Hasil Wawancara dengan Penyidik Polda DIY

anak. Apabila yang dilanggar adalah tentang kekerasan psikis maka yang ia langgar adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, karena menurut beliau kekerasan psikis hanya ada dalam lingkup keluarga, namun dalam hal yang melakukan itu adalah orang lain bukan anggota keluarga maka ia masuk dalam pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan dimasukkan dalam kategori pencemaran nama baik. Untuk menjatuhkan hukuman pidana bagi seseorang, hukum di Indonesia membutuhkan minimal 2 alat bukti.Selain itu berkaitan dengan kekerasan psikis di media sosial, maka harus melibatkan ahli bahasa didalamnya untuk mengetahui maksud dari perkataan pelaku di media ssosial tersebut. Menurut pendapat penulissulitnya masyarakat membedakan antara kekerasan psikis dengan pencemaran nama baik adalah karena para penegak hukum kurang mensosialisasikan hukum tersebut pada masyarakat. Salah satu alasan aparat penegak hukum kurang dalam mensosialisasikan hukum adalah karena anggapan bahwa semua orang tahu hukumnya.Selain itu penulis kurang sependapat dengan pendapat dari narasumber yang mengatakan bahwa pencemaran nama baik hanya terdapat pada Pasal 27 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pencemaran nama baik ini lebih dulu diatur pada Pasal 310 ayat 2 KUHP yang menjelaskan bahwa suatu penghinaan yang dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis. Selain itu penulis kurang sependapat dengan narasumber yang mengatakan bahwa kekerasan psikis hanya dilakukan oleh keluarga, sedangkan jika yang melakukan orang lain adalah pencemaran nama baik. Menurut penulis kekerasan psikis dapat dilakukan oleh siapa saja dan kepada siapa saja. Kekerasan psikis tidak selalu berkaitan dengan pencemaran nama baik, karena kekerasan psikis dapat berupa sindiran atau mengolok-olok suatu tindakan orang lain yang tidak ada kaitannya dengan nama baik. Contohnya seperti mengolok-olok seorang teman yang berbadan gemuk dimuka umum sehingga orang yang berbadan gemuk itu menjadi malu. Pada saat penulis menanyakan kepada narasumber, apakah pihak berwajib siap apabila terdapat kasus kekerasan psikis yang dilakukan anak dengan korban anak, beliau menjawab bahwa aparat penegak hukum dalam hal ini polisi sangatlah siap.Penulis tidak sependapat, karena apabila aparat penegak hukum atau polisi telah siap melakukan penyidikan terhadap suatu perkara yang.kekerasan psikis yang melibatkan anak, maka aparat penegak hukum tidak akan kesulitan dalam melakukan visum psikiatrikum. Namun pada saat penulis menanyakan tentang hal itu lebih lanjutnya, narasumber tidak memberikan jawaban tanpa alasan apapun.Dengan demikian menurut pendapat penulis aparat penegak hukum belum siap untuk dihadapkan dengan perkara kekerasan psikis yang dilakukan anak dengan korban anak ini. Tidak siapnya aparat hukum ini akan menghambat jalannya perlindungan terhadap anak Perlindungan terhadap anak dari kekerasan ini sebenarnya telah diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 25 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, orang tua , guru, maupun masyarakat diharuskan melindungi anak tersebut dari segala tindakan kekerasan baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh siapapun.Selain perlindungan tersebut, orang tua, guru maupun masyarakat seharusnya juga memberikan pendidikan dan pengertian kepada anak bahwa kekerasan bukanlah suatu hal yang patut dilakukan.Kenyataannya kasus terhadap anak selalu saja terjadi dan tidak sedikit diantaranya yang pelakunya adalah anak- anak.Hal ini menunjukan bahwa orang tua, guru, maupun masyarakat belum manjalankan tugasnya sebagai pendidik anak sekaligus sebagai perlindungan bagi anak lainnya.Dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 5, disebutkan Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia 3 . Memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah, dilihat dari mudahnya masyarakat mencari informasi, jangkauan komunikasi yang semakin luas, pemahaman serta ketertarikan masyarakat terhadap internet yang sangat tinggi. Pelaksanaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diusung pemerintah ini tidak diimbangi dengan tetap ditegakkannya nilai- nilai agama, dan nilai-nilai moral.

3. Hasil Wawancara dengan Kejaksaan Negeri Yogyakarta

Dalam hal tindak pidana kekerasan psikis yang dilakukan oleh anak yang korbannya adalah anak, menurut hasil wawancara dengan Ibu Siti Hartati.,S.H selaku jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta adalah belum pernah ada. Kasus kekerasan psikis oleh anak terhadap anak terutama melalui media sosial dalam hal ini Instagram sejauh ini belum ada yang sampai di kejaksaan dan belum pernah ada penuntutannya oleh kejaksaan Yogyakarta.Menurut beliau apabila ada kasus kekerasan psikis oleh anak yang 3 Undang-undang Dasar 1945, 2009, Pustaka Mandiri, Surakarta, hlm. 44. korbannya anak, korban anak ini melanjutkan kasus ini sampai ke jalur hukum maka anakpelaku kekerasan psikis ini akan tetap dapat diproses secara hukum. Dalam hal anak sebagai pelaku, menurut Ibu Siti Hartati, ada anak yang dapat diproses melalui peradilan dan ada yang diluar pengadilan.Anak dibawah 12 dua belas tahun tidak dapat diproses melalui peradilan pidana. Apabila suatu kasus melibatkan anak maka, harus diupayakan diversi begitu pula dengan Kejaksaan, sesuai dengan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Proses diversi ini mempertemukan antara anak sebagai pelaku beserta orang tua atau walinya, anak sebagai korban beserta orang tua atau walinya serta tokoh masyarakat yang berkopeten dalam bidangnya. Diversi ini dapat diperoleh kesepakatan yang disepakati kedua pihak anak sebagai pelaku ini akan dikembalikan pada orang tuanya atau perlu direhabilitasi. Pengadaan diversi ini tetap memiliki syarat yaitu pada Pasal 7 ayat 2 yaitu apabila diancam pidana penjara dibawah 7 tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Dalam hal proses diversi ini tidak ditemukan kesepakatan antara kedua belah pihak, maka proses hukum akan terus berjalan. Menurut Ibu Siti Hartati.,S.H., proses diversi dilakukan tidak hanya saat perkara masuk ke Kejaksaan, melainkan dari awal penyidikan yaitu polisi yang terlebih dahulu melakukan upaya diversi ini. Apabila upaya diversi yang dilakukan oleh Penyidik, dan Kejaksaan tidak menemukan kesepakatan antara para pihak, maka perkara dilanjutkan pada proses persidangan. Dalam tahap awal persidangan di pengadilan, hakim juga akan melakukan upaya diversi terakhir. Apabila diversi yang dilakukan hakim gagal, maka proses perkara di pengadilan akan terus dilanjutkan. Apabila ditengah persidangan terjadi kesepakatan antara para pihak, maka kesepakatan itu dapat menjadi pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman pidana anak sebagai pelaku ini.Hal ini juga berlaku pada tinda pidana kekerasan psikis yang dilakukan oleh anak, karena oleh Undang-Undang sudah diatur tentang kekerasan psikis ini. Menurut pendapat penulis proses peradilan pidana bagi anak dan orang dewasa itu beda. Dalam kasus anak ada proses diversi itu sendiri yang mana bila hasil dari diversi ini menemukan kesepakatan antara para pihak, maka anak sebagai pelaku tidak perlu menjalankan proses hukum di pengadilan. Tidak menutup kemungkinan bahwa anak ini dapat menjalani proses pidana apabila tidak memenuhi syarat diversi atau upaya diversi ini gagal, tetapi harus dilihat terlebih dahulu Undang-Undang apa yang ia langgar. Dalam hal kekerasan psikis diatur dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang