Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Certainty of Response Index (CRI) dan Wawancara Diagnosis pada Konsep Sel,

(1)

DAN WAWANCARA DIAGNOSIS

PADA KONSEP SEL

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

RIA MAHARDIKA

NIM: 109016100072

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H./2014 M.


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa kelas XI SMAN 8 Tangerang Selatan pada konsep sel. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Pengambilan sampel menggunakan teknik sampling jenuh, sehingga didapatkan 120 sampel siswa. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes objektif pilihan ganda disertai dengan metode Certainty of Response Index (CRI) serta lembar wawancara. Berdasarkan kelengkapannya, data yang digunakan hanya 80 data siswa dari jumlah keseluruhan sampel. Hasil analisis menunjukkan bahwa miskonsepsi muncul pada sub konsep komponen kimiawi sel sebesar 61,25 %, sub konsep struktur dan fungsi sel sebesar 33,21 %, sub konsep organel sel tumbuhan dan hewan sebesar 31,75 %, dan sub konsep mekanisme transpor pada membran sebesar 31, 67 %. Dengan demikian hasil analisis menunjukkan bahwa miskonsepsi pada siswa dikarenakan siswa tidak memahami konsep secara utuh dan menghubungkan satu konsep dengan konsep lain dengan pemahaman parsial, sehingga mengakibatkan siswa membuat kesimpulan yang salah. Berdasarkan analisis data tersebut menunjukkan bahwa CRI efektif digunakan untuk mengetahui miskonsepsi dan wawancara diagnosis efektif digunakan dalam mengetahui alasan siswa yang menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi.


(7)

ii

Sciences Education, Faculty of Tarbiya and Teachers’ Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The research aims to identify students’ misconceptions on cells concept at the eleventh grade of SMAN 8 South Tangerang. The design of this research is descriptive method. The samples were taken through saturated sampling; hence the samples were 120 students. Multiple choice objective test by Certainty of Response Index (CRI) and interview sheets were used as the instruments of this research. Based on the completeness, there were only 80 students’data used. The results show that misconceptions occurred on chemical components of cell sub concept were 61,25 %, structure and function of cells sub concept were 33,21 %, cell organelles of plants and animals sub concept were 31,75 %, and mechanisms of membrane transport sub concept were 31, 67 %. Thus, these results show that the students’ misconceptions happened because of the students’ partial understanding. It means they were not fully understood about the concept and associated one concept with another one, therefore students made false conclusions. According to the data analysis, CRI is effective for detecting the misconceptions and the diagnostic interview is effective for knowing students’ reasons about the causes of their misconceptions .


(8)

iii

serta karunia-Nya. Shalawat serta salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa perubahan ke zaman yang penuh dengan perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Certainty of Response Index (CRI)

dan Wawancara Diagnosis pada Konsep Sel”.

Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir dalam rangka menyelesaikan studi strata I (SI) untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan (S.Pd) yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih. Dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i. M.A., Ph. D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, 3. Ibu Dr. Zulfiani M. Pd Ketua Program Studi Pendidikan Biologi,

4. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd., Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dalam menyelesaikan skripsi,

5. Ibu Meiry Fadilah Noor, M.Si., yang telah membimbing dalam menyelesaikan skripsi serta memberikan ilmu pengetahuannya selama perkuliahan,

6. Dra. Hj. Yuliani, M.Pd., Kepala SMAN 8 Kota Tangerang Selatan dan seluruh guru SMAN 8 yang telah membantu dalam proses penelitian skripsi berlangsung,

7. Neni Handayani, S.Pd., Guru Bidang Studi Biologi kelas XI SMAN 8 Tangerang Selatan, yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama terlaksananya penelitian skripsi,


(9)

iv terima kasih telah berbagi pengetahuan,

10.Bapak Ida Bagus Mahardika dan Ibu Khoiriah, orang tua penulis yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan senantiasa mendoakan keberhasilan penulis dan memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini,

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu baik secara langsung maupun tidak langsung, dari lubuk hati yang paling dalam saya ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 27 Februari 2014


(10)

v

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KERANGKA TEORITIS, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teoritis 1. Konsep ... 7

a. Definisi Konsep ... 7

b. Perolehan Konsep... 8

c. Pembagian Konsep ... 9

d. Pembelajaran dan Pengajaran Konsep ... 10

e. Tingkat Pencapaian Konsep ... 10

2. Miskonsepsi ... 12

a. Definisi Miskonsepsi ... 12

b. Miskonsepsi dan Konsep Alternatif ... 13

c. Miskonsepsi, Status, dan Sifat ... 13

d. Terbentuknya Miskonsepsi ... 14

e. Sebab-sebab Terjadinya Miskonsepsi ... 15


(11)

vi

4. Wawancara Diagnosis ... 21

B. Konsep Sel ... 23

1. SK dan KD Materi Sel ... 23

2. Kajian Materi Sel ... 23

C. Hasil Penelitian yang Relevan ... 24

D. Kerangka Berpikir ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 28

B. Metode Penelitian ... 28

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

D. Teknik Pengumpulan Data ... 29

E. Instrumen Penelitian ... 29

1. Tes Objektif ... 29

2. Wawancara ... 31

F. Kalibrasi Instrumen ... 32

1. Uji Validitas ... 32

2. Uji Realibilitas ... 33

3. Daya Pembeda ... 34

4. Tingkat Kesukaran ... 35

G. Analisis Data 1. Penilaian dan Pengelompokkan Data... 36

a. Penilaian ... 36

b. Pengelompokkan Data ... 37

2. Penafsiran Data ... 37

a. Perhitungan Data ... 38

b. Perhitungan Data Berdasarkan Kombinasi Nilai CRIs (CRI untuk jawaban Salah) dan F (Fraksi) ... 38


(12)

vii

2. Deskripsi Butir Soal Berdasarkan Nilai CRI untuk Jawaban

Salah (CRIs) dan Fraksi (F) ... 42

3. Miskonsepsi Sel yang Terjadi pada Siswa ... 44

B. Pembahasan Terhadap Hasil Penelitian ... 45

1. Analisis Miskonsepsi yang Terjadi pada Siswa ... 50

a. Struktur dan Fungsi Sel ... 50

b. Organel Sel Tumbuhan dan Hewan ... 53

c. Mekanisme Transpor Pada Membran ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(13)

viii

Tabel 2.2 Skala Respon Certainty of response index ... 20

Tabel 2.3 Ketentuan untuk Membedakan antara Tahu Konsep, Miskonsepsi, dan Tidak Paham Konsep untuk Responden Secara Individu ... 21

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar pada Konsep Sel ... 30

Tabel 3.2 Enam Skala CRI (Certainty of Response Index)... 31

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 33

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 34

Tabel 3.5 Hasil Uji Daya Pembeda ... 35

Tabel 3.6 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 36

Tabel 3.7 Skor Perbutir Soal ... 36

Tabel 3.8 Skala Respon Certainty of Response Index ... 36

Tabel 3.9 Ketentuan untuk Membedakan antara Tahu Konsep, Miskonsepsi, dan Tidak Tahu Konsep ... 37

Tabel 3.10 Ketentuan Nilai CRIs serta Fraksi ... 39

Tabel 4.1 Persentase Siswa Berdasarkan Jawaban dan Indeks CRI Kategori Paham (P), Miskonsepsi (M), Tidak Paham (TP) pada Konsep Sel ... 40

Tabel 4.2 Nilai CRI untuk Jawaban Salah dan Fraksi ... 42

Tabel 4.3 Miskonsepsi dan Alasan Miskonsepsi Siswa ... 44

Tabel 4.4 Kelompok Soal Paham Konsep, Tidak Paham Konsep, dan Miskonsepsi ... 46

Tabel 4.5 Rekapitulasi Butir Soal Kategori Miskonsepsi dan Tidak Paham Konsep Berdasarkan CRIB, CRIs, dan F pada Konsep Sel ... 50


(14)

ix

Gambar 4.1 Grafik Persentase Tingkat Pemahaman Siswa pada Subkonsep

Sel ... 47 Gambar 4.2 Grafik Nilai CRI untuk Jawaban Salah dan Fraksi (F) pada Konsep

Sel ... 48 Gambar 4.3 Soal Tes Nomor 22 ... 55


(15)

x

Lampiran 2. Kisi Kisi Instrumen Penelitian ... 72

Lampiran 3. Rekap Hasil Uji Instrumen ... 102

Lampiran 4. Soal Tes ... 105

Lampiran 5. Lembar Jawaban Tes... 116

Lampiran 6. Hasil Tes Objektif Siswa Menggunakan CRI ... 118

Lampiran 7. Persentase Siswa Berdasarkan Jawaban dan Indeks (CRI) dalam Kategori Paham (P), Miskonsepsi (M), Tidak Paham (TP) 120 Siswa ... 126

Lampiran 8. Persentase Siswa Berdasarkan Jawaban dan Indeks (CRI) dalam Kategori Paham (P), Miskonsepsi (M), Tidak Paham (TP) 80 Siswa ... 131

Lampiran 9. Nilai CRI Siswa untuk Jawaban Benar ... 137

Lampiran 10. Nilai CRI Siswa untuk Jawaban Salah... 141

Lampiran 11. Protokol Wawancara (Guru) ... 145

Lampiran 12. Kegiatan Wawancara Siswa ... 146

Lampiran 13. Uji Referensi ... 157


(16)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pentingnya pendidikan dalam membangun suatu bangsa tidak diragukan lagi.1 Tilaar dan Surakhmad mengatakan bahwa pendidikan memiliki peranan dalam membangun masa depan.2 Dalam hal ini proses pembelajaran IPA ikut serta berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Peran pembelajaran IPA tersebut dikarenakan proses pembelajaran yang bersifat utuh berdasarkan hakikat IPA yang meliputi beberapa aspek yaitu aspek sikap, aspek proses, aspek produk, aspek aplikasi.3

Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara alamiah. Oleh sebab itu, mata pelajaran Biologi SMA/MA berdasarkan KTSP menekankan pada fenomena alam dan penerapannya yang meliputi salah satu aspek yaitu organisasi seluler, struktur jaringan, struktur dan fungsi organ tumbuhan, hewan dan manusia serta penerapannya dalam konteks sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat.4

Paragraf di atas menjelaskan bahwa berdasarkan pada KTSP proses pembelajaran IPA ikut serta memiliki peran dalam meningkatkan mutu pendidikan. Proses pembelajaran merupakan aktifitas belajar yang dilakukan siswa dengan melibatkan sumber belajar, sarana dan prasarana, siswa dan guru. Dalam hal ini siswa belajar atau mempelajari suatu sumber belajar menggunakan sarana prasarana yang mendukung sumber belajar dengan bantuan guru.

Menurut Slavin, Learning is usually defined as a change in an individual caused by experienced. Kemudian Slavin juga mengatakan, “Learning take

1

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu, (Bandung: PT. Imtima, 2007), Cet. II, h. 266.

2

Ibid., h.249.

3

Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet. I, h. 46-47.

4

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA, (Jakarta: Depdiknas, 2006), h. 167, (http://matematika.upi.edu/wp-content/uploads/2013/02/Buku-Standar-Isi-SMA.pdf ).


(17)

place in many ways. Sometime intentional, as when students acquire information presented in a classroom or when they look something up in the encyclopedia. Sometimes it is unintentional, as in the case of the child’s reaction to the needle. All sorts of learning are going on all the time.5

Dari pernyataan Slavin, belajar diartikan sebagai perubahan individu yang terjadi melalui pengalaman atau interaksi antara siswa dengan lingkungan sebagai sumber dan proses belajar yang terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung sepanjang waktu menuju perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan baru.6

Piaget juga mengemukakan bahwa belajar merupakan proses konstruksi (pembentukan) pengetahuan oleh siswa dari pengalamannya, yang berlangsung secara terus menerus. Sehingga siswa akan merekonstruksi pengetahuannya sampai siswa mendapatkan pemahaman yang baru mengenai suatu objek.7 Oleh karena itu, sebelum masuk ke dalam pendidikan formal setiap siswa memiliki pengalaman dan pola pikir yang berbeda, sehingga dapat membentuk pra-konsep siswa yang berbeda pula. Pola pikir siswa yang berbeda dengan pola pikir para ilmuwan, dikatakan sebagai miskonsepsi.8 Menurut Suparno selain siswa itu sendiri, terdapat juga faktor-faktor penyebab terjadinya miskonsepsi yaitu guru atau pengajar, buku teks, konteks, dan cara mengajar.9

Perihal miskonsepsi, semua bidang Sains (Biologi, Kimia, Fisika, dan Astronomi) merupakan bidang yang rentan dimiskonsepsikan.10 Oleh sebab itu dalam hal ini mata pelajaran Biologi yang diajarkan tidak hanya sekedar sebagai produk berupa konsep atau prinsip Biologi, tetapi juga mengajar melalui

5

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2011), Cet. IV, h. 16.

6

Ibid, h. 16-17.

7

Eveline Siregar dan Hartini Nara. Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), Cet. I, h. 39.

8

Ceren Tekkaya, “Misconception as Barrier to Understanding Biology, Hacettepe Universitesi Egitim Fakultesi Dergisi”, Vol. 23, 2002, h. 259, (http://www.efdergi.hacettepe.edu.tr/200223 ceren%20tekkaya.pdf).

9

Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), Cet. I, h. 53.

10


(18)

pengalaman Biologi.11 Karena alasan tersebut, dalam mempelajari Biologi tidak cukup hanya dengan sekedar mengajarkan materi Biologi. Siswa seyogyanya diajak mempelajari materi Biologi menurut cara berpikirnya.12 Dengan demikian siswa akan mengkonstruk pemahaman dari pengetahuan yang sudah mereka dapatkan sendiri. Sehingga dalam proses belajar mengajar miskonsepsi dapat dihindari.

Berdasarkan hasil wawancara, guru bidang Biologi SMAN 8 Tangerang Selatan mengatakan bahwa sebesar 60% siswa kelas XI IPA memperoleh hasil belajar yang rendah pada konsep Sel. Adapun rendahnya hasil belajar tersebut karena diduga abstraknya sub konsep organel sel tumbuhan dan hewan serta subkonsep mekanisme transpor, dimana untuk mengurangi keabstrakan konsep tersebut dapat dikonkritkan dengan metode atau strategi yang lebih tepat.

Menurut beliau, rendahnya hasil belajar siswa tersebut disebabkan oleh faktor perbedaan daya serap dan daya retensi siswa. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, penulis memilih konsep Sel sebagai materi yang akan diidentifikasi apakah terjadi miskonsepsi siswa di dalamnya. Sebab rendahnya hasil belajar siswa dapat merupakan ciri dari dampak terjadinya miskonsepsi.

Menurut Campbell, Sel merupakan materi dasar bagi ilmu Biologi.13 Oleh sebab itu Sel merupakan konsep yang mendasari pemahaman siswa untuk memahami konsep-konsep Biologi selanjutnya. Adanya miskonsepsi dalam pikiran siswa akan menghambat proses penerimaan dan asimilasi pengetahuan-pengetahuan baru siswa mengenai konsep Sel. Selain itu, kurangnya motivasi siswa untuk memperbaiki atau membentuk pemahaman konsep yang benar, akan menghalangi keberhasilan siswa dalam proses belajar selanjutnya.14

Ketua BAN-S/M, Abdul Mukti dalam DetikNews mengatakan bahwa satuan pendidikan di Indonesia dianggap masih lemah dalam banyak hal dibanding

11

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, op. cit., h. 267.

12

Ibid., h. 253.

13

Campbell, Reece dan Mitchell, Biologi, Terj. dari Biology oleh Amalia, (Jakarta: Erlangga, 2002), Cet. V, h. 112.

14

Yuyu R. Tayubi, “Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI)”, Jurnal Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Vol. 24, 2005 h. 4.


(19)

negara lain, termasuk pada kompetensi para lulusannya.15 Salah satu kemungkinan faktor yang menyebabkan lemahnya kompetensi lulusan tersebut adalah karena terjadinya miskonsepsi. Menurut Irawan, ironinya permasalahan miskonsepsi ini justru seringkali luput dari sorotan berbagai pihak.16

Besarnya dampak yang disebabkan miskonsepsi pada siswa membuktikan bahwa sudah seharusnya miskonsepsi tersebut diidentifikasi. Adapun untuk mengetahui keberadaan miskonsepsi dapat menggunakan berbagai cara, yaitu wawancara diagnosis, penyajian peta konsep, metode CRI, tes multiple choice

dengan reasoning terbuka, diskusi dalam kelas, praktikum dengan tanya jawab, tes esai tertulis.

Pada penelitian ini miskonsepsi akan diidentifikasi berdasarkan tingkat keyakinan siswa menggunakan metode Certainty of Response Index (CRI).17 Metode ini diperkenalkan oleh Saleem Hasan, Diola Bagayoko, dan Ella L.

Kelley, dalam jurnal mereka yang berjudul “Misconceptions and The Certainty of Response Index (CRI)”. Mereka meneliti bahwa membedakan antara siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak paham konsep cukup sulit. Oleh sebab itu mereka membuat metode untuk membedakan keduanya (miskonsepsi dan tidak paham konsep). Dari hasil penelitian tersebut mereka membuktikan bahwa metode CRI efektif dalam mendiagnosis siswa yang tidak paham konsep dan siswa yang mengalami miskonsepsi.18 Karena CRI dapat mengidentifikasi keduanya berdasarkan tingkat keyakinan responden, sehingga dalam penerapan metode tersebut kejujuran siswa dalam menjawab CRI merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan.

Metode CRI ini memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulannya yakni bersifat sederhana dan dapat digunakan di berbagai jenjang (sekolah menengah

15

DetikNews (M. Rizki Maulana), Indonesia Masih Lemah dalam Mutu Pendidikan & Kualitas Lulusan, 2013, (www.m.detik.com/news/read/2012/12/26/131704/2126881/10//Indonesia -masih-lemah-dalam-mutu-pendidikan-kualitas-lulusan).

16

Suandi Sidauruk, “Miskonsepsi Siswa SMU Negeri Kotamadya Palangkaraya Terhadap Konsep Perubahan Materi, Hukum Kekekalan Massa, dan Sistem Periodik”, Jurnal Penelitian Kependidikan, Vol. 2, 1999, h. 191.

17

Saleem Hasan, et.al, “Misconceptions and the Certainty of Response Index (CRI)”, Journal of Phys. Educ., Vol. 5, 1999, h. 294.

18


(20)

sampai perguruan tinggi), sedangkan kelemahannya adalah metode ini sangat bergantung pada kejujuran siswa.

Pada penelitian ini untuk mendukung metode CRI maka digunakan metode wawancara diagnosis untuk mengetahui konsistensi setiap siswa yang didiagnosa memiliki jawaban miskonsepsi pada CRI. Dengan metode wawancara tersebut, alasan dari jawaban miskonsepsi siswa dapat digali lebih jauh. Sehingga peneliti dapat memperoleh informasi secara objektif.19

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang kemungkinan muncul di konsep Sel dengan penelitian yang berjudul ”Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Certainty of Response Index (CRI) dan Wawancara Diagnosis pada Konsep Sel”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya motivasi siswa dalam membentuk pemahaman konsep yang benar.

2. Hasil belajar Biologi siswa SMAN 8 Tangerang Selatan pada konsep Sel masih rendah.

3. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang Biologi SMAN 8 Tangerang Selatan, daya serap siswa dan daya retensi siswa menjadi penyebab rendahnya hasil belajar pada konsep Sel.

4. Konsep Sel merupakan konsep yang abstrak, sehingga membutuhkan proses belajar dengan strategi yang tepat untuk mengkonkritkan konsep tersebut.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dibatasi pada aspek identifikasi miskonsepsi siswa kelas XI SMAN 8 Kota Tangerang Selatan

19

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip Teknik Prosedur, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. III, h. 158.


(21)

menggunakan metode CRI (Certainty of Response Index) dan wawancara diagnosis pada konsep Sel.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Berapa besar persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada setiap subkonsep sel dan apa penyebab miskonsepsi pada

siswa?”, dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Miskonsepsi apa saja yang dialami siswa pada konsep Sel?

2. Berapa besar persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada setiap subkonsep Sel?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa di SMAN 8 Tangerang Selatan kelas XI Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/2014 pada Konsep Sel.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Bagi peneliti, menjadi pengalaman dan masukan dalam mengindentifikasi miskonsepsi siswa menggunakan metode CRI (Certainty of Response Index) dan wawancara diagnosis.

2. Bagi guru, menjadi informasi yang dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dalam memilih, merancang serta memperkaya strategi pembelajaran yang tepat agar miskonsepsi pada siswa tidak terulang kembali. 3. Bagi pembaca, diharapkan dapat menjadi informasi, referensi untuk

penelitian selanjutnya atau sebagai metode yang praktis untuk pemecahan masalah dalam proses pembelajaran terkait miskonsepsi.


(22)

7

A. Kajian Teoritis 1. Konsep

a. Definisi Konsep

Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang identik atau sama.1 Berikut ini merupakan definisi konsep menurut beberapa ahli:

1) Rosser

Konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai kemiripan.2

2) Woodruft

Konsep merupakan suatu ide atau gagasan yang relatif sempurna dan bermakna mengenai suatu obyek. Konsep juga merupakan produk seseorang dalam membuat pengertian terhadap obyek-obyek melalui pengalaman dan bahasanya sendiri.3

3) Gagne

Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri yang sama.4

4) Bruner

Konsep adalah pendapat yang meningkatkan pemikiran seseorang dalam beberapa cara sehingga membantu mengurangi kompleksitas dunia ketika

1

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar Edisi II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), Cet. III, h. 31.

2

Kustiyah, Miskonsepsi Difusi dan Osmosis pada Siswa MAN Model, Jurnal Ilmiah Guru Kanderang Tingang, Vol. 1, 2007, h. 25, (http://jurnal.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act =tampil&id=38918&idc=32)

3

Ibid.

4

Eveline Siregar dan Hartini Nara. Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), Cet. I, h. 7.


(23)

mengklasifikasikan objek agar lebih mudah untuk dipahami.5 5) Robert E. Slavin

Konsep adalah gagasan abstrak yang digeneralisasi dari contoh-contoh spesifik. Misalnya bola dan kursi berwarna merah, ini berarti mengilustrasikan

konsep sederhana “merah”.6

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep adalah gagasan atau abstraksi mengenai suatu objek, kejadian, atau hubungan yang digeneralisasikan sehingga mudah dipahami dan memiliki makna.

b. Perolehan Konsep

Ausubel dalam Dahar menyatakan bahwa perolehan konsep dilakukan dengan dua cara yaitu dengan formasi konsep (concept formation) yaitu proses induktif dan asimilasi konsep (concept assimilation) yaitu proses deduktif.7 Formasi konsep menurut Gagne dapat disamakan dengan belajar konsep konkret seperti pada anak-anak sebelum memasuki dunia sekolah.8 Pembentukan atau formasi konsep ini merupakan proses induktif yaitu pembentukan konsep dari hasil penemuan yang melibatkan proses-proses mental sehingga menghasilkan generalisasi-generalisasi. Sedangkan asimilasi konsep adalah cara perolehan konsep selama dan sesudah konsep, dimana siswa memperoleh penyajian atribut-atribut kriteria dari konsep untuk dihubungkan dengan gagasan relevan yang telah ada dalam struktur kognitifnya.9

Berbeda dengan pendapat Ausubel, Piaget menyatakan bahwa perolehan konsep melalui cara asimilasi konsep dan akomodasi konsep.10 Asimilasi disini adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep,

5

Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 327.

6

Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik, (Jakarta: PT. Indeks, 2011), Cet. I, h. 300-301.

7

Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 64-65.

8

Ibid., h. 64.

9

Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet. I, h. 28.

10


(24)

ataupun pengalaman baru ke suatu pola yang sudah ada dalam pikirannya.11 Sedangkan akomodasi adalah ketika seorang siswa mendapatkan pengalaman baru sedangkan siswa tidak dapat mengasimilasikan pengalaman tersebut kedalam pola pemikirannya yang sudah ada. Maka dari pengalaman baru itulah seorang siswa akan mengadakan akomodasi dengan cara membentuk pola baru yang cocok dengan pengalaman yang baru saja diperolehnya untuk kemudian memodifikasi pola yang sudah ada atau pola yang lama sehingga membentuk pola yang selaras dengan pola yang sudah ada sebelumnya.12

c. Pembagian Konsep

Djamarah membedakan konsep menjadi dua yaitu:13

1) Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep ini mewakili benda tertentu, seperti meja dan kursi. 2) Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi

tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan. Hanya dirasakan adanya melalui proses mental. Misalnya saudara sepupu, saudara kandung, paman, bibi, dan belajar. Untuk memberikan pengertian pada semua kata itu diperlukan konsep yang didefinisikan dengan menggunakan lambang bahasa.14

Selama menuntut ilmu, siswa dituntut untuk menguasai konsep tertentu. Sebab dengan menguasai konsep, maka akan diperoleh pengertian atas suatu materi yang dipelajari. Seseorang yang tidak menguasai konsep tertentu akan mengalami kesulitan memahami suatu kalimat yang dibaca.

11

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 31.

12

Ibid., h. 32.

13

Djamarah, op. cit., h. 31.

14


(25)

d. Pembelajaran dan Pengajaran Konsep

Konsep pada umumnya dipelajari dengan dua cara yaitu dengan cara pengamatan dan cara definisi sebagai berikut:

1) Cara pengamatan15

Umumnya konsep dengan cara ini di pelajari secara non formal. Misalnya,

anak mempempelajari konsep “mobil” dengan mendengarkan kendaraan tertentu

yang disebut “mobil”. Pada awalnya, anak itu mungkin akan menyertakan sepeda

motor ke dalam konsep “mobil” tetapi, setelah waktu berjalan, konsep itu

diperbaiki hingga anak tersebut dapat dengan jelas membedakan “mobil” dari “bukan mobil”.

2) Cara definisi16

Suatu konsep yang hanya dapat diartikan dengan tepat melalui cara memberi definisi, misalnya untuk menjadi tante, seseorang harus perempuan yang saudara laki-laki atau saudara perempuannya (atau ipar laki-laki atau perempuan) mempunyai anak bukan dengan mengamati wanita yang dipanggil dengan sebutan tante. Berdasarkan definisi tersebut, contoh dan bukan contoh “tante” dapat dibedakan dengan cepat.

Tenny Son dan Park mengusulkan guru mengikuti tiga aturan ketika menyajikan contoh konsep:17

1) Urutkan contoh-contoh dari yang mudah hingga yang sulit, 2) Pilih contoh yang berbeda dari yang satu dengan yang lain, 3) Bandingkan dan bedakan contoh dan bukan contoh.

e. Tingkat Pencapaian Konsep

Klausmeier menghipotesiskan empat tingkat pencapaian konsep yang urutannya invariant.18 Empat tingkat pencapaian konsep menurut Klausmeier

15

Slavin, op. cit., h. 301.

16

Ibid.

17

Ibid., h. 302.

18


(26)

adalah tingkat konkret, tingkat identitas, tingkat klasifikasi, dan tingkat formal. Berikut merupakan uraian dari keempat tingkat pencapaian konsep:19

1) Tingkat Konkret

Seseorang dapat dikatakan telah mencapai konsep tingkat konkret apabila orang tersebut mengenal suatu benda yang telah dihadapinya. Untuk mencapai tingkat ini, siswa harus dapat memperlihatkan suatu benda dan dapat membedakan berbagai macam benda dari stimulus-stimulus yang ada di lingkungannya.

2) Tingkat Identitas

Seseorang dapat dikatakan telah mencapai konsep tingkat konkret apabila orang tersebut mengenal suatu objek: a) sesudah selang waktu; b) bila orang itu memiliki orientasi ruang dari objek tersebut; c) bila orang itu dapat mengenal benda dengan indra yang berbeda, misalnya ketika seseorang dapat mengenali bola melalui menyentuh bukan dengan melihatnya.

3) Tingkat Klasifikasi

Seseorang dapat dikatakan telah mencapai konsep tingkat konkret apabila orang tersebut dapat mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Artinya, seorang siswa dapat mengklasifikasikan mana yang merupakan contoh dan mana yang non-contoh dari suatu konsep. Dalam pencapaian tingkat klasifikasi ini sangat diperlukan operasi mental tambahan, yaitu dengan mengadakan generalisasi bahwa dua atau lebih contoh sampai batas-batas tertentu itu ekuivalen.

4) Tingkat Formal

Untuk pencapaian konsep pada tingkat ini siswa sudah harus dapat menentukan atribut-atribut kriteria yang membatasi konsep. Dapat dikatakan seorang siswa telah mencapai konsep tersebut jika siswa dapat memberikan nama konsep itu, mendefinisikan konsep itu ke dalam atribut-atributnya kriterianya, mendiskriminasi, dan memberi nama atribut-atribut yang membatasi, mengevaluasi, serta memberikan contoh dan noncontoh konsep tersebut secara nonverbal.

19


(27)

2. Miskonsepsi

a. Definisi Miskonsepsi

Berg mengatakan bahwa setiap individu memiliki interpretasi berbeda terhadap sebuah konsep. Interpretasi itu merupakan sebuah konsepsi, dan konsepsi tersebut dapat sesuai dengan pendapat para ahli sains, namun dapat juga bertentangan. Jika konsepsi siswa tersebut melatarbelakangi siswa dalam memahami suatu konsep, maka konsep siswa tersebut disebut miskonsepsi20. Miskonsepsi (salah konsep) adalah konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para pakar dalam bidang itu.21 Osborne

memberi beberapa nama, yaitu ada yang menyebutnya “children’s science”, “misconception”, “alternative framework”, “alternative conception”, atau

children’s idea”, namun istilah miskonsepsi seringkali lebih banyak mewakili semua istilah tersebut.22 Dalam pengertian lain miskonsepsi adalah kepercayaan yang tidak sesuai dengan penjelasan yang diterima umum dan memang sudah terbukti sahih tentang sesuatu.23

Berikut merupakan definisi miskonsepsi menurut beberapa tokoh: 1) Saleem Hasan

Miskonsepsi sebagai struktur kognitif (pemahaman) yang berbeda dari pemahaman yang telah ada dan diterima di lapangan, dan struktur kognitif ini dapat mengganggu penerimaan ilmu pengetahuan yang baru.24

2) Kustiyah

Miskonsepsi adalah kesalahan dalam memahami suatu konsep yang ditunjukkan dengan kesalahan dalam menjelaskan dalam bahasanya sendiri.25

20Ed van den Berg, “Alternative Conceptions in Physics and Remediation Version 4.3”,

Course Material, Philippines, 2004, h. 12.

21

Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika, (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), Cet. I, h. 4.

22

Dahar, op. cit., h. 153.

23

Ormrod, op. cit., h. 338.

24Saleem Hasan, et.al, “Misconceptions and the Certainty of Response Index (CRI)” ,

Journal of Phys. Educ, Vol. 5, 1999, h. 294.

25


(28)

3) Feldsine

Miskonsepsi adalah suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep.26

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah suatu gagasan dari sebuah pengertian yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau interpretasi hubungan konsep-konsep tidak dapat diterima.

b. Miskonsepsi dan Konsep Alternatif

Kebanyakan penelitian modern lebih suka menggunakan istilah konsep alternatif daripada miskonsepsi. Alasan mereka adalah:27

1) Konsep alternatif lebih menunjuk pada penjelasan berdasarkan pengalaman yang dikonstruksikan oleh siswa sendiri.

2) Memberikan penghargaan intelektual kepada siswa yang mempunyai gagasan tersebut.

3) Kerap kali konsep alternatif secara kontekstual masuk akal dan juga berguna untuk menjelaskan beberapa persoalan yang sedang dihadapi siswa.

Namun istilah konsep alternatif lebih sesuai digunakan bila kita menggunakan dasar filsafat konstruktivisme dalam proses pembelajaran. Menurut filsafat tersebut, pengetahuan itu merupakan bentukan siswa yang menggelutinya. Siswa sendirilah yang membentuk pengetahuan dalam otak mereka melalui segala keaktifan pikiran mereka. Oleh karena siswa sendiri yang membentuk pengetahuan mereka, maka kemungkinan mereka dapat membentuk pengetahuannya yang berbeda dengan pengetahuan para ahli, maka munculah konsep alternatif.28

c. Miskonsepsi, Status, dan Sifat

Berdasarkan hasil penelitian Driver yang dilakukan pada siswa-siswa tingkat menengah untuk menemukan miskonsepsi dalam topik-topik: “Light, electric and simple circuits, heat and temperature, force and motion, the gaseous state, the

26

Suparno, op. cit., h. 4-5.

27

Ibid., h. 5.

28


(29)

particulate nature of matter in the gaseous phase, beyond appearances: the conservation of matter under physical and chemical transformations”, beliau

mengemukakan hal-hal berikut:29

1) Miskonsepsi bersifat pribadi. Setiap anak memberikan berbagai interpretasi menurut caranya sendiri.

2) Miskonsepsi bersifat stabil. Sering kali gagasan anak yang berbeda dengan gagasan ilmiah tetap dipertahankan walaupun guru sudah memberikan suatu kenyataan yang berlawan.

3) Bila menyangkut koherensi, anak tidak merasa butuh pandangan yang koheren sebab interpretasi dan prediksi tentang peristiwa-peristiwa alam praktis kelihatannya cukup memuaskan.

d. Terbentuknya Miskonsepsi

Driver mengemukakan bagaimana terbentuknya miskonsepsi dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut: 30

1) Anak cenderung mendasarkan berpikirnya pada hal-hal yang tampak dalam suatu situasi masalah.

2) Anak hanya memperhatikan aspek-aspek tertentu dalam suatu situasi. Hal ini disebabkan karena anak lebih cenderung menginterpretasikan suatu fenomena dari segi sifat absolut benda-benda, bukan dari segi interaksi antara unsur-unsur suatu sistem.

3) Anak lebih cenderung memperhatikan perubahan daripada situasi diam. 4) Bila anak-anak menerangkan perubahan, cara berpikir mereka cenderung

mengikuti urutan kausal linier.

5) Gagasan yang dimiliki anak mempunyai berbagai konotasi; gagasan anak lebih inklusif dan global.

6) Anak kerap kali menggunakan gagasan yang berbeda untuk menginterpretasi situasi-situasi yang oleh para ilmuwan digunakan cara yang sama.

29

Dahar, op. cit., h. 154.

30


(30)

e. Sebab-sebab Terjadinya Miskonsepsi

Miskonsepsi dapat berasal dari beberapa sumber misalnya dari guru yang menyampaikan suatu konsep yang keliru, dari siswa sendiri, serta dapat juga dari metode mengajar yang kurang tepat. Menurut Winny dan Taufik, sebab-sebab terjadinya miskonsepsi yaitu kondisi siswa, guru, metode mengajar, buku dan konteks. Secara lebih jelas penyebab dari adanya miskonsepsi adalah sebagai berikut:31

1) Kondisi siswa

Miskonsepsi yang berasal dari siswa sendiri dapat terjadi karena asosiasi siswa terhadap istilah sehari-hari sehingga menyebabkan miskonsepsi.

2) Guru

Jika guru tidak memahami suatu konsep dengan baik yang akan diberikan kepada muridnya, ketidakmampuan dan ketidakberhasilan guru dalam menampilkan aspek-aspek esensi dari konsep yang bersangkutan, serta ketidakmampuan menunjukkan hubungan konsep satu dengan konsep lainnya pada situasi dan kondisi yang tepat pun dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya miskonsepsi pada siswa.

3) Metode mengajar

Penggunaan metode belajar yang kurang tepat, pengungkapan aplikasi yang salah serta penggunaan alat peraga yang tidak secara tepat mewakili konsep yang digambarkan dapat pula menyebabkan miskonsepsi pada pikiran siswa.

4) Buku

Penggunaan bahasa yang terlalu sulit dan kompleks terkadang membuat anak tidak dapat mencerna dengan baik apa yang tertulis di dalam buku, akibatnya siswa menyalahartikan maksud dari isi buku tersebut.

5) Konteks

Dalam hal ini penyebab khusus dari miskonsepsi yaitu penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari, teman, serta keyakinan dan ajaran agama.

31Winny Liliawati dan Taufik R. Ramalis, “Identifikasi Miskonsepsi Materi IPBA di SMA

dengan Menggunakan CRI (Certainty of Response Index) dalam Upaya Perbaikan Urutan Pemberian Materi IPBA Pada KTSP”. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Vol. 4, 2008, h. 3-4.


(31)

Adapun contohnya adalah diskusi kelompok yang tidak efektif, misalnya kelompok didominasi oleh beberapa orang dan di antara mereka ada yang mengalami miskonsepsi, maka dia akan mempengaruhi teman-temannya yang lain.

Tabel 2.1 Penyebab Miskonsepsi Siswa32

Sebab Utama Sebab Khusus

Siswa 1. Prakonsepsi

2. Pemikiran asosiatif 3. Pemikiran humanistik

4. Reasoning yang tidak lengkap/salah 5. Intuisi yang salah

6. Tahap perkembangan kognitif siswa 7. Kemampuan siswa

8. Minat belajar siswa

Guru/pengajar 1. Tidak menguasai bahan, tidak kompeten 2. Bukan lulusan dari bidang ilmunya

3. Tidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan atau ide

4. Relasi guru-siswa tidak baik Buku teks 1. Penjelasan keliru

2. Salah tulis, terutama dalam rumus

3. Tingkat kesulitan penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa

4. Siswa tidak tahu membaca buku teks 5. Buku fiksi sains terkadang konsepnya

menyimpang demi menarik pembaca 6. Kartun sering memuat miskonsepsi

Konteks 1. Pengalaman siswa

2. Bahasa sehari-hari berbeda 3. Teman diskusi yang salah 4. Keyakinan dan agama

5. Penjelasan orang tua atau orang lain yanv keliru

6. Konteks hidup siswa (TV, radio, film yang keliru)

7. Perasaan senang/tidak senang bebas atau tertekan.

Cara mengajar 1. Hanya berisi ceramah dan menulis 2. Langsung ke dalam bentuk matematika 3. Tidak mengungkapkan miskonsepsi siswa 4. Tidak mengoreksi pekerjaan rumah yang salah

32


(32)

Sebab Utama Sebab Khusus

5. Model analogi 6. Model praktikum 7. Model diskusi

8. Model demonstrasi yang sempit

9. Non-multiple intellegences

f. Sumber Miskonsepsi

Menurut Ormrod, kemungkinan miskonsepsi siswa berasal dari beragam sumber, yaitu:33

1) Miskonsepsi muncul dari niat baik siswa itu sendiri untuk memahami apa yang mereka lihat.

2) Siswa menarik kesimpulan yang salah, karena menyimpulkan hanya dari apa yang ia lihat tanpa mencari tahu konsep yang sebenarnya.

3) Masyarakat dan budaya dapat memperkuat miskonsepsi. Terkadang ungkapan-ungkapan yang umum dalam bahasa pun salah mempresentasikan makna yang sesungguhnya.

4) Dongeng dan acara kartun yang ditampilkan di televisi bisa salah mempresentasikan hukum Fisika.

5) Gagasan yang keliru dari orang lain, guru, dan pengarang buku pelajaran.

g. Cara Mengetahui Pengetahuan Awal dan Miskonsepsi Siswa

Berikut ini merupakan cara yang dapat digunakan untuk mengetahui miskonsepsi:

1) Wawancara Diagnosis

Wawancara dapat membantu kita dalam mengenal secara mendalam letak miskonsepsi siswa dan mengapa siswa sampai pada pemahaman seperti itu. Selanjutnya guru dapat mengarahkan siswa sehingga siswa menyadari kesalahannya. Bila siswa sadar akan miskonsepsinya, maka selanjutnya miskonsepsi tersebut akan lebih mudah dirubah34

33

Ormrod, op. cit., h. 339.

34


(33)

2) Penyajian Peta Konsep

Konsepsi siswa juga dapat diperkirakan dengan peta konsep yang bentuknya tentu saja berbeda dengan tingkat pemahaman masing-masing siswa terhadap suatu konsep. Oleh karena itu penelusuran pengetahuan awal (prior knowledge) siswa dapat dilakukan dengan bantuan peta konsep. 35

Peta konsep yang mengungkapkan hubungan berarti antar konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok, yang disusun secara hierarkis, dengan jelas dapat mengungkapkan miskonsepsi, siswa yang digambarkan dalam peta konsep.36

3) Metode CRI

Metode ini dapat menggambarkan keyakinan responden terhadap kebenaran alternatif jawaban yang direspon. Dengan metode CRI (Certainty of Response Index) responden diminta untuk merespon setiap pilihan pada masing-masing item tes pada tempat yang telah disediakan, sehingga siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak paham konsep dapat dibedakan.

4) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Pada tes ini siswa harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai jawaban seperti itu. Jawaban-jawaban yang salah dalam pilihan ganda ini selanjutnya akan dijadikan bahan tes selanjutnya. Berdasarkan hasil jawaban yang tidak benar dalam pilihan ganda tersebut, peneliti dapat mewawancarai siswa untuk meneliti bagaimana cara siswa berpikir dan mengapa mereka memiliki pola pikir seperti itu. 37

5) Diskusi dalam Kelas

Dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan.38 Dari kegiatan diskusi tersebut, peneliti atau guru dapat mendeteksi gagasan atau pola pikir siswa yang

35Muhammad Taufiq, “Remediasi Miskonsepsi Mahasiswa Calon Guru

Fisika pada Konsep Gaya Melalui Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) 5E”, Jurnal Pendidikan IPA Indonesia JPII 1, Vol. 2, 2012, h. 199, (http://jornal.unnes.ac.id/index.php/jpii).

36

Suparno, op. cit., h. 121.

37

Ibid, h. 123.

38


(34)

tepat atau tidak. Cara mendeteksi miskonsepsi siswa dengan metode diskusi ini sangat cocok untuk diterapkan pada kelas yang besar. 39

6) Praktikum dengan Tanya Jawab

Kegiatan praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan siswa dapat digunakan sebagai alat untuk mendeteksi terjadinya miskonsepsi pada siswa atau tidak. Selama praktikum disarankan agar guru selalu bertanya mengenai konsep pada kegiatan praktikum dan memperhatikan bagaimana siswa menjelaskan persoalan dalam praktikum tersebut. 40

7) Tes Esai Tertulis

Dari tes esai tertulis maka dapat diketahui miskonsepsi yang dibawa siswa dalam bidang apa. Setelah ditemukan miskonsepsinya, dapatlah beberapa siswa di wawancarai untuk lebih mendalami mengapa mereka memiliki gagasan seperti itu. Berdasarkan wawancara tersebut maka akan terlihat darimana miskonsepsi itu dibawa.41

3. Certainty of Response Index (CRI)

Metode Certainty of Response Index ini merupakan metode yang diperkenalkan oleh Saleem Hasan, Diola Bagayoko, dan Ella L. Kelley untuk mengukur suatu miskonsepsi yang tengah terjadi. Dengan metode CRI, responden diminta untuk memberikan tingkat kepastian dari kemampuan mereka sendiri dengan mengasosiasikan tingkat keyakinan tersebut dengan pengetahuan, konsep, atau hukum. 42

Metode CRI ini meminta responden untuk menjawab pertanyaan disertai dengan pemberian derajat atau skala (tingkat) keyakinan responden dalam menjawab pertanyaan tersebut. Sehingga metode ini dapat menggambarkan keyakinan siswa terhadap kebenaran dari jawaban alternatif yang direspon. Setiap pilihan respon memiliki nilai skala, yaitu:43

39

Ibid, h. 127-128.

40

Ibid, h. 128.

41

Suparno, Ibid, h. 126.

42

Hasan, et.al., loc. cit.

43


(35)

Tabel 2.2 Skala Respon Certainty of Response Index

CRI Kriteria Kategori

B S

0 (Totally guessed answer): jika menjawab soal 100%

ditebak TP TP

1 (Almost guess) jika menjawab soal presentase unsur

tebakan antara 75%-99% TP TP

2 (Not sure) jika menjawab soal presentase unsur tebakan

antara 50%-74% TP TP

3 (Sure) antara 25%-49%jika menjawab soal presentase unsur tebakan P M

4 (Almost certain) jika menjawab soal presentase unsur

tebakan antara 1%-24% P M

5 (Certain) jika menjawab soal tidak ada unsur tebakan

sama sekali (0%) P M

Berdasarkan tabel tersebut, skala CRI ada 6 (0-5) dimana 0 berarti tidak paham konsep dan 5 adalah yakin benar akan konsep yang responden jawab. Jika derajat keyakinan rendah (nilai CRI 0-2) menyatakan bahwa responden menjawabnya dengan cara menebak, terlepas dari jawabannya benar atau salah. Hal ini menunjukkan bahwa responden tidak paham konsep. Jika nilai CRI tinggi, dan jawaban benar maka menunjukkan bahwa responden paham konsep (jawabannya beralasan) Jika nilai CRI tinggi, jawaban salah maka menunjukkan miskonsepsi. Jadi, seorang siswa mengalami miskonsepsi atau tidak paham konsep dapat dibedakan dengan cara sederhana yaitu dengan membandingkan benar atau tidaknya jawaban suatu soal dengan tinggi rendahnya indeks kepastian jawaban (CRI) yang diberikan untuk soal tersebut. Pada halaman selanjutnya merupakan tabel ketentuan untuk membedakan antara siswa yang tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak paham konsep untuk responden secara individu dan kelompok.


(36)

Tabel 2.3 Ketentuan CRI untuk Membedakan Tahu Konsep, Miskonsepsi, dan Tidak Paham Konsep44

Kriteria

Jawaban CRI Rendah (<2,5) CRI Tinggi (>2,5)

Jawaban benar

Jawaban benar tapi CRI rendah berarti tidak paham konsep (lucky guess)

Jawaban benar dan CRI tinggi berarti menguasai konsep dengan baik Jawaban

salah

Jawaban salah dan CRI rendah berarti tidak paham konsep

Jawaban salah tapi CRI tinggi berarti terjadi miskonsepsi

Dari hasil tabulasi data setiap siswa dengan berpedoman kombinasi jawaban yang benar dan salah serta berdasarkan tinggi rendahnya nilai CRI, kemudian data diagnosis dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu siswa yang paham akan materi, miskonsepsi, dan sama sekali tidak paham.

Adapun fungsi metode CRI berdasarkan penelitian Saleem et.al., yaitu:45 1. Alat menilai kepantasan/sesuai tidaknya penekanan suatu konsep di beberapa

sesi.

2. Alat diagnostik yang memungkinkan guru memodifikasi cara pengajarannya 3. Alat penilai suatukemajuan/sejauh mana suatu pengajaran efektif.

4. Alat membandingkan keefektifan suatu metode pembelajaran termasuk teknologi, strategi. pendekatan yang diintegrasikan di dalamnya. Apakah mampu meningkatkan pemahaman dan menambah kecakapan siswa dalam memecahkan masalah.

4. Wawancara Diagnosis

Wawancara disebut juga interview atau kuesioner lisan yang dilakukan pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewee).46 Ketika digunakan untuk keperluan diagnosa maka wawancara

44

Hasan, op. cit., h.296.

45

Ibid., h. 299.

46

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet, XIV. h. 198.


(37)

tersebut disebut dengan wawancara klinis (clinical interview) atau wawancara diagnostik (diagnostic interview).47

Sebagai alat diagnosa, wawancara ini juga memiliki tujuan untuk membantu siswa dalam menyadari kesalahannya, dan sangat membantu dalam rangka mengurangi miskonsepsi siswa, hal ini dapat disebut juga dengan wawancara klinis.48 Pertanyaan wawancara dapat tidak terstruktur (bebas) dan terstruktur. Dalam wawancara bebas, guru atau peneliti bertanya kepada siswa dan siswa dapat menjawab secara bebas. Urutan atau apa yang hendak dipertanyakan dalam wawancara itu tidak perlu dipersiapkan. Wawancara terstruktur sebaliknya, yaitu urutan pertanyaan wawancaranya pun secara garis besar sudah disusun dan direncanakan, sehingga memudahkan interviewer dalam praktiknya.49 Sedangkan bentuk pertanyaan wawancara campuran merupakan pertanyaan yang menuntut jawaban campuran.50 Menurut Arikunto, dilihat dari pelaksanaanya wawancara terdiri dari tiga macam:51

a) Wawancara bebas (inguided interview) yaitu interviewer bebas menanyakan pertanyaan apa saja namun juga mengingat akan data apa saja yang harus dikumpulkan. Dalam pelaksanaannya pewawancara tidak membawa pedoman wawancara sehingga interviewee tidak menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang diwawancarai.

b) Wawancara terpimpin (guided interview) yaitu dalam melakukan wawancara

interviewer membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci seperti bentuk pertanyaan wawancara terstruktur.

c) Wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan wawancara terpimpin. Dalam pelaksanaannya, interviewer membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.

47Kary Dayle Jones, “The Unstructured Clinical Interview”,

Journal of Counseling & Development, Vol. 88, 2010, h. 220.

48

Ibid., h. 107.

49

Paul Suparno, op. cit., h. 126-127.

50

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip Teknik Prosedur, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. III, h. 158.

51


(38)

B. Konsep Sel

1. SK dan KD Materi Sel

Bidang Biologi sebagai salah satu bidang IPA di sekolah menengah, diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.52 Berkaitan dengan konsep sel yang dipelajari untuk tingkat SMA/MAN, konsep sel memiliki standar kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai berikut:53

Standar Kompetensi : 1. Memahami struktur dan fungsi sel sebagai unit terkecil kehidupan.

Kompetensi Dasar : 1.1Mendeskripsikan komponen kimiawi sel, struktur dan fungi sel sebagai uni terkecil kehidupan.

1.2Mengidentifikasi organela sel tumbuhan dan hewan 1.3Membandingkan mekanisme transpor pada

membran (difusi, osmosis, transport aktif, endositosis, eksositosis).

2. Kajian Materi Sel

Menurut Campbell, sel merupakan materi dasar bagi ilmu Biologi.54 Oleh sebab itu sel merupakan konsep yang mendasari pemahaman siswa untuk memahami konsep-konsep Biologi selanjutnya. Menurut Campbell, sel merupakan kumpulan materi sederhana yang dapat hidup.55 Dalam bukunya, Biologi, Edisi Kelima-Jilid I, Campbell, et.al mengkaji materi sel menjadi lebih rinci.

52

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA, (Jakarta: Depdiknas, 2006), h. 167, (http://matematika.upi.edu/wp-content/uploads/2013/02/Buku-Standar-Isi-SMA.pdf ).

53

Ibid., h. 171.

54

Campbell, Reece dan Mitchell, Biologi, Terj. dari Biology oleh Amalia, (Jakarta: Erlangga, 2002), Cet. V, h. 112.

55


(39)

Pratiwi dalam buku Biologi untuk SMA kelas XI dengan menyesuaikan Standar Isi 2006, menjelaskan bahwa sel merupakan penyusun tubuh makhluk hidup atau sel sebagai unit terkecil dari makhluk hidup.56

Adapun materi sel pada tingkat SMA/MA terdiri dari beberapa sub konsep yaitu komponen kimiawi sel, struktur dan fungsi sel yang terdiri dari struktur dari sel tumbuhan dan sel hewan dan bagian sel dan organel sel, serta transpor melalui membran sel.57

C. Hasil Penelitian yang Relevan

Saleem Hasan, Diola Bagayoko, Ella Kelley dalam penelitiannya yang

berjudul “Misconceptions and Certainty of Response Index” bermaksud untuk

mengembangkan metode yang bermanfaat untuk membedakan kurangnya pemahaman konsep dari miskonsepi. Hasil penelitian yang mereka lakukan membuktikan bahwa metode CRI efektif untuk dijadikan alat diagnostik miskonsepsi, sebagai alat penilaian untuk mengukur suatu pencapaian ketika metode tersebut diberikan kepada siswa ketika pretes maupun postes, dan yang terakhir metode CRI dapat digunakan sebagai alat yang efektif untuk membandingkan hasil belajar mana yang lebih efektif jika menggunakan metode pengajaran, penggunaan teknologi, dan pendekatan yang berbeda.58

Kustiyah dalam penelitiannya “Miskonsepsi dan Osmosis pada Siswa MAN

Model” berupaya untuk mengungkap miskonsepsi difusi dan osmosis pada siswa.

Hasil daripada penelitian yang dilakukannya membuktikan bahwa 1) semakin kompleks suatu konsep maka semakin sulit dipahami dan kecenderungan makin mudah menimbulkan miskonsepsi bagi siswa, 2) kesalahan yang dilakukan siswa terutama karena kemampuan abstraksi yang masih rendah dan ketidakmampuan menjelaskan istilah-istilah yang berasal selain dari bahasa Indonesia.59

Dalam penelitiannya yang berjudul “Misconceptions in Biology Education

and Conceptual Change Strategies”, Mehmet Bahar mencari penyebab bagaimana

56

Pratiwi, dkk, Biologi untuk SMA Kelas XI, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 8.

57

Aryulina Diah, dkk. Biologi 2 SMA dan MA untuk Kelas XI. Jakarta: Erlangga, 2004, h. 3-21.

58

Hasan, et.al, op. cit., 299.

59


(40)

miskonsepsi dapat terjadi pada siswa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa miskonsepsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja dan proses pembelajaran siswa, adapun solusi yang ditawarkan Mehmet Bahar adalah dengan cara menggunakan teknik perubahan konseptual.60

Dang Sabli menyimpulkan dalam skripsinya “Analisis Miskonsepsi Siswa Madrasah Aliyah (MA) Kelas X pada Subkonsep Pencemaran Lingkungan”. Berdasarkan penelitiannya, metode CRI efektif dalam mengidentifikasi siswa yang paham konsep, miskonsepsi dan tidak paham konsep sehingga dapat menghasilkan data kecenderungan siswa mengalami miskonsepsi sebesar 30,2 %, paham konsep sebesar 41,4 %, dan siswa tidak paham konsep sebesar 28,5 %.61 Ceren Tekkaya, dalam penelitiannya “Misconception as Barrier to

Understanding Biology”, bermaksud untuk mendukung agar proses pembelajaran

menjadi lebih aktif dan bermakna dengan melakukan studi untuk mencari penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa agar miskonsepsi tersebut dapat diperbaiki.62

Dalam penelitiannya yang berjudul “Remediasi Miskonsepsi Mahasiswa Calon Guru Fisika pada Konsep Gaya Melalui Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) 5 E”, Taufiq menyatakan bahwa penggunaan metode Certainty of Respon Index (CRI) sangat membantu dirinya untuk memetakan miskonsepsi yang dialami mahasiswa.63

Nurayu Fitriana menyimpulkan dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Miskonsepsi Siswa SMA Kelas XI pada Konsep Stoikiometri”. Penelitiannya menunjukan bahwa metode CRI efektif untuk menganalisis miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Berdasarkan kesimpulannya, Fitriana menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi siswa adalah kurang

60Mehmet Bahar, “Misconceptions in Biology Education and conceptual Change Strategies”,

Kuram ve Uygulamada Egitim Bilimleri/Educational Sciences: Theory and Practice, Vol. 1, 2003, h. 59, (http://www.academia.edu/1394447/Misconceptions_in_Biology_Education_and_Concept ual_Change_Strategies)

61Dang Sabli, “

Analisis Miskonsepsi Siswa Madrasah Aliyah (MA) Kelas X pada Subkonsep Pencemaran Lingkungan”, skripsi pada Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, 2009, h.75, tidak dipublikasikan.

62Ceren Tekkaya, “Misconception as Barrier to Understanding Biology,

Hacettepe Universitesi Egitim Fakultesi Dergisi”, Vol. 23, 2002, h. 265.

63


(41)

utuhnya pemahaman siswa terhadap suatu konsep, kurang kuatnya pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari sebelumnya, dan kurangnya penguatan konsep yang diajarkan oleh guru pada proses pembelajaran, serta adanya kemungkinan siswa menarik kesimpulan yang salah dengan mendasarkan pada bagaimana kelihatannya sesuatu dan lain sebagainya.64

Yuyu R. Tayubi dalam penelitiannya yang berjudul “Identifikasi Miskonsepsi Pada Konsep-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI)”

menyatakan bahwa miskonsepsi atau kekeliruan konsepsi dipercaya dapat menghambat pada saat proses asimilasi pengetahuan-pengetahuan baru pada benak para siswanya, oleh sebab itu Tayubi mengadakan penelitian untuk mengukur miskonsepsi siswa dengan menggunakan metode CRI. Hasil uji coba penggunaan CRI dalam pengajaran Fisika tersebut menunjukkan bahwa metode tersebut efektif digunakan untuk membedakan antara siswa yang mengalami miskonsepsi dan yang tidak paham konsep. Selain itu penggunaannya pada proses belajar mengajar sangat dimungkinkan karena proses pengidentifikasian dan penganalisisan hasilnya tidak memakan waktu yang lama.65

64Nurayu Fitriana, “Analisis Miskonsepsi Siswa SMA Kelas XI pada Konsep Stoikiometri”,

Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012, h. 64, tidak dipublikasikan.

65Yuyu R. Tayubi, “Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep

-Konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI)”, Jurnal Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Vol. 24, 2005, h. 24.


