Identifikasi miskonsepsi siswa dengan menggunakan metode Certainty of Response Index (CRI) pada konsep fotosintesis dan respirasi tumbuhan

IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA DENGAN
MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY OF
RESPONSE INDEX (CRI ) PADA KONSEP
FOTOSINTESIS DAN RESPIRASI TUMBUHAN

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:
Tri Ade Mustaqim
NIM 108016100031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

ABSTRAK

Tri Ade Mustaqim, NIM: 108016100031. Identifikasi Miskonsepsi Siswa
dengan Menggunakan Metode Certainty of Response Index (CRI) pada
Konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan. Skripsi Program Studi
Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap miskonsepsi siswa SMAN se-Kota
Tangerang Selatan pada konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan. Metode
penelitian yang digunakan adalah survey. Pengambilan sampel penelitian
dilakukan dengan menggunakan teknik proportional stratified random sampling,
sehingga didapatkan sampel dari strata atas, tengah, dan bawah sebanyak 1
sekolah dengan 2 kelas. Instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi
miskonsepsi siswa berupa Tes Pilihan Ganda Beralasan Terbuka disertai kolom
CRI. Dari penelitian ditemukan bahwa persentase siswa yang mengalami
miskonsepsi sebesar 37,99% dan lebih kecil dibandingkan dengan persentase
siswa yang tidak tahu konsep. Miskonsepsi yang dialami siswa banyak terjadi
pada penggunaan gas pada peristiwa fotosintesis dan respirasi tumbuhan.
Kata kunci

: Miskonsepsi, Tes Pilihan Ganda Beralasan Terbuka, Certainty of
Response Index (CRI), Konsep Fotosintesis dan Respirasi

Tumbuhan

v

ABSTRACT
Tri Ade Mustaqim, NIM: 108016100031. Identification of Students’
Misconceptions using Certainty Response Index (CRI) in Photosynthesis and
Respiration in Plants. BA Thesis, of Biology Education Study Program,
Department of Science Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Sciences,
Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta.
The aims of this research was to elicit senior high school students’
misconceptions in Photosynthesis and Plant Respiration at South Tangerang. The
Method used in this research was survey with proportional stratified random
sampling. The test was administered to 194 students from grade XII. Open
Reasoning Multiple Choice Test with Certainty Response Index (CRI) is used to
identify students’ misconceptions in Photosynthesis and Respiration in Plants. As
a result of the analyses undertaken, it was found that percentage of students’
misconceptions was smaller than students who didn’t know. The percentage of
students’ misconceptions is 37,99%. Students’ misconception occured on the use
of gas for photosynthesis and respiration in plants.

Keywords

: Misconception, Open Reasoning Multiple Choice Test, Certainty
Response Index (CRI), Photosynthesis and Respiration in Plants
Concept.

vi

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Segala puji bagi Allah Swt. sang raja ilmu
pengetahuan yang selalu memberi titik-titik petunjuk dan pencerahan dalam setiap
permasalahan sehingga penulis dapat membentuk garis yang sangat lurus dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan
kepada sosok pemimpin ummat, Nabi Muhammad Saw., yang telah membawa
kita semua ke suatu peradaban yang madani.
Penyusunan karya ilmiah yang berjudul Identifikasi Miskonsepsi Siswa
pada Konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan dengan Menggunakan Metode
Certainty Response Index (CRI) tentunya tidak akan pernah terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada :
1.

Dra. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam.

3.

Dr. Zulfiani, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Biologi dan Dosen
Pembimbing Skripsi yang telah ikhlas membimbing dan memotivasi penulis
dalam kondisi apa pun.

4.

Dr. Yanti Herlanti, M.Pd., Dosen Pembimbing Skripsi yang telah ikhlas

membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan penelitian
skripsi.

5.

Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, yang telah
memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan penulis.

6.

Pargiyati, Ibunda tercinta yang telah ikhlas dan sabar mempelajari dan
memahami karakteristik anak-anaknya.

7.

Ngabidin, Ayahanda tercinta yang telah ikhlas dan sabar mengajari penulis
tentang arti kehidupan dan kepemimpinan.

vii


8.

Drs. Eddy Jusuf, DES., Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
yang telah ikhlas meluangkan waktunya dalam bertukar pikiran.

9.

Kepala-kepala Sekolah di beberapa SMA se-Kota Tangerang Selatan yang
telah memberikan izin penelitian di sekolah yang dipimpin.

10. Guru-guru Biologi di beberapa SMA se-Kota Tangerang Selatan yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing saat penulis melakukan penelitian.
11. Siswa-siswa kelas XII IPA di beberapa SMA se-Kota Tangerang Selatan
yang telah bekerja sama ikut serta dalam penelitian ini.
12. Fina Nurul Khotimah, yang telah ikhlas dan sabar memotivasi dan membantu
penulis agar dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.
13. Bapak Moh. Husni Thamrin, yang selalu memberikan pandangan positif
kepada penulis mengenai karya ilmiah.
14. Mba Ani dan Dek Uci yang telah ikhlas memberikan do’a bagi penulis.
15. Teman-teman khususnya dari Jurusan Biologi, yang tanpa sadar telah

memberikan motivasi yang besar bagi penulis untuk terus maju.
16. Rekan-rekan guru dan staff Madrasah Tsanawiyah Nur Asy-Syafi’iyah yang
selalu memotivasi penulis untuk menyelesaikan tugas skripsi ini.
Semoga Allah Swt. membalas segala kebaikan bagi seluruh pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini dengan kebaikan dan
keberkahan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya
pendidikan di Indonesia. Amiin.
Wassalamualaikum wr. wb.
Jakarta, Mei 2014

Penulis

viii

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ..................................................... ii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah...................................................................................... 5
C. Batasan Masalah .......................................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................................. 6

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Teori ................................................................................................... 7
1. Konsep ....................................................................................................... 7
2. Miskonsepsi ............................................................................................. 15
3. Identifikasi Miskonsepsi .......................................................................... 19
4. Tunjauan Umum Konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan............ 30
B. Hasil Penelitian yang Relevan ..................................................................... 31
C. Kerangka Pikir ............................................................................................. 33


ix

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 37
B. Metode Penelitian ..................................................................................... 37
C. Populasi dan Sampel ................................................................................ 39
D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 39
E. Intrumen Penelitian .................................................................................. 40
F. Teknik Analisis Data ................................................................................ 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ........................................................................................ 47
B. Pembahasan ............................................................................................... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................... 60
B. Saran ......................................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 61

LAMPIRAN ......................................................................................................... 64

x

DAFTAR TABEL
Tabel

halaman

2.1. Perbandingan Tes Diagnostik, Formatif, dan Sumatif ................................... 25
3.1. Hasil Uji Coba Instrumen Soal Identifikasi Miskonsepsi .............................. 44
3.2. Modifikasi Kategori Tingkatan Pemahaman ................................................ 45
4.1. Data Persentase 4 Kategori Tingkatan Pemahaman Siswa SMAN A ...........48
4.2. Data Persentase 4 Kategori Tingkatan Pemahaman Siswa SMAN B ...........50
4.3. Data Persentase 4 Kategori Tingkatan Pemahaman Siswa SMAN C ...........52

xi

DAFTAR GAMBAR
Gambar


halaman

2.1. Bagan Kerangka Pikir .....................................................................................36
3.1. Alur Penelitian ................................................................................................38
4.1. Rekapitulasi Persentase Rata-rata Siswa SMAN se-Tangsel ..........................55

xii

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran

halaman

1. Kisi-kisi Penulisan Instrumen Tes Pilihan Ganda........................................... 64
2. Kisi-kisi Instrumen Tes Pilihan Ganda .......................................................... 68
3. Rekap Hasil Anates Konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan ............... 83
4. Soal dan Format Lembar Jawaban ................................................................. 92
5. Rekap Hasil Identifikasi Pemahaman Siswa SMAN A Tangsel ..................... 99
6. Rekap Hasil Identifikasi Pemahaman Siswa SMAN B Tangsel .................. 103
7. Rekap Hasil Identifikasi Pemahaman Siswa SMAN C Tangsel .................. 107
8. Rekap Hasil Identifikasi Pemahaman Siswa Per Butir Soal ......................... 111
9. Rekap Hasil Identifikasi Pemahaman Siswa Seluruh SMA.......................... 117
10. Hasil Uji Kai Kuadrat Per Butir Soal ........................................................... 118
11. Hasil Ujian Nasional Biologi Per Kabupaten/Kota Tahun 2011 & 2012 ..... 127
12. Rekap Jawaban Miskonsepsi Siswa Tiap SMA pada Butir 1, 2, 23, & 24 .. 128
13. SK dan KD Kurikulum KTSP Kelas XII IPA .............................................. 139

xiii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan alam merupakan ilmu yang diperoleh melalui
investigasi yang bersifat eksperimen dan eksplanasi teoretis atas fenomenafenomena yang terjadi di alam sekitar. 1 Fenomena-fenomena alam tersebut
dipahami oleh para ilmuwan dalam bentuk konsepsi yang bersifat ilmiah. Biologi
merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam yang mengkaji konsepsi-konsepsi
ilmiah mengenai makhluk hidup. Salah satu konsep yang dikaji dalam biologi
adalah konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan. Konsep tersebut merupakan
konsep penting dalam biologi karena mengkaji perpindahan energi dan materi
dalam suatu ekosistem, sehingga untuk dapat memahami fungsi organisme
didalam suatu ekosistem atau biosfer tersebut harus dapat pula memahami konsep
Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan dengan baik.
Studi yang dilakukan oleh Hulusi ÇOKADAR menyatakan bahwa
beberapa siswa sering mengalami konsepsi yang cenderung salah pada konsep
Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan. 2 Konsepsi yang cenderung salah atau
berbeda dengan konsepsi ilmiah tersebut dinamakan miskonsepsi. 3 Beberapa
penelitian lain menunjukkan bahwa miskonsepsi yang dialami siswa tidak hanya
terjadi pada konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan, tetapi terjadi juga pada
konsep Ekologi, Genetika, Klasifikasi Makhluk Hidup, dan Sistem Sirkulasi. 4
Namun, siswa paling sering mengalami miskonsepsi pada konsep Fotosintesis dan
Respirasi Tumbuhan terutama pada pengertian mendasar mengenai konsep

1

Robert E. Krebs, Scientific Development and Misconcepstions Trough The Ages: A
Reference Guide, (Greenwood: Greenwood Publishing Group. Inc., 1999), p. 6.
2
Hulusi ÇOKADAR, ”Photosynthesis and Respiration Processes: Prospective Teachers’
Conception Level”, Education and Science Journal, 37, 164, 2012, p. 82.
3
Ceren Tekkaya, ”Misconception as Barrier to Understanding Biology”, Hacettepe
Universitesi Egitim Fakultesi Dergisi, 23, 2002, p. 259.
4
Ibid., p. 261.

1

2

tersebut. 5 Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Ita Viana
Dewi, Yuni Sri Rahayu, dan Erman yang menyatakan bahwa respirasi tumbuhan
hanya terjadi pada waktu malam hari dan hanya daun yang berwarna hijau yang
mampu untuk berfotosintesis.6
Miskonsepsi dapat terjadi ketika siswa berusaha membentuk pengetahuan
dengan cara menerjemahkan pengalaman baru dalam bentuk konsepsi awal. 7
Pembentukan konsepsi awal ini dapat dimulai ketika siswa mendapatkan
pengalaman pembelajaran di sekolah maupun dilingkungannya sendiri. Para pakar
di bidang miskonsepsi juga menemukan hal lain yang menjadi penyebab
miskonsepsi pada siswa, diantaranya adalah dari siswa itu sendiri, guru, buku teks,
dan metode pembelajaran yang digunakan.8 Siswa yang mengalami miskonsepsi
juga dapat dikarenakan oleh adanya kesulitan siswa dalam memahami konsep.9
Kesulitan tersebut dapat berasal dari rumitnya konsep ataupun istilah yang
terdapat pada biologi.10
Kesulitan-kesulitan siswa tersebut tentunya dapat berdampak pada
ketidaktercapainya hasil belajar siswa secara optimal. Contoh indikasi adanya
kesulitan siswa dalam memahami konsep biologi ini dialami oleh beberapa
sekolah menengah atas negeri di wilayah Tangerang Selatan. Berdasarkan kajian
data hasil ujian nasional dari tahun 2011 hingga 2012 di wilayah Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang Selatan, dan Bekasi menunjukkan bahwa Tangerang Selatan
memiliki nilai rata-rata ujian nasional biologi di bawah rata-rata.11 Hal ini perlu
Filocha Haslam dan David F. Treagust, ”Diagnosing secondary students’ misconceptions
of photosynthesis and respiration in plants using a two-tier multiple choice instrument”, Journal
of Biological Education, 21, 3, 1987, p. 203.
6
Ita Viana Dwi, dkk., ”Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
untuk Mengatasi Miskonsepsi Siswa SMP pada Materi Fotosintesis”, Jurnal Pendidikan Sains ePensa, 1, 2, 2013, h. 21.
7
National Science Teachers Association, Buku Pedoman Guru Biologi Edisi ke-4, Terj.
dari The Biology Teacher’s Handbook 4th Edition oleh Paramitha, (Jakarta: PT Indeks, 2013), Cet.
I, h. 4.
8
Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, (Jakarta:
PT. Grasindo, 2005), h. 29.
9
Ibid., h. 40.
10
National Science Teachers Association, op. cit., h. 30.
11
Lampiran 11, Data Nilai Ujian Nasional Tahun 2011 dan 2012.
5

3

ditelusuri bagaimana tingkat pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam
biologi khususnya konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan.
Berbagai

macam

cara

dapat

digunakan

untuk

mengidentifikasi

miskonsepsi pada siswa diantaranya ialah menggunakan peta konsep, tes pilihan
ganda dengan disertai alasan terbuka, tes esai tertulis, wawancara diagnosis,
diskusi dalam kelas, serta praktikum dengan disertai tanya jawab.12 Peta konsep
memiliki keunggulan yaitu guru dapat dengan mudah melihat apakah hubungan
antara konsep pada peta itu benar atau salah.13 Tes pilihan ganda disertai alasan
terbuka memiliki keunggulan dalam mengidentifikasi miskonsepsi siswa karena
guru dapat menentukan tipe kesalahan siswa dalam suatu konsep berdasarkan
jawaban yang dipilih serta dapat mengurangi jawaban tebakan siswa.14 Tes esai
tertulis memiliki keunggulan yakni guru dapat langsung mengklasifikasi
pemahaman siswa berdasarkan tingkat pemahamannya pada suatu konsep. 15
Kemudian, diskusi dalam kelas, keunggulannya ialah guru dapat mendeteksi
gagasan siswa mengenai suatu konsep sehingga guru dapat mengerti konsepsi
alternatif yang dimiliki oleh siswa.16 Praktikum tanya jawab memiliki keunggulan
yakni guru dapat mendeteksi siswa yang mengalami miskonsepsi secara langsung
terhadap konsep yang dipraktikkan. 17 Terdapat satu teknik lagi yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi yaitu Metode Certainty of
Response Index (CRI). Metode yang dikembangkan oleh Saleem Hasan ini
digunakan untuk mengidentifikasi terjadinya miskonsepsi sekaligus dapat
membedakannya dengan tidak tahu konsep dan paham konsep. Metode CRI
merupakan ukuran tingkat keyakinan/kepastian responden dalam menjawab setiap

12

Paul Suparno, op. cit, h. 129.
Ibid., h. 121-122.
14
Tim Penyusun, Tes Diagnostik, (Jakarta: Direktorat PSMP, 2007), h.4.
15
Michael R. Abraham, “Understanding and Misunderstanding of Eight Graders of Five
Chemistry Concept Found in Textbooks”, Journal of Research in Science Teaching, 29, 1992, h.
112.
16
Paul Suparno, op. cit, h. 127-128.
17
Ibid., h. 128.
13

4

soal yang diberikan. 18 CRI biasanya didasarkan pada suatu skala dan diberikan
bersamaan dengan setiap jawaban suatu soal.
Kelemahan tes pilihan ganda dengan teknik CRI terletak pada
pengkategorian peserta didik yang memiliki tingkat kepercayaan diri rendah dan
pada besarnya faktor menebak siswa dalam menjawab soal. 19 Hal ini ditandai
dengan adanya siswa yang sebenarnya mampu menjawab dan memahami konsepkonsep yang terdapat pada soal, namun karena memiliki tingkat keyakinan yang
rendah menuntunnya memilih skala CRI yang rendah, sehingga dikelompokkan
dalam kategori tidak paham konsep (menebak). 20 Dengan memperhatikan kondisi
ini maka kategori pemahaman yang disusun oleh Saleem Hasan dimodifikasi oleh
Aliefman Hakim dengan menambahkan alasan terbuka pada tes pilihan ganda,
sehingga siswa yang memahami konsep tetapi memilih CRI yang rendah masuk
ke dalam kategori paham konsep tetapi kurang yakin.21 Kelebihan teknik ini yaitu
guru dapat menganalisis miskonsepsi siswa secara objektif karena selain
menjawab soal pilihan ganda dan tingkat keyakinan terhadap jawaban, alasan
siswa terhadap jawaban dari pertanyaan juga dapat terungkap sehingga
miskonsepsi siswa dapat teridentifikasi dengan mudah dan tepat.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis melakukan penelitian dengan
mengangkat judul penelitian yaitu, ”Identifikasi Miskonsepsi Siswa dengan
Menggunakan Metode Certainty of Response Index (CRI) pada Konsep
Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan”.

Saleem Hasan, dkk, ”Misconception and The Certainty of Response Index (CRI)”,
Physics Education, 1999, 34(5), p. 294.
19
Aliefman Hakim,dkk, “Student Concept Understanding of Natural Products Chemistry in
Primary and Secondary Metabolies Using the Data Collecting Technique of Modified CRI”,
International Online Journal of Education Sciences, 2012, 4(3), p. 546.
20
Ibid., p. 548.
21
Ibid.
18

5

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat
diidentifikasikan adalah sebagai berikut:
1. Konsep Fotosintesis dan Respirasi merupakan konsep penting dalam biologi
karena mengkaji perpindahan energi dan materi dalam suatu ekosistem.
2. Dalam mengkonstruk pengetahuan/konsep, konsepsi siswa terkadang berbeda
dengan konsepsi ilmiah yang dimiliki oleh para ilmuwan.
3. Rata-rata hasil ujian nasional biologi kota Tangerang Selatan dari tahun 2011
hingga 2012 dibawah rata-rata hasil ujian nasional biologi dalam cakupan
wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang Selatan, dan Bekasi.
4. Dari telaah beberapa jurnal penelitian, siswa sering mengalami miskonsepsi
pada konsep fotosintesis dan respirasi tumbuhan.
5. Metode CRI yang dikembangkan oleh Saleem Hasan untuk mengidentifikasi
miskonsepsi siswa masih memiliki kelemahan dalam hal pengkategorian
tingkat pemahaman.
6. Identifikasi miskonsepsi siswa menggunakan CRI pada konsep fotosintesis dan
respirasi tumbuhan mengacu pada identifikasi miskonsepsi yang dimodifikasi
oleh Aliefman.

C. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan luasnya permasalahan yang muncul dari topik kajian
yang dilakukan, maka pembatasan diperlukan guna memperoleh kedalaman kajian
dan untuk menghindari perluasan permasalahan. Adapun pembatasan masalah
dalam hal ini adalah:
1. Miskonsepsi siswa pada konsep fotosintesis dan respirasi tumbuhan.
2. Metode identifikasi miskonsepsi siswa menggunakan CRI mengacu pada
identifikasi miskonsepsi yang dimodifikasi oleh Aliefman.

6

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan

pembatasan

masalah

yang

diuraikan

di

atas,

maka

permasalahan penelitian yang dapat dirumuskan yaitu: “Bagaimana miskonsepsi
siswa SMAN se-Kota Tangerang Selatan pada konsep Fotosintesis dan Respirasi
Tumbuhan Hijau dengan menggunakan Certainty Response Index (CRI)?”

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengungkap miskonsepsi siswa
SMAN se-Kota Tangerang Selatan pada konsep Fotosintesis dan Respirasi
Tumbuhan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu guru mengenali tingkat
pemahaman siswa mengenai konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan
Hijau secara objektif, sehingga guru dapat melakukan tindak lanjut yang tepat
jika terdapat siswa yang terdidentifikasi mengalami miskonsepsi.
2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan motivasi
bagi peneliti khususnya, dan umumnya peneliti lain untuk terus melakukan
perbaikan dalam sistem pengajaran secara baik dan tepat sehingga
kecenderungan siswa mengalami miskonsepsi dapat dikurangi bahkan dicegah.

BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Teori
1.

Konsep
Pada abad ke 16 seorang filsuf Perancis Rene Descartes mengguncang
dunia dengan filsafatnya yang terkenal yaitu Cogito Er Gosum yang berarti
Aku Berpikir Maka Aku Ada. Ragukan segala sesuatu, pikirkan, pahami dan
renungkan, bandingkan, lalu berakhir dengan sebuah konsep.1 Begitulah
filsafat ini bekerja dalam kehidupan manusia, yaitu mencari sebuah konsep
dengan jalan berpikir dan merenung. Dengan lahirnya filsafat ini, semua
ilmuwan menjadikan filsafat ini sebagai acuan dalam mencari dan
menemukan konsepsi yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Siswa
merupakan manusia yang selalu berusaha membentuk konsepsi – konsepsi di
dalam struktur kognifnya. Namun, dalam usaha membentuk konsepsi tak
jarang siswa cenderung mengalami kesalahan dalam menerjemahkan suatu
fenomena atau peristiwa yang terjadi di alam sekitar.
Miskonsepsi pada siswa dapat menjadi salah satu faktor penyebab
lemahnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep pelajaran.2 Sebelum
mempelajari bagaimana proses terjadinya miskonsepsi pada siswa, kita perlu
memahami beberapa pengertian konsep yang dikemukakan oleh beberapa ahli
pendidikan sebagai berikut :

a. Definisi Konsep
Mungkin tidak ada satu pun definisi yang dapat mengungkapkan arti
yang luas mengenai definisi konsep. Walaupun dapat ditentukan suatu
definisi

verbal

dari

suatu

konsep,

definisi

tersebut

tidak

dapat

mengungkapkan keseluruhan hubungan-hubungan konsep tersebut dengan
1

Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar, (Surabaya:
PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 25.
2
Kustiyah, “Miskonsepsi Difusi dan Osmosis pada Siswa MAN Model Palangkaraya”,
Jurnal Ilmiah Guru Kanderang Tingang, 01, 2007, h. 24.

7

8

konsep yang lain.3 Bahkan filsuf sains Karl Popper menegaskan bahwa ciri
teori atau konsep yang baik adalah jika teori atau konsep tersebut mampu
membuat sejumlah prediksi yang pada prinsipnya dapat disangkal atau
dibuktikan keliru dengan pengamatan.4 Tetapi, bukan berarti kita berada
dalam kebingungan untuk menentukan definisi konsep atau teori yang baik,
paling tidak kita mampu menentukan definisi mengenai konsep atau teori
dengan berbagai pendekatan ilmiah.
Flavell menyarankan, bahwa konsep-konsep dapat berbeda dalam tujuh
dimensi yaitu :5
1)

Atribut. Setiap konsep mempunyai sejumlah atribut yang berbeda.
Atribut-atribut dapat berupa hal-hal yang berkaitan dengan fisik; seperti
warna, tinggi, rasa, atau bentuk, atau dapat juga atribut-atribut tersebut
dapat berupa atribut fungsional.

2)

Struktur. Dimensi konsep berupa struktur yang membahas mengenai
cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut tersebut. Ada
hubungan atau kaitan di antara atribut-atribut tersebut. Ada tiga macam
struktur pada dimensi konsep. Pertama, konsep-konsep yang bersifat
konjuktif yaitu konsep-konsep dimana terdapat dua atau lebih sifat-sifat
sehingga dapat memenuhi syarat sebagai contoh konsep. Kedua,
konsep-konsep disjunktif adalah konsep-konsep di mana satu dari dua
atau lebih sifat-sifat atau atribut-atribut harus ada. Ketiga, konsepkonsep relasional mengenai hubungan tertentu antara atribut-atribut
konsep.

3)

Keabstrakan. Keabstrakan membahas mengenai konsep-konsep yang
tidak dapat dilihat dan konkret.

3

Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), h.79.
Stephen Hawking, A Brief History of Time: Sejarah Singkat Waktu, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2013), h. 10.
5
Ratna Wilis Dahar, op.cit., h.79-80
4

9

4)

Keinklusifan. Dimensi ini lebih menekankan kepada contoh-contoh
yang terlibat langsung dalam konsep tersebut.

5)

Generalitas. Bila dibuat sistem klasifikasi, konsep-konsep menurut
dimensi ini dapat berbeda sesuai posisi superordinat atau subordinatnya.
Contoh, konsep wortel adalah subordinat terhadap konsep sayuran,
selanjutnya konsep sayuran subordinat terhadap konsep tanaman yang
dapat dimakan. Makin umum suatu konsep, makin banyak hubungan
atau asosiasi yang dapat dibentuk dengan konsep-konsep lainnya.

6)

Ketepatan.

Ketepatan

suatu

konsep

menyangkut

apakah

ada

sekumpulan aturan-aturan untuk membedakan contoh-contoh dari
noncontoh-noncontoh suatu konsep.
7)

Kekuatan. Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang
setuju, bahwa konsep itu penting.
Konsep merupakan salah satu bagian dari klasifikasi pengetahuan

yang terdapat dalam sebuah materi pelajaran. Pengetahuan yang bersifat
konsep yaitu pengetahuan yang mengacu pada pengertian, definisi, ciri
khusus, komponen atau bagian dari suatu objek.6 Konsep juga merupakan
rangkaian fakta-fakta yang teruji secara ilmiah sehingga menghasilkan
definisi atau pengertian yang bersifat kognitif dan informatif.
Ahli lain mengatakan bahwa konsep merupakan bentuk abstraksi
mental yang mewakili suatu kelas stimulus-stimulus. Jika suatu konsep telah
dipelajari seseorang, maka orang tersebut akan dapat menampilkan perilakuperilaku tertentu berdasarkan konsep.7 Definisi ini menekankan bahwa suatu
konsep dapat menjadi stimulan yang dapat membentuk respon dari seseorang
yang mempelajarinya. Respon dari stimulus-stimulus bisa berupa perilaku
seseorang di dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan apa yang dipelajarinya.

6

Zulfiani, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),

7

Ratna Wilis Dahar, loc. cit.

h. 37.

10

Definisi ini juga menekankan adanya sifat kausatif (sebab-akibat) dari suatu
konsep.
Kustiyah menyatakan bahwa konsep merupakan bahan pembangun
proses berfikir.8 Konsep merupakan desain awal untuk mengkonstruksi
pengetahuan seseorang dalam memahami sesuatu. Definisi yang dipaparkan
oleh

Kustiyah

mengenai

konsep

dianggap

sebagai

pandangan

konstruktivisme. Dari pandangan Kustiyah inilah seakan mendukung
pandangan Karl Popper mengenai ciri terbaik dari suatu teori atau konsep,
yang memberikan arti yang luas bahwa jika konsep dibangun atas dasar
konstruktivisme

maka

konsep

akan

selalu

selalu

sejalan

dengan

perkembangan kognitif manusia sehingga konsep-konsep dasar bisa menjadi
konsep subordinat (konsep cabang).
Berdasarkan dari ketiga definisi ini, maka konsep dapat diartikan
sebagai pengetahuan yang dapat bersifat definitif dan praktis. Sifat definitif
digunakan untuk membangun pengetahuan diri secara teori mengenai ilmu
pengetahuan, sedangkan sifat praktis digunakan sebagai dasar bagi seseorang
untuk dapat menerapkan konsep-konsep tersebut dalam memenuhi hasrat atau
kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Perolehan Konsep
Menurut Ausubel, konsepsi-konsepsi yang dibentuk oleh siswa
diperoleh dengan dua cara yaitu sebagai berikut:9
1) Pembentukan Konsep (concept formation)
Pembentukan konsep merupakan proses induktif. Proses
berpikir secara induktif merupakan proses berpikir di mana kita
dihadapkan dengan konsepsi-konsepsi yang bersifat khusus sehingga
didapatkan suatu kesimpulan atas dasar konsepsi-konsepsi khusus
tersebut. Konsepsi yang merupakan kesimpulan tersebut disebut
sebagai konsepsi umum. Pembentukan konsep merupakan suatu
8
9

Kustiyah, op. cit., h. 25.
Ratna Wilis Dahar, op. cit., h. 81 – 82.

11

bentuk kegiatan pada pembelajaran yang bersifat penemuan (discovery
learning), di mana konsep-konsep yang akan dibentuk secara umum
harus didapatkan dari proses-proses menemukan konsepsi yang
bersifat khusus melalui teknik discovery learning. Pembentukan
konsep juga mengikuti pola contoh/aturan. Siswa yang sedang
mengalami proses pembelajaran akan selalu dihadapkan pada
sejumlah contoh-contoh ataupun noncontoh-noncontoh.
Melalui proses yang dinamakan diskriminasi dan abstraksi, ia
menetapkan suatu aturan yang dapat menentukan kriteria umum untuk
konsep tersebut. Dengan adanya proses diskriminasi, yakni proses
membandingkan

atau

membedakan

contoh-contoh

ataupun

noncontoh-noncontoh, siswa akan mengalami perlawanan atau
persetujuan dalam pembetukan konsepsi. Melalui proses abstraksi,
yakni proses untuk menemukan suatu konsistensi logika atas suatu
peristiwa atau fenomena, siswa akan mendapatkan suatu kepastian
hukum atau definisi melalui penyaringan (filter) terhadap gejala atau
peristiwa.
Sebagai contoh, untuk mendapatkan pemahaman mengenai
konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan, siswa dihadapkan pada
konsepsi khusus yakni konsepsi mengenai tumbuhan (mulai dari
konsep sel hingga sistem organ tumbuhan), konsepsi mengenai gasgas yang digunakan oleh tumbuhan, konsepsi mengenai energi
kimiawi makhluk hidup, hingga konsepsi mengenai energi matahari
(radiasi matahari, panjang gelombang matahari, foton, dll). Jika
konsepsi-konsepsi khusus tersebut memiliki hubungan maka akan
terbentuk konsepsi umum yang bersifat ilmiah yaitu Fotosintesis dan
Respirasi Tumbuhan. Tentunya, untuk memberikan pembelajaran
kepada siswa agar dapat menemukan suatu konsepsi khusus yang
bersifat ilmiah tidaklah mudah. Pembelajaran menggunakan teknik
penemuan menuntun siswa untuk mengembangkan atau bahkan

12

membentuk konsistensi logika terhadap suatu peristiwa alami
berdasarkan fakta-fakta yang didapatkan.

2) Asimilasi Konsep
Berbeda dengan proses pembentukan konsep, asimilasi konsep
bersifat deduktif. Proses asimilasi konsep lebih dahulu mengenali
siswa pada konsepsi-konsepsi yang bersifat umum (lebih bersifat
definisi atau pengertian) lalu menjabarkan konsepsi yang bersifat
umum tersebut ke dalam konsepsi-konsepsi yang bersifat khusus.
Dalam proses ini siswa diberi pengenalan akan suatu definisi konsep
dan atribut-atribut dari konsep yang bersifat umum tersebut. Ini berarti
bahwa siswa akan belajar definisi konseptual dengan memeroleh
penyajian atribut-atribut kriteria berdasarkan definisi konsep, dan
kemudian mereka akan menghubungkan atribut – atribut ini dengan
gagasan-gagasan yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif
mereka.
Siswa terlebih dahulu diperkenalkan akan definisi suatu
konsep

secara

teoretis,

kemudian

definisi-definisi

tersebut

dihubungkan ke dalam struktur kognitif yang telah mereka miliki
sebelumnya. Untuk memeroleh konsep-konsep melalui proses
asimilasi, siswa yang belajar harus sudah memeroleh definisi formal
dari konsep-konsep tersebut. Suatu definisi formal dari suatu kata
menunjukkan

kesamaan-kesamaan

dengan

konsep

itu,

dan

membedakan kata tersebut dari konsep-konsep lain.
Sebagai contoh, definisi formal mengenai fotosintesis, yakni
proses pengolahan energi matahari yang dilakukan oleh tumbuhan
menjadi energi kimiawi dan terjadi pada organel sel yang disebut
kloroplas. Tentunya proses tersebut membutuhkan bahan baku berupa
air dan gas karbondioksida. Atribut berupa energi matahari, air, gas
karbondioksida, kloroplas pada tumbuhan memberikan suatu atributatribut yang hanya dimiliki oleh fotosintesis tetapi membedakannya

13

dengan proses-proses kehidupan yang lain. Contoh lain ialah definisi
formal dari respirasi, yaitu suatu proses penggunaan bentuk energi
kimiawi yang terdapat pada makanan dalam bentuk energi kimiawi
yang dapat digunakan untuk aktifitas makhluk hidup. Tentunya dalam
proses tersebut terjadi pembakaran energi oleh oksigen yang terjadi
pada organel sel mitokondria sehingga dihasilkan energi (ATP),
karbondioksida, dan air. Atribut-atribut berupa energi ATP, oksigen,
karbondioksida, air, dan mitokondria memberikan suatu atribut yang
hanya dimiliki oleh respirasi.
Sesudah definisi dari konsep itu disajikan, konsep-konsep
tersebut dapat diilustrasikan dengan memberikan contoh-contoh atau
deskripsi-deskripsi verbal dari contoh-contoh. Jadi, asimilasi konsep
digunakan untuk proses pembelajaran kebermaknaan (meaningful
reception meaning). Proses perolehan konsep yang diterapkan dengan
cara

ini

menekankan

penyajian

konsep-konsep

formal

yang

selanjutnya akan dijelaskan dengan contoh-contoh sederhana yang
sesuai dengan struktur kognitif mereka, sehingga perolehan konsep
lebih bermakna.

c. Tingkat-tingkat Pencapaian Konsep
Klausmeier membuat hipotesis yang menyatakan bahwa ada empat
tingkat pencapaian konsep. Tingkat-tingkat pencapaian ini muncul dalam
urutan yang invarian. Empat tingkat pencapaian konsep tersebut adalah
sebagai berikut :10
1) Tingkat Konkret. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, siswa
harus dapat memperhatikan benda tersebut, dan dapat membedakan
benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkungannya.
Selanjutnya ia harus menyajikan benda itu sebagai suatu gambaran
mental, dan menyimpan gambaran mental tersebut. Dengan begitu,
seseorang yang berada atau telah mencapai tingkatan konkret mampu
10

Ibid., h. 87-89.

14

mengenali

konsepsi

tersebut

dari

wujud

fisik

dan

mampu

membedakan wujud fisik tersebut dengan wujud fisik lainnya.
2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas, seseorang akan mengenali
suatu objek (a) sesudah selang waktu, (b) bila orang itu mempunyai
orientasi ruang (spatial orientation) yang beragam terhadap objek
tersebut, atau (c) bila objek tersebut dapat diobservasi melalui indera
yang berbeda, misalnya untuk mengetahui buah jeruk itu dengan
merasakan rasanya bukan dengan melihatnya.
3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkatan pencapaian konsep ini, siswa
dapat mengenali persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas
yang sama, atau sebaliknya mengenali perbedaan dari dua contoh
yang sama dari kelas yang berbeda. Sebagai contoh, terdapat dua
makhluk hidup yang termasuk ke dalam genus yang sama namun
termasuk ke dalam spesies yang berbeda.
4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal,
siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi suatu
konsep. Kita dapat menyimpulkan bahwa siswa telah mencapai suatu
konsep pada tingkat formal, bila siswa tersebut dapat memberi nama
konsep tersebut, mendefinisikan konsep tersebut dalam atribut-atribut
kriterianya, mendeskriminasi dan memberi nama atribut-atribut yang
membatasi, dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contohcontoh dan noncontoh dari konsep. Pada pencapaian tingkatan formal,
siswa sudah memahami secara mendalam konsepsi yang ia peroleh
secara formal atau terstruktur dan metodik. Contoh siswa mampu
memberikan keterangan atribut secara detail dan sistematis mengenai
konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan.

15

2.

Miskonsepsi

a.

Definisi Miskonsepsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia konsepsi mengandung arti
pendapat atau paham.11 Jika didasarkan pada pengertian ini konsepsi juga
dapat berarti kemampuan seseorang dalam menerjemahkan fenomenafenomena yang terdapat di sekitar kemudian dihubungkan dengan struktur
kognitifnya. Konsepsi-konsepsi yang ada pada seseorang ada yang sesuai
dengan konsepsi ilmiah, ada yang tidak. Konsepsi yang tidak sesuai
dengan konsepsi ilmiah dinamakan miskonsepsi. Miskonsepsi memiliki
pengertian yaitu suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang
diakui oleh para ahli.12 Biological Science Curriculum Study (BSCS)
menggunakan istilah konsepsi pendahulu untuk menggambarkan konsepsi
siswa yang berada di luar pemahaman ilmiah terhadap fenomenafenomena atau peristiwa.13 Novak dalam Joel Mintez, et. al. menyatakan
bahwa miskonsepsi adalah pemahaman yang salah yang dimiliki oleh
siswa pada setiap domain pengetahuan yang seringkali berasal dari proses
belajar hafalan.14 Miskonsepsi dapat diartikan juga sebagai tafsiran atau
pemahaman seseorang atau lebih terhadap suatu konsep yang salah atau
tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli.
David Hammer dalam Yuyu R. Tayubi juga menyatakan bahwa
miskonsepsi adalah suatu konsepsi atau struktur kognitif yang melekat
dengan kuat dan stabil dibenak siswa yang sebenarnya menyimpang dari
konsepsi yang dikemukakan para ahli, yang dapat menyesatkan para siswa
dalam memahami fenomena-fenomena alam dan dalam melakukan

11

Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h

588.
12

Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, (Jakarta:
PT Grasindo, 2005), h. 8.
13
National Science Teachers Association, Buku Pedoman Guru Biologi Edisi ke-4, Terj.
dari The Biology Teacher’s Handbook 4th Edition oleh Paramitha, (Jakarta: PT Indeks, 2013), Cet.
I, h. 30.
14
Joel J. Mintzes, et al., Assessing Science Understanding, (California: Elsevier Academic
Press, 2005), h. 3.

