pindah, d Hutan pohon- pohon besar, e Alang- alang dan semak belukar tanah tandus, f Tanah rawa, g Lain- lain kalau ada.
2. Penggunaan lahan untuk pemetaan skala 1: 100.00, 1: 50.000, 1: 63.500,
dan 1: 25.000, antara lain : 1 Perkampungan : a kampung, b kuburan, c emplasemen, 2 Tanah pertanian : a sawah 2 kali setahun, b sawah 1 kali
setahun, c sawah 1 kali setahun padi – 1 kali setahun bukan padi, 3 Tanah perkebunan : a Karet, b Kopi, c dan sebagainya, 4 Kebun : a sawah yang
ditanami sayur- sayuran dan tidak pernah ditanami padi, b kebun kering yang berisi campuran macam tanaman, 5 Hutan : a hutan lebat, b hutan belukar,
c hutan satu jenis, 6 Kolam- kolam ikan, 7 Tanah rawa, 8 Tanah tandus yang artin ekonominya tidak termasuk yang diatas, 9 Tanah Tandus untuk hutan
penggembalaan, lain- lain kalau ada. 3.
Penggunaan lahan untuk pemetaan skala 1: 12.500, 1: 10.000, 1: 5000 hanya saja diperinci sampai jenis atau rotasi tanaman.
2. Pola Permukiman Penduduk
Pola permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatanaktivitas sehari-harinya Subroto, 1983:
176. Permukiman dapat diartikan sebagai suatu tempat ruang atau suatu daerah dimana penduduk terkonsentrasi dan hidup bersama menggunakan lingkungan
setempat, untuk mempertahankan, melangsungkan, dan mengembangkan hidupnya. Pengertian pola dan sebaran permukiman memiliki hubungan yang
sangat erat. Sebaran permukiman membincangkan hal dimana terdapat permukiman dan atau tidak terdapat permukiman dalam suatu wilayah, sedangkan
pola permukiman merupakan sifat sebaran, lebih banyak berkaitan dengan akibat faktor-faktor ekonomi, sejarah dan faktor budaya.
Menurut Bintarto dan Surastopo Hadi, 1982, pola persebaran atau distribusi merupakan suatu sistem persebaran lokasi yang disesuaikan dengan
keruangan adalah analisis lokasi yang menitik beratkan pada tiga unsur geografi yaitu jarak
distance
, kaitan
interactiaon
, dan gerakan
movement
. Dalam menentukan pola persebaran permukiman di daerah penelitian ditentukan dengan
menggunakan perhitungan analisis tetangga terdekat
Nearest Neigbour Statistic
, teknik ini dianalisis dengan teknik analisis tetangga terdekat T.
Gambar 4. Pola Persebaran Permukiman Menurut Bintarto
Keterangan : a.
Apabila nilai T = 0 – 1, maka termasuk dalam pola mengelompok, dimana jarak antara lokasi satu dengan lokasi lainya berdekatan dan cenderung
mengelompok pada tempat tertentu. b.
Apabila nilai T = 1 - 2,15, maka termasuk dalam pola random, dimana jarak antara lokasi satu dengan lokasi lainya tidak teratur.
c. Apabila nilai T = 2,15. , maka termasuk dalam pola seragam, dimana jarak
antara lokasi satu dengan lokasi lainya relatif sama. Menurut Thrope dalam Ritohardoyo 1989: 54, dinyatakan konsep dasar
pola permukiman terdapat dua tipe yang berbeda yang mendasarkan pada kenampakan yang bervariasi yaitu tipe pola memusat dengan tipe pola menyebar.
Perbedaan pola permukiman tersebut hanya dapat digunakan untuk mengelompokan bangunan rumah sebagai rumah atau tempat tinggal.
Pola permukiman menurut Singh dalam Ritohardoyo 1989: 54, membedakan permukiman menjadi tiga kelompok antara lain pola permukiman
mengelompok biasanya dipengaruhi oleh faktor- faktor permukaan lahan yang datar, lahan subur, curah hujan relatif kurang, kebutuhan akan kerja sama, ikatan
sosial, ekonomi, agama, kurangnya keamanan waktu lampau, tipe pertanian, lokasi industri dan mineral. Pola permukiman yang kedua yaitu pola semi
mengelompok dan pola permukiman tersebar biasanya dipengaruhi oleh topografi yang kasar, keanekaragaman kesuburan lahan, curah hujan, air permukaan yang
melimpah, keamanan waktu lampau dan suasana kota. Disamping itu pola suatu permukiman dapat dipengaruhi pula oleh
lingkungan fisikal seperti relief, sumber air, jalur drainase, kondisi lahan, serta kondisi sosial ekonomi , tata guna lahan, rotasi tanaman, prasarana transportasi,
komunikasi serta kepadatan penduduk.
3. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman