Identifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas Viii Pada Konsep Sistem Pencernaan Dan Pernapasan

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH

DWI ANTI PRAPTI SIWI NIM. 108016100030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1434 H./ 2013 M.


(2)

(3)

(4)

(5)

i

ABSTRAK

Dwi Anti Prapti Siwi, 108016100030. Identifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas VIII pada Konsep Sistem Pencernaan dan Pernapasan (Penelitian Deskriptif di MTsN 1 Kota Bekasi). Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa kelas VIII MTsN 1 Kota Bekasi konsep sistem pencernaan dan pernapasan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 83 siswa. Miskonsepsi ini akan diidentifikasi dengan menggunakan

Certainty of Response Index (CRI). Instrumen penelitian yang digunakan adalah

lembar observasi, tes objektif yang disertai dengan Certainty of Response Index (CRI) dan wawancara terkait miskonsepsi. Berdasarkan hasil penelitian miskonsepsi secara keseluruhan didapat untuk konsep pencernaan sebesar 16,5% dan konsep pernapasan sebanyak 21,9%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab miskonsepsi pada siswa berasal dari pemahaman siswa, metode pembelajaran guru serta buku referensi.

Kata kunci: Miskonsepsi, Certainty of Response Index (CRI), Konsep Pencernaan dan Pernapasan.


(6)

ii

ABSTRACT

Dwi Anti Prapti Siwi, 108016100030. Identification Misconception Grade VIII on the Concept of the Digestive and Respiratory System (Descriptive Research at Junior Islamic of High School Bekasi). BA Thesis, Biology Education Study Program, Department of Natural Science Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This study aims to identify misconceptions students in class VIII MTsN 1 Bekasi city of digestive and respiratory systems concepts. The research method used is descriptive. This research using simple random sampling technique. The sample in this study consist of 83 students. This misconception had been identified by using Certainty of Response Index (CRI). Instruments used in this study was the observation sheet, objective tests which is accompanied by Certainty of Response Index (CRI) and interviews related misconceptions. Based on the research results obtained to the concept of digestion by 16.5% and 21.9% as much as the concept of breathing. The result show that the cause of misconceptions from student

understanding, learning method and reference books.

Keywords: Misconceptions, Certainty of Response Index (CRI), Digestive and Respiratory Concept.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Identifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas VIII pada Konsep Sistem Pencernaan dan Pernapasan”.

Pada penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA-Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd., Dosen Pembimbing I dan Ketua Program Studi Pendidikan Biologi, yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.

4. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd., Dosen Pembimbing II dan Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA, yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.

5. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuannya selama perkuliahan.

6. Bapak Drs. H. Anwar, MM., Kepala Sekolah MTsN 1 Kota Bekasi dan seluruh guru MTsN 1 Bekasi yang telah membantu dalam proses penelitian skripsi berlangsung.

7. Orang tua, kakak dan adik-adikku tercinta, yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang, motivasi serta dukungan baik moril maupun materil selama ini.

8. Rekan-rekan yang memberikan dukungan selama proses skripsi yaitu Tina, Tris, Erni, Nely, Lala dan Haris.


(8)

iv

9. Rekan-rekan Program Studi Pendidikan Biologi angkatan 2008 atas persahabatannya selama ini.

10.Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.

Jakarta, 07 April 2013


(9)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... i

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah... 3

C. Pembatasan Masalah... 4

D. Perumusan Masalah... 4

E. Tujuan Penelitian... 4

F. Kegunaan Penelitian... 4

BAB II KAJIAN TEORETIK A. Teori-teori yang Relevan dengan Variabel yang diteliti... . 6

1. Konsep... 6

a. Pengertian Konsep... 6

b. Jenis-jenis Konsep... 7

c. Kriteria Konsep... 8

d. Perolehan Konsep... 10

e. Cara Membantu Siswa Memahami Konsep... 11

f. Derajat Pemahaman Konsep... 12

g. Kegunaan Konsep... 14

2. Miskonsepsi... 14


(10)

vi

b. Kriteria Miskonsepsi... 15

c. Sifat- Sifat Miskonsepsi... 16

d. Penyebab Miskonsepsi... 18

e. Sumber Miskonsepsi... 22

f. Cara Mengatasi Miskonsepsi... 23

g. Mendeteksi Miskonsepsi... 25

3. Identifikasi Miskonsepsi dengan Certainty of Response Index (CRI)... 26

4. Tinjauan Konsep... 28

a. Sistem Pencernaan... 28

b. Sistem Pernapasan... 29

B. Hasil Penelitian yang Relevan... 29

C. Kerangka Berpikir... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian... 34

B. Metode Penelitian... 34

C. Unit Analisis 1. Populasi dan Sampel... 34

2. Alur Penelitian... 34

D. Instrumen Penelitian... 36

1. Lembar Observasi... 36

2. Tes Objektif... 36

3. Wawancara... 38

E. Teknik Pengumpulan Data... 39

1. Tahap Observasi... 39

2. Tahap Persiapan... 39

3. Tahap Pelaksanaan... 42

F. Teknik Analisis Data... 43

1. Menilai... 43


(11)

vii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian... 46

1. Konsep Pencernaan... 46

a. Tes Objektif... 46

b. Miskonsepsi Siswa... 48

2. Konsep Pernapasan... 49

a. Tes Objektif... .... 49

b. Miskonsepsi Siswa... 51

3. Hasil Observasi... 52

4. Hasil Wawancara... 53

5. Analisis Data... 54

B. Pembahasan terhadap Hasil Penelitian... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... ... 60

B. Saran... 60

DAFTAR PUSTAKA... 61


(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Pengelompokan Derajat Pemahaman Konsep... 12

Tabel 2.2. Penyebab Miskonsepsi... 19

Tabel 2.3. Derajat Kepastian Jawaban dan Skala CRI... 27

Tabel 3.1. Kisi-kisi Penulisan Instrumen Tes Konsep Sistem Pencernaan... 36

Tabel 3.2. Kisi-kisi Penulisan Instrumen Tes Konsep Sistem Pernapasan... 37

Tabel 3.3. Skala CRI... 38

Tabel 3.4. Klasifikasi Kriteria Uji Validitas... 40

Tabel 3.5. Klasifikasi Tingkat Kesukaran... 41

Tabel 3.6. Klasifikasi Daya Pembeda... 42

Tabel 3.7. Kriteria Penilaian Soal... 43

Tabel 3.8. Kriteria Penilaian CRI... 43

Tabel 3.9. Ketentuan dari setiap pertanyaan jawaban yang diberikan yang dikombinasikan dengan kriteria CRI tinggi dan CRI rendah... 44

Tabel 3.10. Kriteria Penilaian Persentase... 45

Tabel 4.1. Persentase Miskonsepsi (M), Paham Konsep (P) dan Tidak Paham (TP) Konsep Pencernaan... 46

Tabel 4.2. Miskonsepsi Siswa Kelompok Tinggi Konsep Pencernaan... 48

Tabel 4.3. Miskonsepsi Siswa Kelompok Sedang Konsep Pencernaan... 48

Tabel 4.4. Miskonsepsi Siswa Kelompok Rendah Konsep Pencernaan... 49

Tabel 4.5. Persentase Miskonsepsi (M), Paham Konsep (P) dan Tidak Paham (TP) Konsep Pernapasan... 49

Tabel 4.6. Miskonsepsi Siswa Kelompok Tinggi Konsep Pernapasan... 51


(13)

ix

Tabel 4.7. Miskonsepsi Siswa Kelompok Sedang Konsep

Pernapasan... 51 Tabel 4.8. Miskonsepsi Siswa Kelompok Rendah Konsep

Pernapasan... 52 Tabel 4.9. Butir Soal yang Dimiskonsepsi oleh Siswa Konsep

Pencernaan... 54 Tabel 4.10. Butir Soal yang Dimiskonsepsi oleh Siswa Konsep


(14)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir... 33 Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian... 35


(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kisi-Kisi Penulisan Instrumen Konsep Pencernaan... 65

Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen Konsep Pencernaan... 66

Lampiran 3. Kisi-Kisi Penulisan Instrumen Konsep Pernapasan... 75

Lampiran 4. Kisi-Kisi Instrumen Konsep Pernapasan... 76

Lampiran 5. Rekap Hasil Anates Konsep Pencernaan... 84

Lampiran 6. Rekap Hasil Anates Konsep Pernapasan... 86

Lampiran 7. Soal Penelitian... 88

Lampiran 8. Hasil Tes Objektif Siswa Konsep Pencernaan... 95

Lampiran 9. Hasil Tes Objektif Siswa Konsep Pernapasan... 101

Lampiran 10. Persentase Tingkat Pemahaman Siswa (TPS) Per Butir Soal Konsep Pencernaan... 107

Lampiran 11. Persentase Tingkat Pemahaman Siswa Per Butir Soal Konsep Pernapasan... 113

Lampiran 12. Kegiatan Observasi... 119

Lampiran 13. Kegiatan Wawancara... 121

Lampiran 14. Surat Penelitian... 123


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia. Hal ini disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan manusia dan seluruh aspek kepribadiannya1. Seluruh proses pendidikan itu membentuk pengertian dan hubungan segala sesuatu tentang kehidupan. Perubahan dalam dunia pendidikan perlu terus menerus dilakukan untuk mendukung pembangunan di masa mendatang salah satunya melalui kegiatan proses pembelajaran.

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa. Salah satu tujuan pembelajaran sains adalah agar siswa memahami konsep, aplikasi konsep dan mampu mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya. Pada proses pembelajaran inilah siswa diharapkan memahami konsep yang diajarkan bukan hanya sekedar hafal. Kemampuan siswa dalam memahami konsep merupakan hal yang sangat penting karena konsep merupakan landasan untuk berpikir2.

Dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir miskonsepsi dalam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) telah menjadi perhatian serius dalam dunia pendidikan3. Miskonsepsi bukanlah hal yang sederhana sehingga bisa dengan mudah diabaikan dalam pembelajaran. Miskonsepsi ini bisa disebabkan dari konsep awal siswa yang dibawa sebelum mengikuti pembelajaran di kelas. Konsep awal yang mereka bawa itu yang kadang-kadang tidak sesuai atau bertentangan dengan konsep yang diterima oleh para ahli. Secara garis besar para peneliti miskonsepsi menemukan lima kelompok penyebab dari miskonsepsi yaitu siswa, guru, buku teks, konteks dan metode mengajar. Hal

1 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 38.

2 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 79.

3Yuni Tri Hewindati dan Adi Suryanto, Pemahaman Murid Sekolah Dasar Terhadap Konsep IPA Berbasis Biologi, Jurnal Pendidikan, 1, 2004, h. 61.


(17)

ini didukung oleh penelitian Ivowi dan Uludotun4 seperti dikutip dalam Yuni Tri yang menemukan bahwa buku pelajaran, pengalaman murid sehari-hari, serta pengetahuan yang dimiliki guru juga merupakan penyebab miskonsepsi. Rustaman & Redjeki seperti dikutip dalam Kustiyah menjelaskan bahwa di antara disiplin ilmu termasuk IPA, biologi sering dianggap merupakan disiplin ilmu yang paling lemah, terkesan sebagai mata pelajaran hafalan dan mudah dipelajari di kalangan siswa5. Menurut Irawan juga mengungkapkan bahwa salah satu kelemahan pendidikan yang sangat umum tetapi kurang diperhatikan adalah tingkat pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang masih sangat buruk. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya miskonsepsi siswa terhadap konsep-konsep yang dipelajari. Padahal di dalam kurikulum telah dinyatakan bahwa fungsi pendidikan biologi yang pertama adalah membantu siswa memahami konsep-konsep biologi6. Dengan membiarkan para siswa maju dengan konsep-konsep yang tidak tepat maka dapat menimbulkan masalah di masa yang akan datang, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Ibnu bahwa kesalahan konsep akan mengganggu pemikiran siswa dalam menerima pengetahuan berikutnya dan biasanya kesalahan konsep ini bersifat permanen didalam pemikiran siswa serta sangat sukar diluruskan kembali7. Adanya miskonsepsi ini jelas akan sangat menghambat pada proses penerimaan dan asimilasi pengetahuan-pengetahuan baru dalam diri siswa, sehingga akan menghalangi keberhasilan siswa dalam proses belajar lebih lanjut8.

Miskonsepsi bisa terdapat pada semua konsep biologi. Salah satu konsep yang terdapat miskonsepsi menurut penelitian Odom seperti penelitian dalam Yusuf Hilmi, diantaranya terdapat miskonsepsi pada siswa tentang

4Ibid., h. 61.

5 Kustiyah, Miskonsepsi Difusi dan Osmosis pada Siswa MAN Model Palangkaraya, Jurnal

ilmiah guru kanderang, 1, 2007, h. 25.

6Ibid., h.25.

7Ibid., h. 25.

8Yuyu R. Tayubi, Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep- Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI), Jurnal Pendidikan, 3, 2005, h. 4.


(18)

fisiologi tubuh manusia9. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ceren Tekkaya10 juga menunjukkan bahwa paling banyak miskonsepsi terdapat pada konsep sistem pernapasan. Oleh karena itu, peneliti melakukan wawancara langsung kepada guru bidang studi biologi di sekolah khususnya pada konsep fisiologi tubuh manusia. Setelah wawancara dengan guru tersebut ternyata didapat bahwa hasil belajar siswa masih rendah untuk konsep pencernaan dan pernapasan. Hasil belajar yang rendah merupakan salah satu ciri atau dampak dari adanya miskonsepsi. Salah satu metode untuk mengidentifikasi miskonsepsi pada siswa adalah melalui tes tertulis yang berbentuk pilihan ganda dengan menggunakan CRI (Certainty of Response

Index)11. Dengan menggunakan CRI dapat dibedakan antara siswa yang

kurang pengetahuan (lack of knowledge) dengan siswa yang mengalami miskonsepsi.

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan “Identifikasi miskonsepsi siswa kelas VIII pada konsep sistem pencernaan dan pernapasan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dapat di identifikasi beberapa masalah yaitu:

1. Miskonsepsi masih terjadi pada konsep sistem pencernaan dan pernapasan.

2. Dampak miskonsepsi menyebabkan siswa sulit memahami konsep sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar.

9Yusuf Hilmi Adisendjaja, Identifikasi Kesalahan dan Miskonsepsi Buku Teks Biologi SMU,

Jurnal penelitian, 2007, h. 4.

10Ceren Tekkaya, Misconceptions as Barrier to Understanding Biology, haccetepe universitesi

egitim fakultesi dergisi, 23, 2003, p. 261.

11Saleem Hasan, et.al, Misconceptions and the Certainty of Response Index (CRI), Journal of


(19)

C. Pembatasan Masalah

Agar tidak melebar dari masalah penelitian, maka dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah pada:

1. Identifikasi miskonsepsi siswa kelas VIII pada konsep sistem pencernaan dan sistem pernapasan di MTsN 1 Kota Bekasi.

2. Alat yang digunakan untuk mengungkap miskonsepsi siswa yaitu CRI

(Certainty of Response Index).

D. Perumusan Masalah

Dari pembatasan dan identifikasi masalah di atas maka peneliti merumuskan masalah “Bagaimanakah miskonsepsi siswa di kelas VIII MTsN 1 Kota Bekasi pada konsep sistem pencernaan dan sistem pernapasan dengan menggunakan CRI?”

E. Tujuan Penelitian

Dari beberapa rumusan masalah diatas penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui miskonsepsi siswa kelas VIII pada konsep sistem pencernaan dan sistem pernapasan MTsN 1 Kota Bekasi.

2. Mengidentifikasi penyebab miskonsepsi siswa kelas VIII pada konsep sistem pencernaan dan sistem pernapasan MTsN 1 Kota Bekasi.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini berguna untuk: 1. Bagi Guru

a) Menyusun proses pembelajaran yang lebih baik lagi agar siswanya mengerti akan konsep yang benar.

b) Memberikan motivasi dalam menindak lanjuti penelusuran miskonsepsi siswa pada konsep-konsep lainnya.


(20)

2. Bagi peneliti

a) Agar penelitian ini menjadi bahan rujukan bagi penelitian berikutnya.

b) Mendalami lebih lanjut tentang realita munculnya miskonsepsi siswa, sehingga dapat ditemukan cara meremidiasi miskonsepsi siswa yang lebih efektif.


(21)

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Teori-teori yang Relevan dengan Variabel yang Diteliti 1. Konsep

a. Pengertian Konsep

Konsep menurut Jeanne adalah suatu cara mengelompokkan dan mengkategorikan berbagai macam objek atau peristiwa1. Hal ini agar seseorang dapat membedakan konsep yang terdapat di sekitarnya. Sedangkan pengertian konsep menurut Oemar hamalik adalah suatu kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli disini adalah berupa objek-objek atau orang (person)2. Ciri-ciri umum yang terdapat pada konsep membantu seseorang mengenal dan memahami konsep yang di pelajarinya. Menurut Robert M. Gagne, konsep adalah penggunaan sebuah kalimat untuk mengidentifikasi sesuatu dalam kelasnya3. Konsep yang terdapat di alam sekitar agar lebih mudah dalam memahaminya maka di kelompokkan berdasarkan persamaan yang ada. Konsep menurut Harjanto adalah suatu ide atau gagasan atau suatu pengertian umum4. Sedangkan konsep menurut Ratna dikatakan juga sebagai suatu kemampuan seseorang dalam mengelompokkan atau mengklasifikasikan peristiwa, objek dan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari5.

Konsep itu sendiri merupakan landasan berpikir. Dari konsep-konsep inilah yang membuat seseorang mampu memberikan stimulus yang ada di lingkungannya. Konsep yang diperoleh seseorang inilah yang akan

1 Jeanne Ellis Omrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 327.

2 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), h. 162.

3 Robert M.Gagne, Essential of Learning for Instruction, (Winston: The Dryden Press, 1974), p. 59.

4 Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 220. 5 Ratna Willis Dahar, Teori-Teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1989), h.79.


(22)

menjadi aturan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu, pendidikan memberikan konsep yang tepat dan terbaik.

b. Jenis-jenis Konsep

Konsep berperan penting dalam kehidupan manusia. Namun konsep dalam kehidupan sehari-hari itu memiliki jenis yang berbeda. Adapun ketiga jenis konsep tersebut adalah:6

1) Konsep konjungtif

Konsep konjungtif yaitu konsep-konsep yang menampilkan dua atau lebih sifat sehingga memenuhi syarat sebagai contoh dari sebuah konsep. Dalam konsep konjungtif ini akan menghadirkan dua atau lebih sifat sehingga memenuhi syarat dari sebuah konsep seperti serangga itu sebagai hama dan penyerbuk bunga tanaman.

2) Konsep disjungtif

Konsep disjungtif adalah konsep-konsep yang menampilkan satu dari dua atau lebih sifat-sifat harus ada. Dalam hal ini konsep-konsep yang ditampilkan hanya satu dari dua atau lebih sifat-sifat yang harus ada berbeda halnya dengan konsep konjungtif. Misalnya, hama tanaman itu adalah sejenis serangga.

3) Konsep hubungan

Konsep hubungan adalah suatu konsep yang memiliki hubungan-hubungan khusus antar atribut. Seperti proses terjadinya fotosintesis adalah jika tumbuhan memiliki klorofil, mendapatkan cahaya matahari, CO2 dan air.

Dari ketiga jenis konsep diatas masing-masing memiliki keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Atribut atau tanda yang terdapat disekitar manusia menjadi penghubung yang saling berkaitan. Konsep itu terbentuk salah satunya karena adanya atribut-atribut di

6Oemar hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), h.163-164.


(23)

dalamnya. Dari atribut tersebut akan membentuk suatu hubungan antara konsep yang satu dengan yang lainnya di dalamnya.

c. Kriteria Konsep

Konsep merupakan materi esensial dalam kurikulum pendidikan. Oleh karena itu, konsep memiliki kriteria berikut yaitu:7

1) Konsep menunjang tercapainya tujuan

Konsep/ subkonsep merupakan suatu bahan kajian yang diperlukan untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Tujuan dalam pembelajaran yaitu berupa aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Pembelajaran konsep diharapkan tidak hanya mendapatkan konsep tetapi juga penanaman moral serta peningkatan keimanan kepada Tuhan Yang Esa dalam konsep yang dipelajari. Berbagai aspek inilah yang diharapkan sampai kepada peserta didik karena inilah tujuan yang sesungguhnya.

2) Konsep merupakan konsep dasar

Konsep-konsep yang diberikan bersifat memberikan dasar-dasar dari berbagai cabang ilmu pengetahuan. Konsep dasar ini merupakan hal yang sangat penting karena konsep dasar merupakan konsep yang diajarkan terlebih dahulu sebelum mempelajari konsep yang baru dan pada dasarnya bersifat umum.

3) Konsep itu mengandung aplikasi tinggi

Konsep yang dipelajari dapat meningkatkan kemampuan berpikir, ketrampilan dan kreatifitas siswa. Kemampuan siswa berpikir sesuai dengan tingkatan aspek kognitif yang sudah diumumkan oleh beberapa orang ahli seperti bloom. Disini peserta didik diharapkan memiliki ketrampilan mulai dari aspek pemahaman, analisis, sintesis dan evaluasi suatu program. Konsep yang mengandung aplikasi tinggi akan merangsang peengembangan berpikir siswa.

7 Nuryani Y. Rustaman, Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Surabaya: UM Press, 2005), h. 53-55.


(24)

4) Konsep sebagai prasyarat materi berikutnya

Bila konsep ini tidak diberikan maka akan menyebabkan kurang pemahanan suatu konsep karena tidak adanya kesinambungan materi yang sebelumnya dengan materi yang selanjutnya.

5) Konsep memberikan motivasi bagi siswa

Konsep yang dipelajari peserta didik dapat memacu motivasi siswa dalam belajar, berkreasi dan kreatifitas serta pengembangan sikap peserta didik.

6) Konsep terkait dengan mata pelajaran lain

Konsep yang diterapkan dapat menunjang dari mata pelajaran adalah penting untuk dipelajari karena dapat mengokohkan pemahaman peserta didik terhadap konsep tersebut. Jadi keterkaitan antar konsep memang seharusnya ada seiring jenjang pendidikan berlangsung. 7) Konsep mengandung unsur pengembangan IPTEK

IPTEK merupakan hal yang sangat penting dilakukan dalam dunia pendidikan karena selain dapat memajukan serta mensejahterakan manusia. Pendidikan yang berjalan seiring kemajuan IPTEK mampu bersaing dengan pendidikan di luar negeri.

8) Konsep terkait dengan lingkungan

Konsep akan lebih mudah diajarkan jika memanfaatkan sumber belajar yang ada di sekitar seperti lingkungan. Lingkungan dapat digunakan mulai lingkungan sekitar kemudian ke lingkungan yang lebih jauh seperti ke kebun raya.

9) Konsep itu mudah dilaksanakan untuk PBM

Konsep yang mudah dilaksanakan untuk proses belajar mengajar di sekolah, baik dirasakan oleh siswa ataupun guru yang mengelola pembelajarannya adalah dianggap konsep esensial.

10) Kebutuhan masyarakat luas

Konsep yang diajarkan dapat menunjang kebutuhan hidup serta dari sebagian besar masyarakat.


(25)

11) Konsep sesuai tuntutan pembangunan

Konsep yang diajarkan sesuai dengan tuntutan pembangunan di daerahnya masing-masing. Konsep yang diajarkan menunjang pengembangan iptek.

Jika kriteria konsep diatas dilakukan maka tentu saja konsep menjadi materi yang bermanfaat bagi semua orang dan mudah dilakukan dan dipahami.

d. Perolehan Konsep

Menurut Ausubel seperti dikutip Dahar, konsep diperoleh melalui dua cara yaitu formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept

assimillation). Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan di bawah ini:8

1) Pembentukan Konsep (concept formation)

Pembentukan konsep ini terjadi sejak anak-anak belum masuk dunia sekolah. Pembentukan konsep merupakan proses induktif. Pada proses induktif ini seseorang akan mempelajari konsep dari yang bersifat khusus terlebih dahulu.

2) Konsep Asimilasi (concept assimilation)

Asimilasi konsep adalah deduktif. Anak-anak belajar melalui proses asimilasi konsep setelah masuk sekolah. Pada proses asimilasi konsep ini diharapkan siswa mempelajari konsep lebih banyak lagi.

Pembelajaran konsep memang telah hadir sejak manusia itu dilahirkan di dunia. Sejak kecil manusia sudah mempelajari mulai dari konsep-konsep yang sederhana. Misalnya tentang suatu bola, maka anak tersebut dikenalkan dengan kata-kata yang sederhana seperti suatu benda yang berukuran kecil dan menggelinding. Atribut dari contoh itu dihipotesiskan sebagai yang mewakili konsep tersebut. Waktu anak itu dihadapkan contoh dari konsep tersebut, pemahaman semula mungkin harus dipersempit atau


(26)

diperluas sedemikian rupa sehingga atribut seperti kecil tidak lagi merupakan kriteria bagi konsep bola itu.

e. Cara Membantu Siswa Memahami Konsep

Driver & Bell seperti dikutip dalam Suhirman, mengajukan beberapa usulan untuk membantu siswa dalam membentuk pemahaman konsep yang dipelajarinya. Usulan tersebut adalah:9

1) Melihat kembali asumsi-asumsi yang telah dibuat dalam menemukan status pemahaman siswa sebelum menyampaikan topik tertentu. Apakah asumsi mengenai pengetahuan awal siswa tidak berpengaruh terhadap pemahaman mereka atas konsep-konsep sains yang diajarkan masih dianggap penting atau apakah sudah saatnya asumsi tersebut diubah.

2) Ada suatu kebutuhan untuk memahami suatu pandangan yang terlalu simplisistik mengenai cara belajar siswa dan meninjau kembali peran kegiatan praktik. Siswa disini diajak untuk mengungkapkan ide-ide yang dimilikinya dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Jadi menentukan metode pembelajaran disini sangat penting baik metode yang mengutamakan pemahaman individu atau secara berkelompok. Hal tersebut akan sangat membantu siswa dalam memahami konsep. 3) Pemikiran/pertimbangan dalam melakukan inovasi atau perubahan

kurikulum yang menjurus kepada pola pikir siswa.

Kita mengharapkan pemahaman yang komprehensif terhadap suatu konsep pada saat siswa memecahkan suatu permasalahan, dimana prosesnya akan berkembang dan berlangsung sehingga pemahaman siswa dalam menghadapi suatu masalah akan lebih baik lagi. Pemahaman yang menyeluruh dan tepat terhadap suatu konsep akan memudahkan siswa dalam memahami konsep yang selanjutnya.

9Suhirman, Prakonsepsi, Miskonsepsi, dan Pemahaman Konsep dalam Pembelajaran Sains,


(27)

4) Menentukan konsep-konsep sains yang dianggap paling diperlukan siswa.

Ketika seorang guru hendak menyusun rencana pembelajaran hendaknya guru mempertimbangkan konsep mana yang diberi waktu lebih banyak untuk proses pembelajaran agar tidak terjadi miskonsepsi serta pemilihan materi yang sesuai dengan kemampuan jenjang perkembangan pendidikan yang seharusnya diterima oleh murid.

f. Derajat Pemahaman Konsep

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi pemahaman konsep dengan mengacu pada kriteria yang telah ditetapkan. Renner dan Brumby seperti dikutip dalam Sukisman telah menyusun kriteria untuk mengelompokkan pemahaman konsep seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Pengelompokan Derajat Pemahaman Konsep10

No. Kriteria Derajat

Pemahaman Kategori 1. Tidak ada jawaban/kosong,

menjawab "saya tidak tahu".

Tidak ada respon

Tidak memahami 2.

Mengulang pernyataan, menjawab tapi tidak berhubungan dengan pertanyaan atau tidak jelas.

Tidak memahami

3. Menjawab dengan penjelasan

tidak logis. Miskonsepsi

Miskonsepsi 4.

Jawaban menunjukkan ada konsep yang dikuasai tetapi ada

pernyataan dalam jawaban yang menunjukkan miskonsepsi.

Memahami sebagian dengan miskonsepsi

10Sukisman Purtadi dan Lis Permana, “Analisis Miskonsepsi Konsep Laju dan Kesetimbangan

Kimia pada Siswa SMA”, Makalah Semnas MIPA, 2012, h.5,

(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Makalah%20Semnas%20MIPA%20%20Analisis%20Misk onsepsi%20Konsep%20laju%20dan%20Kesetimbangan%20Kimia_0.pdf).


(28)

No. Kriteria Derajat

Pemahaman Kategori

5.

Jawaban menunjukkan hanya sebagian konsep dikuasai tanpa ada miskonsepsi.

Memahami sebagian

Memahami

6.

Jawaban menunjukkan konsep dipahami dengan semua penjelasan benar.

Memahami konsep

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kategori pemahaman dibagi menjadi tiga, yaitu paham konsep, miskonsepsi dan tidak memahami konsep. Untuk siswa yang memahami konsep yaitu siswa yang paham konsep secara menyeluruh atau sebagian tetapi tepat dalam menjawab. Siswa yang paham konsep apabila ditanya mengenai pertanyaan maka dapat menjawab dengan benar dan mengemukakan alasan dengan penjelasan yang benar. Meskipun jika belum sepenuhnya konsep dikuasai tetapi konsep yang telah dimilikinya termasuk konsep yang benar tanpa miskonsepsi didalamnya.

