PENGARUH CADANGAN DEVISA DAN FINANCIAL DEEPENING TERHADAP NILAI TUKAR RIIL

(1)

ABSTRACT

EFFECT OF INTERNATIONAL RESERVES AND FINNCIAL DEEPENING AGAIMST REAL EXCHANGE RATES

By

HABRIANDI BUKIT

Indonesia's economy could no longer separated to the world economy. This occurs after the system was followed by an open economy that is always

associated with their activities and can not be separated from the phenomenon of international relations. Economic openness has resulted in the development of a country's balance of payments which include trade flows and foreign capital flows of a country. One of a capital flows that can get into the country is international foreign reserves that can be derived from international trade by that country. Increased exports of a country will take advantage of the increase in revenue, increase in foreign exchange, transfers of capital and the increasing number of employment opportunities.

This study has two main objectives, namely to determine the effect of

International Reserve of the Real Exchange Rate. Second, determine the effect of Financial Deepening on Real Exchange Rate. The data used are secondary data time series over the period 2005.01 - 2012.12. Models are estimated using the Ordinary Least Square (OLS).

The empirical results showed that International Reserve and Financial Deepening give effect to the Real Exchange Rates in Indonesia, although the results of this study are between Reserves and Financial Deepening, International Reserve which gives a better effect in the stability of Real Exchange Rates in Indonesia.


(2)

ABSTRAK

PENGARUH CADANGAN DEVISA DAN FINANCIAL DEEPENING TERHADAP NILAI TUKAR RIIL

Oleh

HABRIANDI BUKIT

Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan perekonomian dunia. Hal ini terjadi setelah dianutnya sistem perekonomian terbuka yang dalam aktivitasnya selalu berhubungan dan tidak lepas dari fenomena hubungan internasional. Adanya keterbukaan perekonomian ini berdampak pada perkembangan neraca pembayaran suatu negara yang meliputi arus perdagangan dan lalu lintas modal luar negeri suatu negara. Salah satu bentuk aliran modal yang masuk ke dalam negeri yaitu dapat berupa devisa yang berasal dari perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara tersebut. Meningkatnya ekspor suatu negara akan membawa keuntungan yaitu kenaikan pendapatan, kenaikan devisa, transfer modal dan makin banyaknya kesempatan kerja.

Penelitian ini memiliki dua tujuan utama, yaitu untuk mengetahui pengaruh dari Cadangan Devisa terhadap Nilai Tukar Riil. Kedua, mengetahui pengaruh Financial Deepening terhadap Nilai Nukar Riil. Data yang digunakan adalah data sekunder runtun waktu selama periode 2005.01 – 2012.12. Model diestimasi dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS).

Hasil empiris penelitian menunjukkan bahwa Cadangan Devisa dan Financial Deepening memberikan pengaruh terhadap Nilai Tukar Riil di Indonesia, meski hasil dari penelitian ini yaitu antara Cadangan Devisa dan Financial Deepening, Cadangan Devisa yang memberikan pengaruh lebih baik dalam stabilitas Nilai Tukar Riil di Indonesia.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan perekonomian dunia. Hal ini terjadi setelah dianutnya sistem perekonomian terbuka yang dalam aktivitasnya selalu berhubungan dan tidak lepas dari fenomena hubungan internasional. Adanya keterbukaan perekonomian ini berdampak pada perkembangan neraca pembayaran suatu negara yang meliputi arus perdagangan dan lalu lintas modal luar negeri suatu negara. Salah satu bentuk aliran modal yang masuk ke dalam negeri yaitu dapat berupa devisa yang berasal dari perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara tersebut.

Meningkatnya ekspor suatu negara akan membawa keuntungan yaitu kenaikan pendapatan, kenaikan devisa, transfer modal dan makin banyaknya kesempatan kerja. Demikian pula meningkatnya impor suatu negara akan memberikan lebih banyak alternatif barang-barang yang dapat dikonsumsi dan terpenuhinya kebutuhan bahan-bahan baku penolong serta barang modal untuk kebutuhan industri di negara-negara tersebut dan transfer teknologi.

Perdagangan internasional akan terjadi pada suatu perbandingan harga tertentu yaitu antara harga ekspor dan harga impor yang sering disebut nilai tukar


(4)

perdagangan (terms of trade, TOT). Nilai tukar perdagangan merupakan salah satu yang memberikan pengaruh sangat besar terhadap kesejahteraan suatu bangsa dan juga sebagai pengukur posisi perdagangan luar negeri suatu bangsa. TOT yang disimbolkan dengan N dihitung sebagai perbandingan antara indeks harga ekspor (Px) dengan indeks harga impor (Pm) atau N = Px/Pm (Nopirin 1992: 71). Kenaikan N menunjukkan perbaikan di dalam Terms of Trade. Perbaikan terms of trade ini dapat timbul sebagai akibat nilai perubahan harga ekspor yang lebih besar relatif terhadap harga impor. Perbaikan terms of trade akan meningkatkan pendapatan negara tersebut dari perdagangan demikian sebaliknya. Selain mempengaruhi pendapatan negara, pergerakan TOT juga mempengaruhi nilai tukar riil, (Mankiw, 2000: 195).

Apabila terjadi depresiasi nilai tukar riil akibat memburuknya terms of trade maka disitulah cadangan devisa berfungsi sebagai penstabil. Perbaikan terms of trade akan meningkatkan aliran modal masuk sehingga akan kembali mendorong apresiasi nilai tukar riil. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Rajan dan Siregar (2004), diperoleh bahwa devisa merupakan kunci utama dari suatu negara untuk dapat menghindari krisis ekonomi dan keuangan. Terutama bagi negara-negara dengan perekonomian yang terbuka dimana aliran modal internasional adalah volatil atau rentan terhadap terjadinya shock yang merambat dari negara lain (contagion effect). Dengan melihat pengalaman krisis yang terjadi pada tahun 1997, negara yang memiliki devisa yang besar dapat menghindari contagion effect dari krisis dengan lebih baik dibandingkan dengan negara yang memiliki devisa yang kecil. Upaya untuk mengatasi gejolak nilai tukar akibat terms of trade shock


(5)

selain dengan cadangan devisa juga dapat diatasi dengan mengukur financial deepening (kedalaman sektor keuangan) suatu negara.

Financial deepening diukur melalui rasio M2 dibagi GDP (Gross Domestic Product). Penggunaan rasio ini dikarenakan merupakan rasio paling umum yang digunakan untuk mengukur perkembangan sektor keuangan suatu negara. Hasil rasio ini akan menunjukkan rasio penggunaan M2 untuk menghasilkan setiap GDP. Semakin kecil dalam rasio tersebut menunjukkan semakin dangkal sektor keuangan suatu negara dan semakin besar rasio tersebut menunjukkan sektor keuangan negara tersebut semakin dalam. Suatu negara dengan rasio financial deepening yang besar cederung mengurangi peran cadangan devisa sebagai penstabil nilai tukar riil. Hal ini dikarenakan negara dengan rasio financial deepening yang besar dapat dikatakan telah memiliki pertumbuhan ekonomi yang sudah baik sehingga negara tersebut dapat mengatasi gejolak nilai tukar akibat terms of trade shock dengan penyesuaian otomatis melalui mekanisme pasar, Aizenman dan Crichton (2006).

Karakteristik Indonesia sebagai “small open economy” yang menganut sistem devisa bebas dan sistem nilai tukar mengambang (free floating) menyebabkan pergerakan nilai tukar di pasar rentan oleh pengaruh faktor ekonomi dan non-ekonomi. Untuk mengurangi gejolak nilai tukar yang berlebihan maka

pelaksanaan intervensi menjadi sangat penting terutama untuk menjaga stabilitas nilai tukar pada saat tertentu yang benar-benar dibutuhkan agar dapat memberikan kepastian bagi dunia usaha. Salah satu bentuk intervensi itu adalah dengan


(6)

(2004) bahwa suatu negara yang menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas akan cenderung mengurangi permintaan cadangan devisanya. Di Indonesia, Bank Indonesia sejauh ini berupaya untuk mengoptimalkan berbagai fasilitas atau insentif agar semakin banyak eksportir yang bersedia menyerahkan devisa hasil ekspornya ke Bank Indonesia (Goeltom dan Zulverdi, 1998). Bahkan dalam masa krisis pasar modal global 2008 ini, Bank Indonesia mewajibkan pengguna valas untuk melaporkan peruntukannya jika melebihi US$10.000 per bulan.

Cadangan Devisa

Kebutuhan cadangan devisa bagi suatu negara mempunyai tujuan dan manfaat seperti halnya manfaat kekayaan bagi suatu individu (Carbaugh, 2004: 513). Motif kepemilikan cadangan devisa dapat disamakan dengan motif seseorang untuk memegang uang yaitu untuk motif transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Motif transaksi antara lain untuk membiayai transaksi impor yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendukung proses pembangunan, motif berjaga-jaga berkaitan dengan mengelola nilai tukar, serta motif yang ketiga adalah untuk lebih memenuhi kebutuhan diversifikasi kekayaan (memperoleh return dari kegiatan investasi dengan cadangan devisa (Gandhi, 2006: 1). Jhingan (2001) menyatakan bahwa “Cadangan devisa merupakan asset dari bank sentral yang dipergunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan neraca pembayaran”. Definisi tersebut senada dengan konsep International Devisa and Foreign

Currency Lliquidity (IRFCL) yang dikeluarkan oleh IMF bahwa cadangan devisa didefinisikan sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas


(7)

moneter dan dapat digunakan setiap waktu guna membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter.

Sumber: International Finance Statistic (IMF) Gambar 1.1 Cadangan Devisa

Selain untuk tujuan stabilisasi nilai tukar, terkait dengan neraca pembayaran cadangan devisa dapat digunakan untuk membiayai impor dan membayar kewajiban luar negeri. Besar kecilnya akumulasi cadangan devisa suatu negara biasanya ditentukan oleh kegiatan perdagangan (ekspor dan impor) serta arus modal negara tersebut. Kecukupan cadangan devisa ditentukan oleh besarnya kebutuhan impor dan sistem nilai tukar yang digunakan. Dalam sistem nilai tukar yang mengambang bebas, fungsi cadangan devisa adalah untuk menjaga stabilitas nilai tukar hanya terbatas pada tindakan untuk mengurangi fluktuasi nilai tukar yang terlalu tajam. Oleh karena itu, cadangan devisa yang dibutuhkan tidak perlu sebesar cadangan devisa yang dibutuhkan apabila negara tersebut mengadopsi sistem nilai tukar tetap. Wujud utama dari cadangan devisa adalah emas, hard currencies yang pada umumnya dalam bentuk empat jenis mata uang utama yang


(8)

dianggap paling berpengaruh di dunia, yaitu: US dollar, Euro, Poundsterling dan Yen serta surat-surat berharga terbitan IMF yang biasa disebut sebagai Special Drawing Rights (SDRs). Penjelasan lebih rinci mengenai komponen cadangan devisa sebagaimana dijelaskan oleh Gandhi (2006: 4).

Perkembangan manajemen nilai tukar Indonesia telah mencatat adanya perubahan yang cukup drastis ketika Bank Indonesia menetapkan perubahan manajemen nilai tukar dari sistem nilai tukar dari mengambang terkendali (managed floating exchange rate) ke sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate). Perubahan manajemen yang sangat drastis ini berawal dari kondisi moneter yang berubah pada saat memasuki pertengahan tahun 1997. Rupiah mendapatkan tekanan-tekanan depresiatif yang sangat besar diawali dengan krisis nilai tukar di Thailand dan menyebar ke negara ASEAN lainnya. Nilai tukar rupiah secara simultan mendapat tekanan yang cukup berat karena besarnya capital outflow akibat hilangnya kepercayaan investor asing terhadap prospek perekonomian Indonesia. Tekanan terhadap nilai tukar tersebut diperberat lagi dengan semakin maraknya kegiatan speculative bubble, sehingga sejak krisis berlangsung nilai tukar mengalami depresiasi hingga mencapai 75 persen (Goeltom, 1998).

Pada dasarnya Indonesia mempunyai pengalaman dalam menggunakan tiga sistem manajemen nilai tukar sejak tahun 1971 hingga sekarang (Waluyo dan Benny, 1998). Pada rentang tahun 1971 sampai tahun 1978, Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate), yaitu nilai rupiah secara langsung dikaitkan dengan nilai USD. Sejak 15 November 1978, sistem nilai tukar diubah menjadi mengambang terkendali (managed floating exchange rate) di mana nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan USD, namun terhadap sekeranjang valuta


(9)

partner dagang utama. Perubahan drastis dalam kebijakan mengambang

terkendali tersebut terjadi pada tanggal 14 Agustus 1997, yaitu ketika sebelumnya Bank Indonesia menggunakan rentang sebagai acuan atas pergerakan nilai tukar, maka sejak itu tidak ada lagi rentang sebagai acuan nilai tukar (floating exchange rate sistem) [Simorangkir, 2004:51].

Perubahan manajemen nilai tukar ini perlu dicermati lebih saksama tentang

bagaimana kejutan nilai tukar akan memengaruhi perekonomian khususnya neraca perdagangan. Perubahan manajemen nilai tukar ini tentunya akan berimplikasi terhadap karakteristik fluktuasi nilai tukar dan pengaruhnya terhadap

perekonomian terbuka. Beberapa penelitian menunjukkan adanya perubahan terhadap nilai tukar suatu mata uang mempunyai pengaruh terhadap

perekonomian, yang antara lain sering ditujukan dengan perubahan neraca perdagangan dan perubahan output.

Financial Deepening

Ukuran dari perkembangan intermediasi keuangan biasanya digunakan pengukuran indikator melalui kuantitas, kualitas, dan efisiensi dari jasa

intermediasi keuangan (Calderon, 2002:5). Terdapat beberapa indikator untuk mengetahui seberapa besar tingkat perkembangan sektor keuangan salah satu diantaranya adalah rasio antara aset keuangan dalam negeri terhadap GDP (Muklis, 2005: 2).

Penggunaan rasio M2 terhadap GDP sebagai indikator financial deepening juga dibenarkan oleh King dan Levine, (1993: 5). Semakin kecil rasio tersebut maka


(10)

semakin dangkal sektor keuangan suatu negara. Suatu negara dikatakan memiliki sektor keuangan yang dalam apabila M2 > 20% dari GDP dan dangkal apabila M2 < 20% dari GDP (Aizenman dan Crichton, 2006: 20). Telah disebutkan bahwa apabila terjadi gejolak pada nilai tukar akibat terms of trade shock maka negara dengan sektor keuangan yang dalam akan mampu menstabilkan nilai tukarnya secara otomatis melalui mekanisme pasar. Jika batas awal rasio antara M2 terhadap GDP sudah mencapai angka rasio tertentu yang sudah mencakup minimal 20% dari GDP, maka ekonomi tersebut sudah dianggap mengalami financial deepening. Mengapa menggunakan M2 dalam penelitian ini, karena M2 bukan high power money yang hanya ada didalam ekonomi domestik, melainkan merupakan besaran moneter yang berisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain dan mencerminkan interaksi antara ekonomi Indonesia sebagai suatu open

economy dengan negara-negara mitra dagang Indonesia.

Sumber: Bank Indonesia (diolah kembali) Gambar 1.2 Uang Beredar Luas (M2)


(11)

Jenis-Jenis Uang Beredar di Indonesia terdiri dari dua macam :

• Uang beredar dalam arti sempit (M1) yaitu kewajiban sistem moneter (bank sentral dan bank umum) terhadap sektor swasta domestik (penduduk) meliputi uang kartal (C) dan uang giral (D).

• Uang beredar dalam arti luas (M2) disebut juga Likuiditas Perekonomian yaitu kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik meliputi M1 ditambah uang kuasi (T).

Mekanisme Penciptaan Uang

• Terdiri dari tiga pelaku; bank sentral, bank umum dan sektor swasta domestik.

Interaksi terjadi antara penawaran uang oleh sistem moneter dan permintaan uang oleh sektor swasta domestik.

B. Permasalahan

Permasalahan yang timbul setelah peneliti membaca hal-hal diatas adalah: 1. Bagaimana pengaruh dari Cadangan Devisa dan Financial Deepening

secara parsial terhadap Nilai Tukar Riil?

2. Bagaimana pengaruh dari Cadangan Devisa dan Financial Deepening secara bersamaan terhadap Nilai Tukar Riil?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh dari Cadangan Devisa dan Financial Deepening secara parsial terhadap Nilai Tukar Riil.


(12)

2. Menganalisis pengaruh dari Cadangan Devisa dan Financial Deepening secara bersamaan terhadap Nilai Tukar Riil.

D. Kerangka Pikir

Secara skematis, kerangka pikir yang akan menjadi pedoman dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam Gambar 1.3 berikut ini.

Gambar 1.3 Kerangka Pikir

Perbaikan terms of trade akan meningkatkan pendapatan negara tersebut dari perdagangan, demikian sebaliknya. Selain mempengaruhi pendapatan negara, pergerakan TOT juga mempengaruhi nilai tukar riil (Mankiw, 2000: 195). Upaya untuk mengatasi pengaruh memburuknya terms of trade terhadap nilai tukar ini dapat menggunakan cadangan devisa (cadangan devisa) yang dimiliki negara yang bersangkutan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Aizenman and Crichton (2006), menyebutkan bahwa negara-negara yang mengekspor barang-barang sumberdaya alam memiliki volatilitas terms of trade yang 3 kali lebih volatil dibandingkan negara-negara yang mengekspor barang manufaktur. Selain besaran pergerakan TOT, volatilitas ini juga mempengaruhi nilai tukar riil suatu negara.

Cadangan Devisa

Terms of Trade Financial

Deepening

Nilai Tukar Riil


(13)

Pada dasarnya cadangan devisa berfungsi sebagai buffer stock untuk berjaga-jaga guna menghadapi ketidakpastian keadaan yang akan datang. Sehingga, apabila terjadi depresiasi nilai tukar riil akibat memburuknya terms of trade maka disitulah cadangan devisa berfungsi sebagai penstabil. Perbaikan terms of trade akan meningkatkan aliran modal masuk sehingga akan kembali mendorong apresiasi nilai tukar riil. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Rajan dan Siregar (2004), diperoleh bahwa reserves merupakan kunci utama dari suatu negara untuk dapat menghindari krisis ekonomi dan keuangan. Terutama bagi negara-negara dengan perekonomian yang terbuka dimana aliran modal

internasional adalah volatil atau rentan terhadap terjadinya shock yang merambat dari negara lain (contagion effect). Bahwa dengan melihat pengalaman krisis yang terjadi pada tahun 1997, negara yang memiliki reserves yang besar dapat

menghindari contagion effect dari krisis dengan lebih baik dibandingkan dengan negara yang memiliki reserves yang kecil.

Upaya untuk mengatasi gejolak nilai tukar akibat terms of trade shock selain dengan cadangan devisa juga dapat diatasi dengan mengukur financial deepening (kedalaman sektor keuangan) suatu negara. Financial deepening diukur melalui rasio antara M2 terhadap GDP (Gross Domestic Product). Penggunaan rasio ini dikarenakan merupakan rasio paling umum yang digunakan untuk mengukur perkembangan sektor keuangan suatu negara. Semakin kecil dalam rasio tersebut menunjukkan semakin dangkal sektor keuangan suatu negara dan semakin besar rasio tersebut menunjukkan sektor keuangan negara tersebut semakin dalam. Suatu negara dengan rasio financial deepening yang besar cederung mengurangi peran cadangan devisa sebagai penstabil nilai tukar riil. Hal ini dikarenakan


(14)

negara dengan rasio financial deepening yang besar dapat dikatakan telah memiliki pertumbuhan ekonomi yang sudah baik sehingga negara tersebut dapat mengatasi gejolak nilai tukar akibat terms of trade shock dengan penyesuaian otomatis melalui mekanisme pasar, Aizenman dan Crichton (2006).

E. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir yang sudah diuraikan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diduga Cadangan Devisa berpengaruh terhadap Nilai Tukar Riil. 2. Diduga Financial Deepening berpengaruh terhadap Nilai Tukar Rii.

F. Ruang Lingkup Penelitian 1. Variabel Penelitian

Dari judul penelitian “PENGARUH CADANGAN DEVISA DAN FINANCIAL DEEPENING TERHADAP NILAI TUKAR RIIL“. Maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Cadangan Devisa

Cadangan Devisa adalah asset yang dimiliki oleh bank sentral dalam suatu negara demi menjaga keseimbangan neraca pembayaran. Disini Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam menjaga keseimbangan neraca pembayaran Indonesia.

b. Financial Deepening

Financial Deepening adalah rasio M2 terhadap GDP, Semakin kecil rasio tersebut maka semakin dangkal sektor keuangan suatu negara. Suatu negara dikatakan


(15)

memiliki sektor keuangan yang dalam apabila M2 > 20% dari GDP dan dangkal apabila M2 < 20% dari GDP (Aizenman dan Crichton, 2006: 20).

c. Nilai Tukar Riil (Real Exchange Rate)

Nilai Tukar Riil (Real Exchange Rate) adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita bisa

memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negera lain. Kurs rill kadang-kadang disebut dengan terms of trade. Nilai Tukar Nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara (N Gregory Mankiw, 2003: 125).

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah:

Bab I. Pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, tujuan penulisan, kerangka pikir, hipotesis dan sistematika penulisan.

Bab II. Tinjauan pustaka berisikan teori-teori nilai tukar, cadangan devisa, terms of trade, dan financial deepening.

Bab III. Metode penelitian berisikan jenis dan sumber data, batasan peubah variabel, alat analisis, metode analisis, dan pengujian hipotesis. Bab IV. Hasil dan pembahasan berisikan analisis hasil perhitungan secara

kuantitatif.

Bab V. Simpulan dan saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritik

1. Nilai Tukar

Kurs atau nilai tukar adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara, yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya. Kurs memainkan peranan yang amat penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena kurs

memungkinkan kita menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama (Krugman dan Obstfeld, 2004). Menurut Mishkin (2009), kurs merupakan harga satu mata uang dalam mata uang yang lain.

Untuk memahami perilaku kurs dalam jangka pendek adalah memahami bahwa kurs merupakan harga dari aset domestik (deposito bank, obligasi, saham, dan lain-lain, yang didenominasikan dalam mata uang domestik) dinyatakan dalam aset luar negeri (aset serupa yang dengan denominasi mata uang asing). Oleh karena kurs adalah harga dari aset yang dinyatakan dalam aset lainnya, cara alamiah untuk mengetahui penentuan kurs dalam jangka pendek adalah menggunakan pendekatan pasar aset yang sangat bergantung pada teori permintaan aset (Mishkin, 2009).


(17)

a. Nilai Tukar Riil

Setiap negara memiliki sebuah mata uang yang menunjukkan harga-harga barang dan jasa. Pengertian nilai tukar valuta asing adalah “Exchange Rate is the price of one nation’s money in terms of another nation’s money”. ”The nominal exchange rate is usually called the nilai tukar ”. Menurut definisi tersebut nilai tukar diartikan sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar nominal biasa disebut nilai tukar (Pugel, 2004). Menurut Mankiw, nilai tukar nominal adalah harga relatif dimana seseorang dapat memperdagangkan mata uang suatu negara dengan mata uang lainnya (Mankiw, 2000: 200).

Dengan menggunakan indeks harga konsumen untuk Indonesia (P), sebuah indeks harga untuk harga-harga di luar negeri (P*) dan nilai tukar nominal antara rupiah dengan mata uang asing (e), akan dapat diukur nilai tukar riil keseluruhan antara Indonesia dengan negara-negara lain sebagai berikut :

Nilai Tukar Riil = (e x P) / P*

Terdapat paling tidak 3 faktor utama yang mempengaruhi permintaan valuta asing. Pertama, faktor pembayaran impor. Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga nilai tukar akan cenderung melemah. Kedua, faktor aliran modal keluar (capital outflow). Semakin besar aliran modal keluar, maka semakin besar permintaan valuta asing dan pada kelanjutannya akan memperlemah nilai tukar. Aliran modal keluar meliputi pembayaran hutang penduduk Indonesia (baik swasta dan pemerintah) kepada pihak asing dan penempatan dana penduduk Indonesia ke luar negeri. Ketiga, kegiatan spekulasi. Semakin banyak kegiatan spekulasi valuta asing yang


(18)

dilakukan oleh spekulan, maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga memperlemah nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing.

2. Cadangan Devisa

The need of a central bank for international reserves is similar to an individual’s desire to hold cash balances (currency and checkable deposits)” (Carbaugh, 2004: 513). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan cadangan devisa bagi suatu negara mempunyai tujuan dan manfaat seperti halnya manfaat kekayaan bagi suatu individu.

Motif kepemilikan cadangan devisa dapat disamakan dengan motif seseorang untuk memegang uang yaitu untuk motif transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Motif transaksi antara lain untuk membiayai transaksi impor yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendukung proses pembangunan, motif berjaga-jaga berkaitan dengan mengelola nilai tukar, serta motif yang ketiga adalah untuk lebih memenuhi kebutuhan diversifikasi kekayaan (memperoleh return dari kegiatan investasi dengan cadangan devisa (Gandhi, 2006: 1). Jhingan (2001) menyatakan bahwa “International liquidity (generally used as a synonym for international reserves) is defined as the aggregate stock of internally acceptable assets held by the central bank to settle a deficit in a country’s balance of payments”. Cadangan devisa merupakan asset dari bank sentral yang

dipergunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan neraca pembayaran. Definisi tersebut senada dengan konsep International Reserves and Foreign Currency Lliquidity (IRFCL) yang dikeluarkan oleh IMF bahwa cadangan devisa


(19)

dan dapat digunakan setiap waktu guna membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter. Selain untuk tujuan stabilisasi nilai tukar, terkait dengan neraca pembayaran cadangan devisa dapat digunakan untuk membiayai impor dan membayar kewajiban luar negeri. Besar kecilnya akumulasi cadangan devisa suatu negara biasanya ditentukan oleh kegiatan perdagangan (ekspor dan impor) serta arus modal negara tersebut.

Pada sistem nilai tukar mengambang, terjadinya pergerakan nilai tukar dapat diatasi sendiri oleh mekanisme pasar, sehingga jumlah cadangan devisa yang dibutuhkan tidak sebanyak yang dibutuhkan oleh suatu negara dengan sistem nilai tukar tetap yang rigid. Menurut Carbaugh (2004: 516), tujuan utama dari

cadangan devisa adalah untuk memfasilitasi pemerintah dalam melakukan intervensi pasar sebagai upaya untuk menstabilkan nilai tukar. Sehingga, suatu negara dengan aktivitas stabilisasi yang aktif memerlukan jumlah cadangan devisa yang besar pula.

Keterbukaan perekonomian suatu negara tercermin dengan semakin besarnya transaksi perdagangan dan aliran modal antar negara. Semakin terbuka

perekonomian suatu negara kebutuhan cadangan devisa-nya cenderung semakin besar guna membiayai transaksi perdagangan. Parameter yang biasa dipakai untuk mengukur kecukupan cadangan devisa sehubungan dengan transaksi perdagangan antar negara adalah marginal propensity to import. Semakin besar angka propensity tersebut menunjukkan semakin besarnya kebutuhan cadangan devisa yang harus dimiliki dan semakin kecil angka propensity tersebut

menunjukkan semakin kecilnya kebutuhan international reserves yang harus dimiliki (Gandhi, 2006: 11). Dengan tersedianya cadangan devisa yang


(20)

mencukupi maka apabila suatu negara mengahadapi kondisi terms of trade yang buruk yang kemudian akan berpengaruh pada nilai tukar riilnya maka cadangan devisa dapat berperan sebagai absorber.

3. Nilai Tukar Perdagangan (Terms of Trade)

Terdapat beberapa konsep tentang TOT. Konsep pertama merupakan konsep yang paling umum digunakan, yaitu net barter terms of trade atau juga dapat disebut commodity terms of trade. Net barter terms of trade adalah perbandingan antara indeks harga ekspor dengan indeks harga impor. Kenaikan ekspor

menunjukkan perbaikan di dalam nilai tukar perdagangan, artinya untuk sejumlah tertentu ekspor dapat diperoleh jumlah impor yang lebih banyak dengan melalui hubungan harga (Nopirin, 1995: 71).

Forumulasinya dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:

Dimana, Px adalah Indeks harga ekspor; Pm adalah Indeks harga impor; dan 100 adalah Indeks tahun dasar. Bila N >100 atau terjadi kenaikan net barter terms of trade maka berarti terjadi perkembangan perdagangan luar negeri yang positif karena dengan nilai ekspor tertentu diperoleh nilai impor yang lebih besar (Hady, 2001:77). Konsep kedua adalah gross barter terms of trade, merupakan

perbandingan antara indeks volume impor dengan indeks volume ekspor. Konsep ini menjadi tidak penting karena kurang memberikan gambaran tentang perubahan harga. Oleh karena itu, apabila konsep terms of trade tanpa diberi penjelasan apa-apa maka yang dimaksud adalah konsep net barter terms of trade.


(21)

Konsep ketiga adalah income terms of trade yang dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :

Dimana: N adalah net barter terms of trade; Px adalah Indeks harga ekspor; Pm adalah Indeks harga impor; dan Qx adalah Indeks kuantitas ekspor. Berdasarkan konsep ini, kenaikan income terms of trade menunjukkan bahwa suatu negara dapat memperoleh jumlah impor yang lebih besar dengan dasar kenaikan nilai ekspornya. Bagi negara-negara yang sedang berkembang, selain variabel harga juga sangat penting untuk menilai terms of trade ini dengan mempertimbangkan volume ekspornya karena kenaikan harga ekspor yang tinggi mungkin diimbangi dengan turunnya volume ekspor. Perbaikan TOT dapat timbul sebagai akibat: (1) harga ekspor naik sedang harga impor tetap; (2) harga ekspor tetap sedang harga impor turun; (3) harga ekspor naik dengan proporsi yang lebih besar daripada naiknya harga impor; (4) harga ekspor turun dengan proporsi yang lebih kecil daripada turunnya harga impor. Mekanisme bagaimana TOT dapat berpengaruh pada nilai tukar riil adalah dapat dilihat dari sebuah mekanisme sederhana yaitu perbaikan TOT akan meningkatkan aliran modal masuk yang berasal dari

perdagangan yang selanjutnya dapat mengapresiasi nilai tukar riil dan sebaliknya. Memburuknya TOT akan mengakibatkan permintaan valuta asing meningkat sehingga akan mendepresiasi nilai tukar riil.


(22)

4. Financial Deepening

Ukuran dari perkembangan intermediasi keuangan biasanya digunakan pengukuran indikator melalui kuantitas, kualitas, dan efisiensi dari jasa

intermediasi keuangan (Calderon, 2002:5). Terdapat beberapa indikator untuk mengetahui seberapa besar tingkat perkembangan sektor keuangan salah satu diantaranya adalah rasio antara aset keuangan dalam negeri terhadap GDP (Muklis, 2005: 2).

Menurut King dan Levine (1993), “Financial deepening means an increase in the money supply of financial assets in the economy, it is important to develop some measures of the widest range of financial assets, including money”. Selain itu, King dan Levine merancang 4 ukuran dalam perhitungan perkembangan sektor keuangan. Pertama, ukuran dari kedalaman sektor keuangan adalah rasio dari kewajiban lancar (liquid liabilities) dari sistem keuangan terhadap GDP.

Kewajiban lancar dalam hal ini adalah M3, namun apabila M3 tidak bisa didapatkan maka digunakan M2. Hal ini sejalan dengan IMF dalam database International Financial Statistic. Kedua, adalah rasio dari deposit money bank domestic asset dibagi dengan deposit money bank domestic asset ditambah dengan central bank domestic asset yang menggambarkan institusi keuangan yang lebih spesifik. Ketiga, rasio kredit dari sektor swasta non keuangan dibagi dengan total kredit domestik. Keempat, adalah rasio kredit sektor swasta non-keuangan dibagi dengan GDP. Dua yang terakhir ini menggambarkan ukuran kuangan sektor dan tingkat pinjaman publik (King dan Levine, 1993: 4).


(23)

Penggunaan rasio M2 terhadap GDP sebagai indikator financial deepening juga dibenarkan oleh King dan Levine, (1993: 5). Semakin kecil rasio tersebut maka semakin dangkal sektor keuangan suatu negara. Suatu negara dikatakan memiliki sektor keuangan yang dalam apabila M2 > 20% dari GDP dan dangkal apabila M2 < 20% dari GDP (Aizenman dan Crichton, 2006: 20). Telah disebutkan bahwa apabila terjadi gejolak pada nilai tukar akibat terms of trade shock maka negara dengan sektor keuangan yang dalam akan mampu menstabilkan nilai tukarnya secara otomatis melalui mekanisme pasar.

Dimana FD adalah Financial Deepening, M2 adalah jumlah uang beredar di Indonesia, GDP adalah GDP Indonesia. Keberadaan sektor keuangan dapat dilihat dari beberapa indikator dalam perkembangannya. Dalam hal ini terdapat beberapa pandangan mengenai indikator untuk mengetahui perkembangan sektor keuangan di suatu negara. Diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh Lynch (1996:3- 33) yang menyatakan terdapat 5 indikator untuk mengetahui

perkembangan sektor keuangan suatu negara, yakni :

1) Ukuran Kuantitatif (Quantity Measures)

Indikator kuantitatif bersifat moneter dan kredit, seperti rasio uang dalam

arti sempit terhadap PDB, rasio uang dalam arti luas terhadap PDB dan

rasio kredit sektor awsata terhadap PDB. Indikator kuantitatif ini untuk mengukur pembangunan dan kedalaman sektor keuangan.

2) Ukuran Struktural (Structural Measures)

Indikator struktural menganalisa struktur sistem keuangan dan


(24)

keuangan. Rasio-rasio yang digunakan sebagai indikator adalah : rasio uang dalam arti luas terhadap PDB, rasio pengeluaran pasar sekuritas terhadap uang dalam arti luas.

3) Harga sektor keuangan (Financial Prices)

Indikator ini dilihat dari tingkat bungan kredit dan pinjaman sektor riil.

4) Skala Produk (Product Range)

Indikator ini dilihat dari berbagai jenis-jenis instrumen keuangan yang terdapat di pasar keuangan, seperti ; produk keuangan dan bisnis (commercial paper,corporate bond, listedequity), produk investasi,

produk pengelolaan risiko dan nilai tukar luar negeri.

5) Biaya Transaksi (Transaction Cost)

Indikator ini dilihat dari spread suku bunga. Berkaitan dengan indikator

kuantitatif untuk melihat perkembangan sektor keuangan dalam pembangunan dengan menggunakan rasio antara aset keuangan dalam negeri terhadap PDB (seperti : rasio M1/GDP, M2/GDP, M3/GDP, M4/GDP), maka perkembangan dalam rasio aset keuangan terhadap PDB

menunjukkan pendalaman keuangan. Perkembangan yang semakin besar

dalam rasio tersebut menunjukkan semakin dalam sektor keuangan suatu negara. Sebaliknya semakin kecil rasio tersebut menunjukkan semakin dangkal sektor keuangan suatu negara (Okuda, 1990:270).

Nasution (1990) dalam kaitannya dengan pendalaman keuangan mengatakan bahwa ukuran pendalaman keuangan suatu negara ditunjukkan oleh rasio antara


(25)

pendapatan nasional. Semakin tinggi rasionya mempunyai arti bahwa

penggunaan uang dalam perekonomian suatu negara semakin dalam. Semakin tinggi pendalaman keuangan semakin besar penggunaan uang dalam

perekonomian dan semakin besar serta semakin meluas kegiatan lembaga keuangan maupun pasar uang dalam perekonomian (Wardhana, 1998:5).

a. Hubungan Nilai Tukar Mata Uang Dengan Financial Deepening

Naik turunnya nilai tukar mata uang pada dasarnya dipengaruhi oleh banyak faktor sesuai dengan sistem yang dianutnya. Dalam sistem nilai tukar tetap, maka nilai kurs mata maung domestik terhadap mata uang asing besar kecilnya

ditentukan oleh kebijakan pemerintah. Sedangkan dalam sistem nilai tukar mengambang, maka nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jumlah uang beredar, inflasi tingkat bunga dan pendapatan (Kuncoro, 1996:157). Baik dalam sistem nilai tukar tetap maupun dalam sistem nilai tukar mengambang fluktuasi nilai tukar mata uang dapat berdampak pada perekonomian. Suatu apresiasi mata uang domestik terhadap mata uang asing dapat menyebabakan semakin meningkatnya permintaan masyarakat akan barang dan jasa. Bila terjadi

keadaan over demand, maka hal tersebut dapat mengakibatkan inflasi yang tinggi.

Sedangkan apabila mata uang uang domestik mengalami depresiasi terhadap mata uang asing, maka yang hal tersebut dapat mengakibatkan masyarakat akan terus memburu mata uang asing. Kondisi ini dikarenakan masyarakat akan menyimpan sebagian kekayaan dalam bentuk mata uang asing. Sehingga secara umum

depresiasi nilai tukar mata uang akan berdampak negatif terhadap financial


(26)

B. Tinjauan Empirik

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis sudah mencoba mempelajari penelitian-penelitan sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini.

Joshua Aizenman and Daniel Riera-Crichton (2006). Penelitian ini meneliti

tentang Real Exchange Rate and International Reserves in the Era of Growing

Financial and Trade Integration selama periode 1970-2004 dan memberikan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penimbunan dan pengelolaan cadangan devisa memiliki efek mengurangi dampak guncangan TOT di REER tersebut.

Dede Ruslan (2011). Penelitian ini berisikan tentang analisis financial deepening di Indonesia pada periode 1980-2007 yang kemudian penelitian tersebut

menghasilkan sebuah kesimpulan yaitu:

a. Variabel tingkat bunga dan pendapatan nasional memiliki pengaruh

signifikan terhadap financial deepening Indonesia selama tahun

1980-2007. Sedangkan variabel kurs nilai tukar Rp/US$ tidak memiliki

pengaruh terhadap financial deepening Indonesia.

b. Diantara variabel-variabel yang ada, variabel pendapatan nasional

memiliki penaruh terbesar terhadap perkembangan financial deepening di

Indonesia selama tahun 1980-2007.

Idah Zuhroh dan David Kaluge (2007). Meneliti tentang dampak pertumbuhan nilai tukar riil terhadap nilai tukar perdagangan Indonesia selama periode

1984-2004 dimenghasilkan penelitian tersebut adalah pertumbuhan nilai tukar riil


(27)

neraca perdagangan, nilai tukar justru direspon sangat signifikan kontraktif oleh pertumbuhan output riil.

Priadi Asmanto dan Sekar Suryandari (2008). Mencoba meneliti cadangan devisa dan financial deepening dalam stabilitas nilai tukar riil saat terjadi gejolak neraca perdagangan selama periode 2000-2006 dimana ternyata cadangan devisa dapat memberikan dampak positif dalam stabilitas nilai tukar riil di Indonesia.


(28)

Tabel 2.1 Studi Empirik

Penulis/Tahun Judul Tujuan Variabel Alat Analisis Jenis Data Hasil dan Kesimpulan

Priadi Asmanto dan Sekar Suryandari (2008)

Cadangan Devisa dan Financial Deepening dalam stabilitas nilai tukar riil saat terjadi guncangan neraca perdangan

- Bagaimana pengaruh Cadangan Devisa terhadap Stabilitas Nilai Tukar Riil - Bagaimana pengaruh

Financial Deepening terhadap nilai tukar riil

ETOT, RES, FD Ordinary Least Square (OLS)

Time Series periode 2000:Q1-2006:Q4

Menunjukkan bahwa International Reserves adalah variabel yang dapat menjaga stabilitas nilai tukar riil.

Dede Ruslan (2011) Analisis Financial Deepening di Indonesia

Apakah variabel tingkat bunga, pendapatan nasional, berpengaruh pada financial deepening di indonesia (1980-2007).

M2/Y=f(Y,RER,IR,) Regresi linear

berganda.

Time Series tahun 1980 sampai 2009

Variabel-variabel yang mempengaruhi

financial deepening

Indonesia hanya tingkat bunga dan pendapatan yang

memiliki pengaruh siginifikan. Idah Zuhroh dan David

Kaluge (2007)

Pertumbuhan Nilai Tukar Riil terhadap nilai tukar perdagangan Indonesia

Bagaimana

pertumbuhan nilai tukar riil rupiah memberikan kontribusi dalam menjelaskan pertumbuhan neraca perdagangnan GTB, REER, GGDPRiil Vector Auto Regression (VAR)

Time Series Kuartalan 1983:1 – 2005:4

Kejutan pertumbuhan nilai tukar riil rupiah memiliki kontribusi yang sangat rendah dalam

menjelaskan pertumbuhan neraca perdagangan. Joshua Aizenman and

Daniel Riera-Chricton (2006)

Real Exchange Rate and International Reserves in the Era of Growing Financial and trade Integration

Meneliti sejauh mana cadangan devisa mengurangi dampak guncangan Nilai Tukar Perdagangan (TOT) pada REER tersebut.

TOT, REER, cadangan devisa.

Regresi. Time Series tahun 1970 sampai 2004

Menunjukkan bahwa penimbunan dan pengelolaan cadangan devisa memiliki efek mengurangi dampakmguncangan TOT di REER tersebut.


(29)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data tahunan dalam runtun waktu (time series) dari periode 2005:01 – 2012:12 yang diperoleh dari International Finance Statistic (IFS) yang diterbitkan oleh

International Fund Monetary (IMF), Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS).

B. Definisi Operasional

1. Nilai Tukar Riil dan Pasar Valas

Nilai tukar riil yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan suatu indeks harga untuk Indonesia (P), sebuah indeks harga untuk harga-harga di luar negeri (P*) dan nilai tukar nominal antara rupiah dengan mata uang asing (e), akan dapat diukur nilai tukar riil keseluruhan antara Indonesia dengan negara-negara lain selama periode 2005:01 – 2012:12.


(30)

Dimana:

e = nilai tukar nominal antara rupiah dengan mata uang asing, P = suatu indeks harga untuk Indonesia,

P* = sebuah indeks harga untuk harga-harga di luar negeri.

2. Cadangan Devisa

Merupakan asset dari bank sentral yang dipergunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan neraca pembayaran selama periode 2005:01 – 2012:12.

3. Financial Deepening

Semakin kecil rasio antara M2 dan GDP maka semakin dangkal sektor keuangan suatu negara. Suatu negara dikatakan memiliki sektor keuangan yang dalam apabila M2 > 20% dari GDP dan dangkal apabila M2 < 20% dari GDP yang digunakan selama periode penelitian 2005:01 – 2012:12.

C. Metode Analisis

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel- variabel yang ada dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS).

Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Y = f (X1, X2) . (1)

Kemudian fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam model persamaan regresi linear berganda (multiple reggression) sebagai berikut :


(31)

Dimana :

Y : Nilai Tukar Riil : Intercept

1, 2 : Koefisien regresi

X1 : Cadangan Devisa X2 : Financial Deepening µ : Terms error

D.

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Multikolinearitas

Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi apakah terdapat korelasi variabel indepenen diantara satu sama lainnya.Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai R2, F-hitung, t-hitung , dan standart error.

Adanya multikolinearity ditandai dengan :

• Standart error tidak terhingga

• Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan

• Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori • R2

sangat tinggi.

2. Uji Autokorelasi (Serial Correlation)

Serial correlation didefenisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Model regresi linear klasik mengasumsikan autokorrelasi tidak terdapat didalamnya distribusi atau gangguan.


