa, Lingga, Roki, Wawan, Solihin, Lambok, Tunas, Irvan, Dedi, Erik, Ari, Ngewong, Mekex, DLL) yang selalu menghibur penulis;

16.Adik tingkat 2011 yang sudah mendoakan kelancaran dari tugas akhir ini; 17.Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan

satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini;

“Tiada gading yang tak retak”, begitu pula dengan penelitian tugas akhir ini. Dengan

segala kerendahan hati, penulis menyadari masih banyak kekurangan serta ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Maret 2015 Penulis,


(11)

iv

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR SIMBOL . ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Batasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Sistematika Penulisan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelasan ... 6

1. Jenis Pengelasan ... 6

a. Las Busur Listrik ... 6

b. Las Oksi Asetilen ... 8

c. Las Busur Tungten Gas Mulia ... 10

d. las Busur Logam Gas ... 11

e. Las Busur Electroda Terbungkus ... 11

f. Las Busur Rendam... 11


(12)

v

h. Pengelasan Gesek ... 12

B. Friction stir Welding ... 13

C. Alumunium ... 17

1. Sifat-Sifat Aluunium ... 17

2. Alumunium 5083 ... 22

D. Kekuatan Tarik ... 23

E. Kekerasan Rockwell ... 25

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian ... 31

B. Alat dan Bahan ... 31

C. Pelaksanaan Penelitian ... 34

D. Pengujian – Pengujian ... 35

E. Diagram Alir Penelitian ... 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Pengujian Tarik ... 40

B. Pengujian Kekerasan ... 43

C. Pengujian Makro ... 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA


(13)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Spesifikasi alumunium 5083. ... 23

2. Skala kekerasan Rockwell dan Huruf Depan. ... 29

3. Data uji tarik ... 35

4. Data uji kekerasan. ... 37

5. Data Uji struktur makro ... 38

6. Nilai kekuatan tarik ... 40

7. Data Uji Kekerasan ... 44


(14)

vii

DAFTAR GAMBAR `

Gambar Halaman

1. Nyala api netral dan suhu yang dicapai pada ujung pembakar sifat-sifat

nyala. ... 8

2. Nyala Api Netral ... 9

3. Nyala Api Reduksi. ... 9

4. Nyala Api Oksidasi. ... 10

5. Prinsip Friction Stir Welding ... 14

6. Mekanisme Friction Stir Welding ... 15

7. Kurva tegang-regangan teknik. ... 25

8. Cara kerja mesin penguji kekerasan Rockwell. ... 27

9. Media pengjuian Rockwell. ... 28

10. Plat Alumunium. ... 31

11. Mesin milling. ... 32

12. Mesin Uji tarik. ... 33

13. Stop Watch. ... 33

14. Mesin Uji Kekerasan. ... 33

15. Mikroskop. ... 34

16. Spesimen Uji Tarik. ... 36

17. Spesimen Uji Kekerasan. ... 37

18. Diagram Alir. ... 39

19. Grafik nilai kekuatan tarik rata-rata. ... 41

20. Skema pengujian tarik. ... 42

21. Hasil Uji tarik. ... 43

22. Grafik nilai Kekerasan. ... 45

23. Skema Pengujian Kekerasan. ... 46

24. Spesimen Uji kekerasan. ... 46

25. Spesimen Uji Makro ... 48


(15)

viii

DAFTAR SIMBOL

σ = Tegangan Kgf/mm²

F = Beban kgf

A0 = Luas mula penampang mm²

є = Regangan

L0 = Panjang mula btang uji mm


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengelasan merupakan suatu proses penting di dalam dunia industri dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pertumbuhan industri, karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan reparasi produksi logam. Pengelasan adalah proses penyambungan setempat antara dua bagian logam atau lebih dengan memanfaatkan energi panas.

Pengelasan merupakan teknik penyambungan logam yang dipergunakan secara luas, seperti pada kontruksi bangunan baja dan kontruksi mesin. Luasnya penggunaan teknologi pengelasan dikarenakan dalam proses pembuatan suatu kontruksi bangunan atau mesin akan menjadi lebih ringan dan lebih sederhana, sehingga biaya produksi menjadi lebih murah dan lebih efisien. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat menuntut berkembangnya sumber daya manusia. Banyak orang yang berusaha mengembangkan dalam mencari efisiensi-efisiensi yang lebih baik di bidang teknik pengelasan. Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam bidang konstruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka batang berupa baja atau aluminium, pipa saluran dan lain sebagainya. Karena itu rancangan las harus betul-betul memperhatikan kesesuaian antara sifat-sifat las yaitu kekuatan dari sambungan


(17)

dan memperhatikan sambungan yang akan dilas, sehingga hasil dari pengelasan sesuai dengan yang diharapkan.

FSW (friction stir welding) merupakan sebuah metode pengelasan yang telah diketemukan dan dikembangkan oleh Wayne Thomas untuk benda kerja alumunium dan alumunium alloy pada tahun 1991 di TWI (The Welding Institute) Amerika Serikat. Prinsip kerja FSW adalah memanfaatkan gesekan dari benda kerja yang berputar dengan benda kerja lain yang diam sehingga mampu melelehkan benda kerja yang diam tersebut dan akhirnya tersambung menjadi satu. Beberapa contoh pengelasan jenis ini adalah pembuatan bodi mobil, sayap ataupun bodi pesawat terbang serta peralatan memasak.

Penelitian Friction Stir Welding masih dikembangkan, seperti variasi desain tool, perbaikan teknik pengelasan dan perbaikan material tool baru untuk dapat memperpanjang umur pakai tool. Metode ini menghasilkan daerah TMAZ (thermomechanically affected zone) yang lebih kecil dibandingkan dengan pengelasan busur nyala. Pengelasan ini berhasil menekan biaya proses pengelasan menjadi lebih murah karena pengelasan hanya membutuhkan input energi yang rendah dan tidak menggunakan filler metal. Kualitas hasil pengelasan Friction Stir Welding memiliki permukaan yang lebih halus dan rata dari hasil pengelasan tradisional lain dan tidak ada poripori yang timbul. Proses ini ramah terhadap lingkungan karena tidak ada uap atau percikan dan tidak ada silauan busur nyala pada fusion. Hasil dari pengelasan dengan menggunakan busur nyala atau gas terutama pengelasan dissimilar metal terdapat beberapa kerugian seperti retak dan cacat pengelasan, juga hasil


(18)

3

penyambungan yang kurang sempurna. Friction Stir Welding adalah suatu metode pengelasan baru yang dapat menjadi solusi untuk masalah tersebut.(Jarot Wijayanto, 2010).

P. Biswas dan N. R. Mandal (2011), meneliti secara tiga dimensi dengan metode elemen hingga dan secara eksperimental. Analisa dilakukan dengan parameter tool dan proses yang berbeda. Sumber panas diasumsikan murni akibat gesekan antara tool dan permukaan benda kerja. Pada FSW ini tool yang digunakan terbuat dari SS 310 dan material yang akan dilas adalah AA 1100. Tool dengan geometri shoulder cekung dan pin berbentuk kerucut menghasilkan lasan yang lebih baik untuk AA 1100.

Berdasarkan uraian pada paragrap sebelumnya, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengelasan dengan menggunakan metode friction stir welding untuk menyambung plat aluminium. Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan diketahui kekuatan sambungan las pada plat aluminium.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu gesekan awal solder terhadap keuatan tarik, kekerasan dan struktur makro pada sambungan plat aluminium 5083 dengan menggunakan metode friction stir welding.


(19)

C. Batasan Masalah

Batasan masalah diberikan agar pembahasan dari hasil yang didapatkan lebih terarah. Adapun batasan masalah yang diberikan pada penelitian ini, yaitu :

1. Pengelasan yang dilakukan dengan metode friction stir welding 2. Benda yang dilas berupa plat aluminium 5083

3. Pengujian yang akan dilakukan adalah pengujian tarik, kekerasan dan struktur makro

4. Kedua permukaan material diasumsikan rata pada saat proses pengelasan. D.Rumusan Masalah

Pengelasan plat aluminium menggunakan metode friction stir welding (FSW) tanpa memerlukan bahan tambahan, panas yang didapatkan antara gesekan sholder dengan material yang dilas. Putaran sholder yang cepat mengakibatkan daerah pengelasan cepat panas, sehingga dearah pengelasan terlalu panas dan mengakibatkan perbedaan nilai kekerasan yang besar antara material induk dengan daerah pengelasan.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah:

BAB I : PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang, tujuan, batasan masalah, hipotesa, dan sistematika penulisan dari penelitian ini.


(20)

5

Berisikan tentang teori dan parameter-parameter yang berhubungan dengan penelitian

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisi beberapa tahapan persiapan sebelum pengujian, prosedur pengujian, dan diagram alir pengujian

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Yaitu berisikan pembahasan serta hasil berisikan data-data yang didapat dari hasil penelitian dan pembahasannya.

BAB V : PENUTUP

Berisikan hal-hal yang dapat disimpulkan dan saran-saran yang ingin disampaikan dari penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengelasan

Pengelasan merupakan salah satu jenis penyambungan diantara penyambungan yang lain seperti baut dan keling. Berbeda antara keduanya bahwa pengelasan membutuhkan perhatian yang khusus diantaranya adalah jenis pengelasan, klasifikasi pengelasan, dan karakteristiknya. Menurut Deutsche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadan cair dari definisi tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa las adalah suatu proses dimana bahan dengan jenis yang sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan.(Harsono Wiryosumarto&Thosie Okumura, 2000)

1. Jenis-Jenis Pengelasan a. Las Busur Listrik

Las busur listrik adalah cara pengelasan dengan mempergunakan busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam. Klasifikasi las busur listrik yang digunakan hingga saat ini dalam proses pengelasan adalah las elektroda terbungkus.(Harsono Wiryosumarto & Thosie Okumura, 2000)


(22)

7

Prinsip pengelasan las busur listrik adalah sebagai berikut : arus listrik yang cukup padat dan tegangan rendah bila dialirkan pada dua buah logam yang konduktif akan menghasilkan loncatan elekroda yang dapat menimbulkan panas yang sangat tinggi mencapai suhu 50000C sehingga dapat mudah mencair kedua logam tersebut.(Harsono Wiryosumarto&Thosie Okumura, 2000)

Proses pemindahan logam cair seperti dijelaskan diatas sangat mempengaruhi safat maupun las dari logam, dapat dikatakan bahwa butiran logam cair yang halus mempunyai sifat mampu las yang baik. Sedangkan proses pemindahan cairan sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Selama proses pengelasan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda sebagai zat pelindung yang sewaktu pengelasan ikut mencair. Tetapi karena berat jenisnya lebih ringan dari bahan logam yang dicairkan, maka cairan fluks tersebut mengapung diatas cairan logam dan membentuk terak sebagai penghalang oksidasi. Dalam beberapa fluks bahan tidak terbakar, tetapi berubah menjadi gas pelindung dari logam cair terhadap oksidasi.(Harsono Wiryosumarto& Thosie Okumura, 2000)

Pengelasan adalah suatu proses di mana bahan dengan jenis yang sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan dan pemakaian panas dan tekanan. Salah satu proses yang paling banyak digunakan


(23)

pada sambungan struktur adalah las cair (fusion welding). Las cair ini dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber panas yang digunakan menjadi 3 kelompok yaitu las gas (gas welding), las busur (arc welding) dan las sinar energi tinggi (high energy beam welding).(Harsono Wiryosumarto& Thosie Okumura, 2000)

b. Las Oksi Asetilen (Oxyacetilene Welding)

Pada las oxycetilene, panas dihasilkan dari rekasi pembakaran anatara gas acettylene dengan oksigen. Nyala yang dihasilkan terdiri dari dari 2 daerah/zona, yaitu:

Daerah pembakaran primer (primary combution)

Menghasilkan panas sekitar 1/3 dari total panas pembakaran

sempurna.C2H2 + O2 = 2CO + H2kerucut dalamdaerah pembakaran sekunder yang terjadi setelah pembakaran primer berlangsung 2CO + O2 = 2CO22H2 + O2(atmosfir) = 2H2O kerucut luar

Gambar1.Nyala netral dan suhu yang dicapai pada ujung pembakar Sifat-sifat nyala.

(http://aldongutra.blogspot.com)


(24)

9

1. Netral

Gambar 2.Nyala ApiNetral (http://aldongutra.blogspot.com)

(diunduh pada tanggal 24 mei 2014 pukul 21:00)

Jika jumlah gas C2Hdan O2 sesuai dengan perbandingan stoichiometry 2. Reduksi

Gambar 3.Nyala ApiReduksi (http://aldongutra.blogspot.com)

(diunduh pada tanggal 24 mei 2014 pukul 21:00)

Jika terjadi kelebihan C2H2 sehingga terjadi pembakaran tak sempurna. Nyala api ini biasanya digunakan untuk pengelasan aluminium, magnesium dan untuk mencegah lepasnya karbon (decarburization) pada baja karbon tinggi.


(25)

3. Oksidasi

Gambar 4. Nyala Api Oksidasi (http://popaymini.blogspot.com)

(diunduh pada tanggal 24 mei 2014 pukul 21:00)

Jika terlalu banyak oksigen terjadi pembakaran tak sempurna. Nyala ini biasanya digunakan unsur-unsur yang mudah menguap waktu pengelasan seperti zinc atau kuningan (paduan Cu-Zn) melalui pembentukan lapisan oksida. (Harsono Wiryosumarto&Thosie Okumura, 2000)

c. Las Busur Tungsten Gas Mulia (Gas Tungsten Arc Welding/GTAW)

Proses pengelasan di mana sumber panas berasal dari loncatan busur listrik antara elektroda terbuat dari wolfram/tungsten dan logam yang dilas. Pada pengelasan ini logam induk (logam asal yang akan disambung dengan metode pengelasan biasanya disebut dengan istilah logam induk) tidak ikut terumpan (non consumable electrode). Untuk melindungi electroda dan daerah las digunakan gas mulia (argon atau helium). Sumber arus yang digunakan bisa AC (arus bolak-balik) maupun DC (arus searah).(Harsono Wiryosumarto& Thosie Okumura, 2000)


(26)

11

d. Las Busur Logam Gas (Gas Metal Arc Welding)

Proses pengelasan di mana sumber panas berasal dari busur listrik antara elektroda yang sekaligus berfungsi sebagai logam yang terumpan (filler) dan logam yang dilas. Las ini disebut juga metal inert gas (MIG) welding karena menggunakan gas mulia seperti argon dan helium sebagai pelindung busur dan logam cair.(Harsono Wiryosumarto& Thosie Okumura, 2000)

e. Las Busur Electroda Terbungkus (Shielded Metal Arc Welding/SMAW)

Proses pengelasan di mana panas dihasilkan dari busur listrik antara ujung elektroda dengan logam yang dilas. Elektroda terdiri dari kawat logam sebagai penghantar arus listrik ke busur dan sekaligus sebagai bahan pengisi (filler). Kawat ini dibungkus dengan bahan fluks. Biasanya dipakai arus listrik yang tinggi (10-500 A) dan potensial yang rendah (10-50 V). Selama pengelasan, fluks mencair dan membentuk terak (slag) yang berfungsi sebagai lapisan pelindung logam las terhadap udara sekitarnya. Fluks juga rnenghasilkan gas yang bisa melindungi butiran-butiran logam cair yang berasal dari ujung elektroda yang mencair dan jatuh ke tempat sambungan.(Harsono Wiryosumarto& Thosie Okumura, 2000)

f. Las Busur Rendam (Submerged Arc Welding/SAW)

Proses pengelasan di mana busur listrik dan logam cair tertutup oleh lapisan serbuk fluks sedangkan kawat pengisi (filler) diumpankan


(27)

secara kontinyu. Pengelasan ini diiakukan secara otomatis dengan arus listrik antara 500-2000 Ampere.(Harsono Wiryosumarto& Thosie Okumura, 2000)

g. Las Terak Listrik (Electroslag Welding)

Proses pengelasan di mana energi panas untuk melelehkan logam dasar (base metal) dan logam pengisi (filler) berasal dari terak yang berfungsi sebagai tahanan listrik (I2Rt) ketika terak tersebut dialiri arus listrik. Pada awal pengelasan, fluks dipanasi oleh busur listrik yang mengenai dasar sambungannya. Kemudian logam las terbentuk pada arah vertikal sebagai hasil dari campuran antara bagian sisi dari logam induk dengan logam pengisi (filler) cair. Proses pencampuran ini berlangsung sepanjang alur sambungan las yang dibatasi oleh plat yang didinginkan dengan air.(Harsono Wiryosumarto& Thosie Okumura, 2000)

h. Pengelasan Gesek (Friction Stir Welding)

Friction Stir Welding merupakan proses penyambungan logam dengan memanfaatkan energi panas yang diakibatkan oleh gesekan antara dua material. Bila dibandingkan dengan proses penyambungan diatasfriction welding kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut.

- Kebersihan permukaan sambungan tidak diperlukan, karena selama proses friction permukaan akan terkelupas dan terdeformasi kebagian luar.


(28)

13

- Tidak memerlukan logam pengisi, pelindung flux dan gas pelindung selama proses

- Tidak terdapat cacat akibat penomena pencairan dan pembekuan. - Dimungkinkan untuk menyambung dua material logam yang berbeda. - Ongkos pengerjaan lebih ringan.

Namun friction welding memiliki kekuranganyaitu ; - Benda yang disambung harus simetris

- Proses umunya terbatas pada permukaan plat dan bentuk batang bulat. - Salah satu material yang disambung harus memiliki sifat mampu

dideformasi secara plastis.(Messler,1999) B. Friction Stir Welding

FSW (friction stir welding) adalah sebuah metode pengelasan yang termasuk pengelasan gesek, yang pada prosesnya tidak memerlukan bahan penambah atau pengisi. Panas yang digunakan untuk mencairkan logam kerja dihasilkan dari gesekan antara benda yang berputar (pin) dengan benda yang diam (benda kerja). Pin berputar dengan kecepatan konstan disentuhkan ke material kerja yang telah dicekam. Gesekan antara kedua benda tersebut menimbulkan panas sampai ±80 % dari tititk cair material kerja dan selanjutnya pin ditekankan dan ditarik searah daerah yang akan dilas. Putaran dari pin bisa searah jarum jam atau berlawanan dengan arah jarum jam. (Jarot Wijayanto, 2010)

Pin yang digunakan pada pengelasan Friction Stir Welding harus mempunyai titik cair dan kekerasan yang lebih dibandingkan denga material kerja,


(29)

sehingga hasil lasan bisa baik. Pengelasan dengan menggunakan metode FSW bisa digunakan untuk menyambungkan material yang sama (similar metal) ataupun material yang tidak sama (dissimilar metal) seperti baja dengan baja tahan karat, alumunium dengan kuningan dan memungkinkan untuk mengelas kombinasi material lain yang tidak dapat di las dengan menggunakan metode pengelasan yang lain. Parameter pengelasan yang dilakukan harus disesuaikan sedemikian rupa, sehingga pengurangan volume dari pin ketika terjadi gesekan dengan material kerja bisa diperkecil. Hal ini bertujuan untuk menjaga masukan panas yang konstan sepanjang pengelasan. Prinsip Friction Stir Welding yang ditunjukkan pada Gambar 5 dengan gesekan dua benda yang terus-menerus akan menghasilkan panas, ini menjadi suatu prinsip dasar terciptanya suatu proses pengelasan gesek. Pada proses friction stir welding, sebuah tool yang berputar ditekankan pada material yang akan disatukan. (Jarot Wijayanto, 2010)

Gambar5.Prinsip Frintion Stir Welding (http://www.hitachi.com)


(30)

15

Gesekan tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi pin/probe dengan material, mengakibatkan pemanasan setempat yang mampu melunakan bagian tersebut. Tool bergerak pada kecepatan tetap (parameter 1) dan bergerak melintang (parameter 2) pada jalur pengelasan (joint line) dari material yang akan di satukan. Pengelasan yang dilakukan harus disesuaikan sedemikian rupa, sehingga pengurangan volume dari pin ketika terjadi gesekan dengan material kerja bisa diperkecil. Hal ini bertujuan untuk menjaga masukan panas yang konstan sepanjang pengelasan. Gesekan tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi pin/probe dengan material, mengakibatkan pemanasan setempat yang mampu melunakan bagian tersebut. Tool bergerak pada kecepatan tetap (parameter 1) dan bergerak melintang (parameter 2) pada jalur pengelasan (joint line) dari material yang akan di satukan. Pengelasan yang dilakukan harus disesuaikan sedemikian rupa, sehingga pengurangan volume dari pin ketika terjadi gesekan dengan material kerja bisa diperkecil.Hal ini bertujuan untuk menjaga masukan panas yang konstan sepanjang pengelasan. (Jarot Wijayanto, 2010)

Ada dua kecepatan alat yang harus diperhitungkan dalam pengelasan ini yaitu seberapa cepat tool itu berputar dan seberapa cepat tool itu melintasi jalur pengelasan (joint line).Gerakkan tool ditunjukkan pada Gambar 6. Kedua parameter ini harus ditentukan secara cermat untuk memastikan proses pengelasan yang efisien dan hasil yang memuaskan. Hubungan antara kecepatan pengelasan dan input panas selama proses pengelasan sangat kompleks, tetapi umumnya dapat dikatakan bahwa meningkatnya kecepatan