16

eksplanasi.15

Pendapat

David

Hammer

ini

menunjukkan

bahwa

miskonsepsi dapat tertanam secara lahiriah dengan kuat di dalam
pengetahuan siswa sehingga pengetahuan tersebut dianggap sebagai suatu
kebenaran saat memahami peristiwa yang terjadi di alam maupun saat
melakukan penjelasan.
Definisi lain dari miskonsepsi adalah suatu kesalahan dalam
memahami suatu konsep yang ditunjukkan dengan kesalahan saat
menjelaskan konsep tersebut dengan bahasa sendiri.16 Definisi ini
menyatakan

bahwa

miskonsepsi

dapat

terlihat

ketika

seseorang

mengemukakan penjelasan tentang suatu konsep dengan gaya bahasanya
sendiri.

b. Sifat Miskonsepsi
Berdasarkan hasil suatu penelitian mengenai miskonsepsi, Driver
dalam Ratna Wilis Dahar mengemukakan hal-hal mengenai sifat
miskonsepsi sebagai berikut :
1) Miskonsepsi bersifat pribadi. Bila dalam suatu kelas anak-anak
disuruh menulis tentang percobaan yang sama (misalnya hasil
demonstrasi guru), mereka memberikan berbagai interpretasi.
Setiap anak melihat dan menginterpretasikan eksperimen tersebut
menurut
caranya sendiri.
Setiap anak mengonstruksi
kebermaknaannya sendiri.
2) Miskonsepsi memiliki sifat yang stabil. Kerap kali terlihat bahwa
gagasan ilmiah ini tetap dipertahankan anak, walaupun guru sudah
memberikan kenyataan yang berlawanan.
3) Bila menyangkut koherensi, anak tidak merasa butuh pandangan
yang koheren sebab interpretasi dan prediksi tentang peristiwaperistiwa alam praktis kelihatannya cukup memuaskan. Kebutuhan
akan koherensi dan kriteria untuk koherensi menurut persepsi anak
tidak sama dengan di persepsi ilmuwan. 17

Yuyu R. Tayubi, “Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-konsep Fisika Menggunakan
Certainty of Response Index (CRI)”, Jurnal Pendidikan, 5, 2005, h. 5.
16
Kustiyah, loc. cit.
17
Ratna Wilis Dahar, op.cit., h. 154.
15

17

c. Penyebab terjadinya Miskonsepsi
Penelitian mengenai penyebab miskonsepsi sudah banyak dilakukan.
Miskonsepsi siswa terhadap suatu konsep dapat terjadi melalui satu
ataupun gabungan pengalaman belajar siswa.18 Secara garis besar,
penyebab miskonsepsi yang dialami siswa yaitu penyebab yang berasal
dari pengetahuan lahiriah siswa, konteks, guru, metode mengajar, serta
buku teks.19
Pengalaman dan kejadian sehari-hari siswa merupakan salah satu
penyebab miskonsepsi yang berasal dari siswa secara kontekstual.
Pengalaman dapat membentuk konsep pengetahuan yang cukup kuat
karena langsung dialami oleh siswa itu sendiri. Pembentukan konsep
merupakan

proses induktif

yang membentuk pengetahuan siswa

berdasarkan gabungan pengalaman siswa secara terus-menerus dan
beragam dalam kehidupannya.20 Miskonsepsi yang muncul pada siswa
dapat disebabkan oleh pengalaman sehari-hari siswa ketika beinteraksi
dengan alam sekitarnya.21 Hal ini sesuai dengan pendapat Ceren Tekkaya
yaitu, “Misconceptions may originate from certain experiences that are
commonly shared by many students”.22 Selain itu, kemampuan, tahap
perkembangan, minat serta cara berpikir juga merupakan faktor-faktor
yang terdapat dalam diri siswa yang dapat menghadirkan miskonsepsi bagi
siswa tersebut.23
Penyebab miskonsepsi selanjutnya yaitu dapat juga berasal dari guru.
Ceren Tekkaya menyatakan bahwa miskonsepsi pada siswa dapat terjadi
dikarenakan oleh guru yang melakukan kesalahan dalam proses
pembelajaran.24 Penyebab miskonsepsi siswa yang lain yang berasal dari
guru yaitu kurangnya penguasaan guru akan materi serta sikap guru yang
Ceren Tekkaya, “Misconceptions as Barrier to Understanding Biology”, Journal of
Universitas Hacettepe Ankara, 23, 2002, h. 260.
19
Paul Suparno, op. cit., h. 29.
20
Ratna Wilis Dahar, op. cit., h. 81.
21
Yuyu R. Tayubi, op. cit., h. 4.
22
Ceren Tekkaya, loc. cit.
23
Paul Suparno, loc. cit.
24
Ceren Tekkaya, loc. cit.
18

18

tidak berhubungan baik dengan siswa.25 Jika hal ini terus terjadi, maka
miskonsepsi akan terus berlanjut selama guru tersebut mengajarkan konsep
yang salah dalam setiap pembelajaran.
Miskonsepsi pada siswa ternyata juga dapat disebabkan oleh buku
teks yang dipelajari siswa. Penyebab miskonsepsi dari buku teks biasanya
disebabkan oleh penjelasan atau uraian yang salah dalam buku tersebut.26
Disamping itu menurut Odom, buku teks merupakan sumber informasi
utama bagi guru sehingga jika di dalam buku teks tersebut terdapat
miskonsepsi, akan mendorong terjadinya miskonsepsi pula pada guru.27 Jika

guru menggunakan buku teks yang mengalami miskonsepsi sebagai satusatunya sumber informasi maka miskonsepsi pada buku tersebut akan
ditransfer dari guru ke siswa.
Penyebab miskonsepsi selanjutnya dapat juga berasal dari metode
pembelajaran. Metode belajar yang hanya menekankan metode belajar
yang bersifat hafalan dapat menjadi salah satu penyebab miskonsepsi
karena siswa tidak distimulasi untuk dapat menghubungkan konsep secara
mendalam.28
Beberapa

hal

yang

dapat

menjadi

penyebab

terbentuknya

miskonsepsi pada seorang anak dapat dilihat pada cara anak dalam
menerima ilmu pengetahuan, diantaranya yaitu : (1) anak cenderung
memberikan dasar pada pemikirannya (kognitif) tersebut pada hal-hal yang
tampak

dalam

situasi

masalah,

(2)

anak

hanya

melihat

dan

menginterpretasikan suatu fenomena hanya dari segi sifat keabsolutan
suatu fenomena bukan dari segi interaksi di dalamnya, (3) cara berpikir
cenderung mengikuti urutan kausal linear.29 Tentunya, jika tidak ada