Sedangkan kategori miskonsepsi yaitu siswa masih salah dalam memahami konsep dan terlihat saat menjelaskan dengan bahasanya sendiri. Siswa yang miskonsepsi ini bukan berarti ia tidak mempelajari konsep. Namun hanya saja konsep yang dimilikinya masih terdapat miskonsepsi terutama ketika ia menjelaskan dengan menggunakan bahasanya sendiri. Siswa yang miskonsepsi bisa saja ketika diminta penjelasan ia langsung menjawab dengan jawaban yang tidak sesuai dengan konsep yang benar. Siswa yang termasuk dalam kategori tidak paham konsep yaitu siswa yang benar-benar tidak tahu konsep. Siswa yang tidak tahu konsep ini bisa berasal dari faktor diri sendiri yaitu berupa minat siswa dalam memahami konsep pada suatu mata pelajaran, kemauan siswa dalam belajar serta perkembangan kognitif atau IQ. Dari ketiga faktor inilah yang membuat siswa tidak memahami konsep. Sehingga ketika siswa ini diminta untuk


(29)

menjelaskan konsep maka siswa tidak dapat menjawab atau jika menjawab tidak memiliki hubungan dengan konsep tersebut.

g. Kegunaan Konsep

Belajar konsep berguna dalam rangka pendidikan siswa atau paling tidak punya pengaruh tertentu. Adapun kegunaan konsep, yaitu sebagai berikut11: 1) Konsep-konsep mengurangi kerumitan lingkungan. Lingkungan adalah sangat kompleks. Untuk mempelajari tentu sangat sulit apabila tidak di rinci menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana.

2) Konsep-konsep membantu kita untuk mengidentifikasi objek-objek yang ada di sekitar kita dengan cara mengenali ciri-ciri masing-masing objek.

3) Konsep membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru lebih luas dan lebih maju. Siswa tidak harus belajar secara konstan, tetapi dapat menggunakan konsep-konsep yang dimilikinya untuk mempelajari sesuatu yang baru.

2. Miskonsepsi

a. Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi adalah kesalahan dalam memahami suatu konsep yang ditunjukkan dengan kesalahan dalam menjelaskan suatu konsep dengan bahasa sendiri12. Sedangkan pengertian miskonsepsi menurut Jeanne adalah kepercayaan yang tidak sesuai dengan penjelasan yang diterima umum dan terbukti tidak sahih tentang suatu fenomena atau peristiwa13. Jadi dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah suatu pemahaman konsep yang salah namun dipercaya sebagai suatu kebenaran bagi suatu

11 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), h.164-165.

12 Kustiyah, Miskonsepsi Difusi dan Osmosis pada Siswa MAN Model Palangkaraya, Jurnal

ilmiah guru kanderang, 1, h. 25.

13 Jeanne Ellis Omrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, (Jakarta: Erlangga, 2009) h. 338.


(30)

individu sehingga tercermin kesalahan konsep tersebut ketika menjabarkan dengan bahasa sendiri.

Miskonsepsi telah ada sejak lama dan telah lama menjadi inti riset empiris pembelajaran sains sehingga telah lama muncul tulisan ilmiah mengenainya. Munculnya miskonsepsi yang paling banyak adalah sebelum ia memasuki proses yang disebut prekonsepsi14.

Prekonsepsi ini bersumber dari pikiran siswa yang masih terbatas munculnya pada alam sekitarnya atau sumber-sumber lain yang dianggapnya lebih tahu akan tetapi tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya15.

b. Kriteria Miskonsepsi

Untuk menilai suatu konsep telah mengalami kesalahan pengertian (miskonsepsi) dapat digunakan dengan menggunakan tiga kriteria antara lain:

1) Kesesuaian dengan observasi/pengamatan

Kriteria pertama, kebenaran suatu konsep dapat dinilai dengan

melihat kesesuaian definisi konsep dengan fakta hasil pengamatan di lapangan. Definisi konsep dikatakan benar, bila bersesuaian dengan pengalaman empiris. Kebenaran suatu konsep dengan kriteria ini dapat diuji secara induktif, yaitu dengan melakukan pengamatan-pengamatan pada contoh-contoh konsep.

2) Konsistensinya dengan konsep yang lain

Kriteria kedua, menuntut agar konsep yang satu tetap konsisten

dengan konsep yang lain. Artinya definisi konsep tidak bertentangan dengan konsep yang lain yang telah dianggap benar secara ilmiah. 3) Memiliki penjelasan yang komprehensif

Kriteria ketiga, menyangkut penjelasan yang komprehensif,

menyeluruh, dan lengkap. Dalam hal ini menyangkut generalisasi dan

14Sparisoma Viridi, “Miskonsepsi dalam Fisika”, Berita Pembelajaran, Bandung, September 2008.


(31)

kemampuan untuk menunjukkan kepaduan yang melatarbelakangi fenomena yang beragam.16

c. Sifat- Sifat Miskonsepsi

Dalam proses pembelajaran biasanya siswa telah memiliki skema atau konsep awal yang dikembangkan melalui lingkungan dan pengalaman mereka sebelumnya, tetapi konsep yang dimiliki oleh siswa ini dapat berbeda dengan para ahli. Konsepsi para ahli ini pada umumnya memang lebih canggih, rumit dan kompleks serta memiliki hubungan antar konsep satu dengan yang lainnya. Berbeda dengan konsep yang dimiliki siswa. Kalau konsep siswa sama dengan konsepsi konsep para ahli yang disederhanakan ini tidaklah dikatakan salah. Tetapi jika konsep yang dimiliki siswa ini bertentangan dengan para ahli barulah mereka dikatakan miskonsepsi. Dari ringkasan literatur miskonsepsi memiliki sifat sebagai berikut17 :

1) Miskonsepsi sulit di perbaiki, berulang dan mengganggu konsep selanjutnya.

Pada dasarnya miskonsepsi merupakan pemahaman yang salah dan telah lama berada dalam pemahaman seseorang. Untuk meremediasi miskonsepsi ini butuh keseriusan dari seorang guru terutama. Kesulitan seorang guru untuk meremediasi yaitu karena jumlah siswa di sekolah pada umumnya sangat banyak sementara waktu belajar hanya sedikit. Ketidakpedulian seorang guru akan miskonsepsi siswa tentu membuat miskonsepsi tersebut tetap dalam pemahaman siswanya. Jika konsep yang didapat dari awal sudah salah maka jika tidak segera diremediasi akan membuat siswa tersebut terganggu dengan konsep baru yang masih berkaitan.

16Swamswisna dan Kurnia ningsih, Diagnosa Kesalahan Konsep (miskonsepsi) Mahasiswa Tingkat Pertama pada Konsep-Konsep Dasar Biologi Program Studi Pendidikan Biologi, laporan

penelitian, 2008, h. 7.

17Arif Maftukhin, “Miskonsepsi Mahasiswa terhadap Hukum Newton, Kerja dan Energi”,


(32)

2) Seringkali sisa miskonsepsi terus-menerus mengganggu.

Miskonsepsi yang terdapat pada pemahaman siswa tentu akan sangat mengganggu siswa terutama ketika menyelesaikan suatu konsep tersebut. Untuk soal-soal yang sederhana mungkin siswa masih dapat mengerjakan dengan baik, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit maka miskonsepsi dapat muncul kembali karena harus mengaitkan antara konsep satu dengan yang lainnya.

3) Miskonsepsi tidak dapat dihilangkan hanya dengan metode ceramah. Menurut Paul Suparno, metode ceramah dan menulis yang terus menerus dilakukan oleh guru dapat menyebabkan miskonsepsi pada beberapa siswa karena guru bersifat teacher centered. Hal ini menyebabkan siswa bersifat pasif dan tidak dapat mengkonstruk pemahamannya sendiri. Untuk beberapa siswa mungkin tidak menjadi persoalan tetapi tidak untuk beberapa yang hanya dapat mencatat, tetap tidak dapat menangkap secara utuh. Banyak siswa yang memang mencatat tetapi tidak mengerti maksud dari yang dicatat. Maka setelah mengulanginya dirumah akan timbul miskonsepsi18.

4) Siswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi baik yang pandai ataupun yang tidak.

Semua kalangan dalam dunia pendidikan bisa mengalami miskonsepsi hal ini karena sumber miskonsepsi terdapat pada berbagai macam sumber. Sumber miskonsepsi berasal dari siswa, guru/ pengajar, buku teks, konteks dan cara mengajar. Kehidupan seseorang dengan yang lainnya tentu akan sangat berbeda. Oleh karena itu dari semua sumber miskonsepsi tersebut bisa terkena pada diri seseorang tersebut. 5) Dalam pelaksanaan pembelajaran kadang miskonsepsi disamakan

dengan ketidaktahuan maka seringkali guru pada umumnya tidak mengetahui miskonsepsi yang lazim terjadi pada siswanya. Tentu hal

18 Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 2005), h. 77.


(33)

ini tidak akan membantu dalam meremediasi miskonsepsi siswa. Sehingga miskonsepsi akan terus bertumpuk pada pikiran murid.

d. Penyebab Miskonsepsi

Tinggi miskonsepsi siswa ini mungkin dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

Pertama, miskonsepsi siswa dapat berasal dari pengalaman siswa sendiri, yaitu siswa salah menginterpretasi gejala atau peristiwa yang dihadapi dalam hidupnya. Kedua, miskonsepsi dapat bersumber dari pembelajaran guru, yaitu pembelajaran oleh guru yang kurang terarah sehingga siswa dapat menginterpretasi salah terhadap suatu konsep tertentu, atau mungkin juga gurunya mengalami miskonsepsi terhadap suatu konsep tertentu. Atau dengan kata lain guru sebagai sumber miskonsepsi. Di samping itu, dalam pembelajaran guru sering mengabaikan konsep alternatif siswa. Menurut Posnet, dkk. Guru hendaknya menerapkan strategi pengubahan konseptual dalam pembelajaran agar dapat mengatasi konsepsi alternatif siswa19.

Miskonsepsi bukan masalah yang sederhana dan mudah diabaikan. Hal yang lebih unik lagi, setiap siswa dapat memiliki miskonsepsi yang berbeda. Miskonsepsi akan mengganggu jika tidak diremidiasi karena adanya miskonsepsi akan mengganggu proses pengolahan konsep dalam struktur kognitif yang dilakukan oleh siswa. Penelitian yang dilakukan di banyak negara menunjukkan bahwa miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat bersifat resisten. Berdasarkan pemikiran ini, sangat penting bagi guru untuk senantiasa mengetahui miskonsepsi pada siswanya agar dapat melakukan upaya untuk meremidiasi miskonsepsi. Hal ini berguna untuk memberi arah kemana, darimana, dan bagaimana pembelajaran yang akan dilakukan sehingga hasil belajar siswa lebih optimal20.