(31)

rotasi dan berkurangnya kecepatan melintas akan mengakibatkan titik las lebih panas. Jika material tidak cukup panas maka arus pelunakan tidak akan optimal sehingga dimungkinkan akan terjadi cacat rongga atau cacat lain pada stir zone, dan kemungkinan tool akan rusak. Tetapi input panas yang terlalu tingi akan merugikan sifat akhir lasan karena perubahan karakteristik logam dasar material. Oleh sebab itu dalam menentukan parameter harus benar-benar cermat, input panas harus cukup tinggi tetapi tidak terlalu tinggi untuk memjamin plastisitas material serta untuk mencegah timbulnya sifat-sifat las yang merugikan. (Jarot Wijayanto, 2010)

Gambar 6. Mekanisme Friction Stir Welding (http://www.stirzone.at)

(diunduh pada Tanggal 17 Mei 2014 Pukul 20:00)

Tekanan shoulder diharapkan untuk menjaga material lunak tidak keluar jalur dan memberi efek tempa (forgin). Material panas ditekan dari atas oleh shoulder dan ditahan oleh alas dari bawah. Proses ini bertujuan untuk mamadatkan material sehingga penguatan sambungan terjadi akibat efek tempa tersebut. Selain itu tekanan shoulder juga menghasilkan input panas


(32)

17

tambahan karena permukaannya yang lebih besar bergesekan dengan material (Jarot Wijayanto, 2010)

C. Alumunium

Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu, tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tarik Aluminium murni adalah 90 MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tarik berkisar hingga 200 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk, diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing), dan diekstrusi. Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya lapisan Aluminium Oksida ketika Aluminium terpapar dengan udara bebas. Lapisan Aluminium Oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)

1. Sifat-sifat Aluminium

Sifat teknik bahan aluminium murni dan aluminium paduan dipengaruhi oleh konsentrasi bahan dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan tersebut. Aluminium terkenal sebagai bahan yang tahan terhadap korosi. Hal ini disebabkan oleh fenomena pasivasi, yaitu proses pembentukan lapisan aluminium oksida di permukaan logam aluminium segera setelah logam terpapar oleh udara bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Namun, pasivasi dapat terjadi lebih lambat jika dipadukan dengan logam yang bersifat lebih katodik, karena dapat


(33)

mencegah oksidasi aluminium. Adapun sifat-sifat mekanik dari aluminium adalah sebagai berikut:

1.1. Kekuatan tarik

Kekuatan tarik adalah besar tegangan yang didapatkan ketika dilakukan pengujian tarik. Kekuatan tarik ditunjukkan oleh nilai tertinggi dari tegangan pada kurva tegangan-regangan hasil pengujian, dan biasanya terjadi ketika terjadinya necking. Kekuatan tarik bukanlah ukuran kekuatan yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai suatu acuan terhadap kekuatan bahan. Kekuatan tarik pada aluminium murni pada berbagai perlakuan umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 MPa, sehingga untuk penggunaan yang memerlukan kekuatan tarik yang tinggi, aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam lain, ditambah dengan berbagai perlakuan termal, aluminium paduan akan memiliki kekuatan tarik hingga 200 Mpa. (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009) 1.2. Kekerasan

Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu bahan yang mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut. Ketika diaplikasikan suatu gaya. Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas, plastisitas, viskoelastisitas, kekuatan tarik, ductility, dan sebagainya. Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan berbagai metode. Yang paling umum adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan Rockwell. Kekerasan bahan aluminium murni sangatlah


(34)

19

kecil, yaitu sekitar 20 skala Brinnel, sehingga dengan sedikit gaya saja dapat mengubah bentuk logam. Untuk kebutuhan aplikasi yang membutuhkan kekerasan, aluminium perlu dipadukan dengan logam lain dan/atau diberi perlakuan termal atau fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu dan diperlakukan quenching, lalu disimpan pada temperatur tinggi dapat memiliki tingkat kekerasan Brinnel sebesar 160. (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)

1.3. Ductility (kelenturan)

Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis tanpa terjadinya retakan. Dalam suatu pengujian tarik, ductility ditunjukkan dengan bentuk neckingnya material dengan ductility yang tinggi akan mengalami necking yang sangat sempit, sedangkan bahan yang memiliki ductility rendah, hampir tidak mengalami necking. Sedangkan dalam hasil pengujian tarik, ductility diukur dengan skala yang disebut elongasi. Elongasi adalah seberapa besar pertambahan panjang suatu bahan ketika dilakukan uji kekuatan tarik. (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)

1.4. Recyclability (daya untuk didaur ulang)

Aluminium adalah 100% bahan yang dapat didaur ulang tanpa penurunan dari kualitas awalnya, peleburannya memerlukan sedikit energi, hanya sekitar 5% dari energi yang diperlukan untuk


(35)

memproduksi logam utama yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang. (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)

Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi, tahan terhadap karat dan merupakan konduktor listrik yang cukup baik.Logam ini dipakai secara luas dalam bidang kimia, listrik, bangunan, transportasi dan alat-alat penyimpanan. Kemajuan akhir-akhir ini dalam teknik pengelasan busur listrik dengan gas mulia menyebabkan pengelasan aluminium dan paduannya menjadi sederhana dan dapat dipercaya. Karena hal ini maka penggunaan aluminium dan paduannya di dalam banyak bidang telah berkembang. Berdasarkan unsur-unsur paduanyang dikandungnya, aluminium dibagi menjadi tujuh jenis, yaitu: 1) Jenis Al-murni teknik (seri 1000)

Yaitu aluminium dengan kemurnian antara 99,0% dan 99,9%. Aluminium dalam seri ini disamping sifatnya yang baik dalam tahan karat,konduksi panas dan konduksi listrik juga memiliki sifat yang memuaskan dalam mampulas dan mampu potong.(I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)

2) Jenis paduan Al-Cu (Seri 2000)

Jenis paduan Al-Cu adalah jenis yang dapat diperlaku-panaskan. Dengan melalui pengerasan endap tau penyepuhan sifat mekanik paduan ini dapat menyamai sifat dari baja lunak, tetapi daya tahan korosinya rendah bila dibanding dengan jenis paduan yang lainnya. Sifat mampu-lasnya juga kurang baik, karena itu paduan jenis ini biasanya digunakan pada konstruksi keling clan banyak sekali digunakan dalam konstruksi pesawat


(36)

21

terbang seperti duralumin (2017) clansuper duralumin (2024). (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)

3) Jenis Paduan Al-Mn (seri 3000)

Paduan ini adalah jenis yang tidak dapat diperlaku-panaskan sehingga kenaikan kekuatannya hanya dapat diusahakan melalui pengerjaan dingin dalam proses permbuatannya. Bila dibandingkan dengan jenis Al-murni paduan ini mempunyai sifat yang sama dalam hal daya tahan korosi, mampu potong dan sifat mampu lasnya. (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)

4). Jenis Paduan Al-Si (Seri 4000)

Paduan Al-Si sangat baik kecairannya dan cocok untuk paduan coran. Paduan ini mempunyai ketahanan korosi yang baik, sangat ringan, koefisien pemuaian yang rendah dan sebagai pengantar panas dan listrik yang baik. Material ini biasa dipakai untuk torak motor dan sebagai filler las (setelah dilakukan beberapa perbaikan komposisi). (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)

5) Paduan jenis Al-Mg (Seri 5000)

Jenis ini termasuk paduan yang tidak dapat diperlaku-panaskan, tetapi mempunyai sifat yang baik dalam daya tahan korosi, terutama korosi oleh air laut, dan dalam sifat mampu lasnya. (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)


(37)

6) Paduan jenis Al-Mg-Si (seri 6000)

Paduan ini termasuk dalam jenis yang dapat diperlaku-panaskan dan rnempunyai sifat mampu potong, mampu las dan daya tahan korosi yang cukup. Sifat yang kurang baik dari paduan ini adalah terjadinya pelunakan pada daerah las. (I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)

7) Paduan jenis Al-Zn (seri 7000)

Paduan ini termasuk jenis yang dapat diperlakupanaskan. Biasanya ke dalam paduan pokok Al-Zn ditambahkan Mg, Cu dan Cr. Kekuatan tarik yang dapat dicapai lebih dari 50 kg/mm2, sehingga paduan ini dinamakan juga ultraduralumin. Berlawanan dengan kekuatantariknya, sifat mampu las dan daya tahannya terhadap korosi kurang menguntungkan.( I Dewa Made.Krishna.Muku, 2009)

2. Alumunium 5083

Alumunium terdiri dari beberapa kelompok yang dibedakan berdasarkan paduan penyusunnya. Penambahan paduan ini akan menghasilkan sifat yang berbeda pula. Alumunium 5083 merupakan paduan aluminium dengan magnesium (Mg), paduan ini memiliki sifat tidak dapat diperlakukan-panas, tetapi memiliki sifat baik dalam daya tahan korosi terutama korosi oleh air laut dan sifat mampu las Al-Mg banyak dipakai untuk konstruksi umum termasuk konstruksi kapal.


(38)

23

Table1 Spesifikasi Alumunium 5083 (http://asm.matweb.com)

diunduh Tanggal 24 Mei 2014 Pukul 21:00) Element present (%)

Si Fe Cu Mn Mg Cr Zn Ti Al max 0.4 max 0.4 max 0.1 0.4 - 1.0 4.0 - 4.9 0.05 - 0.25

max 0.25 max 0.15 remainder D. Kekuatan Tarik

Untuk mengetahui kekuatan dan cacat yang terjadi pada sambungan logam hasil pengelasan dapat dilakukan dengan pengujian merusak dan pengujian tidak merusak. Pengujian merusak dapat dilakukan dengan uji mekanik untuk mengetahui kekuatan sambungan logam hasil pengelasan, yang salah satunya dapat dilakukan suatu uji tarik yang telah distandarisasi. Kekuatan tarik sambungan las sangat dipengaruhi oleh sifat logam induk, daerah HAZ, sifat logam las, dan geometri serta distribusi tegangan dalam sambungan (Wiryosumarto& Thosie Okumura, 2000).

Untuk melaksanakan pengujian tarik dibutuhkan batang tarik. Batang tarik, dengan ukuran-ukuran yang dinormalisasikan, dibubut dari spesimen yang akan diuji. Uji tarik merupakan salah satu dari beberapa pengujian yang umum digunakan untuk mengetahui sifat mekanik dari satu material. Dalam bentuk yang sederhana, uji tarik dilakukan dengan menjepit kedua ujung spesimen uji tarik pada rangka beban uji tarik. Gaya tarik terhadap spesimen


(39)

uji tarik diberikan oleh mesin uji tarik (Universal Testing Machine) yang menyebabkan terjadinya pemanjangan spesimen uji dan sampai terjadi patah. Dalam pengujian, spesimen uji dibebani dengan kenaikan beban sedikit demi sedikit hingga spesimen uji tersebut patah, kemudian sifat-sifat tarikannya dapat dihitung dengan persamaan :

Tegangan: σ = (kgf/mm2)……….………(1)

Dimana: F = beban (kgf)

Ao = luas mula dari penampang batang uji (mm2)

Regangan: ε = x 100% ………...(2)

Dimana: Lo = panjang mula dari batang uji (mm) L = panjang batang uji yang dibebani (mm)

Hubungan antara tegangan dan regangan dapat dilihat dalam gambar 7 Titik P menunjukkan batas dimana hukum Hooke masih berlaku dan disebut batas proporsi, dan titik E menunjukkan batas dimana bila beban diturunkan ke nol lagi tidak akan terjadi perpanjangan tetap pada batang uji dan disebut batas elastic. Titik E sukar ditentukan dengan tepat karena itu biasanya ditentukan batas elastic dengan perpanjangan tetap sebesar 0,005% sampai 0,01%. Titik S1 disebut titik luluh atas dan titik S2 titik luluh bawah. Pada beberapa logam batas luluh ini tidak kelihatan dalam diagram tegangan-regangan, dan dalam hal ini tegangan luluhnya ditentukan sebagai tegangan dengan regangan sebesar 0,2%. (Harsono Wiryosumarto& Thosie Okumura, 2000)


(40)

25

Gambar 7. Kurva tegang-regangan teknik (Harsono Wiryosumarto & Thosie Okumura ,2000)

Uji tarik suatu material dapat dilakukan dengan menggunakan universal testing machine. Benda uji dijepit pada mesin uji tarik, kemudian beban static dinaikkan secara bertahap sampai specimen putus. Besarnya beban dan pertambahan panjang dihubungkan langsung dengan plotter, sehingga diperoleh grafik tegangan (Kgf/mm2) dan regangan (%) yang memberikan informasi data berupa tegangan luluh (σys), tegangan ultimate ult), modulus elastisitas bahan (E), ketangguhan dan keuletan sambungan las yang diuji tarik. (Kristianto Suro Nugroho, 2010)

E. Kekerasan Rockwell

Pengujian rockwell angka kekerasan yang diperoleh merupakan fungsi derajat indentasi. Beban dan indentor yang digunakan bervariasi tergantung padakondisi pengujian. Berbeda dengan pengujian brinell, indentor dan beban yang digunakan lebih kecil sehingga menghasilkan indentasi yang lebih kecil dan lebih halus. Banyak digunakan di industri karena prosedurnya lebih cepat.(Kristianto Suro Nugroho, 2010)


(41)

Uji kekerasan ini banyak di gunakan di Amerika Serikat, hal ini di sebabkan oleh sifat-sifatnya yaitu : cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang di perkeras, dan ukuran lekukannya kecil, sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap, dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasannya. Mula-mula diterapkan beban kecil sebesar 10 kg untuk menempatkan benda uji. Hal ini akan memperkecil jumlah preparasi permukaan yang dibutuhkan dan juga memperkecil kecenderungan untuk terjadi penumbukan keatas atau penurunan yang disebabkan oleh penumbuk. Kemudian diterapkan beban yang besar, dan secara otomatis kedalaman lekukan akan terekam pula gage penunjuk yang menyatakan angka kekerasan. Penunjuk tersebut terdiri atas 100 bagian, masing-masing bagian menyatakan penembusan sedalam 0,00008 inci. Petunjuk kebalikan sedemikian hingga kekerasan yang tinggi yang berkaitan dengan penembusan yang kecil, menghasilkan penunjukkan angka`154 kekerasan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan angka kekerasan lain yang telah dijelaskan sebelumnya. Tetapi tidak seperti penentuan kekerasan cara Vickers dan Brinell, yang mempunyai satuan kg per milimeter kuadrat (kg/mm2), angka kekerasan Rockwell semata-mata tergantung pada kita.(Kristianto Suro Nugroho, 2010)


(42)

27

Gambar 8.Cara kerja mesin penguji kekerasan Rockwell. (Kristianto Suro Nugroho, 2010)

Suatu kombiasi antara beban dan penumbuk, tidak akan memberikan hasil yang memuaskan, untuk bahan-bahan yang mempunyai daerah kekerasan yang luas. Biasanya digunakan penumbuk berupa kerucut intan 120 dengan puncak yang hampir bulat dan dinamakan penumbuk Brale, serta bola baja berdiameter

inci dan inci. Beban besar yang di gunakan adalah 60, 100, dan 150 kg. Karena kekerasan Rockwell tidak tergantung pada beban dan penumbuk, maka diperlukan mengenai kombinasi yang digunakan. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan awalan huruf pada angka kekerasan yang menunjukkan kombinasi beban dan penumbuk tertentu untuk skala beban yang digunakan. Suatu kekerasan Vickers yang tidak mempunyai awalan huruf, tidak mempunyai arti.(Kristianto Suro Nugroho, 2010)


(43)

Gambar E.2 Media Pengujian Rockwell. Sumber: (Kristianto Suro Nugroho, 2010) Gambar 9. Media Pengujian Rockwell.

Sumber: (Kristianto S.N, 2010).

Baja yang diperkeras yang diuji pada skala C dengan menggunakan penumbuk intan dan beban besar 100 kg. Daerah dari skala tersebut adalah dari 0 hingga 100. skala A (penumbuk intan, beban besar 60 kg) merupakan skala kekerasan Rockwell yang paling luas, yang dapat digunakan untuk bahan-bahan mulai dari tembaga yang di lunakkan hingga kabrida sementara (cemented cabride). Terdapat skala yang dapat digunakan untuk keperluan-keperluan khusus. Angka kekerasan Rockwell B dan Rockwell C dinyatakan sebagai kedalaman indentasi dapat ditulis sebagai berikut :

002

,

0

)

mm

(

indentasi

kedalaman

130

R

B

002

,

0

)

mm

(

indentasi

kedalaman

100

R

C


(44)

29

Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah : a. HRa (Untuk material yang sangat keras).

b. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter Inchi dan beban uji 100 Kgf.

c. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut intan dengan sudut puncak 120 derjat dan beban uji sebesar 150 kgf. Tabel 2 Skala kekerasan Rockwell dan Huruf Depan.

(Kristianto Suro Nugroho, 2010) Skala dan

Huruf Depan

Indentor Beban

Mayor Skala yang Dibaca B C A D E F G H K L M P R S V Group I Bola 1/16“ Kerucut Intan Group II Kerucut Intan Kerucut Intan Bola 1/8” Bola 1/16” Bola 1/16” Bola 1/8” Bola 1/16” Group III Bola ¼” Bola ¼” Bola ¼” Bola ½” Bola ½” Bola ½” 100 150 60 60 100 60 150 60 150 60 100 150 100 100 150 Merah Hitam Hitam Hitam Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah


(45)

Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan ulang (reproducible) asalkan sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat dipenuhi. Sebagian besar hal-hal yang disusun berikut dapat diterapkan dengan baik pada uji kekerasan yang lain : 1. Penumbuk dan landasan harus bersih dan terpasang dengan baik. 2. Permukaan benda yang akan diuji harus bersih dan kering, halus,

dan bebas dari oksida.

3. Permukaan yang kasar biasanya dapat menggunakan uji Rockwell.

4. Permukaan harus datar dan tegak lurus terhadap penumbuk. 5. Uji untuk permukaan silinder akan memberikan pembacaan hasil

pembacaan yang rendah, kesalahan yang terjadi tergantung pada lekungan, beban, penumbuk, dan kekerasan bahan. Juga telah dipublikasikan koreksi secara teoritis dan empiris.

6. Daerah diantara lekukan-lekukan harus 3 sampai 5 kali diameter lekukan.

7. Kecepatan penerapan beban harus dibakukan. Hal ini dilakukan dengan cara mengatur daspot pada mesin uji Rockwell. Tanpa pengontrolan beban secara hati-hati dapat terjadi variasi nilai kekerasan yang cukup besar pada bahan-bahan yang sangat lunak. Untuk bahan-bahan dimikian gagang pengoperasian mesin uji Rockwell harus dikembalikan keposisi semula segera setelah beban besar diterapkan secara penuh. (Kristianto Suro Nugroho, 2010)


(46)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan spesimen dilakukan di Laboratorium M-R SMKN 2 Bandar Lampung.

2. Pengujian kekerasan dilakukan di Laboratorium Teknik Metalurgi dan Material, Universitas lampung, Bandar Lampung.

3. Pengujian tarik dilakukan di Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material ITB.

4. Pengujian struktur makro dilakukan di Laboratorium Teknik Metalurgi dan Material, Universitas lampung, Bandar Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Alumunium

Gambar 10. Plat Aluminium

(http://www.alstarsh.com)

(diunduh pada Tanggal 17 Mei 2014 pukul 20:15) Fungsi sebagai bahan yang akan dilas


(47)

2. Mesin milling

Gambar 11.Mesin milling a. Prinsip Kerja

Tenaga untuk pemotongan berasal dari energi listrik yang diubah menjadi gerak utama oleh sebuah motor listrik, selanjutnya gerakan utama tersebut akan diteruskan melalui suatu transmisi untuk menghasilkan gerakan putar pada spindel mesin milling. Spindel mesin milling adalah bagian dari sistem utama mesin milling yang bertugas untuk memegang dan memutar cutter hingga menghasilkan putaran atau gerakan pemotongan. Gerakan pemotongan pada cutter jika dikenakan pada benda kerja yang telah dicekam maka akan terjadi gesekan/tabrakan sehingga akan menghasilkan pemotongan pada bagian benda kerja, hal ini dapat terjadi karena material penyusun cutter mempunyai kekerasan diatas kekerasan benda kerja.

b. Fungsi

Adapun fungsi dari mesin milling ini ialah untuk memotong benda kerja dalam bentuk mendatar


(48)

33

3. Mesin Uji Tarik

Gambar 12. Mesin uji tarik

(http://www.infometrik.com)

(diunduh pada tanggal 17 Mei 2014 pukul 20:16)

Fungsi alat ini untuk menguji keuatan tarik spesimen yang akan diuji 4. Stop watch

Gambar 13. Stop Watch

(http://www.sperdirect.com)

(diunduh pada tanggal 17 Mei 2014 pukul 20:17)

Fungsi alat ini untuk mengukur waktu gesekan awal solder pada saat pengelasan

5. Mesin uji kekerasan

Gambar 14. Mesin Uji Kekerasan (http://msiptek.itn.ac.id)


(49)

Fungsi alat ini untuk mengetahu nilai kekerasan pada spesimen 6. Mikroskop

Gambar 15. Mikroskop

(http://sigitlaruku27.blogspot.com)

(diunduh pada tanggal 17 Mei 2014 pukul 20:19) Fungsi alat ini untuk melihat struktur makro pada spesimen

C. Pelaksanaan Penelitian

1. Menyiapkan benda uji untuk pengelasan gesek, bahan Aluminium 5083 dengan ukuran panjang 50 mm, lebar 50 mm, dan tebal 6 mm.

