PENGARUH BAHAN ALUMINIUM 1100 DAN 5083 TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, SERTA STRUKTUR MAKRO PADA PENGELASAN DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING

(1)

ABSTRACT

MATERIAL EFFECT ON ALUMINIUM 1100 DAN 5083 TENSILE STRENGTH , VIOLENCE , AND STRUCTURE OF MACRO WELDING

USING FRICTION STIR WELDING By:

ADITIYA EKA PRASETYA

One branch of science that are taught in Mechanical Engineering is a metal welding techniques. Along with the times, welding technology has been progressing rapidly. One is the friction welding (friction stir welding).

FSW (friction stir welding) is a welding method including friction welding, which does not require fillers. Heat is used to melt the metal work resulting from friction between the rotating object (pin) with a stationary object (workpiece) . In this study, the material used is aluminum 1100 and aluminium 5083. This study was conducted to determine the effect of the aluminum material to mechanical testing including tensile testing, hardness and macro photos.

Results of tensile testing in 1100 and 5083 aluminum with a wide variety of materials tensile test results obtained, the welding of aluminum 1100 with 1100 aluminum obtained yield was 56,94 N/mm2, then welding of aluminum 5083 with 5083 aluminum obtained yield was 94,59 N/mm2 while in tensile testing of welding aluminum mix between 1100 and 5083 obtained yield was 54,02 N/mm2. It can be concluded that the effect of the materials and elements contained in the material affects the welding tensile strength and tensile strength of greatest value in the welding of aluminum 5083 and 5083. While in hardness testing result, namely the aluminum in 1100 and 1100 in the amount of 38,7 HRb, on aluminum 5083 and 5083 in the amount of 107,4 HRb. While the aluminum mixture of 29.4 HRb hardness value. It can be concluded that the value of hardness depending on the type of material and is directly proportional to the value of tensile strength in friction stir welding method welding. In observation of the macro picture can be seen, the results of tensile testing of aluminum in 1100 and 1100 showed a rough surface, aluminum 5083 and 5083 showed a smooth surface. While aluminum mixture showed a rougher surface than the variation in 1100 and 5083. So it can be concluded that the fine grains of the weld results it will greatly affect the strength or hardness weld results.


(2)

ABSTRAK

PENGARUH BAHAN ALUMINIUM 1100 DAN 5083 TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, SERTA STRUKTUR MAKRO PADA

PENGELASAN DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING Oleh:

ADITIYA EKA PRASETYA

Salah satu cabang ilmu yang dipelajari pada Teknik Mesin adalah teknik pengelasan logam. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi pengelasan telah mengalami perkembangan dengan pesat. Salah satunya adalah pengelasan gesek (friction stir welding).

FSW (friction stir welding) adalah sebuah metode pengelasan yang tidak memerlukan bahan pengisi. Panas yang digunakan untuk mencairkan logam kerja dihasilkan dari gesekan antara benda yang berputar (pin) dengan benda yang diam (benda kerja). Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah aluminium 1100 dan aluminium 5083. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh bahan aluminium tersebut terhadap pengujian mekanik diantaranya pengujian tarik, kekerasan dan foto makro.

Hasil pengujian tarik pada aluminium 1100 dan 5083 dengan berbagai variasi bahan diperoleh hasil uji tarik, yaitu pengelasan aluminium 1100 dengan aluminium 1100 diperoleh hasil sebesar 56,94 N/mm2, kemudian pengelasan aluminium 5083 dengan aluminium 5083 diperoleh hasil sebesar 94,59 N/mm2. Sedangkan pada pengujian tarik pengelasan aluminium campuran antara 1100 dan 5083 diperoleh hasil sebesar 54,02 N/mm2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh bahan dan unsur yang terkandung pada bahan mempengaruhi kekuatan tarik pengelasan dan nilai kekuatan tarik terbesar pada pengelasan aluminium 5083 dan 5083. Sedangkan pada pengujian kekerasan diperoleh hasil, yaitu pada aluminium 1100 dan 1100 yaitu sebesar 38,7 HRb, pada aluminium 5083 dan 5083 yaitu sebesar 107,4 HRb. Sedangkan pada aluminium campuran nilai kekerasan sebesar 29,4 HRb. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai kekerasan tergantung jenis bahan dan berbanding lurus dengan nilai kekuatan tarik pada pengelasan dengan metode friction stir welding. Pada pengamatan foto makro dapat dilihat, hasil pengujian tarik aluminium 1100 dan 1100 menunjukan permukaan yang kasar, aluminium 5083 dan 5083 menunjukan permukaan yang halus. Sedangkan aluminium campuran menunjukan permukaan yang lebih kasar dibanding variasi 1100 maupun 5083. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin halus butiran hasil lasan maka akan sangat berpengaruh pada kekuatan atau kekerasan hasil lasan.


(3)

PENGARUH BAHAN ALUMINIUM 1100 DAN 5083

TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN SERTA

STRUKTUR MAKRO PADA PENGELASAN DENGAN

METODE FRICTION STIR WELDING

Oleh

ADITIYA EKA PRASETYA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Lampung

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

PENGARUH BAHAN ALUMINIUM 1100 DAN 5083

TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN SERTA

STRUKTUR MAKRO PADA PENGELASAN DENGAN

METODE FRICTION STIR WELDING

(Skripsi)

Oleh

ADITIYA EKA PRASETYA

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Nyala netral dan suhu yang dicapai pada ujung pembakar sifat-sifat

nyala. ... 9

Gambar 2. Nyala Api Netral. ... 9

Gambar 3. Nyala Api Reduksi. ... 10

Gambar 4. Nyala Api Oksidasi ... 10

Gambar 5. Skema pengelasan busur rendam ... 12

Gambar 6. Skema pengelasan terak listrik ... 13

Gambar 7. Skema Pengelasan Gesek ... 14

Gambar 8. Prinsip Frintion Stir Welding ... 16

Gambar 9. Mekanisme Friction Stir Welding ... 18

Gambar 10. Kurva tegangan-regangan ... 27

Gambar 11. Cara kerja mesin penguji kekerasan Rockwell ... 29

Gambar 12. Media Pengujian Rockwell ... 30

Gambar 13. Plat Aluminium ... 33

Gambar 14. Mesin milling ... 35

Gambar 15. Mesin uji tarik. ... 36

Gambar 16. Mesin Bor ... 37

Gambar 17. Stop Watch ... 37


(6)

viii

Gambar 19. Mikroskop ... 39

Gambar 20. Spesimen Uji Tarik standar JIS 2201-1999... 40

Gambar 21. Spesimen Uji Kekerasan. ... 41

Gambar 22. Diagram Alir Penelitian ... 43

Gambar 23. Grafik nilai kekuatan tarik rata-rata. ... 45

Gambar 24. Skema pengujian tarik. ... 46

Gambar 25. Hasil uji tarik standar JIS 2201-1999 ... 47

Gambar 26. Grafik nilai kekerasan ... 49

Gambar 27. Skema pengujian kekerasan. ... 50

Gambar 28. Spesimen uji kekerasan ... 50

Gambar 29. Pengelasan aluminium 1100... 51

Gambar 30. Pengelasan aluminium 5083... 52


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Spesifikasi Alumunium 5083. ... 24

Tabel 2. Spesifikasi Alumunium 1100. ... 25

Tabel 3. Skala kekerasan Rockwell dan Huruf Depan ... 31

Tabel 4. Nilai Kekuatan Tarik ... 44


(8)

(9)

(10)

(11)

Motto

“ Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “ Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah

mendidik aku waktu kecil”. ( Q.S. Al-Isra’17:24 ) “ Mannjadda Wa Jadda”

Barang siapa yang bersungguh-sungguh maka dia yang akan berhasil.

“ Allah mencintai pekerjaan yang apabila ia menyelesaikannya dengan baik”.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1

B. Tujuan ... 4

C. Batasan masalah ... 4

D. Sistematika penulisan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelasan ... 6

1. Jenis – jenis Pengelasan ... 6

B. Friction stir welding ... 15

C. Alumunium ... 18


(13)

v

2. Aluminium 5083 ... 23

3. Aluminium 1100 ... 24

D. Kekuatan Tarik ... 25

E. Kekerasan Rockwell ... 28

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian ... 33

B. Alat dan Bahan ... 33

C. Pelaksanaan Penelitian ... 39

D. Pengujian – pengujian ... 41

E. Diagram Alir Penelitian ... 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Pengujian Tarik ... 44

B. Pengujian Kekerasan Rockwell ... 48

C. Pengujian Struktur Makro ... 51

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 54

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

PERSEMBAHAN

Dengan kerendahan hati meraih Ridho Illahi Robbi Kupersembahkan karya kecilku ini untuk Orang-Orang Yang

Aku Sayangi

Ibunda dan Ayahandaku

Atas segala pengorbanan yang tak terbalaskan, Doa, kesabaran, keikhlasan, cinta dan kasih sayangnya

Kedua Adindaku

Sumber inspirasi, semangat dan kebanggaan dalam hidupku

Sahabat Mesin 09’

Yang turut memberikan dukungan moril untuk terus ada disampingku ketika harapan mulai redup


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 04 Mei 1991 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara di Kademangan-Blitar, Provinsi Jawa Timur, dilahirkan dari pasangan Slamet dan Harmini Sabdiasih.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 01 Bumi Dipasena Jaya pada tahun 2003, kemudian penulis menyelesaikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 01 Rawajitu Timur pada tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis menyelesaikan pendidikannya dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 02 Bandar Lampung. Dan sejak tahun 2009 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi Pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HIMATEM) untuk periode 2011-2012 sebagai anggota divisi kaderisasi, selanjutnya penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di PT. Krakatau Steel (Persero). Sejak tahun 2014 bulan Mei, penulis mulai melakukan penelitian tugas akhir skripsi tentang “Pengaruh Bahan Aluminium 1100 dan 5083 Terhadap Kekuatan Tarik, Kekerasan, Serta Struktur Makro Pada Pengelasan Dengan Metode Friction Stir Welding”. Penulis mengerjakan skripsi dibawah bimbingan

Bapak Tarono, S.T., M.T. sebagai pembimbing utama dan Bapak Zulhanif, S.T., M.T. sebagai pembimbing kedua, serta Bapak Achmad Yahya TP, S.T., M.T. sebagai penguji utama.


(16)

SANWACANA

Assalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan rahmat, nikmat, kesehatan karunia dan kelancaran hingga penulis dapat menyelesaikan Studi strata satu diperguruan tinggi Universitas Lampung. Shalawat beriring salam penulis panjatkan kepada kekasih Allah SWT, Baginda Rasullullah Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang dengan keislamannya hingga saat ini.

Skripsi dengan judul ” PENGARUH BAHAN ALUMINIUM 1100 DAN 5083 TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, SERTA STRUKTUR MAKRO PADA PENGELASAN DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING” ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan, partisipasi, dan dukungan, serta do‟a dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dan Ibuku tercinta, terima kasih Bapak, Ibu atas doa dan dukungannya, atas perhatian yang selalu berikan kepadaku, do‟a, semangat, dukungan moril, dan materi untuk menyelesaikan Tugas akhir ini, maaf Bapak, dan Ibu jika saya selama ini kurang maksimal.


(17)

ii

2. Seluruh Keluarga dan Adikku Maisyarani Dwi Setyawati dan Aprilia Tri Lestari yang selama ini selalu memberikan do‟a, semangat, motivasi dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc., Ph.D. selaku dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

4. Ibu Dr. Eng Shirley Savetlana,S.T.,M.Met selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung atas segala arahan dan motivasinya selama ini.

5. Bapak Tarkono, S.T., M.T. dan Bapak Zulhanif, S.T., M.T. selaku pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, pengetahuan, saran, serta nasehat selama proses penyelesaian skripsi.

6. Bapak Achmad Yahya TP, S.T.,M.T. selaku dosen pembahas yang telah memberikan saran dan masukan sebagai penyempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Seluruh dosen Jurusan Teknik Mesin atas ilmu yang telah diberikan selama penulis melaksanakan studi, baik materi akademik dan motivasi untuk masa yang akan datang. Tak lupa juga terima kasih kepada staff dan karyawan Gedung H Teknik Mesin Universitas Lampung.

8. Kepada teman-teman seperjuangan „‟MESIN 09‟‟, tri wibowo, mei hartanto, adi nuryansyah, riski rusdiono, muhamad todaro, feny setiawan, agus rantau jaya, juni eko purnomo, eko hermawan, rizal ahmad fadil, budi santoso, erik ilham, gunawan efendi, ardian prabowo, solihin, iqbal deby, ari ardianto, mario, andi saputra, galih kristianto, wili alfani, ronal yaki, lambok silalahi, dedi hernando, tunas dewantara, andreas harianja, edo septian, arif ridwan, ahmad adi, setyawasis.


(18)

iii

Untuk semua teknik mesin 09 jangan pernah lupa dengan almamater, dipatri didalam bilik-bilik jiwa kita “solidrity forever” kebersamaan yang terus ada.

9. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Lampung.

10.Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan, yang telah ikut serta membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua yang membaca dan bagi penulis sendiri.

Bandar Lampung, Oktober 2015 Penulis,

ADITIYA EKA PRASETYA NPM. 0915021017


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu cabang ilmu yang dipelajari pada Teknik Mesin adalah teknik pengelasan logam. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi pengelasan telah mengalami perkembangan dengan pesat. Ditemukannya metode-metode baru untuk mengatasi permasalahan dalam proses penyambungan material merupakan petunjuk adanya perkembangan dalam teknologi pengelasan. Salah satunya adalah pengelasan gesek (friction welding).

Pengelasan gesek (friction welding) merupakan salah satu solusi dalam memecahkan permasalahan penyambungan logam yang sulit dilakukan dengan

fusion welding (pengelasan cair). Pada pengelasan gesek (friction welding) proses penyambungan logamnya tanpa pencairan (solid state process) yang mana proses pengelasan terjadi sebagai akibat penggabungan antara laju putaran salah satu benda kerja yang berputar. Gesekan yang diakibatkan oleh pertemuan kedua benda kerja tersebut akan menghasilkan panas yang dapat melumerkan kedua ujung benda kerja yang bergesekan sehingga mampu melumer dan akhirnya terjadi proses penyambungan.


(20)

2

FSW (friction stir welding) merupakan sebuah metode pengelasan yang telah diketemukan dan dikembangkan oleh Wayne Thomas untuk benda kerja

alumunium dan alumunium alloy pada tahun 1991 di TWI (The Welding Institute) Amerika Serikat. Prinsip kerja FSW adalah memanfaatkan gesekan dari benda kerja yang berputar dengan benda kerja lain yang diam sehingga mampu melelehkan benda kerja yang diam tersebut dan akhirnya tersambung menjadi satu. Beberapa contoh pengelasan jenis ini adalah pembuatan bodi mobil, sayap ataupun bodi pesawat terbang serta peralatan memasak.

Penelitian Friction Stir Welding masih dikembangkan, seperti variasi desain

tool, perbaikan teknik pengelasan dan perbaikan material tool baru untuk dapat memperpanjang umur pakai tool. Metode ini menghasilkan daerah TMAZ (thermomechanically affected zone) yang lebih kecil dibandingkan dengan pengelasan busur nyala. Pengelasan ini berhasil menekan biaya proses pengelasan menjadi lebih murah karena pengelasan hanya membutuhkan input

energi yang rendah dan tidak menggunakan filler metal. Kualitas hasil pengelasan Friction Stir Welding memiliki permukaan yang lebih halus dan rata dari hasil pengelasan tradisional lain, kuat dan tidak ada pori pori yang timbul. Proses ini ramah terhadap lingkungan karena tidak ada uap atau percikan dan tidak ada silauan busur nyala pada fusion. Hasil dari pengelasan dengan menggunakan busur nyala atau gas terutama pengelasan dissimilar metal terdapat beberapa kerugian seperti retak dan cacat pengelasan, juga hasil penyambungan yang kurang sempurna. Friction Stir Welding adalah suatu


(21)

3

metode pengelasan baru yang dapat menjadi solusi untuk masalah tersebut (Wijayanto, 2012).

Berdasarkan uraian pada paragrap sebelumnya, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengelasan dengan menggunakan metode friction stir welding untuk menyambung dua plat aluminium yang berbeda. Aluminium tersebut adalah aluminium 1100 dan aluminium 5083, di mana pada penelitian ini menggunakan tiga variasi bahan. Variasi bahan yaitu meliputi aluminium 1100 dengan aluminium 1100, aluminium 5083 dengan aluminium 5083 dan aluminium 1100 dengan 5083. Seperti yang kita ketahui untuk aluminium 1100 merupakan aluminium murni sedangkan aluminium 5083 merupakan aluminium paduan yang di dalamnya terdapat unsur magnesium sebagai paduannya. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat mengetahui kekuatan sambungan las dari masing-masing variasi bahan aluminium tersebut.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bahan pada sambungan plat alumunium 1100 dan alumunium 5083 terhadap pengujian kekerasan, pengujian tarik serta pengujian makro mengunakan metode friction stir welding.


(22)

4

C. Batasan Masalah

Batasan masalah diberikan agar pembahasan dari hasil yang didapatkan lebih terarah. Adapun batasan masalah yang diberikan pada penelitian ini, yaitu :

1. Pengelasan yang dilakukan dengan metode friction stir welding

2. Benda yang dilas berupa plat aluminium

3. Pengujian yang akan dilakukan adalah pengujian tarik dan kekerasan 4. Kedua permukaan material diasumsikan rata pada saat proses pengelasan.

D. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang, tujuan, batasan masalah, hipotesa, dan sistematika penulisan dari penelitian ini

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan tentang teori dan parameter-parameter yang berhubungan dengan penelitian

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisi beberapa tahapan persiapan sebelum pengujian, prosedur pengujian, dan diagram alir pengujian

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Yaitu berisikan pembahasan serta hasil berisikan data-data yang didapat dari hasil penelitian dan pembahasannya.


(23)

5

BAB V : PENUTUP

Berisikan hal-hal yang dapat disimpulkan dan saran-saran yang ingin disampaikan dari penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengelasan

Pengelasan adalah proses penyambungan setempat antara dua bagian logam atau lebih dengan memanfaatkan energi panas. Pengelasan merupakan teknik penyambungan logam yang dipergunakan secara luas, seperti pada kontruksi bangunan baja dan kontruksi mesin. Luasnya penggunaan teknologi pengelasan dikarenakan dalam proses pembuatan suatu kontruksi bangunan atau mesin akan menjadi lebih ringan dan lebih sederhana, sehingga biaya produksi menjadi lebih murah dan lebih efisien (Wijayanto,2012).

1. Jenis-Jenis Pengelasan a. Las Busur Listrik

Las Busur Listrik (SMAW: Shielded Metal Arc Welding) adalah proses pengelasan di mana panas dihasilkan dari busur nyala listrik antara ujung elektroda dengan logam yang dilas. Las SMAW merupakan pengelasan yang dilakukan dengan jalan mengubah arus listrik menjadi panas untuk melelehkan atau mencairkan permukaan benda yang akan disambung dengan membangkitkan busur nyala listrik melalui sebuah elektroda. Busur nyala listrik diakibatkan perbedaan tegangan listrik


(25)

7

antara kedua kutub, yaitu benda kerja dan elektroda. Perbedaan tegangan ini disebut dengan tegangan busur nyala. Besarnya tegangan busur nyala ini antara 20 volt sampai 40 volt (Siswanto,2012).

Prinsip pengelasan las busur listrik adalah sebagai berikut : arus listrik yang cukup padat dan tegangan rendah bila dialirkan pada dua buah logam yang konduktif akan menghasilkan loncatan elekroda yang dapat menimbulkan panas yang sangat tinggi mencapai suhu 50000 C sehingga kedua logam tersebut dapat mencair.

Proses pemindahan logam cair seperti dijelaskan diatas sangat mempengaruhi sifat maupun las dari logam, dapat dikatakan bahwa butiran logam cair yang halus mempunyai sifat mampu las yang baik. Sedangkan proses pemindahan cairan sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Selama proses pengelasan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda sebagai zat pelindung yang sewaktu pengelasan ikut mencair. Tetapi karena berat jenisnya lebih ringan dari bahan logam yang dicairkan, maka cairan fluks tersebut mengapung diatas cairan logam dan membentuk terak sebagai penghalang oksidasi. Dalam beberapa fluks bahan tidak terbakar, tetapi berubah menjadi gas pelindung dari logam cair terhadap oksidasi (Wiryosumarto dan Okumura, 2000).

Elektroda SMAW terdiri dari 2 bagian yaitu bagian inti yang terbuat dari baja yang berfungsi sebagai bahan pengisi (filler) dan bahan pembungkus yang disebut fluks. Fungsi dari fluks adalah : sebagai


(26)

8

sumber terak untuk melindungi logam cair dari udara sekitarnya, menjaga busur listrik agar tetap stabil, sebagai deoksidator, menghasilkan gas pelindung, mengurangi percikan api dan uap pada pengelasan, dan sebagai sumber dari unsur paduan. Kode elektroda sudah distandarkan atau ditetapkan standarisasi oleh AWS (American Welding Society) dan ASTM (American For Testing Material).

Gerakan elektroda pada saat pengelasan harus diperhatikan pada saat pengelasan berlangsung, karena gerakan elektroda juga dapat menentukan baik atau buruknya hasil pengelasan. Tujuan gerakan elektroda adalah untuk mendapatkan deposit logam las dengan permukaan yang rata dan halus dan menghindari terjadinya takikan dan pencampuran terak (Wiryosumarto dan Okumura, 2004).

b. Las Oksi Asetilen (Oxyacetilene Welding)

Pada las oxycetilene, panas dihasilkan dari reaksi pembakaran anatara

gas acettylene dengan oksigen. Nyala yang dihasilkan terdiri dari dari 2 daerah/zona, yaitu:

Daerah pembakaran primer (primary combution) menghasilkan panas sekitar 1/3 dari total panas pembakaran sempurna. C2H2 + O2 = 2CO + H2 kerucut dalam daerah pembakaran sekunder yang terjadi setelah pembakaran primer berlangsung 2CO + O2 = 2CO22H2 + 2(atmosfir) = 2H2O kerucut luar.


(27)

9

Gambar 1. Nyala netral dan suhu yang dicapai pada ujung pembakar Sifat-sifat nyala.

(http://aldongutra.blogspot.com)

Berikut ini merupakan macam-macam nyala api pad alas Oksi Asetilen: 1.Netral

Gambar 2. Nyala Api Netral (http://aldongutra.blogspot.com)


(28)

10

2.Reduksi

Gambar 3. Nyala Api Reduksi (http://aldongutra.blogspot.com)

Jika terjadi kelebihan C2H2 akan terjadi pembakaran tak sempurna. Sehingga nyala api ini biasanya digunakan untuk pengelasan aluminium, magnesium dan untuk mencegah lepasnya karbon (decarburization) pada baja karbon tinggi.

3.Oksidasi

Gambar 4. Nyala Api Oksidasi (http://popaymini.blogspot.com)

Jika terlalu banyak oksigen terjadi pembakaran tak sempurna. Nyala ini biasanya digunakan unsur-unsur yang mudah menguap waktu pengelasan seperti zinc atau kuningan (paduan Cu-Zn) melalui pembentukan lapisan oksida (Wiryosumarto dan Okumura, 2000).


(29)

11

c. Las Busur Tungsten Gas Mulia (Gas Tungsten Arc Welding/GTAW)

Proses pengelasan di mana sumber panas berasal dari loncatan busur listrik antara elektroda terbuat dari wolfram/tungsten dan logam yang dilas. Pada pengelasan ini logam induk (logam asal yang akan disambung dengan metode pengelasan biasanya disebut dengan istilah logam induk) tidak ikut terumpan (non consumable electrode). Untuk melindungi electroda dan daerah las digunakan gas mulia (argon atau helium).Sumber arus yang digunakan bisa AC (arus bolak-balik) maupun DC (arus searah) (Wiryosumarto dan Okumura, 2000).

d. Las Busur Logam Gas (Gas Metal Arc Welding)

Proses pengelasan di mana sumber panas berasal dari busur listrik antara elektroda yang sekaligus berfungsi sebagai logam yang terumpan (filler) dan logam yang dilas. Las ini disebut juga metal inert gas (MIG) welding karena menggunakan gas mulia seperti argon dan helium sebagai pelindung busur dan logam cair (Wiryosumarto dan Okumura, 2000).

e. Las Busur Electroda Terbungkus (Shielded Metal Arc Welding/SMAW)

Proses pengelasan di mana panas dihasilkan dari busur listrik antara ujung elektroda dengan logam yang dilas. Elektroda terdiri dari kawat logam sebagai penghantar arus listrik ke busur dan sekaligus sebagai bahan pengisi (filler). Kawat ini dibungkus dengan bahan fluks.


(30)

12

Biasanya dipakai arus listrik yang tinggi (10-500 A) dan potensial yang rendah (10-50 V). Selama pengelasan, fluks mencair dan membentuk terak (slag) yang berfungsi sebagai lapisan pelindung logam las terhadap udara sekitarnya. Fluks juga rnenghasilkan gas yang bisa melindungi butiran-butiran logam cair yang berasal dari ujung elektroda yang mencair dan jatuh ke tempat sambungan (Wiryosumarto dan Okumura, 2000).

f. Las Busur Rendam (Submerged Arc Welding/SAW)

Proses pengelasan di mana busur listrik dan logam cair tertutup oleh lapisan serbuk fluks sedangkan kawat pengisi (filler) diumpankan secara kontinyu. Pengelasan ini diiakukan secara otomatis dengan arus listrik antara 500-2000 Ampere (Wiryosumarto dan Okumura, 2000).

Gambar 5. Skema pengelasan busur rendam (http://religius.blogspot.com)


(31)

13

g. Las Terak Listrik (Electroslag Welding)

Proses pengelasan di mana energi panas untuk melelehkan logam dasar (base metal) dan logam pengisi (filler) berasal dari terak yang berfungsi sebagai tahanan listrik (I2Rt) ketika terak tersebut dialiri arus listrik. Pada awal pengelasan, fluks dipanasi oleh busur listrik yang mengenai dasar sambungannya. Kemudian logam las terbentuk pada arah vertikal sebagai hasil dari campuran antara bagian sisi dari logam induk dengan logam pengisi (filler) cair. Proses pencampuran ini berlangsung sepanjang alur sambungan las yang dibatasi oleh plat yang didinginkan dengan air (Wiryosumarto dan Okumura, 2000).

Gambar 6. Skema pengelasan terak listrik (http://bp.blogspot.com)

h. Pengelasan Gesek (Friction Stir Welding)

Friction Stir Welding merupakan proses penyambungan logam dengan memanfaatkan energi panas yang diakibatkan oleh gesekan antara dua material. Bila dibandingkan dengan proses penyambungan diatas


(32)

14

friction welding kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut:

1. Kebersihan permukaan sambungan tidak diperlukan, karena selama proses friction permukaan akan terkelupas dan terdeformasi kebagian luar.

2. Tidak memerlukan logam pengisi, pelindung flux dan gas pelindung selama proses

3. Tidak terdapat cacat akibat penomena pencairan dan pembekuan. 4. Dimungkinkan untuk menyambung dua material logam yang

berbeda.

5. Ongkos pengerjaan lebih ringan.

Namun friction welding memiliki kekurangan yaitu ; 1. Benda yang disambung harus simetris

2. Proses umunya terbatas pada permukaan plat dan bentuk batang bulat.

3. Salah satu material yang disambung harus memiliki sifat mampu dideformasi secara plastis (Messler,1999).

Gambar 7. Skema Pengelasan Gesek (http://blogger.com)


(33)

15

B. Friction Stir Welding

FSW (friction stir welding) adalah sebuah metode pengelasan yang termasuk pengelasan gesek, yang pada prosesnya tidak memerlukan bahan penambah atau pengisi. Panas yang digunakan untuk mencairkan logam kerja dihasilkan dari gesekan antara benda yang berputar (pin) dengan benda yang diam (benda kerja). Pin berputar dengan kecepatan konstan disentuhkan ke material kerja yang telah dicekam. Gesekan antara kedua benda tersebut menimbulkan panas sampai ±80 % dari tititk cair material kerja dan selanjutnya pin ditekankan dan ditarik searah daerah yang akan dilas. Putaran dari pin bisa searah jarum jam atau berlawanan dengan arah jarum jam (Wijayanto, 2010).

Pin yang digunakan pada pengelasan Friction Stir Welding harus mempunyai titik cair dan kekerasan yang lebih dibandingkan dengan material kerja, sehingga hasil lasan bisa baik. Pengelasan dengan menggunakan metode FSW bisa digunakan untuk menyambungkan material yang sama (similar metal) ataupun material yang tidak sama (dissimilar metal) seperti baja dengan baja tahan karat, alumunium dengan kuningan dan memungkinkan untuk mengelas kombinasi material lain yang tidak dapat dilas dengan menggunakan metode pengelasan yang lain. Parameter pengelasan yang dilakukan harus disesuaikan sedemikian rupa, sehingga pengurangan volume dari pin ketika terjadi gesekan dengan material kerja bisa diperkecil. Hal ini bertujuan untuk menjaga masukan panas yang konstan sepanjang pengelasan. Prinsip Friction Stir Welding yang ditunjukkan pada Gambar 8 dengan gesekan dua benda yang terus-menerus akan menghasilkan panas, ini menjadi suatu prinsip dasar terciptanya suatu proses pengelasan gesek. Pada proses


(34)

16

friction stir welding, sebuah tool yang berputar ditekankan pada material yang akan disatukan (Wijayanto, 2010).

Gambar 8. Prinsip Frintion Stir Welding

(http://www.hitachi.com)

Gesekan tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi pin/probe dengan material, mengakibatkan pemanasan setempat yang mampu melunakkan bagian tersebut. Tool bergerak pada kecepatan tetap (parameter 1) dan bergerak melintang (parameter 2) pada jalur pengelasan (joint line) dari material yang akan disatukan. Pengelasan yang dilakukan harus disesuaikan sedemikian rupa, sehingga pengurangan volume dari pin ketika terjadi gesekan dengan material kerja bisa diperkecil. Hal ini bertujuan untuk menjaga masukan panas yang konstan sepanjang pengelasan. Gesekan tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi pin/probe dengan material, mengakibatkan pemanasan setempat yang mampu melunakkan bagian tersebut. Tool bergerak pada kecepatan tetap (parameter 1) dan bergerak melintang (parameter 2) pada jalur pengelasan (joint line) dari material yang akan disatukan. Pengelasan yang dilakukan harus


(35)

17

disesuaikan sedemikian rupa, sehingga pengurangan volume dari pin ketika terjadi gesekan dengan material kerja bisa diperkecil. Hal ini bertujuan untuk menjaga masukan panas yang konstan sepanjang pengelasan.

Ada dua kecepatan alat yang harus diperhitungkan dalam pengelasan ini yaitu seberapa cepat tool itu berputar dan seberapa cepat tool itu melintasi jalur pengelasan (joint line). Gerakkan tool ditunjukkan pada Gambar 9. Kedua parameter ini harus ditentukan secara cermat untuk memastikan proses pengelasan yang efisien dan hasil yang memuaskan. Hubungan antara kecepatan pengelasan dan input panas selama proses pengelasan sangat kompleks, tetapi umumnya dapat dikatakan bahwa meningkatnya kecepatan rotasi dan berkurangnya kecepatan melintas akan mengakibatkan titik las lebih panas. Jika material tidak cukup panas maka arus pelunakan tidak akan optimal sehingga dimungkinkan akan terjadi cacat rongga atau cacat lain pada stir zone, dan kemungkinan tool akan rusak. Tetapi input panas yang terlalu tinggi akan merugikan sifat akhir lasan karena perubahan karakteristik logam dasar material. Oleh sebab itu dalam menentukan parameter harus benar-benar cermat, input panas harus cukup tinggi tetapi tidak terlalu tinggi untuk menjamin plastisitas material serta untuk mencegah timbulnya sifat-sifat las yang merugikan.


(36)

18

Gambar 9. Mekanisme Friction Stir Welding

(http://www.stirzone.at)

Tekanan shoulder diharapkan untuk menjaga material lunak tidak keluar jalur dan memberi efek tempa (forgin). Material panas ditekan dari atas oleh

shoulder dan ditahan oleh alas dari bawah. Proses ini bertujuan untuk mamadatkan material sehingga penguatan sambungan terjadi akibat efek tempa tersebut. Selain itu tekanan shoulder juga menghasilkan input panambahan karena permukaannya yang lebih besar bergesekan dengan material (Wijayanto, 2010).

C. Aluminium

Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu, tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tarik Aluminium murni adalah 90 MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tarik berkisar hingga 200 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk, diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing), dan


(37)

19

diekstrusi. Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya lapisan Aluminium Oksida ketika Aluminium terpapar dengan udara bebas. Lapisan Aluminium Oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh (Made dan Muku, 2009).

1. Sifat-sifat Aluminium

Sifat teknik bahan aluminium murni dan aluminium paduan dipengaruhi oleh konsentrasi bahan dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan tersebut. Aluminium terkenal sebagai bahan yang tahan terhadap korosi. Hal ini disebabkan oleh fenomena pasivasi, yaitu proses pembentukan lapisan aluminium oksida di permukaan logam aluminium segera setelah logam terpapar oleh udara bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Namun, pasivasi dapat terjadi lebih lambat jika dipadukan dengan logam yang bersifat lebih katodik, karena dapat mencegah oksidasi aluminium. Adapun sifat-sifat mekanik dari aluminium adalah sebagai berikut:

a. Kekuatan tarik

Kekuatan tarik adalah besar tegangan yang didapatkan ketika dilakukan pengujian tarik. Kekuatan tarik ditunjukkan oleh nilai tertinggi dari tegangan pada kurva tegangan-regangan hasil pengujian, dan biasanya terjadi ketika terjadinya necking. Kekuatan tarik bukanlah ukuran kekuatan yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai suatu acuan terhadap kekuatan bahan.

Kekuatan tarik pada aluminium murni pada berbagai perlakuan umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 MPa, sehingga untuk


(38)

20

penggunaan yang memerlukan kekuatan tarik yang tinggi, aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam lain, ditambah dengan berbagai perlakuan termal, aluminium paduan akan memiliki kekuatan tarik hingga 200 Mpa.

b. Kekerasan

Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu bahan yang mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut. Ketika diaplikasikan suatu gaya. Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas, plastisitas, viskoelastisitas, kekuatan tarik, ductility, dan sebagainya. Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan berbagai metode. Yang paling umum adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan Rockwell.

Kekerasan bahan aluminium murni sangatlah kecil, yaitu sekitar 20 skala Brinnel, sehingga dengan sedikit gaya saja dapat mengubah bentuk logam. Untuk kebutuhan aplikasi yang membutuhkan kekerasan, aluminium perlu dipadukan dengan logam lain dan/atau diberi perlakuan termal atau fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu dan diperlakukan quenching, lalu disimpan pada temperatur tinggi dapat memiliki tingkat kekerasan Brinnel sebesar 160.

c. Ductility (kelenturan)

Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis tanpa terjadinya retakan. Dalam suatu pengujian tarik, ductility


(39)

21

tinggi akan mengalami necking yang sangat sempit, sedangkan bahan yang memiliki ductility rendah, hampir tidak mengalami necking. Sedangkan dalam hasil pengujian tarik, ductility diukur dengan skala yang disebut elongasi. Elongasi adalah seberapa besar pertambahan panjang suatu bahan ketika dilakukan uji kekuatan tarik.

d. Recyclability (daya untuk didaur ulang)

Aluminium adalah 100% bahan yang dapat didaur ulang tanpa penurunan dari kualitas awalnya, peleburannya memerlukan sedikit energi, hanya sekitar 5% dari energi yang diperlukan untuk memproduksi logam utama yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang (Made dan Muku, 2009).

Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi, tahan terhadap karat dan merupakan konduktor listrik yang cukup baik. Logam ini dipakai secara luas dalam bidang kimia, listrik, bangunan, transportasi dan alat-alat penyimpanan. Kemajuan akhir-akhir ini dalam teknik pengelasan busur listrik dengan gas mulia menyebabkan pengelasan aluminium dan paduannya menjadi sederhana dan dapat dipercaya. Karena hal ini maka penggunaan aluminium dan paduannya di dalam banyak bidang telah berkembang. Berdasarkan unsur-unsur paduan yang dikandungnya, aluminium dibagi menjadi tujuh jenis, yaitu:

1. Jenis Al-murni teknik (seri 1000)

Yaitu aluminium dengan kemurnian antara 99,0% lan 99,9%. Aluminium dalam seri ini disamping sifatnya yang baik dalam tahan karat, konduksi


(40)

22

panas dan konduksi listrik juga memiliki sifat yang memuaskan dalam mampu las dan mampu potong.

2. Jenis paduan Al-Cu (Seri 2000)

Jenis paduan Al-Cu adalah jenis yang dapat diperlakuan panas. Dengan melalui pengerasan endap atau penyepuhan. Sifat mekanik paduan ini dapat menyamai sifat dari baja lunak, tetapi daya tahan korosinya rendah bila dibanding dengan jenis paduan yang lainnya. Sifat mampu-lasnya juga kurang baik, karena itu paduan jenis ini biasanya digunakan pada konstruksi keling dan banyak sekali digunakan dalam konstruksi pesawat terbang seperti duralumin (2017) clansuper duralumin (2024).

3. Jenis Paduan Al-Mn (seri 3000)

Paduan ini adalah jenis yang tidak dapat diperlakukan panas sehingga kenaikan kekuatannya hanya dapat diusahakan melalui pengerjaan dingin dalam proses permbuatannya. Bila dibandingkan dengan jenis Al-murni paduan ini mempunyai sifat yang sama dalam hal daya tahan korosi, mampu potong dan sifat mampu lasnya.

4. Jenis Paduan Al-Si (Seri 4000)

Paduan Al-Si sangat baik kecairannya dan cocok untuk paduan coran. Paduan ini mempunyai ketahanan korosi yang baik, sangat ringan, koefisien pemuaian yang rendah dan sebagai penghantar panas dan listrik yang baik. Material ini biasa dipakai untuk torak motor dan sebagai filler las (setelah dilakukan beberapa perbaikan komposisi).


(41)

23

5. Paduan jenis Al-Mg (Seri 5000)

Jenis ini termasuk paduan yang tidak dapat diperlakuan panas, tetapi mempunyai sifat yang baik dalam daya tahan korosi, terutama korosi oleh air laut, dan dalam sifat mampu lasnya.

6. Paduan jenis Al-Mg-Si (seri 6000)

Paduan ini termasuk dalam jenis yang dapat diperlakuan panas dan rnempunyai sifat mampu potong, mampu las dan daya tahan korosi yang cukup. Sifat yang kurang baik dari paduan ini adalah terjadinya pelunakan pada daerah las.

7. Paduan jenis Al-Zn (seri 7000)

Paduan ini termasuk jenis yang dapat diperlakuan panas. Biasanya ke dalam paduan pokok Al-Zn ditambahkan Mg, Cu dan Cr. Kekuatan tarik yang dapat dicapai lebih dari 50 kg/mm2, sehingga paduan ini dinamakan juga ultra duralumin. Berlawanan dengan kekuatan tariknya, sifat mampu las dan daya tahannya terhadap korosi kurang menguntungkan (Made dan Muku, 2009).

2. Aluminium 5083

Aluminium terdiri dari beberapa kelompok yang dibedakan berdasarkan paduan penyusunnya. Penambahan paduan ini akan menghasilkan sifat yang berbeda pula. Aluminium 5083 merupakan paduan aluminium dengan magnesium (Mg), paduan ini memiliki sifat tidak dapat diperlakukan-panas, tetapi memiliki sifat baik dalam daya tahan korosi terutama korosi oleh air laut dan sifat mampu las Al-Mg banyak dipakai untuk konstruksi umum termasuk konstruksi kapal.


(42)

24

TabeL 1. Spesifikasi Alumunium 5083 Element present (%)

Si Fe Cu Mn Mg Cr Zn Ti Al max 0.4 max 0.4 max 0.1 0.4 - 1.0 4.0 - 4.9 0.05 - 0.25

max 0.25 max 0.15 remainder (http://asm.matweb.com)

3. Aluminium 1100

Pada penelitian ini logam aluminium yang digunakan adalah aluminium seri 1100. Aluminium ini dikenal sebagai aluminium yang memiliki ketahanan korosi yang sangat bagus, konduktivitas listrik serta sifat mampu bentuk yang baik. Aluminium 1100 ini biasanya digunakan untuk pembuatan pelat nama, heat exchanger, kemasan bahan kimia dan berbagai jenis makanan, berbagai peralatan penyimpan serta perakitan komponen pengelasan lainnya (Wright, 2005).


(43)

25

Tabel 2. Spesifikasi Alumunium 1100

%Si %Fe %Cu %Mn %Mg %Ti %Zn %Al

UTS (N/mm2 )

Elong (%)

0,14 0,56 0,08 0,01 0,01 0,01 0,02 99,0

8

119,5 10

Sumber: Komposisi Aluminium AA 1100 berdasarkan Actual Mill Chemical and Mechanical Property Test Report In Imperial Nomenclature

D.Kekuatan Tarik

Untuk mengetahui kekuatan dan cacat yang terjadi pada sambungan logam hasil pengelasan dapat dilakukan dengan pengujian merusak dan pengujian tidak merusak. Pengujian merusak dapat dilakukan dengan uji mekanik untuk mengetahui kekuatan sambungan logam hasil pengelasan, yang salah satunya dapat dilakukan suatu uji tarik yang telah distandarisasi. Kekuatan tarik sambungan las sangat dipengaruhi oleh sifat logam induk, daerah HAZ, sifat logam las, dan geometri serta distribusi tegangan dalam sambungan (Wiryosumarto dan Okumura, 2000).

Untuk melaksanakan pengujian tarik dibutuhkan batang tarik. Batang tarik, dengan ukuran-ukuran yang dinormalisasikan, dibubut dari spesimen yang akan diuji. Uji tarik merupakan salah satu dari beberapa pengujian yang umum digunakan untuk mengetahui sifat mekanik dari satu material. Dalam bentuk yang sederhana, uji tarik dilakukan dengan menjepit kedua ujung spesimen uji tarik pada rangka beban uji tarik. Gaya tarik terhadap spesimen uji tarik diberikan oleh mesin uji tarik (Universal Testing Machine) yang menyebabkan terjadinya pemanjangan spesimen uji dan sampai terjadi patah.


(44)

26

Dalam pengujian, spesimen uji dibebani dengan kenaikan beban sedikit demi sedikit hingga spesimen uji tersebut patah, kemudian sifat-sifat tarikannya dapat dihitung dengan persamaan :

Tegangan: σ = (kgf/mm2)……….………(1) Dimana: F = beban (kgf)

Ao = luas mula dari penampang batang uji (mm2)

Regangan: ε = x 100% ………...(2)

Dimana: Lo= panjang mula dari batang uji (mm) L = panjang batang uji yang dibebani (mm)

Hubungan antara tegangan dan regangan dapat dilihat dalam gambar 10 Titik P menunjukkan batas dimana hukum Hooke masih berlaku dan disebut batas proporsi, dan titik E menunjukkan batas dimana bila beban diturunkan ke nol lagi tidak akan terjadi perpanjangan tetap pada batang uji dan disebut batas elastis. Titik E sulit ditentukan dengan tepat karena itu biasanya ditentukan batas elastis dengan perpanjangan tetap sebesar 0,005% sampai 0,01%. Titik S1 disebut titik luluh atas dan titik S2 titik luluh bawah. Pada beberapa logam batas luluh ini tidak kelihatan dalam diagram tegangan-regangan, dan dalam hal ini tegangan luluhnya ditentukan sebagai tegangan dengan regangan sebesar 0,2% (Wiryosumarto dan Okumura, 2000).


(45)

27

Gambar 10. Kurva tegangan-regangan (Wiryosumarto dan Okumura ,2000)

Uji tarik suatu material dapat dilakukan dengan menggunakan universal testing machine. Benda uji dijepit pada mesin uji tarik, kemudian beban statis dinaikkan secara bertahap sampai spesimen putus. Besarnya beban dan pertambahan panjang dihubungkan langsung dengan plotter, sehingga diperoleh grafik tegangan (Kgf/mm2) dan regangan (%) yang memberikan informasi data berupa tegangan luluh (σys), tegangan ultimate (σult), modulus elastisitas bahan (E), ketangguhan dan keuletan sambungan las yang diuji tarik (Nugroho, 2010).

E.Kekerasan Rockwell

Pengujian rockwell angka kekerasan yang diperoleh merupakan fungsi derajat indentasi. Beban dan indentor yang digunakan bervariasi tergantung pada kondisi pengujian. Berbeda dengan pengujian brinell, indentor dan beban yang digunakan lebih kecil sehingga menghasilkan indentasi yang lebih kecil dan lebih halus. Banyak digunakan di industri karena prosedurnya lebih cepat (Nugroho, 2010).


(46)

28

Uji kekerasan ini banyak digunakan di Amerika Serikat, hal ini disebabkan oleh sifat-sifatnya yaitu: cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil, sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap, dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasannya. Mula-mula diterapkan beban kecil sebesar 10 kg untuk menempatkan benda uji. Hal ini akan memperkecil jumlah preparasi permukaan yang dibutuhkan dan juga memperkecil kecenderungan untuk terjadi penumbukan keatas atau penurunan yang disebabkan oleh penumbuk.

Kemudian diterapkan beban yang besar, dan secara otomatis kedalaman lekukan akan terekam pula gauge penunjuk yang menyatakan angka kekerasan. Penunjuk tersebut terdiri atas 100 bagian, masing-masing bagian menyatakan penembusan sedalam 0,00008 inci. Tetapi tidak seperti penentuan kekerasan cara Vickers dan Brinell, yang mempunyai satuan kg per milimeter kuadrat (kg/mm2), angka kekerasan Rockwell semata-mata tergantung pada kita (Nugroho, 2010).


(47)

29

Gambar 11. Cara kerja mesin penguji kekerasan Rockwell. (Nugroho, 2010)

Suatu kombiasi antara beban dan penumbuk, tidak akan memberikan hasil yang memuaskan, untuk bahan-bahan yang mempunyai daerah kekerasan yang luas. Biasanya digunakan penumbuk berupa kerucut intan 120 dengan puncak yang hampir bulat dan dinamakan penumbuk Brale, serta bola baja berdiameter

inci dan inci. Beban besar yang digunakan adalah 60, 100,

dan 150 kg. Karena kekerasan Rockwell tidak tergantung pada beban dan penumbuk, maka diperlukan mengenai kombinasi yang digunakan. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan awalan huruf pada angka kekerasan yang menunjukkan kombinasi beban dan penumbuk tertentu untuk skala beban yang digunakan. Suatu kekerasan Vickers yang tidak mempunyai awalan huruf, tidak mempunyai arti (Nugroho, 2010).


(48)

30

Gambar 12. Media Pengujian Rockwell. Sumber: (Kristianto S.N, 2010).

Baja yang diperkeras yang diuji pada skala C dengan menggunakan penumbuk intan dan beban besar 100 kg. Daerah dari skala tersebut adalah dari 0 hingga 100. skala A (penumbuk intan, beban besar 60 kg) merupakan skala kekerasan Rockwell yang paling luas, yang dapat digunakan untuk bahan-bahan mulai dari tembaga yang dilunakkan hingga kabrida sementara (cemented cabride). Terdapat skala yang dapat digunakan untuk keperluan-keperluan khusus. Angka kekerasan Rockwell B dan Rockwell C dinyatakan sebagai kedalaman indentasi dapat ditulis sebagai berikut :

002

,

0

)

mm

(

indentasi

kedalaman

130

R

B

002

,

0

)

mm

(

indentasi

kedalaman

100

R

C

Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah :

a. HRa (Untuk material yang sangat keras).

b. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter Inchi dan beban uji 100 Kgf.


(49)

31

b. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut intan dengan sudut puncak 120 derjat dan beban uji sebesar 150 kgf.

Tabel 3. Skala kekerasan Rockwell dan Huruf Depan

Skala dan Huruf Depan

Indentor Beban

Mayor Skala yang Dibaca B C A D E F G H K L M P R S V Group I Bola 1/16“ Kerucut Intan Group II Kerucut Intan Kerucut Intan Bola 1/8” Bola 1/16” Bola 1/16” Bola 1/8” Bola 1/16” Group III Bola ¼” Bola ¼” Bola ¼” Bola ½” Bola ½” Bola ½” 100 150 60 60 100 60 150 60 150 60 100 150 100 100 150 Merah Hitam Hitam Hitam Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah

(Sumber: Kristianto Suro Nugroho, 2010)

Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan ulang (reproducible) asalkan sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat dipenuhi. Sebagian besar hal-hal yang disusun berikut dapat diterapkan dengan baik pada uji kekerasan yang lain :


(50)

32

1. Penumbuk dan landasan harus bersih dan terpasang dengan baik.

2. Permukaan benda yang akan diuji harus bersih dan kering, halus, dan bebas dari oksida.

3. Permukaan yang kasar biasanya dapat menggunakan uji rockwell. 4. Permukaan harus datar dan tegak lurus terhadap penumbuk.

5. Uji untuk permukaan silinder akan memberikan pembacaan hasil pembacaan yang rendah, kesalahan yang terjadi tergantung pada lekungan, beban, penumbuk, dan kekerasan bahan. Juga telah dipublikasikan koreksi secara teoritis dan empiris.

6. Daerah diantara lekukan-lekukan harus 3 sampai 5 kali diameter lekukan.

7. Kecepatan penerapan beban harus dibakukan. Hal ini dilakukan dengan cara mengatur daspot pada mesin uji Rockwell. Tanpa pengontrolan beban secara hati-hati dapat terjadi variasi nilai kekerasan yang cukup besar pada bahan-bahan yang sangat lunak. Untuk bahan-bahan demikian, tuas pengoperasian mesin uji Rockwell harus dikembalikan keposisi semula segera setelah beban besar diterapkan secara penuh. (Nugroho, 2010)


(51)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan spesimen dilakukan di Laboratorium M-R SMKN 2 Bandar Lampung.