(32)

Ada beberapa cara untuk menguji keberadaan autokorrelasi, yaitu: 1. Dengan menggunakan atau memplot grafik

2. Dengan D-W Test (Uji Durbin-Watson)

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk berbagai nilai.

3. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah salah satu penyimpangan terhadap asumsi kesamaan varians (homoskedastisitas) yang tidak konstan, yaitu varians error bernilai sama untuk setiap kombinasi tetap dari X1, X2, …, Xp. Jika asumsi ini tidak dipenuhi maka dugaan OLS tidak bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimation), karena akan menghasilkan dengan alat baku yang akurat.

Adanya heteroskedastisitas ini dapat dinyatakan sebagai berikut: E(ei) = σ2

I = 1,2,..,N Dimana :

Untuk uji asumsi heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan Metode White. Hal White mengembangkan sebuah metode yang tidak memerlukan asumsi tentang adanya normalitas pada variabel gangguan. Untuk uji White menggunakan rumusan hipotesis sebagai berikut:

Ho: tidak terdapat Heteroskedastisitas Ha: terdapat heteroskedastisitas

Kriteria pengujiannya adalah :


(33)

(2) Ho diterima dan Ha ditolak, jika nilai (n x R2) > nilai Chi-kuadrat

Jika Ho ditolak, berarti terdapat heteroskedastisitas, jika Ho diterima berarti tidak terdapat heteroskedastisitas.

4. Uji Asumsi Normalitas Metode Jarque – Bera (J-B)

Pengujian normalitas dilakukan unutk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan independen memiliki distribusi normal atau tidak. Penyimpangan asumsi normalitas akan semakin kecil pengaruhnya jika jumlah sampel diperbesar. Uji asumsi normalitas dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan metode Jarque - Berra (J-B), yang didasarkan pada chi-squares. Jika nilai probabilitas dari statistik J-B besar atau jika nilai statistik J-B tidak signifikan maka H0 diterima, karena nilai statistik J-B mendekati nol, demikian sebaliknya.

H0 : data tersebar normal Ha : data tidak tersebar normal.

E.

Uji Hipotesis

1. Uji t

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen, dengan menganggap variabel dependen lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut :


(34)

Ha : βi < 0 = variabel bebas berpengaruh terhadap nilai tukar riil

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i adalah nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y bila nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel dependen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel independen.

Kriteria pengujiannya adalah :

(1) Ho ditolak dan Ha diterima, jika t-hitung ≥ t-tabel ; t-hitung ≤ t-tabel (2) Ho diterima dan Ha ditolak, jika t-hitung < t-tabel ; t-hitung > t-tabel

Jika Ho ditolak, berarti variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Jika Ho diterima berarti variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap Nilai Tukar Riil.

2. Uji F

Pengujian hipotesis secara keseluruhan dengan menggunakan uji statistik F-hitung degan menggunakan tingkat kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan df 1 = (k-1) dan df 2 = (n-k), hipotesis yang dirumuskan :

Ho: bi = 0, variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap Nilai Tukar Riil.


(35)

Kriteria pengujiannya adalah :

(1) Ho ditolak dan Ha diterima, jika F hitung > F tabel (2) Ho diterima dan Ha ditolak, jika F hitung ≤ F tabel

Jika Ho ditolak, berarti variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variable terikat. Jika Ho diterima berarti variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap Nilai Tukar Riil.


(36)

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa financial deepening memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku nilai tukar riil. Ini berarti bahwa financial deepening efektif digunakan oleh Bank Indonesia sebagai penentu kebijakan moneter dalam mengintervensi untuk menjaga stabilitas nilai tukar riil. Namun, diperlukan kebijakan oleh Bank

Indonesia berupa dorongan menjalankan fungsi intermediasi bank-bank yang ada di Indonesia. Intermediasi perbankan berhubungan langsung dengan jumlah uang beredar sehingga berdampak pada financial deepening. Penggunaan financial deepening dalam perekonomian Indonesia kurang maksimal sebagai bentuk upaya stabilitas nilai tukar. Pertumbuhan ekonomi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah uang beredar. Hal inilah yang menyebabkan financial deepening Indonesia kurang maksimal dan peranannya dalam menjaga stabilitas nilai tukar riil cenderung kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan standarnya. Rendahnya pertumbuhan financial deepening dimungkinkan oleh masih berhati-hatinya sektor perbankan dalam menjalankan fungsi intermediasinya sesuai dengan kebutuhan


(37)

perekonomian. Hal tersebut juga di tunjang dengan penanaman investasi di Indonesia yang cenderung rendah.

2. Pertumbuhan cadangan devisa tidak memiliki pengaruh terhadap nilai tukar riil. Meningkatnya cadangan devisa kurang mampu menjaga stabilitas nilai tukar riil saat terjadi guncangan, dan apabila cadangan devisa suatu negara mengalami penurunan, maka peran dari cadangan devisa sebagai penstabilitas nilai tukar riil tidak dapat menjaga stabilitas nilai tukar riil .

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perlunya peningkatan kondisi financial deepening dimaksudkan untuk menindaklanjuti temuan penelitian yang menunjukkan financial deepening memiliki peranan cukup memungkinkan untuk menjaga nilai tukar.\ 2. Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter diharapkan mampu

menjaga cadangan devisa. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar di pasar keuangan melalui intervensi pasar valas, Bank Indonesia hendaknya hanya melakukan intervensi jika diperlukan dan kondisi pasar valas yang tidak sepenuhnya stabil. Hal ini berdasarkan pada tidak efektifnya cadangan devisa sebagai penstabil nilai tukar jika dibandingkan dengan peranan yang sama dari financial deepening. Penjagaan cadangan devisa


(38)

kondisi cadangan devisa yang kuat dan influence kepada para pelaku pasar bahwa fundamental ekonomi adalah kuat untuk mengatasi gejolak nilai tukar akibat guncangan nilai tukar perdagangan.

3. Salah satu usaha untuk meningkatkan cadangan devisa suatu negara adalah dengan meningkatkan eksport. Karena sebanyak 600.000 usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia sudah memasuki perdagangan ekspor. Jumlah tersebut masih sangat minim atau sebesar 17% dari jumlah total UMKM sebanyak 55 juta. Masalah klasik yang dihadapi para

pengusaha UMKM ini adalah seperti permodalan yang minim dan kurangnya pengetahuan tentang ekspor. Salah satu cara untuk

meningkatkan perdagangan ekspor UMKM itu adalah dengan program sharing cargo. Sharing cargo adalah sistem perdagangan dari beberapa UMKM yang dimasukkan terpadu dalam satu kontainer. Hal itu dapat mempercepat dan menurunkan biaya operasional pengapalan barang. Diharapkan Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM bekerja sama dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk menjalankan program tersebut agar dapat meningkatkan ekspor UMKM yang berada di Indonesia.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Aizenman, Joshua. And Daniel Riera-Crichton. 2006. Real Exchange Rate and International Reserves In The Area Of Growing Financial And Trade Integration. National Bereau Of Economic Research. California. , 2012. Adjustment patterns to

commodity terms of trade shocks: the role of exchange rate and

international reserves policies. National Bereau Of Economic Research. California.