25

Paul Suparno, loc. cit.
Ibid.
27
Yusuf Hilmi Adisendjaja dan Oom Romlah, “Identifikasi Kesalahan dan Miskonsepsi
Buku Teks Biologi SMU”, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi, Jurusan
Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia 25 –26 Mei 2007.
28
Joel J. Mintzes, et al., op. cit., h. 42.
29
Ratna Wilis Dahar, op. cit., h. 154-155.
26

19

perkembangan dalam proses berpikir miskonsepsi pada anak-anak akan
terus berlanjut hingga dewasa.

3.

Identifikasi Miskonsepsi
Dari beberapa pengertian dan penyebab miskonsepsi yang telah
dipaparkan, maka diperlukan suatu usaha untuk mengidentifikasi siswa yang
mengalami miskonsepsi agar kondisi tersebut dapat dicegah atau bahkan
dapat diarahkan ke konsep yang benar. Identifikasi menurut bahasa ialah
penentu atau penetapan identitas seseorang, benda, dan sebagainya.30 Dari
pengertian tersebut, identifikasi merupakan suatu kegiatan yang didalamnya
ditetapkan suatu ciri-ciri atau identitas dari suatu objek dengan tujuan agar
mudah dikenali. Di dalam pendidikan dikenal dengan diagnosis, yakni usaha
untuk mempelajari keadaan seseorang individu atau kelompok agar dapat
diklasifikasikan ke dalam kelompok tertentu, menguasai atau tidak
menguasai konsepsi ilmiah tertentu.31 Untuk dapat mengidentifikasi
miskonsepsi pada siswa diperlukan tes. Di sini akan dijabarkan beberapa
definisi tes beserta penggolongannya.
a. Definisi Tes
Tes adalah alat pengukur yang memiliki standar yang objektif
sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat digunakan untuk
mengukur dan membandingkan keadaan psikis dan tingkah laku
seseorang.32 Tes dalam dunia pendidikan merupakan cara atau prosedur
yang digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian yang berbentuk
tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang
harus dijawab atau perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh peserta
tes, sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku

30

Tim Penyusun Kamus, op. cit., h. 417.
Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), h. 91.
32
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2009), h. 66.
31

20

peserta tes.33 Tes juga merupakan penilaian yang dilakukan secara
komprehensif terhadap seorang individu atau keseluruhan sebagai usaha
evaluasi program.34 Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil
pengertian bahwa tes adalah cara atau prosedur yang digunakan untuk
mengukur, membandingkan serta menilai tingkah laku peserta tes dengan
menggunakan berbagai bentuk tes yang harus dijawab oleh peserta tes,
sehingga hasil pengukuran, penilaian maupun pembanding dapat dijadikan
gambaran tingkah laku peserta tes.
b. Penggolongan Tes Berdasarkan Fungsinya
Penggolongan tes menurut fungsinya didasari oleh segi mana atau
dengan alasan apa penggolongan tes itu dilakukan. Penggolongan tes
digolongkan menjadi 3 golongan yaitu berdasarkan fungsinya, aspek
psikis, kelompok. Dalam hal ini, akan dikemukakan penggolongan tes
berdasarkan fungsinya, yaitu sebagai berikut : 35
1) Tes Seleksi.
Tes ini sering dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon
siswa atau mahasiswa baru. Materi tes pada tes seleksi ini merupakan
materi prasyarat sesuai dengan program pendidikan yang akan diikuti
oleh calon. Tingkat kesulitan pada tes seleksi tergolong cukup tinggi,
hal ini sesuai dengan sifat tes seleksi yaitu menyeleksi atau melakukan
penyaringan sehingga hanya calon-calon yang memiliki kemampuan
tinggi saja yang mampu mengerjakan tes seleksi.
Tes seleksi dapat dilaksanakan secara lisan, tertulis, praktik
dan kombinasi dari lisan, tertulis maupun praktik. Sebagai tindak
lanjut dari hasil tes seleksi, maka para calon yang dipandang mampu
memenuhi batas persyaratan minimal yang telah ditentukan dianggap
lolos dari tes tersebut. Salah satu contoh tes seleksi yang digunakan

33

Ibid., h. 67.
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta: Bumi
Aksara, 2005), h. 33.
35
Anas Sudijono, op.cit., h. 68-73.
34

21

ialah tes seleksi Olimpiade Sains Nasional yang diselenggarakan oleh
Kementrian

Pendidikan

Nasional.

Olimpiade

Sains

Nasional

merupakan kegiatan seleksi yang merupakan salah satu strategi
peningkatan

mutu

pendidikan

sekaligus

sebagai

upaya

mengembangkan wahana kompetisi bagi siswa di seluruh Indonesia
dalam bidang matematika, fisika, biologi, dan IPS.36
2) Tes Awal
Tes jenis ini sering dilaksanakan untuk tujuan mengetahui
sejauh manakah peserta didik menguasai bahan ajar yang akan
diajarkan. Tes awal dilaksanakan sebelum pembelajaran, sehingga
tingkat kesulitan untuk tes ini relatif mudah. Materi tes awal
umumnya menekankan bahan-bahan penting yang umumnya sudah
seharusnya diketahui. Tes awal dapat dilaksanakan baik secara tertulis
atau secara lisan.

3) Tes Akhir.
Tes jenis sering dilaksanakan untuk tujuan mengetahui apakah
semua materi ajar yang tergolong penting sudah dapat dikuasai
dengan baik oleh peserta didik. Umumnya materi tes tersebut dibuat
mirip dengan tes awal. Jika hasil tes akhir tersebut lebih baik daripada
tes awal, maka program pembelajaran yang diberikan berhasil.

36

Kementrian Pendidikan Nasional, Silabus Olimpiade Sains Nasional: Biologi,
Matematika, Fisika, IPS, (Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, 2011), hal. 1.

22

4) Tes Diagnostik.
Diagnosis merupakan proses yang komp