2. Prosedur Pengelasan:

a. Mempersiapkan mesin las

b. Mempersiapkan benda kerja pada mesin las

c. Menghidupkan mesin, sehingga pin memutar dan menekan material lalu shoulder terkena permukaan benda kerja sampai probe berada di dalam permukaan benda kerja.

d. Probe berada didalam benda kerja (benda kerja berada pada kondisi plastis karena pemanasan akibat dari sentuhan gesekan antara shoulder dengan permukaan benda kerja).


(50)

35

e. Tool bergerak mundur dan terjadi proses penyatuan material aluminium 5083 (joining process).

f. Proses selesai, tool diangkat dan spesimen dipindahkan dari mesin las. g. Spesimen dibentuk sesuai standar.

D. Pengujian-pengujian 1. Uji Tarik

Pada pengujian tarik Aluminium ini menggunakan standar JIS 2201-1999. Adapun proses pengujian dimulai dari meletakkan kertas millimeter block dan meletakkannya pada plotter. Kemudian mengukur benda uji dengan menggunakan tenaga hidrolik yang dimulai dari 0 kg sehingga benda putus pada beban maksimum. Setelah benda uji putus kemudian diukur berapa besar penampang dan panjang benda uji setelah putus. Untuk melihat beban dan gaya maksimum benda uji terdapat pada layar dgital dan dicatat sebagai data, setelah semua data diperoleh kemudian menghitung kekuatan tarik, kekuatan luluh, dan perpanjangan benda.

Tabel 3. Data Uji Tarik Spesimen N

(rpm) Waktu Gesekan Awal (detik) Beban Max TS (Kg/mm2)

TS rata-rata

1

1800

30

2 30

3 30

4

1800

45

5 45

6 45

7

1800

60

8 60


(51)

Gambar 16. Spesimen Uji Tarik standar JIS 2201-1999 2. Uji Kekerasan Rockwell

Pengujian kekerasan yang dilakukan pada aluminium 5083 yang telah dilas menggunakan FSW ialah dengan pengujian kekerasan Rockwell, dengan menggunakan standar ASTM E384-69. Adapun langkah kerja yang dilakukan dimulai dari meletakkan benda kerja pada mesin uji. Kemudian menyentuhkan benda kerja pada indentor, dengan cara memutar piringan searah jarum jam. Setelah itu melepaskan handel secara perlahan-lahan, dan jangan menekan menekan handel ke bawah tetapi membiarkan handel bergerak sendiri turun ke bawah. Jarum besar pada sekala akan bergerak seiring turunnya handel ke bawah. Tunggu hingga jarum besar pada skala berhenti, setelah berhenti tunggu hingga 10 detik dari saat jarum berhenti. Kemudian gerakkan handel ke atas secara perlahan sampai maksimum dan langkah terakhir membaca harga kekerasan pada saat jarum jam berhenti.


(52)

37

Tabel 4. Data Uji Kekerasan dengan standar Spesimen N (rpm) Waktu

Gesekan Awal (detik)

HRB HRB

rata-rata

1

1800

30

2 30

3

1800

45

4 45

5

1800

60

6 60

Berikut ini adalah bentuk spesimen uji kekerasan ASTM E384-69.

Gambar 17. Spesimen Uji Kekerasan

3. Pengujian Struktur Makro

Adapun langkah pengujian struktur makro sebagai berikut : 1. Menyiapkan larutan etanol dan HNO3.

2. Menyiapkan gelas ukur.

3. Menyiapkan wadah pencampur.

4. Mencampur antara larutan etanol dengan HNO3 dengan perbandingan 98% etanol 2% HNO3.


(53)

5. Mencelupkan spesimen kelarutan etsa selama sepuluh detik. 6. Mencuci dengan air dan mengelap dengan tissue.

7. Mengamati kembali dengan mikroskop dengan pembesaran 5x Tabel 5. Data Uji Strukur Makro

Spesimen N (rpm) Waktu Gesekan

Awal (detik)

Pengujian Makro

Keterangan

1

1800 30

2

1800 45

3


(54)

39

E. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Analisa dan Pembahasan

Uji Kekerasan

Data Hasil Uji Tarik

Persiapan Spesimen

Selesai

Persiapan Peralatan Pengelasan

Proses Pengelasan

Persiapan Uji Material Study Literatur

Kesimpulan Uji Stuktur Makro


(55)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Setelah melakukan penelitian dan pengolahan data, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil pengujian tarik dapat disimpulkan bahwa semakin lama gesekan pada material menyeabkan nilai kekuatan tarik menurun,hal ini disebabkan tidak stabilnya penekanan pada saat pengelasan. Sehingga hasil pengelasan tidak sempurna karena tidak semua bagian terlas sempurna dan nilai kekuatan tariknya lebih rendah dari logam induknya. 2. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa lama

gesekan solder pada material menyebabkan nilai kekerasan material semakin tinggi.

3. Pada pengujian struktur makro hasil sambungan lasnya kurang sempurna karena kurang dalamya penekanan solder pada saat pengelasan sehingga mata solder tidak masuk sampai bagian tengah spesimen. Hal ini disebabkan karena kurang stabilnya penekanan solder pada material sehingga terdapat rongga pada bagian tengah spesimen.


(56)

51

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti menyarankan: 1. Sebaiknya penekanan solder pada saat pengelasan harus stabil supaya

semua bagian dapat terlas.

2. Pada penelitian berikutnya tentang friction stir weldingvariasikan suhu pada saat pengelasan karena panas yang dihasilkan sangat mempengaruhi hasil lasan.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous.

http://aldongutra.blogspot.com/2012/02/las-oaw-las-oxy-acetylene-welding.html.Diunduh pada Tanggal 24 mei 2014 pukul 21:00

Anonymous.http://www.hitachi.com.Diunduh pada Tanggal 17 Mei 2014 Pukul 20:00 Anonymous.http://www.stirzone.at. Diunduh padaTanggal 17 Mei 2014 Pukul

20:00

Anonymous.http://asm.matweb.com. DiunduhTanggal 24 Mei 2014 Pukul 21:00 Anonymous.http://www.alstarsh.com. Diunduh pada Tanggal 17 Mei 2014pukul

20:15

Anonymous.http://www.infometrik.com. Diunduh pada Tanggal 17 Mei 2014pukul 20:16

Anonymous.http://msiptek.itn.ac.id. Diunduh pada Tanggal 17 Mei 2014pukul 20:17

Anonymous.http://msiptek.itn.ac.id. Diunduh pada Tanggal 17 Mei 2014pukul 20:18


(58)

40

Anonymoushttp://sigitlaruku27.blogspot.com.Diunduh pada Tanggal 17 Mei 2014 pukul 20:19

Biswas, P. danMandal, N. R. (2011), Effect of Tool Geometries on Thermal Historyof FSW of AA1100, Supplement To TheWelding Journal, July 2011.

Harsono W. &Thosie Okumura.2000. Teknologi Pengelasanlogam. Jakarta: PradnyaParamita.

I Dewa Made Krishna Muku.KekuatanSambungan Las Aluminium Seri 1100 denganVariasiKuatArusListrikPada Proses Las Metal Inert Gas (MIG).vol 3 (2009) 11-17.

JarotWijayanto&AgdhaAnelis, 2010, Pengaruh Feed Rate terhadap Sifat Mekanik pada Pengelasan Friction Stir Welding Alumunium 6110 (Jurnal).Yogyakarta: JurusanTeknik Mesin, Institut Sains&TeknologiAkprind

KristiantoSuroNugroho, 2010.Analisa Pengujian Kekerasan Material Baja Karbon Rendah, Besi, Tembaga, Alumunium, serta Zn (seng) dengan Menggunakan Metode Uji Kekerasan Brinell.Universitas Pamulang. Tangerang.

Messler, R.W., 1999, Principle of Welding, John Wiley &Sons Inc, New York, USA


(59)

Muhammad Iqbal. Pengaruh Putaran Dan Kecepatan Tool Terhadap Sifat Mekanik Pada Pengelasan Friction Stir Welding Aluminium 5052. Vol 2 (2014).


(1)

E. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Analisa dan Pembahasan

Uji Kekerasan

Data Hasil Uji Tarik

Persiapan Spesimen

Selesai

Persiapan Peralatan Pengelasan

Proses Pengelasan

Persiapan Uji Material Study Literatur

Kesimpulan Uji Stuktur Makro


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Setelah melakukan penelitian dan pengolahan data, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil pengujian tarik dapat disimpulkan bahwa semakin lama gesekan pada material menyeabkan nilai kekuatan tarik menurun,hal ini disebabkan tidak stabilnya penekanan pada saat pengelasan. Sehingga hasil pengelasan tidak sempurna karena tidak semua bagian terlas sempurna dan nilai kekuatan tariknya lebih rendah dari logam induknya.

2. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa lama gesekan solder pada material menyebabkan nilai kekerasan material semakin tinggi.

3. Pada pengujian struktur makro hasil sambungan lasnya kurang sempurna karena kurang dalamya penekanan solder pada saat pengelasan sehingga mata solder tidak masuk sampai bagian tengah spesimen. Hal ini disebabkan karena kurang stabilnya penekanan solder pada material sehingga terdapat rongga pada bagian tengah spesimen.


(3)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti menyarankan:

1. Sebaiknya penekanan solder pada saat pengelasan harus stabil supaya semua bagian dapat terlas.

2. Pada penelitian berikutnya tentang friction stir weldingvariasikan suhu pada saat pengelasan karena panas yang dihasilkan sangat mempengaruhi hasil lasan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. http://aldongutra.blogspot.com/2012/02/las-oaw-las-oxy-acetylene-welding.html.Diunduh pada Tanggal 24 mei 2014 pukul 21:00

Anonymous.http://www.hitachi.com.Diunduh pada Tanggal 17 Mei 2014 Pukul 20:00

Anonymous.http://www.stirzone.at. Diunduh padaTanggal 17 Mei 2014 Pukul 20:00

Anonymous.http://asm.matweb.com. DiunduhTanggal 24 Mei 2014 Pukul 21:00

Anonymous.http://www.alstarsh.com. Diunduh pada Tanggal 17 Mei 2014pukul 20:15

Anonymous.http://www.infometrik.com. Diunduh pada Tanggal 17 Mei 2014pukul 20:16

Anonymous.http://msiptek.itn.ac.id. Diunduh pada Tanggal 17 Mei 2014pukul 20:17

Anonymous.http://msiptek.itn.ac.id. Diunduh pada Tanggal 17 Mei 2014pukul 20:18


(5)

Anonymoushttp://sigitlaruku27.blogspot.com.Diunduh pada Tanggal 17 Mei 2014 pukul 20:19

Biswas, P. danMandal, N. R. (2011), Effect of Tool Geometries on Thermal Historyof FSW of AA1100, Supplement To TheWelding Journal, July 2011.

Harsono W. &Thosie Okumura.2000. Teknologi Pengelasanlogam. Jakarta: PradnyaParamita.

I Dewa Made Krishna Muku.KekuatanSambungan Las Aluminium Seri 1100 denganVariasiKuatArusListrikPada Proses Las Metal Inert Gas (MIG).vol 3 (2009) 11-17.

JarotWijayanto&AgdhaAnelis, 2010, Pengaruh Feed Rate terhadap Sifat Mekanik pada Pengelasan Friction Stir Welding Alumunium 6110 (Jurnal).Yogyakarta: JurusanTeknik Mesin, Institut Sains&TeknologiAkprind

KristiantoSuroNugroho, 2010.Analisa Pengujian Kekerasan Material Baja Karbon Rendah, Besi, Tembaga, Alumunium, serta Zn (seng) dengan Menggunakan Metode Uji Kekerasan Brinell.Universitas Pamulang. Tangerang.

Messler, R.W., 1999, Principle of Welding, John Wiley &Sons Inc, New York, USA


(6)

Muhammad Iqbal. Pengaruh Putaran Dan Kecepatan Tool Terhadap Sifat Mekanik Pada Pengelasan Friction Stir Welding Aluminium 5052. Vol 2 (2014).


Dokumen yang terkait

ANALISIS VARIASI KECEPATAN PENGELASAN TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PENGELASAN ALUMINIUM AA11OO METODE FRICTION STIR WELDING

1 5 22

ANALISIS VARIASI KECEPATAN PENGELASAN TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PENGELASAN ALUMINIUM AA11OO METODE FRICTION STIR WELDING

0 8 22

PENGARUH BAHAN ALUMINIUM 1100 DAN 5083 TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, SERTA STRUKTUR MAKRO PADA PENGELASAN DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING

1 6 66

PENGARUH PENGGUNAAN PIN TOOL TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MAKRO ALUMINIUM 5083 PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING

2 8 60

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

2 5 7

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

1 9 87

PENGARUH WAKTU GESEK TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN MIKRO LASAN PADA PENGELASAN GESEK (FRICTION WELDING) BAHAN STAINLESS STELL

0 3 55

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Pengaruh Kedalaman Pin (Depth Plunge) Terhadap Kekuatan Sambungan Las Pada Pengelasan Adukan Gesek Sisi Ganda (Double Sided Friction Stir Welding) Aluminium Seri 5083.

3 8 18

PENDAHULUAN Pengaruh Kedalaman Pin (Depth Plunge) Terhadap Kekuatan Sambungan Las Pada Pengelasan Adukan Gesek Sisi Ganda (Double Sided Friction Stir Welding) Aluminium Seri 5083.

0 8 6

PENDAHULUAN Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG.

0 4 6