19Maruli Simamora, Identifikasi Miskonsepsi Guru Kimia pada Pembelajaran Konsep Struktur Atom, Jurnal penelitian dan pengembangan pendidikan, no.1-2, 2007, h. 152.

20Lis Permana Sari dan Sukisman, Penilaian Berkarakter Kimia Berbasis Demonstrasi untuk Mengungkap Pemahaman Konsep dan Miskonsepsi Kimia pada Siswa SMA, Makalah


(34)

Kedua, masyarakat dan budaya juga dapat memperkuat miskonsepsi. Seperti

ungkapan-ungkapan yang umum dalam bahasa salah merepresentasikan hakikat yang sesungguhnya21.

Sedangkan menurut Paul Suparno, penyebab miskonsepsi adalah sebagai berikut22:

Tabel 2.2. Penyebab Miskonsepsi

Sebab Utama Sebab Khusus

Siswa 1) Prakonsepsi.

2) Reasoning yang tidak lengkap/salah.

3) Tahap perkembangan kognitif siswa. 4) Kemampuan siswa.

Guru/Pengajar 1) Tidak menguasai bahan, tidak kompeten.

2) Bukan lulusan dari bidangnya. 3) Tidak membiarkan siswa

mengungkapkan gagasan/ide. Buku teks 1) Penjelasan keliru.

2) Salah tulis, terutama rumus. 3) Tingkat kesulitan penulisan buku

terlalu tinggi bagi siswa. Konteks 1) Pengalaman siswa.

2) Bahasa sehari-hari berbeda. 3) Teman diskusi yang salah.

disampaikan pada Seminar Nasional Kimia, 2009,

(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Makalah%20Semnas%20Kimia%202009%20%20Penilaia n%20Berkarakter%20Kimia%20Berbasis%20Demonstrasi%20untuk%20Mengungkap%20Pemah aman%20Konsep%20dan%20Miskonsepsi%20Kimia%20pada%20Siswa%20SMA.pdf).

21 Jeanne Ellis Omrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuhdan Berkembang, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 339.

22 Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 2005), h. 53.


(35)

Sebab Utama Sebab Khusus

Cara mengajar 1) Hanya berisi ceramah dan menulis. 2) Tidak mengungkapkan miskonsepsi

siswa.

3) Tidak mengoreksi PR yang salah.

Penyebab miskonsepsi yang berasal dari siswa yaitu karena adanya prakonsepsi yang salah. Prakonsepsi yang salah ini jika dibiarkan akan menjadi miskonsepsi yang terus menumpuk hingga dewasa. Terkadang pemikiran asosiatif siswa juga memainkan peranan penting dalam miskonsepsi karena bahasa atau istilah siswa sehari-hari akan menimbulkan miskonsepsi didalam benaknya. Reasoning atau penalaran yang tidak lengkap atau salah juga menjadi penyebab miskonsepsi. Penalaran yang salah terjadi karena logika yang salah dalam mengambil kesimpulan. Sedangkan pengamatan yang tidak lengkap dapat menyebabkan kesimpulan yang salah. Intuisi yang salah juga merupakan salah satu penyebab miskonsepsi. Arti intuisi itu sendiri adalah suatu perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum secara obyektif dan rasional diteliti. Kemampuan siswa dalam memahami konsep juga berkaitan dengan tahap perkembangan kognitif siswa karena jika siswa yang masih berada pada tahap operasional konkret jika diajarkan konsep yang abstrak tentu siswa akan mengalami kesulitan dalam memahaminya hal ini akan menyebabkan miskonsepsi pada siswa itu sendiri. Kemampuan siswa dalam mempelajari suatu konsep juga akan berpengaruh. Ketika ada siswa yang kurang suka dalam pelajaran biologi tentu itu akan menyebabkan siswa itu sendiri menjadi malas atau berasal dari tingkat IQ yang rendah sehingga dalam memahami konsep siswa cenderung sangat lama dan tertinggal sehingga menyebabkan miskonsepsi.


(36)

Miskonsepsi yang kedua dapat berasal dari pengajar atau guru. Untuk mata pelajaran biologi konsep yang diajarkan memang lebih banyak hafalan. Terkadang untuk beberapa instansi pendidikan menganggap mudah dalam menentukan guru biologi sehingga mereka menganggap yang penting ada buku sudah bisa jadi guru biologi meskipun bukan jurusan biologi. Hal inilah yang menyebabkan miskonsepsi pada siswa karena guru yang mengajarnya saja tidak paham konsep atau tidak kompeten dibidangnya apalagi mengajarkan konsep tersebut kepada siswanya. Pengajar yang kurang kompeten menyebabkan sistem pembelajaran teacher center sehingga siswa tidak dapat mengungkapkan gagasan atau pemahamannya. Hal seperti inilah yang menyebabkan miskonsepsi pada siswa semakin bertambah.

Buku teks merupakan salah satu sumber miskonsepsi. Pada dasarnya buku teks merupakan tulisan yang menyajikan materi dari konsep yang akan dipelajari baik oleh siswa atau guru. Ketika sumber materi ini memiliki penjelasan yang keliru tentu akan mempengaruhi pemahaman orang yang membacanya karena buku teks merupakan sumber belajar yang utama. Buku teks yang didalamnya terdapat kesalahan baik penjelasan maupun penulisan serta bahasa yang disampaikan terlalu tinggi dari kelas untuk jenjang buku tersebut tentu hal ini akan menyebabkan miskonsepsi. Dalam buku teks juga sering terlihat adanya kartun atau konsep yang menyimpang demi menarik pembaca.

Konteks juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Konteks disini meliputi pengalaman, bahasa sehari-hari serta teman diskusi yang salah. Pengalaman seseorang memang tidak ada yang sama meskipun mereka kembar. Seorang yang senang belajar kelompok tentu ia akan sering berdiskusi tentang konsep yang dipelajari. Ketika ada siswa yang lebih dominan di kelompok tersebut dan menyampaikan konsep yang salah kepada temannya tentu miskonsepsi tersebut juga akan berpindah dengan teman diskusinya.

Cara mengajar seorang guru juga menjadi penyebab miskonsepsi untuk siswanya. Terutama ketika seorang guru dalam menjelaskan konsep yang hanya dengan menggunakan metode ceramah dan tulis terus menerus tanpa


(37)

melakukan interaksi atau tanya jawab kepada muridnya tentu hal ini tidak dapat meremidiasi miskonsepsi. Padahal tugas seorang guru adalah berusaha memberikan konsep dan meremediasi konsep yang salah. Beberapa siswa memang ada yang paham dengan metode ceramah, namun tidak semua murid sama demikian. Siswa yang rajin mencatat belum tentu paham akan materi yang ditulisnya itu. Tugas rumah yang jarang dibahas oleh guru juga dapat meningkatkan miskonsepsi siswa.

e. Sumber Miskonsepsi

Berdasarkan hasil penelitian miskonsepsi siswa berhubungan dengan konsep-konsep biologi. Ada beberapa poin untuk mengidentifikasi sumber miskonsepsi yaitu:

1) Miskonsepsi muncul dari pengalaman pribadi siswa. Dari bahasa dan tempat lingkungan ia berinteraksi dengan orang lain atau teman bermainnya melalui interaksi tersebut.

2) Miskonsepsi berasal dari kata-kata yang digunakan pada kehidupan sehari-hari yang memiliki arti dalam kehidupan sesehari-hari-sehari-hari.

3) Miskonsepsi muncul ketika siswa menggabungkan konsep yang telah dipelajari dengan konsep yang baru.

4) Dari beberapa konsep dalam pembelajaran, miskonsepsi bisa juga berasal dari guru yang salah atau tidak akurat dalam mengajarkan.

5) Faktor lain yang juga berkontribusi terjadinya miskonsepsi pada siswa yaitu buku teks, yang mana didalamnya terdapat beberapa informasi yang salah dan tidak tepat23.

23Ceren tekaya, Misconceptions as Barrier to Understanding Biology, Hacceteppe universitesi


(38)

Awal miskonsepsi atau konsep alternatif sains telah diuji oleh beberapa peneliti. Beberapa sumber miskonsepsi tersebut adalah:

1) Dari pengalaman sehari-hari dan observasi.

2) Dari persepsi pemikiran, ketika menghubungkan sumber materi sebelumnya dengan sesudahnya masih banyak sejumlah siswa yang membutuhkan penjelasan sains.

3) Dari diagram atau pernyataan yang terdapat di dalam buku teks. 4) Dari guru-guru dan murid-murid.24

Menurut Subhan seperti dikutip dalam Effandi, terdapat tiga penyumbang miskonsepsi yaitu:

1) Ide yang salah yang terdapat yang berpusat dari pengalaman sehari-hari dan bahasa yang mereka gunakan.

2) Kesalahan konsep yang terbentuk selama aktivitas pengajaran yang berpusat dari pemahaman yang tidak tetap terhadap suatu konsep yang di jelaskan oleh guru.

3) Pengajaran atau penjelasan guru yang salah.25

f. Cara Mengatasi Miskonsepsi

Banyak penelitian telah dilakukan oleh para ahli pendidikan biologi, fisika, kimia, astronomi yang mengungkapkan bermacam-macam kiat yang dibuat untuk membantu siswa dalam memecahkan persoalan miskonsepsi. Secara garis besar langkah yang digunakan untuk meremidiasi miskonsepsi adalah:

1) Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa. 2) Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut.

3) Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi miskonsepsi.26

24 Boo Hong Kwen, Teacher Misconceptions of Biologycal Science Concepts as Revealed in Science of Examination Papers, International education research conference, 2005, p. 2. 25Effandi Zakaria, Norazah M. Nordin dan Sabri Ahmad, Trend Pengajaran dan

Pembelajaran Matematik, (Kuala lumpur: Prin-AD SDN, 2007), h. 156.

26Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 2005), h. 55.


(39)

Untuk cara mengungkap miskonsepsi siswa maka seorang guru harus mengetahui cara berpikir siswa. Agar guru dapat mengetahui cara berpikir siswa maka dalam proses pembelajaran guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya masing-masing.

Selanjutnya guru mencari penyebab atau asal dari miskonsepsi yang dialami siswa. Untuk menemukan penyebabnya maka guru bisa melakukan wawancara pribadi atau umum didepan kelas.Untuk mencari perlakuan yang tepat harus disesuaikan dengan situasi dan penyebab miskonsepsi itu sendiri. Meskipun miskonsepsi tidak dapat langsung dihapus dari pemahaman siswa, namun ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi miskonsepsi menurut Yulia. Adapun langkah-langkah tersebut adalah:27

1) Pendeteksian miskonsepsi sedini mungkin

Menurut Ennenbach dalam Yulia, sebelum pelajaran di kelas dimulai, sebaiknya guru mengetahui prakonsepsi apakah yang sudah terbentuk dalam pemahaman siswa. Baik yang terbentuk dari pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan yang akan dipelajari. Hal ini dapat diketahui dengan literatur, dari tes diagnostik dan dari pengamatan guru. Dari tes diagnostik yang diberikan, lebih menarik menganalisis jawaban yang salah karena dari sanalah akan terungkap miskonsepsi. Karena dari jawaban salah merupakan sumber miskonsepsi.

2) Merancang penyampaian materi

Setelah langkah pertama dilakukan, kemudian guru dapat merancang pengalaman belajar yang bertolak belakang dari prakonsepsi tersebut. Setelah itu guru dapat membantu siswa yang sudah paham menjadi lebih paham serta memperbaiki konsep yang salah yang terdapat pada pemahaman siswa. Hal utama yang harus diperhatikan dalam mengoreksi miskonsepsi adalah memberikan pengalaman belajar yang menunjukkan pertentangan konsepsi mereka dengan peristiwa yang mereka pahami. Dengan demikian diharapkan bahwa pertentangan pengalaman baru

27Yulia Jamal, Analisis Miskonsepsi pada Bagian Materi Mekanika dalam Mata Kuliah Fisika Dasar I Mahasiswa TPB FBMIPA Ikip Padang, Laporan Penelitian, 1996, h.19-20.


(40)

dengan konsep yang lama akan menghasilkan koreksi terhadap miskonsepsi. Jika digunakan teori Piaget, pertentangan antara pengalaman baru dengan konsepsi yang salah akan menyebabkan akomodasi. Akomodasi yaitu penyesuaiaan struktur kognitif yang menghasilkan konsep baru yang lebih tepat. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua pengalaman yang bertentangan dengan prakonsepsi akan menghasilkan konsep yang benar.

3) Memberikan pengalaman belajar kepada siswa

Untuk mengatasi terjadinya miskonsepsi adalah dengan jalan usaha guru agar konsep-konsep atau materi yang diajarkan dapat dilihat secara langsung. Apabila ada yang tidak sesuai dengan teori maka guru harus mengarahkan jawaban secara ilmiah. Bila pengalaman belajar tidak mungkin diberikan, dapat digunakan contoh dalam kehidupan sehari-hari.

g. Mendeteksi Miskonsepsi

Miskonsepsi bukanlah hal yang sederhana dan mudah diabaikan. Hal yang lebih unik lagi, setiap siswa dapat memiliki miskonsepsi yang berbeda. Miskonsepsi akan mengganggu jika tidak segera diremediasi. Adanya miskonsepsi dapat mengganggu proses pengolahan konsep dalam struktur kognitif yang dilakukan oleh siswa. Oleh karena itu sebagai fasilitator guru sebaiknya mengetahui cara-cara untuk mendeteksi miskonsepsi dari muridnya tersebut agar proses pemahaman konsep siswa memperoleh suatu kebenaran. Berikut cara mendeteksi miskonsepsi yaitu:28

1) Peta Konsep

Peta konsep mampu menghubungkan antara konsep-konsep serta gagasan pokok yang disusun secara hirarkis. Biasanya miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan yang lengkap antar konsep.

28


(41)

2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Pertanyaan pilihan ganda yang disertai dengan alasan mengapa memilih jawaban itu.

3) Tes Esai Tertulis

Guru hendak membuat esai tertulis yang berisi konsep yang akan dipelajari atau yang sudah dipelajari.

4) Wawancara Diagnosis

Guru memilih konsep yang diperkirakan sulit untuk siswa kemudian guru mengajak siswa untuk mengekspresikan gagasan mengenai konsep tersebut.

5) Diskusi dalam kelas

Didalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan tentang konsep yang sudah atau akan dipelajari. Cara ini sangat cocok untuk kelas yang besar.

6) Praktikum dengan Tanya Jawab

Pada kegiatan ini guru harus bertanya bagaimana konsep siswa dan bagaimana siswa menjelaskan persoalan dalam praktikum tersebut. Selain menggunakan cara di atas, untuk mendeteksi adanya miskonsepsi pada siswa juga bisa menggunakan Certainty of Response Index (CRI) seperti cara yang dilakukan oleh Saleem hasan. CRI ini mampu mengungkap siswa yang paham konsep dan belum paham konsep.

3. Identifikasi Miskonsepsi dengan Certainty of Response Index (CRI)

Certainty of Response Index (CRI) adalah sebuah cara untuk mengukur

tingkat keyakinan/kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan (soal) yang diberikan29. Jadi pengertian Certainty of Response Index (CRI) merupakan teknik untuk mengukur miskonsepsi seseorang dengan cara mengukur tingkat keyakinan atau kepastian seseorang dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan.

29Yuyu R. Tayubi, Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI), Jurnal Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, No. 3/XXIV/2005, h. 5.


(42)

Certainty of Response Index (CRI) sangat mudah digunakan dalam mengungkap miskonsepsi karena terdapat skala tingkat keyakinan responden dalam menjawab soal pertanyaan yang diberikan. Skala pada CRI ini memiliki nilai yang berbeda sesuai kriterianya masing-masing. Dari kriteria tersebut maka bisa dikelompokkan siswa yang paham konsep, miskonsepsi dengan yang tidak paham.

Berikut adalah tabel skala enam (0-5) yang disertakan dengan tingkat kepastian jawaban yang dikemukakan oleh Saleem Hasan, sebagai berikut:30

Tabel 2.3. Derajat Kepastian Jawaban dan Skala CRI

Derajat Kepastian Jawaban (%)

Nilai CRI (Skala)

0 – 19 0 Totally guessed answer 20 – 39 1 Almost guess

40 – 59 2 Not Sure 60 – 79 3 Sure

80 – 99 4 Almost certain 100 5 Certain

Jika dilihat dari tabel 2.3 maka derajat kepastian yang terendah (CRI 0-2) yaitu Totally Guessed Answer, Almost Guess, dan Not Sure. Hal ini menunjukkan bahwa proses penebakan (guesswork) memainkan peranan yang signifikan dalam menentukan jawaban. Tanpa memandang apakah jawaban benar atau salah, nilai CRI yang rendah menunjukkan adanya unsur penebakan. Proses penebakan ini secara tidak langsung mencerminkan ketidaktahuan konsep yang mendasari penentuan jawaban. Jika CRI tinggi (CRI 3 - 5) yaitu Sure, Almost Certain, dan Certain maka siswa paham konsep. Pada skala CRI ini responden memiliki tingkat kepercayaan diri

(confidence) yang tinggi dalam memilih jawaban dari sebuah pertanyaan.

30 Saleem Hasan, et.al, Misconceptions and the Certainty of Response Index (CRI), Journal of


(43)

Jika responden memperoleh jawaban yang benar pada skala CRI 3-5, maka ini dapat menunjukkan bahwa tingkat keyakinan yang tinggi akan kebenaran konsepsi telah dapat teruji (justified) dengan baik. Akan tetapi, jika jawaban yang diperoleh salah, ini menunjukkan adanya suatu kekeliruan konsepsi dalam pengetahuan tentang suatu materi subyek yang dimilikinya dan dapat menjadi suatu indikator terjadinya miskonsepsi.31

Penggunaan CRI sangat mudah, hanya dengan pilihan ganda yang disertakan kriteria CRI maka dengan cepat bisa mengetahui hasilnya. Pertama, soal pilihan ganda yang sudah dibuat dipilih terlebih dahulu oleh siswa kemudian siswa juga diwajibkan untuk memilih kriteria yang tersedia pada masing-masing butir soal. Untuk cara penghitungannta, peneliti lihat terlebih dahulu dari jawaban siswa bisa benar atau salah. Setelah itu diberi skor. Penghitungan selanjutnya adalah memberi skor CRI yang telah dipilih oleh siswa. Kriteria CRI tinggi yaitu dimulai dari yakin, hampir benar dan pasti benar dengan skor (3-5) sedangkan kelompok CRI rendah yaitu menebak, hampir menebak dan tidak yakin dengan skor (0-2). Kemudian dari jawaban siswa dan kriteria CRI yang sudah dipilih dapat dikelompokkan siswa paham konsep, miskonsepsi dan tidak paham konsep. Untuk lebih jelasnya pada tabel 3.6.

4. Tinjauan Konsep

a. Konsep Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan menurut Gerbit dan Judith adalah suatu proses dari suatu saluran awal dalam sistem pencernaan sampai anus dengan berbagai macam bentuk yang berbeda secara keseluruhan yang disertai dengan selaput atau lapisan seperti mukosa, submukosa, muskularis dan adventisia atau serosa.32

Sistem pencernaan menurut Campbell adalah berupa saluran pencernaan yang disertai dengan kelenjar berupa pankreas dan hati serta

31Ibid., h.294-295.

32 Gerbit bevelander, Judith A. Ramaley dan Wisnu Gunarso, Dasar-dasar Histologi, (Jakarta: Erlangga, 1988), h. 241.


(44)

getah dan enzim yang dihasilkannya akan disalurkan kedalam saluran pencernaan tersebut.33

b. Konsep Sistem Pernapasan

Menurut W.F Ganong dalam buku ajar fisiologi kedokteran, pernapasan adalah suatu proses penggunaan O2 dari lingkungan kemudian masuk kedalam tubuh dan melakukan pertukaran gas dengan CO2 yang sebelumnya telah dibentuk oleh sel dan media cair sekitarnya.34

Sistem pernapasan pada buku biologi karangan Campbell mengatakan bahwa pertukaran CO2 yang berasal dari lingkungan dengan O2 yang terdapat didalam tubuh melalui saluran pernapasan kemudian diangkut melalui darah.35

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini terkait dengan dengan beberapa penelitian yang relevan, diantaranya adalah sebagai berikut:

Kustiyah dalam jurnal yang berjudul “Miskonsepsi Difusi dan Osmosis pada Siswa MAN Model Palangkaraya” dengan metode deskriptif melalui Tes Diagnostik Difusi Osmosis (TDDO) dan wawancara menunjukkan bahwa konsep yang paling banyak menimbulkan banyak miskonsepsi dikalangan siswa adalah konsep osmosis sebesar 59,7%.36

Berdasarkan hasil penelitian identifikasi miskonsepsi dengan menggunakan CRI (Certainty of Response Index) yang dilakukan oleh Sahrul Saehana dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Simulasi Komputer Dalam Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meminimalisir Miskonsepsi Fisika pada Siswa SMA di Kota Palu” hal ini menunjukkan bahwa terdapat 49,44% siswa mengalami miskonsepsi. Dengan menggunakan CRI ini peneliti dapat lebih mudah mengetahui mahasiswa

33 Campbell, Reece dan Mitchell, Biologi, Terj.dariBiology oleh Amalia, (Jakarta: Erlangga, 2004), Cet. V, h. 29.

34 W.F Ganong, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, (Jakarta: EGC, 2008), h. 669. 35 Campbell, op.cit., h.57.

36Kustiyah, Miskonsepsi Difusi dan Osmosis pada Siswa MAN Model Palangkaraya, Jurnal


(45)

yang miskonsepsi dan kurang pengetahuan (lack knowledge) sehingga dapat dengan segera meminimalisir miskonsepsi melalui metode pembelajarannya.37

Ceren Tekkaya dalam jurnal yang berjudul “Misconceptions as barrier to

understanding biology”. Telah menunjukkan bahwa miskonsepsi tidak hanya

menjadi penghalang dalam memahami konsep biologi serta membuat siswa sulit dalam mengkonstruk konsep kognitifnya. Konsep yang paling banyak miskonsepsi pada konsep respirasi.38

Yuyu R. Tayubi dalam jurnal yang berjudul “Identifikasi miskonsepsi siswa pada konsep-konsep fisika menggunakan Certainty of Response Index (CRI)”. Telah menunjukkan bahwa cara untuk mengungkap miskonsepsi adalah dengan menggunakan Certainty of Response Index. Terbukti dengan menggunakan Certainty of Response Index ini siswa terbukti masih banyak terdapat miskonsepsi pada konsep fisika.39

Hakan Turkmen dalam jurnalnya yang berjudul “ The Role of Learning

Cycle Approach Overcoming Misconceptions in Science”. Dalam jurnal

tersebut menunjukkan penyebab miskonsepsi pada siswa juga cara pencegahan miskonsepsi yang tepat untuk siswa. Cara pencegahan melalui pembelajaran di kelas berhasil untuk mengurangi miskonsepsi siswa.40

37Sahrul Saehana, Pengembangan Simulasi Komputer Dalam Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meminimalisir Miskonsepsi Fisika pada Siswa SMA di Kota Palu, Laporan Penelitian,

Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng dan DIY, 2009, h.286-289

(http://hfidiyjateng.or.id/sites/default/files/18/FULLPengembangan%20Simulasi%20Komputer %20Dalam%20Model%20Pembelajaran%20Kooperatif%20Untuk%20Meminimalisir%20Misko nsepsi%20Fisika%20Pada%20Siswa%20SMA%20Di%20Kota%20Palu.pdf).

38Ceren Tekkaya, Misconceptions as Barrier to Understanding Biology, Haccetepe universitesi

egitim fakultesi dergisi, 23, 2003, p. 259-265.

39Yuyu R.Tayubi, Identifikasi Miskonsepsi Siswa pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan

Certainty of Response Index (CRI), Mimbar Pendidikan, 3, 2005, h. 4-9.

40Hakan Turkmen, The Role of Learning Cycle Approach Overcoming Misconceptions in Science. Castamonu Education Journal, Vol.15 No.2 Oktober 2007, p. 491-497.


(46)

C. Kerangka Berpikir

Dalam kegiatan suatu proses belajar pada dasarnya seorang siswa yang akan mempelajari suatu konsep baru sebenarnya sudah memiliki pengetahuan awal. Pengetahuan awal tersebut didapat dari berbagai sumber. Konsep awal yang dimiliki atau yang disebut juga dengan prakonsepsi siswa dapat berupa prakonsepsi awal yang benar dan salah. Tugas seorang guru adalah memperbaiki prakonsepsi yang masih salah yang terdapat pada siswanya. Adanya prakonsepsi ini dapat menyebabkan siswa sulit untuk membangun konsep pengetahuan dalam pikirannya.

Pada konsep pencernaan dan pernapasan ini merupakan konsep yang bersifat hafalan. Selain itu siswa juga harus memahami proses pencernaan dan pernapasan yang terdapat didalam tubuh. Konsep ini memang masih terlihat abstrak karena siswa masih sulit membayangkan proses dari sistem di dalam tubuh. Sulitnya siswa dalam memahami konsep serta prakonsepsi salah yang tidak diperhatikan inilah yang bisa menimbulkan miskonsepsi.

Miskonsepsi merupakan masalah yang penting dalam dunia pendidikan. Salah satu cara yang dapat membantu mengatasi miskonsepsi ini adalah proses belajar di kelas dengan difasilitatori oleh guru kelas tersebut. Keprofesionalan guru dalam mengajar tentunya akan dapat mengurangi miskonsepsi yang terdapat pada siswanya. Dengan memperhatikan prakonsepsi dan proses belajar yang tepat mampu meremidiasi dari konsep yang salah tersebut.

Dampak dari miskonsepsi dapat menyebabkan rendahnya hasil belajar dan membuat siswa sulit untuk membangun konsep yang baru. Prakonsepsi yang salah itu membuat mereka sulit menghubungkan konsep sebelum dengan yang sudah dipelajari. Dampak miskonsepsi ini akan terus berlanjut hingga dewasa jika tidak diremidiasi. Salah satu cara yang dapat mengetahui tingkat miskonsepsi siswa adalah dengan menggunakan metode Certainty of

Response Index atau CRI.

Metode CRI (Certainty of Response Index) dapat mengungkap miskonsepsi seseorang. Metode CRI ini dapat mengungkap siswa yang


(47)

kurang pemahaman dengan siswa yang mengalami miskonsepsi. Dalam metode CRI ini terdapat skala dan kriteria untuk pemahaman konsep siswa pada setiap pertanyaan. CRI juga merupakan ukuran tingkat keyakinan/kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan (soal) yang diberikan. Skala pernyataan inilah yang mampu mempengaruhi jawaban secara signifikan. Metode CRI juga menghemat waktu karena hasil miskonsepsi siswa dapat dicapai dalam waktu yang tidak terlalu lama. Tentu hal ini akan sangat mudah untuk diterapkan.


(48)

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir

Konsep Awal Siswa

Prakonsepsi Benar Prakonsepsi Salah

Konsep Pencernaan

Siswa sulit memahami karena bersifat abstrak

Konsep Pernapasan Proses Pembelajaran di Kelas

Certainty of Response Index


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII MTsN 1 Kota Bekasi yang beralamat di Jl. K.H Agus Salim No. 179 Bekasi Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November – Desember tahun ajaran 2012/2013.

B. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan kegiatan apa adanya dari hasil penelitian1.

C. Unit Analisis

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian2. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa MTsN 1 Bekasi kelas VIII. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti3. Jumlah populasi berjumlah 402 orang. Sedangkan sampel yang diambil sebanyak 20%4 dari total populasi. Peneliti mengambil sampel sekitar 83 siswa yang dapat diperoleh dari tiga kelas yang mendekati jumlah 20% dari total populasi tersebut. Pengambilan sampel ini berdasarkan teknik Simple Random Sampling 5 yaitu pengambilan sampel secara acak berdasarkan kelas yang terdapat di sekolah tersebut. Sampel tersebut yaitu kelas 8.2, 8.4, dan 8.5.

2. Alur Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan alur penelitian berikut ini:

1 Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h.72. 2 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 130.

3Ibid., h.131.

4 Suharsimi Arikunto, op.cit., h. 134.

5 Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h.255.


(50)

Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian

Pemilihan Konsep Biologi

Pembuatan Instrumen Penelitian

Judgement Instrumen

Uji Coba Instrumen

Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Observasi Pembelajaran

Pengolahan Data

Wawancara Siswa Tes Objektif dengan CRI

Identifikasi dan Pembahasan Miskonsepsi

Kesimpulan

Observasi ke MTsN 1 Kota Bekasi


(51)

D. Instrument Penelitian 1. Lembar Observasi

Adapun tujuan dari lembar observasi tersebut adalah untuk mengetahui kegiatan proses pembelajaran di dalam kelas. Lembar observasi yang dimaksud adalah berupa catatan lapangan yang berisi kegiatan selama proses pembelajaran berlangsung.

2. Tes Objektif

Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif6. Bentuk soal yang digunakan adalah soal pilihan ganda yang disertai dengan kriteria CRI. Soal tes objektif ini berisi konsep sistem pencernaan dan sistem pernapasan yang diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum KTSP.