Asmanto, Priadi. Dan Sekar Suryandari. 2008. Cadangan Devisa, Financial Deepening dan Stabilitas Nilati Tukar Riil Rupiah Akibat Gejolak Nilai Tukar Perdagangan. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Jakarta. Julianti, Diah Fitri. 2004. Analisis Faktor-faktor Penentu Perubahan Nilai Tukar

Rupiah. Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. IPB. Bogor. Mankiw, N. Gregory. 2000. Makroekonomi Edisi Keempat. Penerbit Erlangga.

Jakarta.

Mishkin, Frederic S. 2009. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan Buku 2. Terjemahan Lana Soelistianingsih dan Beta Yulianita. Salemba Empat. Jakarta.

Pohan, Aulia. 2008. Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya Di Indonesia. PT Grafindo Persada. Jakarta.

Ruslan, Dede. 2011. Analisis Financial Deepening di Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan, Medan.

Samuelson, Paul A. And William D Nordaus. 2004. Ilmu Makro Ekonomi edisi Bahasa Indonesia. PT Media Global Edukasi Jakarta.


(40)

Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Berbagai Edisi. Bank Indonesia.

http://www. bi.go.id./web/id/Statistik/Statistik+Ekonomi+dan+ Keuang an+Indonesia

Studenmund. 2006. Using Econometrics: A Practical Guide. Pearson Education, Inc. Addison Wesley.

Sugiyono, F.X. Neraca Pembayaran. Seri Kebanksentralan. No. 4. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia. Desember 2002.

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Ekonisia Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta.

Zuhro, Idah. Dan David Kaluge. 2007. Dampak Pertumbuhan Nilai Tukar Riil Terhadap Pertumbuhan Neraca Perdagangan Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang.


(1)

34

Kriteria pengujiannya adalah :

(1) Ho ditolak dan Ha diterima, jika F hitung > F tabel (2) Ho diterima dan Ha ditolak, jika F hitung ≤ F tabel

Jika Ho ditolak, berarti variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variable terikat. Jika Ho diterima berarti variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap Nilai Tukar Riil.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa financial deepening memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku nilai tukar riil. Ini berarti bahwa financial deepening efektif digunakan oleh Bank Indonesia sebagai penentu kebijakan moneter dalam mengintervensi untuk menjaga stabilitas nilai tukar riil. Namun, diperlukan kebijakan oleh Bank

Indonesia berupa dorongan menjalankan fungsi intermediasi bank-bank yang ada di Indonesia. Intermediasi perbankan berhubungan langsung dengan jumlah uang beredar sehingga berdampak pada financial

deepening. Penggunaan financial deepening dalam perekonomian

Indonesia kurang maksimal sebagai bentuk upaya stabilitas nilai tukar. Pertumbuhan ekonomi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah uang beredar. Hal inilah yang menyebabkan

financial deepening Indonesia kurang maksimal dan peranannya dalam

menjaga stabilitas nilai tukar riil cenderung kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan standarnya. Rendahnya pertumbuhan financial

deepening dimungkinkan oleh masih berhati-hatinya sektor perbankan


(3)

49

perekonomian. Hal tersebut juga di tunjang dengan penanaman investasi di Indonesia yang cenderung rendah.

2. Pertumbuhan cadangan devisa tidak memiliki pengaruh terhadap nilai tukar riil. Meningkatnya cadangan devisa kurang mampu menjaga stabilitas nilai tukar riil saat terjadi guncangan, dan apabila cadangan devisa suatu negara mengalami penurunan, maka peran dari cadangan devisa sebagai penstabilitas nilai tukar riil tidak dapat menjaga stabilitas nilai tukar riil .

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perlunya peningkatan kondisi financial deepening dimaksudkan untuk menindaklanjuti temuan penelitian yang menunjukkan financial deepening memiliki peranan cukup memungkinkan untuk menjaga nilai tukar.\ 2. Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter diharapkan mampu

menjaga cadangan devisa. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar di pasar keuangan melalui intervensi pasar valas, Bank Indonesia hendaknya hanya melakukan intervensi jika diperlukan dan kondisi pasar valas yang tidak sepenuhnya stabil. Hal ini berdasarkan pada tidak efektifnya cadangan devisa sebagai penstabil nilai tukar jika dibandingkan dengan peranan yang sama dari financial deepening. Penjagaan cadangan devisa


(4)

50

kondisi cadangan devisa yang kuat dan influence kepada para pelaku pasar bahwa fundamental ekonomi adalah kuat untuk mengatasi gejolak nilai tukar akibat guncangan nilai tukar perdagangan.

3. Salah satu usaha untuk meningkatkan cadangan devisa suatu negara adalah dengan meningkatkan eksport. Karena sebanyak 600.000 usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia sudah memasuki perdagangan ekspor. Jumlah tersebut masih sangat minim atau sebesar 17% dari jumlah total UMKM sebanyak 55 juta. Masalah klasik yang dihadapi para

pengusaha UMKM ini adalah seperti permodalan yang minim dan kurangnya pengetahuan tentang ekspor. Salah satu cara untuk

meningkatkan perdagangan ekspor UMKM itu adalah dengan program

sharing cargo. Sharing cargo adalah sistem perdagangan dari beberapa

UMKM yang dimasukkan terpadu dalam satu kontainer. Hal itu dapat mempercepat dan menurunkan biaya operasional pengapalan barang. Diharapkan Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM bekerja sama dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk menjalankan program tersebut agar dapat meningkatkan ekspor UMKM yang berada di Indonesia.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aizenman, Joshua. And Daniel Riera-Crichton. 2006. Real Exchange Rate and International Reserves In The Area Of Growing Financial And Trade

Integration. National Bereau Of Economic Research. California.

, 2012. Adjustment patterns to commodity terms of trade shocks: the role of exchange rate and

international reserves policies. National Bereau Of Economic Research.

California.

Asmanto, Priadi. Dan Sekar Suryandari. 2008. Cadangan Devisa, Financial Deepening dan Stabilitas Nilati Tukar Riil Rupiah Akibat Gejolak Nilai

Tukar Perdagangan. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Jakarta.

Julianti, Diah Fitri. 2004. Analisis Faktor-faktor Penentu Perubahan Nilai Tukar

Rupiah. Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. IPB. Bogor.

Mankiw, N. Gregory. 2000. Makroekonomi Edisi Keempat. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Mishkin, Frederic S. 2009. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan

Buku 2. Terjemahan Lana Soelistianingsih dan Beta Yulianita. Salemba

Empat. Jakarta.

Pohan, Aulia. 2008. Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya Di

Indonesia. PT Grafindo Persada. Jakarta.

Ruslan, Dede. 2011. Analisis Financial Deepening di Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan, Medan.

Samuelson, Paul A. And William D Nordaus. 2004. Ilmu Makro Ekonomi edisi


(6)

Simorangkir, Iskandar. Dan Suseno. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar. Seri Kebanksentralan. No.12. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia. Juli 2004.

Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Berbagai Edisi. Bank Indonesia.

http://www. bi.go.id./web/id/Statistik/Statistik+Ekonomi+dan+ Keuang an+Indonesia

Studenmund. 2006. Using Econometrics: A Practical Guide. Pearson Education, Inc. Addison Wesley.

Sugiyono, F.X. Neraca Pembayaran. Seri Kebanksentralan. No. 4. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia. Desember 2002.

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan

Bisnis. Ekonisia Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta.

Zuhro, Idah. Dan David Kaluge. 2007. Dampak Pertumbuhan Nilai Tukar Riil

Terhadap Pertumbuhan Neraca Perdagangan Indonesia. Fakultas