2. Pengujian kekerasan dilakukan di Laboratorium Teknik Metalurgi dan Material, Universitas lampung, Bandar Lampung.

3. Pengujian tarik dilakukan di Laboratorium Uji Departemen Teknik Metalurgi dan Material, ITB, Bandung.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Alumunium

Gambar 13. Plat Aluminium (http://www.alstarsh.com)


(52)

34

Aluminium ialah unsur kimia. Lambang aluminium ialah (Al) dan nomor atomnya 13. Aluminium ialah logam paling berlimpah, aluminium bukan merupakan jenis logam berat, namun merupakan elemen yang berjumlah sekitar 8% dari permukaan bumi dan paling berlimpah ketiga. Aluminium terdapat dalam penggunaan aditif makanan, antasida, buffered aspirin, astringents, semprotan hidung, antiperspirant, air minum, knalpot mobil, asap tembakau, penggunaan aluminium foil, peralatan masak, kaleng, keramik, dan kembang api.

Aluminium merupakan konduktor listrik yang baik, terang dan kuat serta merupakan konduktor yang baik juga buat panas. Aluminium dapat ditempa menjadi lembaran, ditarik menjadi kawat dan diekstrusi menjadi batangan dengan bermacam-macam penampang juga tahan korosi.

Aluminium digunakan dalam banyak hal. Kebanyakan darinya digunakan dalam kabel bertegangan tinggi juga secara luas digunakan dalam bingkai jendela dan badan pesawat terbang. Didalam rumah tangga digunakan sebagai panci, botol minuman ringan, tutup botol susu dan sebagainya. Aluminium juga digunakan untuk melapisi lampu mobil dan compact disks.


(53)

35

2. Mesin milling

Gambar 14.Mesin milling

a. Prinsip Kerja

Tenaga untuk pemotongan berasal dari energi listrik yang diubah menjadi gerak utama oleh sebuah motor listrik, selanjutnya gerakan utama tersebut akan diteruskan melalui suatu transmisi untuk menghasilkan gerakan putar pada spindel mesin milling. Spindel mesin milling adalah bagian dari sistem utama mesin milling yang bertugas untuk memegang dan memutar cutter hingga menghasilkan putaran atau gerakan pemotongan. Gerakan pemotongan pada cutter jika dikenakan pada benda kerja yang telah dicekam maka akan terjadi gesekan/tabrakan sehingga akan menghasilkan pemotongan pada bagian benda kerja, hal ini dapat terjadi karena material penyusun cutter mempunyai kekerasan diatas kekerasan benda kerja.


(54)

36

b. Fungsi

Adapun fungsi dari mesin milling ini ialah untuk memotong benda kerja dalam bentuk mendatar. Namun dalam penelitian ini mesin milling digunakan untuk pengelasan dengan metode friction stir welding.

3. Mesin Uji Tarik

Gambar 15. Mesin uji tarik (http://www.infometrik.com)

Fungsi :

Adapun fungsi dari mesin uji tarik adalah Untuk mendapatkan nilai tegangan-regangan dan modulus elastisitas (modulus young).


(55)

37

4. Mesin Bor

Gambar 16. Mesin Bor (http://www.infometrik.com)

Fungsi:

Adapun fungsi dari mesin milling / bor adalah untuk mengebor benda kerja dalam bentuk mendatar. Mesin milling/bor ini digunakan untuk membentuk spesimen hasil pengelasan dengan metode friction stir welding, yang nantinya akan digunakan dalam pengujian tarik.

5. Stopwatch

Gambar 17. Stop Watch


(56)

38

Fungsi:

Adapun fungsi Stopwatch adalah sebagai alat yang akan digunakan untuk mengukur lamanya waktu yang diperlukan dalam suatu penelitian.

6. Mesin Uji Kekerasan

Gambar 18. Mesin Uji Kekerasan (http://msiptek.itn.ac.id)

Fungsi:

Adapun fungsi dari mesin uji kekerasan adalah untuk mengetahui nilai kekerasan dari suatu bahan. Adapun pengujian yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode Rockwell yang bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.


(57)

39

7. Mikroskop

Gambar 19. Mikroskop

(http://sigitlaruku27.blogspot.com)

Fungsi :

Adapun fungsi dari mesin uji miskroskop adalah untuk mengetahui struktur mikroskop dari benda uji.

C. Pelaksanaan Penelitian

1. Pengelasan Aluminium 1100 dan 5083

a. Menyiapkan benda uji untuk pengelasan gesek, bahan Aluminium 1100 dan 5083 dengan ukuran panjang 50 mm, lebar 50 mm, dan tebal 6 mm. b. Prosedur Pengelasan:

1. Mempersiapkan mesin las

2. Mempersiapkan benda kerja pada mesin las

3. Menghidupkan mesin, sehingga pin memutar dan menekan material lalu shoulder terkena permukaan benda kerja sampai probe berada di dalam permukaan benda kerja.


(58)

40

4. Probe berada didalam benda kerja (benda kerja berada pada kondisi plastis karena pemanasan akibat dari sentuhan gesekan antara shoulder dengan permukaan benda kerja).

5. Tool bergerak mundur dan terjadi proses penyatuan material aluminium 1100 dan 5083 (joining process).

6. Proses selesai, tool diangkat dan spesimen dipindahkan dari mesin las

2. Pembuatan spesimen uji tarik

Matrial aluminium 1100 dan 5083 yang telah dilas dibentuk sesuai ukuran standar JIS 2201-1999.

Gambar 20. Spesimen Uji Tarik standar JIS 2201-1999 Keterangan :

L = 90 mm L0 = 40 mm D = 20 mm A0 = 12,5 mm


(59)

41

3. Pembuatan spesimen uji kekerasan

Matrial aluminium 1100 dan 5083 yang telah dilas dibentuk sesuai ukuran standar ASTM E384-69.

Gambar 21. Spesimen Uji Kekerasan

D. Pengujian-pengujian 1. Uji Tarik

Pada pengujian tarik Aluminium ini menggunakan standar JIS 2201-1999. Adapun proses pengujian dimulai dari meletakkan kertas millimeter block

dan meletakkannya pada plotter. Kemudian mengukur benda uji dengan menggunakan tenaga hidrolik yang dimulai dari 0 kg sehingga benda putus pada beban maksimum. Setelah benda uji putus kemudian diukur berapa besar penampang dan panjang benda uji setelah putus. Untuk melihat beban dan gaya maksimum benda uji terdapat pada layar dgital dan dicatat sebagai data, setelah semua data diperoleh kemudian menghitung kekuatan tarik, kekuatan luluh, dan perpanjangan benda.


(60)

42

2. Uji Kekerasan Rockwell

Pengujian kekerasan yang dilakukan pada aluminium1100 dan 5083 yang telah dilas menggunakan FSW ialah dengan pengujian kekerasan Rockwell, dengan menggunakan standar ASTM E384-69. Adapun langkah kerja yang dilakukan dimulai dari meletakkan benda kerja pada mesin uji.

Kemudian menyentuhkan benda kerja pada indentor, dengan cara memutar piringan searah jarum jam. Setelah itu melepaskan handel secara perlahan-lahan, dan jangan menekan menekan handel ke bawah tetapi membiarkan hendel bergerak sendiri turun ke bawah. Jarum besar pada sekala akan bergerak seiring turunnya handel ke bawah. Tunggu hingga jarum besar pada skala berhenti, setelah brhenti tunggu hingga 30 detik dari saat jarum berhenti. Kemudian gerakkan handel ke atas secara perlahan sampai maksimum dan langkah terakhir membaca harga kekerasan pada saat jarum jam berhenti.

3. Pengujian Struktur Makro

Adapun langkah pengujian struktur makro sebagai berikut : 1. Menyiapkan larutan etanol dan HNO3.

2. Menyiapkan gelas ukur.

3. Menyiapkan wadah pencampur.

4. Mencampur antara larutan etanol dengan HNO3 dengan perbandingan 98% etanol 2% HNO3.

5. Mencelupkan spesimen kelarutan etsa selama sepuluh detik. 6. Mencuci dengan air dan mengelap dengan tissue.


(61)

43

E. Diagram Alir Penelitian

Gambar 22. Diagram Alir Penelitian Mulai

Analisa dan Pembahasan

Uji Kekerasan

Data Hasil Uji Tarik

Persiapan Spesimen

Selesai

Persiapan Peralatan Pengelasan

Proses Pengelasan

Persiapan Uji Material Study Literatur

Kesimpulan Uji Struktur Makro


(62)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Setelah melakukan penelitian dan pengolahan data, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil pengujian tarik diperoleh kekuatan tarik rata-rata untuk pengelasan dengan bahan aluminium 1100 dengan 1100 adalah 56,94 N/mm2 dengan regangan rata-rata 3,7%, pada pengelasan bahan aluminium 5083 dengan 5083 adalah 94,59 N/mm2 dengan regangan rata-rata 4% dan pada pengelasan dengan bahan aluminium campuran 1100 dan 5083 adalah 54,02 N/mm2 dengan regangan rata-rata 3%. Dengan hasil ini dapat diketahui ultimate strength tertinggi pada pengelasan aluminium 5083 dengan 5083.

2. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa lama gesekan solder pada material menyebabkan hasil lasan lebih halus sehingga kedua bahan tercampur dengan baik yang berpengaruh pada kekerasan hasil lasan. Dan nilai kekerasan rata-rata tertinggi pada lasan aluminium 5083 dengan 5083 yaitu sebesar 107,4 HRb.


(63)

55

3. Pada pengujian struktur makro dapat disimpulkan bahwa semakin halus butiran hasil lasan maka akan sangat berpengaruh pada kekuatan atau kekerasan hasil lasan. Artinya semakin halus butiran berarti penyatuan kedua bahan tersebut berarti menyatu dengan baik. Keseragaman bahan serta pendistribusian partikel bahan yang baik mempengaruhi sifat mekanik hasil lasan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti menyarankan: 1. Pada penelitian berikutnya tentang friction stir welding lebih memperhatikan waktu penahanan agar didapatkan perambatan panas yang baik sehingga untuk aluminium yang berbeda hasil lasan bisa maksimal.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous.

http://aldongutra.blogspot.com/2012/02/las-oaw-las-oxy-acetylene-welding.html. Diunduh pada tanggal 4 Juli 2014 pukul 20.00 WIB

Anonymous.http://www.hitachi.com. Diunduh pada tanggal 4 Juli 2014 pukul 20.00 WIB

Anonymous.http://www.stirzone.at. Diunduh pada tanggal 4 Juli 2014 pukul 20.00 WIB

Anonymous.http://asm.matweb.com. Diunduh pada tanggal 4 Juli 2014 pukul 20.00 WIB

Anonymous.http://www.alstarsh.com. Diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 pukul 20.00 WIB

Anonymous.http://www.infometrik.com. Diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 pukul 21.00 WIB

Anonymous.http://msiptek.itn.ac.id. Diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 pukul 21.00


(65)

Anonymous.http://msiptek.itn.ac.id. Diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 pukul 21.30 WIB

Anonymous.http://sigitlaruku27.blogspot.com. Diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 pukul 21.30 WIB

Biswas, P. dan Mandal, N. R. (2011), Effect of Tool Geometries on Thermal

Historyof FSW of AA1100, Supplement To TheWelding Journal, July 2011.

Harsono W. &Thosie Okumura.2000. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya Paramita.

I Dewa Made Krishna Muku. Kekuatan Sambungan Las Aluminium Seri 1100 dengan Variasi Kuat Arus Listrik Pada Proses Las Metal Inert Gas (MIG).vol 3 (2009) 11-17.

Kristianto Suro Nugroho, 2010. AnalisaPengujianKekerasan Material Baja KarbonRendah, Besi, Tembaga, Alumunium, serta Zn (seng) denganMenggunakanMetodeUjiKekerasanBrinell. Universitas Pamulang. Tangerang.

Messler, R.W., 1999, Principle of Welding, John Wiley &Sons Inc, New York, USA

Muhammad Iqbal. Pengaruh Putaran Dan Kecepatan Tool Terhadap Sifat Mekanik Pada Pengelasan Friction Stir Welding Aluminium 5052. Vol 2 (2014).


(66)

Wijayanto J. & Anelis A., 2010, Pengaruh Feed Rate terhadap Sifat Mekanik pada Pengelasan Friction Stir Welding Alumunium 6110 (Jurnal).Yogyakarta: Jurusan Teknik Mesin, InstitutSains & Teknologi Akprind


(1)

43

E. Diagram Alir Penelitian

Gambar 22. Diagram Alir Penelitian Mulai

Analisa dan Pembahasan

Uji Kekerasan

Data Hasil Uji Tarik

Persiapan Spesimen

Selesai

Persiapan Peralatan Pengelasan

Proses Pengelasan

Persiapan Uji Material Study Literatur

Kesimpulan Uji Struktur Makro


(2)

A. Simpulan

Setelah melakukan penelitian dan pengolahan data, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil pengujian tarik diperoleh kekuatan tarik rata-rata untuk pengelasan dengan bahan aluminium 1100 dengan 1100 adalah 56,94 N/mm2 dengan regangan rata-rata 3,7%, pada pengelasan bahan aluminium 5083 dengan 5083 adalah 94,59 N/mm2 dengan regangan rata-rata 4% dan pada pengelasan dengan bahan aluminium campuran 1100 dan 5083 adalah 54,02 N/mm2 dengan regangan rata-rata 3%. Dengan hasil ini dapat diketahui ultimate strength tertinggi pada pengelasan aluminium 5083 dengan 5083.

2. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa lama gesekan solder pada material menyebabkan hasil lasan lebih halus sehingga kedua bahan tercampur dengan baik yang berpengaruh pada kekerasan hasil lasan. Dan nilai kekerasan rata-rata tertinggi pada lasan aluminium 5083 dengan 5083 yaitu sebesar 107,4 HRb.


(3)

55

3. Pada pengujian struktur makro dapat disimpulkan bahwa semakin halus butiran hasil lasan maka akan sangat berpengaruh pada kekuatan atau kekerasan hasil lasan. Artinya semakin halus butiran berarti penyatuan kedua bahan tersebut berarti menyatu dengan baik. Keseragaman bahan serta pendistribusian partikel bahan yang baik mempengaruhi sifat mekanik hasil lasan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti menyarankan: 1. Pada penelitian berikutnya tentang friction stir welding lebih memperhatikan waktu penahanan agar didapatkan perambatan panas yang baik sehingga untuk aluminium yang berbeda hasil lasan bisa maksimal.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous.http://aldongutra.blogspot.com/2012/02/las-oaw-las-oxy-acetylene-welding.html. Diunduh pada tanggal 4 Juli 2014 pukul 20.00 WIB

Anonymous.http://www.hitachi.com. Diunduh pada tanggal 4 Juli 2014 pukul 20.00 WIB

Anonymous.http://www.stirzone.at. Diunduh pada tanggal 4 Juli 2014 pukul 20.00 WIB

Anonymous.http://asm.matweb.com. Diunduh pada tanggal 4 Juli 2014 pukul 20.00 WIB

Anonymous.http://www.alstarsh.com. Diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 pukul 20.00 WIB

Anonymous.http://www.infometrik.com. Diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 pukul 21.00 WIB

Anonymous.http://msiptek.itn.ac.id. Diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 pukul 21.00 WIB


(5)

Anonymous.http://msiptek.itn.ac.id. Diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 pukul 21.30 WIB

Anonymous.http://sigitlaruku27.blogspot.com. Diunduh pada tanggal 5 Juli 2014 pukul 21.30 WIB

Biswas, P. dan Mandal, N. R. (2011), Effect of Tool Geometries on Thermal

Historyof FSW of AA1100, Supplement To TheWelding Journal, July 2011.

Harsono W. &Thosie Okumura.2000. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya Paramita.

I Dewa Made Krishna Muku. Kekuatan Sambungan Las Aluminium Seri 1100 dengan Variasi Kuat Arus Listrik Pada Proses Las Metal Inert Gas (MIG).vol 3 (2009) 11-17.

Kristianto Suro Nugroho, 2010. AnalisaPengujianKekerasan Material Baja KarbonRendah, Besi, Tembaga, Alumunium, serta Zn (seng) denganMenggunakanMetodeUjiKekerasanBrinell. Universitas Pamulang. Tangerang.

Messler, R.W., 1999, Principle of Welding, John Wiley &Sons Inc, New York, USA

Muhammad Iqbal. Pengaruh Putaran Dan Kecepatan Tool Terhadap Sifat Mekanik Pada Pengelasan Friction Stir Welding Aluminium 5052. Vol 2 (2014).


(6)

Wijayanto J. & Anelis A., 2010, Pengaruh Feed Rate terhadap Sifat Mekanik pada Pengelasan Friction Stir Welding Alumunium 6110 (Jurnal).Yogyakarta: Jurusan Teknik Mesin, InstitutSains & Teknologi Akprind