Tabel 3.1. Kisi-kisi Penulisan Instrumen Tes Konsep Sistem Pencernaan

Sub Konsep Indikator

Jenjang Kognitif Jumlah Soal Valid

C1 C2 C3

Organ pencernaan pada manusia Menjelaskan organ pencernaan manusia

4, 5 2

Menjelaskan proses dan hasil sekresi dari masing-masing organ

pencernaan

11, 12 14, 16 4

Menunjukkan letak alat pencernaan pada tubuh manusia 7, 8, 10 3 Bahan makanan Menjelaskan kandungan bahan makanan

17, 18 2

Membuktikan kandungan bahan makanan

24, 25 2

6 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 164.


(52)

Sub Konsep Indikator

Jenjang Kognitif Jumlah Soal Valid

C1 C2 C3

Gangguan/ penyakit pada sistem pencernaan Menjelaskan macam-macam penyakit pada sistem pencernaan

26, 28 30 27 4

Jumlah Soal 8 4 5 17

Tabel 3.2. Kisi-kisi Penulisan Instrumen Tes Konsep Sistem Pernapasan

Sub Konsep Indikator

Jenjang Kognitif Jumlah Soal Valid

C1 C2 C3

Organ pernapasan manusia

Menjelaskan letak dan fungsi organ

pernapasan manusia

4, 6, 7, 11, 12, 14, 15, 16 3, 8, 13 11 Jenis mekanisme pernapasan manusia Menjelaskan macam-macam dari mekanisme pernapasan pada manusia

21, 22 19 3

Gangguan/ penyakit pada sistem pernapasan Menjelaskan penyebab dan cara penyembuhan pada penyakit sistem pernapasan 24, 30 2

Jumlah Total 10 4 2 16

Pada tes ini digunakan model CRI (Certainty of Response Index) yang menggambarkan keyakinan siswa terhadap kebenaran alternatif jawaban yang direspon. Skala CRI ini akan diletakkan berdampingan dengan soal tes objektif dari masing-masing item. Adapun skala yang digunakan pada model CRI ini yaitu:7

7Yuyu R.Tayubi, Identifikasi Miskonsepsi Siswa pada Konsep-konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI), Mimbar Pendidikan, 3, 2005, h. 4-9.


(53)

Tabel 3.3. Skala CRI

Kriteria Skor

Jawaban menebak

totally guessed answer” 0

jawaban hampir menebak

almost a guess” 1

jawaban tidak yakin

“ not sure” 2

jawaban yakin

“ sure” 3

jawaban yang dipilih hampir benar

almost certain” 4

jawaban pasti benar 5

3. Wawancara

Wawancara (interview) adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak8. Wawancara ini dilakukan kepada siswa yang berjumlah dua orang dari masing-masing kelompok miskonsepsi tinggi, sedang dan rendah. Teknik wawancara tersebut dimaksudkan untuk memperoleh penjelasan tentang jawaban yang telah dipilihnya pada tes objektif.


(54)

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini terdapat tiga tahap prosedur pengambilan data diantaranya yaitu:

1. Tahap Observasi

a) Observasi ke sekolah MTsN 1 Bekasi.

b) Melakukan wawancara kepada guru bidang studi biologi terkait konsep yang sulit untuk siswa pahami.

2. Tahap Persiapan

a) Pemilihan konsep biologi yang akan diidentifikasi. b) Menyusun instrumen penelitian.

c) Pertimbangan (judgement) instrumen kepada dosen pembimbing. d) Melakukan uji coba instrumen kepada siswa. Hasil uji coba instrumen

kemudian diolah datanya berdasarkan: 1) Validitas Instrument

Uji validitas soal tes adalah dengan menggunakan korelasi poin

biserial sebagai berikut:9

Keterangan :

Koefisien korelasi biserial.

Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang di cari validitasnya.

Rerata skor total.

Standar deviasi dari skor total. p = Proporsi siswa yang menjawab benar. q = Proporsi siswa yang menjawab salah.


(55)

Tabel 3.4. Klasifikasi Kriteria Uji Validitas10

Nilai validitas Kriteria

0,80 – 1,00 Sangat tinggi

0,60 – 0,80 Tinggi

0,40 – 0,60 Cukup

0,20 – 0,40 Rendah

0,00 – 0,20 Sangat rendah

2) Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas tes ditentukan dengan mengujicobakan tes tersebut. Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. reliabilitas tes dihitung dengan menggunakan rumus KR.20 yaitu:11

Keterangan :

r11 = Reliabilitas instrumen k = Banyaknya butir pertanyaan Vt = varians total

∑pq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q p = Banyaknya subjek yang skornya 1 q = Proporsi subjek yang mendapat skor 0

3) Menentukan Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu

10 Ngalim Purwanto, Prinsip- Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 139.

11 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h.188.


(1)

6. Disebut apakah kemampuan udara yang tinggal di paru-paru?

a. tidal b. residu c. udara bebas d. kapasitas total 7. Apakah fungsi alveolus?

a. memasukkan udara yang mengandung oksigen

b. menyaring udara yang masuk kedalam tubuh

c. menghalau kotoran yang masuk bersama-sama udara

d. tempat pertukaran gas oksigen dengan karbon dioksida

Perhatikan gambar organ sistem pernapasan berikut!

8. Bagian nomor berapakah yang merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4

9. Pernyataan yang benar tentang paru-paru adalah?

a. paru-paru kiri lebih lebih besar dari paru-paru sebelah kanan b. paru-paru kiri terdiri atas dua

lobus

c. paru-paru terletak di dalam rongga perut

d. paru-paru dibungkus selaput alveolus

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak

1

2

3 4


(2)

10.Apakah nama selaput tipis pembungkus paru-paru?

a. alveolus b. kartilago hialin c. pleura

d. selaput lendir

11.Apa saja organ yang termasuk dalam sistem pernapasan manusia?

a. laring, kerongkongan dan paru-paru

b. kerongkongan, trakea dan paru-paru

c. trakea, kerongkongan dan paru-paru

d. laring, trakea dan paru-paru 12.Apakah yang terjadi pada ekspirasi

pernapasan dada?

a. tulang rusuk terangkat b. tulang rusuk miring c. diafragma terangkat d. diafragma kontraksi

13.Apakah jenis pernapasan yang terjadi akibat kontraksi otot dan diafragma?

a. perut b. dada c. biasa d. diafragma

14.Apakah jenis pernapasan yang tidak menggunakan oksigen?

a. oksidasi biologi b. oksidasi aerob c. oksidasi anaerob d. oksidasi karbon

15.Apakah pengobatan yang tidak sesuai untuk penderita kanker paru-paru?

a. pemberian antibiotik b. operasi

c. kemoterapi d. terapi radiasi

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak


(3)

16.Bagaimanakah cara penularan penyakit TBC?

a. melalui dahak penderita yang tidak sengaja terhirup

b. melalui kontak mata c. melalui pakaian penderita d. melalui suara penderita

Sistem Pencernaan

1. Dimanakah terjadinya pencernaan secara mekanis dan kimiawi?

a. mulut b. usus halus c. usus buntu d. usus besar

2. Dimanakah terjadinya gerak peristaltik?

a. mulut b. usus halus c. kerongkongan d. usus besar

Untuk menjawab soal no.6-8, perhatikan gambar berikut ini!

3. Nomor berapakah tempat terjadinya penyerapan sari makanan?

a. 2 b. 4 c. 6 d. 7

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak

1 2

7

3 4 5


(4)

4. Nomor berapakah letak kelenjar pencernaan pada gambar di atas?

a. 4 b. 5 c. 6 d. 7

Perhatikan gambar struktur lambung berikut.

5. Bagian yang disebut pilorus ditunjukkan oleh nomor?

a. 1 b. 2 c. 3 d. 4

6. Apakah tujuan dari jonjot-jonjot dinding usus halus manusia?

a. makanan mudah dicerna b. penyerapan usus halus

bertambah luas

c. sari-sari makanan tidak terbuang d. makanan tidak langsung masuk

ke usus besar

7. Apakah fungsi dari bakteri Escherichia coli yang sangat menguntungkan dalam sistem pencernaan?

a. membunuh kuman dalam sisa makanan

b. membantu membusukkan sisa makanan

c. membantu mencerna serat pada makanan

d. membantu mengatur kadar air sisa makanan

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak 1

2

3


(5)

8. Apakah enzim yang terdapat didalam lambung yang menyebabkan penyakit maag?

a. pepsin b. HCl c. renin d. erepsin

9. Apakah fungsi dari cairan empedu dalam pencernaan manusia?

a. mengubah amilum menjadi glukosa

b. mengubah protein menjadi asam amino

c. mengemulsikan protein d. mengemulsikan lemak 10.Fungsi bahan makanan adalah

sebagai berikut:

1. Menghasilkan energi 2. Membuat sel-sel baru 3. Sebagai cadangan makanan 4. Melarutkan vitamin B dan C

Dari pernyataan tersebut, fungsi lemak adalah?

a. 1 dan 5 b. 1 dan 3 c. 3 dan 4 d. 4 dan 2

11.Apakah unsur-unsur yang menyusun karbohidrat dan lemak?

a. C, N dan O b. C, H dan O c. C, H dan N d. C, O dan P

12.Apakah kandungan bahan makanan jika warna bahan makanan yang di tetesi lugol menjadi biru tua/hitam?

a. lemak b. protein c. karbohidrat d. vitamin

13.Apakah larutan yang berfungsi untuk membuktikan bahan makanan yang mengandung protein?

a. lugol b. benedict c. biuret d. fehling A & B

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak


(6)

14.Apakah penyakit yang disebabkan karena kekurangan salah satu mineral pada makanan?

a. avitaminosis b. defisiensi c. anemia d. varises

15.Apakah penyakit yang disebabkan dari makanan yang tidak bersih?

a. diare b. gastritis c. sembelit d. apendiks

16.Apakah penyebab dari penyakit beri-beri?

a. kekurangan fosforus b. kekurangan vitamin E c. kekurangan kalsium d. kekurangan vitamin B

17.Salah satu pengobatan untuk diare adalah?

a. pemberian larutan oralit b. pemberian antibiotik c. operasi

d. pemberian vaksin

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak

Kriteria CRI

 Jawaban pasti benar  Jawaban hampir benar  Jawaban yakin

 Jawaban tidak yakin  Jawaban hampir menebak  Jawaban menebak