(42)

D. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

Konsep awal yang sesuai dengan konsep ilmiah

Proses pembelajaran formal

Kesalahan konsep masuk ke dalam struktur kognitif siswa

Miskonsepsi

Timbul masalah dalam proses belajar siswa sehingga menyebabkan siswa sulit menerima informasi baru

Analisis miskonsepsi Konsep awal yang tidak

sesuai dengan konsep ilmiah

Formasi konsep

CRI (Certainty of Response

Index) dan wawancara diagnosis

Pra konsep yang tepat Pra konsep yang salah


(43)

28

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMAN 8 Tangerang Selatan, yang beralamat di Jalan Cirendeu Raya No. 5 Ciputat 15419, dan dilaksanakan dari tanggal 16 September sampai tanggal 23 Oktober 2013 pada Semester Ganjil Tahun Ajaran 2013/2014.

B. Metode Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada.1 Pada penelitian ini peneliti mengumpulkan data mengenai suatu gejala yang terjadi akibat proses pembelajaran.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan wilayah generalisasi subjek yang mempunyai karakteristik tertentu untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.2 Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMAN 8 Tangerang Selatan yang telah mempelajari konsep Sel. Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.3 Teknik yang digunakan untuk mengambil sampel pada penelitian ini ialah teknik sampling

jenuh, yaitu teknik sampling yang menggunakan semua anggota populasi sebagai sampel.4 Tujuan penggunaan teknik tersebut karena mengantisipasi terjadinya penyusutan jumlah sampel yang disebabkan tidak lengkapnya data siswa, sehingga data tidak dapat diolah untuk tahap penelitian selanjutnya (wawancara diagnosis). Pada penelitian ini jumlah sampel sebanyak 120

1

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Program Paskasarjana Universitas Pendidikan Indonesia & Rosda, 2011), Cet. VII, h. 72.

2

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D) (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet. IV, h. 117.

3

Ibid, h. 118.

4


(44)

siswa, setelah dilakukan pengolahan data tes objektif dengan CRI (Certainty of Response Index) didapatkan 40 siswa yang memiliki jawaban tidak lengkap, sehingga data yang digunakan hanya berjumlah 80 siswa. Hasil pengolahan data tersebut menunjukkan bahwa terdapat penyusutan jumlah sampel dari 120 siswa menjadi 80 siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan tes dan nontes. Untuk tes berupa tes objektif sedangkan untuk nontes menggunakan metode wawancara diagnosis.

E. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini digunakan dua instrumen untuk memperoleh data penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Tes Objektif

Tes objektif yang dilengkapi dengan metode CRI (Certainty of Response Index) digunakan untuk menganalisis siswa yang mengalami miskonsepsi, sekaligus membedakannya dengan siswa yang tidak paham konsep.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif berbentuk pilihan ganda (multiple choice) dengan lima opsi jawaban untuk masing-masing soal tes yang penyusunannya disesuaikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tes pilihan ganda adalah suatu butir soal yang alternatif jawabannya lebih dari dua.5Multiple choice terdiri atas bagian keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan jawaban opsi terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distractor)6.

5

Eveline Siregar dan Hartini Nara. Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia), Cet. I, h. 152.

6

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Cet. I, h. 183.


(45)

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar pada Konsep Sel Sub

Konsep Indikator

Aspek Kognitif

C1 C2 C3 C4 C5 C6

Komponen Kimiawi Sel Menyebutkan komponen kimiawi sel sebagai unit terkecil kehidupan.

1 2 4 3 6*)** 7 6

Struktur dan Fungsi Sel

Menyebutkan struktur dan fungsi sel sebagai unit terkecil kehidupan.

5* 10* 9*,

15*

8*)**, 12*

13 11* 8

Organel Sel Tumbuhan dan Hewan

Menyebutkan struktur organel sel tumbuhan dan hewan 14*,17 * 18, 16*, 21

23* 20* 22* 19,

25 10

Menjelaskan fungsi organel sel tumbuhan dan hewan 26*)**, 24*, 29*,28 *, 27*,31

33 32* 34* 36* 35* 11

Mekanisme Transpor Pada Membran Menjelaskan mekanisme transpor pada membran (difusi, osmosis, transpor aktif, endositosis, dan eksositosis) 30, 37*, 39*,41 * 40*, 42*, 38, 44, 46* 45, 43*, 47*, 51*, 52*, 53 48, 50*, 49, 54 56, 55*

57* 58*, 59, 60*

25

Jumlah 60

Keterangan:

Klasifikasi Bloom: C1 (Pengetahuan), C2 (Pemahaman), C3 (Penerapan), C4 (Analisis), C5 (Sintesis), C6 (Evaluasi).

*Valid (Uji lapangan)

** Tidak valid berdasarkan validasi ahli

Pada tabel 3.1 diketahui bahwa terdapat 38 instrumen valid berdasarkan uji lapangan dan terdapat tiga instrumen yang tidak valid berdasarkan validasi ahli yaitu soal nomor 6, 8, dan 26. Dengan demikian data untuk butir soal nomor 6 pada sub konsep komponen kimiawi sel, soal nomor 8 pada sub konsep struktur dan fungsi sel , dan soal nomor 26 pada sub konsep organel


(46)

sel tumbuhan dan hewan tidak dibahas dalam hasil penelitian dan pembahasan pada Bab VI.

Berdasarkan petunjuk soal, siswa diminta untuk merespon satu skala dari enam skala CRI yang disebut enam skala (0-5) pada masing-masing item tes. Berikut merupakan enam skala dalam CRI:7

Tabel 3.2 Enam Skala CRI (Certainty of Response Index)

CRI Kriteria

0 (Totally guessed answer) jika menjawab soal 100% ditebak

1 (Almost guess) jika menjawab soal presentase unsur

tebakan antara 75%-99%

2 (Not sure) jika menjawab soal presentase unsur tebakan antara 50%-74%

3 (Sure) jika menjawab soal presentase unsur tebakan antara 25%-49%

4 (Almost certain) jika menjawab soal presentase unsur tebakan antara 1%-24%

5 (Certain) jika menjawab soal tidak ada unsur tebakan sama sekali (0%)

Untuk memudahkan siswa dalam menentukan skala CRI, dalam penelitian ini diterapkan pengoperasionalan enam skala CRI tersebut. Dengan cara mencantumkannya pada lembar jawaban siswa.

2. Wawancara Diagnosis

Desain pedoman wawancara ini berdasarkan respon siswa dalam menjawab soal tes terkait dengan soal yang dimiskonsepsikan. Sehingga dengan wawancara diagnosis, dapat ditelusuri konsistensi jawaban siswa yang telah dipilih, untuk mengetahui alasan siswa memilih jawaban pada soal tes yang telah dilakukan sebelumnya. Pada penelitian ini bentuk pertanyaan wawancara yang digunakan adalah bentuk pertanyaan campuran yang menuntut jawaban terstruktur dan ada pula yang bebas.8 Pelaksanaan

7

Winny Liliawati dan Taufik R. Ramalis, “Identifikasi Miskonsepsi Materi IPBA di SMA dengan Menggunakan CRI (Certaintly of Response Index) dalam Upaya Perbaikan Urutan Pemberian Materi IPBA Pada KTSP”. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Vol. IV, 2008, h. 4.

8

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip Teknik Prosedur, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarta, 2011), Cet. III, h. 158.


(47)

wawancara ini dengan cara wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan wawancara terpimpin.9

Wawancara dilakukan pada siswa yang termasuk ke dalam kategori miskonsepsi. Adapun pelaksanaan wawancara dilakukan dengan cara:10

a) Memberikan kepada siswa butir soal terkait konsep sel,

b) Siswa diminta untuk membaca dengan cermat pertanyaan soal dan menjawab soal yang diberikan secara lisan serta alasan jawaban yang diberikan.

c) Untuk mendapatkan informasi yang maksimal dilakukan dengan cara: (1) Pelaksanaan wawancara diberitahukan kepada siswa dua hari

sebelum wawancara dilakukan.

(2) Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara dapat berkembang mengikuti jawaban siswa.

Hasil wawancara diagnosis dianalisis secara kualitatif untuk mengetahui penyebab miskonsesi yang ditemukan dengan CRI.

F. Kalibrasi Instrumen

Tes yang digunakan untuk mengukur miskonsepsi dikalibrasikan terlebih dahulu melalui beberapa uji dibawah ini:

1. Uji Validitas

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan (kesahihan) suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, dan sebaliknya dengan instrumen yang kurang valid.11

Tes diujicobakan kepada kelompok yang bukan merupakan subyek penelitian, kemudian dari hasil ujicoba tersebut tiap butir soal dihitung validitas setiap butir soalnya. Untuk melihat validitas instrumen dalam

9

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet, XIV, h. 199.

10

Suandi Sidauruk, “Kesalahan Siswa SMA Memahami Konsep Persamaan Reaksi Kimia”, Jurnal Penelitian Kependidikan (JPP), Vol. 4, 2006, h. 125.

11


(48)

penelitian ini menggunakan koefisien korelasi biserial. Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien biserial antara skor butir soal dengan skor total tes adalah:12

Keterangan:

= Koefisien korelasi poin biserial

= Rerata skor dari subjek yang menjawab benar bagi item yang dicari validitasnya

= Rerata skor total

= Standar deviasi dari skor proporsi

= Proporsi siswa yang menjawab benar, dengan rumus:13

= Proporsi siswa yang menjawab salah, dengan rumus:14

Perhitungan validitas soal dalam penelitian ini menggunakan bantuan

software Anates versi 4.0.9. Hasil uji validitas instrumen dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Instrumen Statistik

Jumlah soal 60

Nomor soal valid 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 20, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 32, 34, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 43, 46, 47, 50, 51, 52, 55, 57, 58,

60

Jumlah soal valid 38

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukan instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Reliabel artinya, dapat dipercaya dan dapat

12

Arikunto, op. cit., h. 93.

13

Ibid.

14

Ibid.

= −

���= p −


(49)

diandalkan.15 Pada penelitian ini untuk melihat tingkat reliabilitas instrumen dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus KR-20 sebagai berikut:16

Keterangan :

= Reliabilitas tes secara keseluruhan

= Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar = Proporsi subjek yang menjawab item salah = − = Banyaknya item

∑ =

Jumlah hasil perkalian p dan q

= Standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)

Perhitungan uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan

software Anates versi 4.0.9. Hasil uji reliabilitas instrumen tes dapat dilihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Statistik

F hitung 0,83

Kesimpulan Sangat tinggi

3. Daya pembeda

Soal yang baik adalah soal yang dapat membedakan kelompok siswa yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Rumus daya pembeda adalah sebagai berikut:17

Keterangan:

= Banyaknya peserta kelompok atas = Banyaknya peserta kelompok bawah

15

Arikunto, op. cit., h. 221.

16

Arikunto, op. cit. , h. 115.

17

Ibid., h. 228.

= − = � −� = − −


(50)

= Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar

= Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (P sebagai indeks kesukaran)

= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Dengan klasifikasi daya pembeda:18 D = 0,00 – 0, 20 = Jelek D = 0,21 – 0,40 = Cukup D = 0,41 – 0,70 = Baik D = 0,71 – 1,00 = Baik sekali

Pengujian daya beda dalam penelitian ini menggunakan software Anates 4.0.9. hasil perhitungan daya pembeda dapat dilihat pada tabel 3.5.

Tabel 3.5 Hasil Uji Daya Pembeda

Kategori soal Jumlah soal Persentase (%)

Baik Sekali 2 3

Baik 22 37

Cukup 13 22

Jelek 23 38

Jumlah 60 100

4. Tingkat kesukaran

Tingkat kesukaran merupkan salah satu analisis kuantitatif konvensional yang mudah untuk melihat proporsi atau perbandingan siswa yang menjawab benar dengan keseluruhan siswa yang mengikuti tes. Rumus tingkat kesukaran adalah sebagai berikut:19

Keterangan:

= Indeks kesukaran

= Jumlah siswa yang menjawab benar

= Jumlah peserta tes

18

Ibid, h. 232.

19

Ahmad sofyan, dkk. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 103.


(51)

Perhitungan penguji taraf kesukaran dalam penelitian ini menggunakan bantuan software Anates versi 4.0.9. hasil perhitungan tingkat kesukaran instrumen tes dapat dilihat pada tabel 3.6.

Tabel 3.6 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen

Kategori soal Jumlah soal Persentase (%)

Sangat sukar 6 10

Sukar 6 10

Sedang 24 40

Mudah 16 26,67

Sangat mudah 8 13,33

Jumlah 60 100

G. Analisis Data

1. Penilaian dan Pengelompokkan Data

Data hasil tes objektif yang dilengkapi CRI serta wawancara kemudian dianalisis, dan dibagi ke dalam dua kategori yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Pada penelitian deskriptif, data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka-angka dan data kualitatif yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau simbol.20

a. Penilaian

Untuk menilai tes objektif pilihan ganda, penilaian yang digunakan menggunakan sebagai berikut:

Tabel 3.7 Skor Perbutir Soal21

Sedangkan pada CRI, untuk mengetahui tingkat keyakinan siswa terhadap jawaban yang dipilih, dapat menggunakan nilai skala pada tabel 3.8:22

Tabel 3.8 Skala Respon Certainty of Response Index

CRI Kriteria Kategori

B S

0 (Totally guessed answer): jika menjawab soal 100% ditebak

TP TP

20

Arikunto, op. cit., h. 282.

21

Arikunto., op. cit., h. 263.

22

Liliawati, Winny dan Taufik R. Ramalis, op. cit., h. 4.

Bentuk Soal Nilai Keterangan

Pilihan ganda 1 Jawaban benar


(52)

CRI Kriteria Kategori B S

1 (Almost guess) jika menjawab soal presentase unsur tebakan antara 75%-99%

TP TP

2 (Not sure) jika menjawab soal presentase unsur tebakan antara 50%-74%

TP TP

3

(Sure) jika menjawab soal presentase unsur tebakan antara 25%-49%

P M

4 (Almost certain) jika menjawab soal presentase unsur tebakan antara 1%-24%

P M

5 (Certain) jika menjawab soal tidak ada unsur tebakan sama sekali (0%)

P M

b. Pengelompokan Data

Berdasarkan perolehan data setiap siswa, kemudian data dianalisis dengan berpedoman pada kombinasi jawaban yang diberikan (benar atau salah) dengan nilai CRI (rendah atau tinggi). Sehingga dapat diketahui persentase siswa yang paham konsep, miskonsepsi, dan tidak paham konsep. Pada tabel 3.9 merupakan ketentuan untuk menentukan kriteria tersebut.

Tabel 3.9 Ketentuan dari Kombinasi Jawaban yang Diberikan Berdasarkan Nilai CRI Rendah atau Nilai CRI Tinggi .23 Kriteria

Jawaban

CRI Rendah (< 2,5) CRI Tinggi (> 2,5)

Jawaban benar

Jawaban benar dan CRI rendah berarti tidak paham konsep (lucky guess)

Jawaban benar dan CRI tinggi berarti menguasai konsep dengan baik Jawaban

salah

Jawaban salah dan CRI rendah berarti tidak paham konsep

Jawaban salah dan CRI tinggi berarti miskonsepsi

2. Penafsiran Data

Pembahasan dilakukan dengan menganalisis tiga butir soal hasil tes objektif yang dilengkapi dengan metode CRI pada tiap sub konsep yang memiliki persentase miskonsepsi tinggi pada siswa tabel 4.1 (diarsir), kemudian didukung dengan keputusan data kombinasi nilai CRI untuk jawaban salah (CRIs) dan fraksi (F) per butir soal pada tabel 4.2 dan dikaitkan dengan hasil wawancara diagnosis pada siswa.

23

Saleem Hasan, et.al, “Misconceptions and the Certainty of Response Index (CRI)”, Journal of Phys. Educ, Vol. 5, 1999, h. 294.


(53)

Hasil persentase miskonsepsi dicari miskosepsinya untuk dianalisis dengan wawancara diagnosis. Data miskonsepsi dan hasil wawancara ditafsirkan untuk mengetahui penyebab miskonsepsi.

a. Perhitungan Data

Persamaan untuk mencari persentase siswa dalam menjawab soal beserta tingkat keyakinannya menjadi kelompok berkategori paham, miskonsepsi, dan tidak paham konsep dan dalam menentukan soal yang berkategori miskonsepsi dan tidak paham konsep, adalah sebagai berikut:24

Keterangan:

= Frekuensi yang sedang dicari persentasenya

= Numberofcases (jumlah frekuensi/banyaknya individu) = Angka persentase

b. Perhitungan Data Berdasarkan Kombinasi Nilai CRIs (CRI untuk jawaban Salah) dan F (Fraksi)

Untuk membedakan antara siswa yang mengalami miskonsepsi dan siswa yang tidak paham konsep pada setiap butir soal maka dalam analisis datanya menggunakan nilai fraksi (F) yang dikombinasikan dengan nilai CRI untuk jawaban salah (CRIs) pada setiap soal. Fraksi digunakan untuk untuk membedakan antara soal yang tidak dipahami dan soal yang dimiskonsepsikan siswa secara keseluruhan atau kelompok. Untuk mencari CRIs, dan fraksi dapat menggunakan rumus sebagai berikut: 25

24

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2010), Cet. XXII, h. 43.

25

Ibid., h. 296.

� = × %

=


(54)

Adapun ketentuan untuk mengetahui nilai CRI untuk jawaban salah (CRIs) serta fraksi per butir soal berdasarkan rangkuman jurnal dan rangkuman hasil wawancara penulis dengan Bagayoko, selain menggunakan ketentuan pada tabel 3.9, ketika hendak mengetahui soal dengan kategori yang dimiskonsepsikan siswa dan tidak dipahami siswa secara menyeluruh maka diperlukan ketentuan fraksi pada tabel berikut.

Tabel 3.10 Ketentuan dari Kombinasi Nilai CRIs serta Fraksi

Fraksi CRIs Keputusan

˃ 0,5 2-3 Tidak paham konsep

= 0,5 2-3 Netral


(55)

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Persentase Siswa Berdasarkan Jawaban dan Indeks CRI

Berdasarkan hasil data tes objektif menggunakan metode Certainty of Response Index pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami miskonsepsi. Berikut tabulasi data siswa paham, miskonsepsi, dan tidak paham konsep.

Tabel 4.1 Persentase Siswa Berdasarkan Jawaban dan Indeks CRI Kategori Paham (P), Miskonsepsi (M), Tidak Paham (TP)

pada Konsep Sel No. Subkonsep Indikator No.

Soal

Persentase

P M TP

1. Struktur dan fungsi sel

Menyebutkan struktur dan fungsi sel sebagai unit terkecil kehidupan.

2 8,75 77,5 13,75

3 66,25 13,75 20

4 65 6,25 28,75

5 61,25 15 23,75

7 68,75 12,5 18,75

8 23,75 41,25 35

Rata-rata 43,75 33,21 23,04

2. Organel sel tumbuhan dan hewan.

Menyebutkan struktur organel sel tumbuhan dan hewan

9 50 32,5 17,5

10 53,75 30 16,25

11 27,5 51,25 21,25

12 21,25 41,25 37,5

13 23,75 42,5 33,75

Menjelaskan fungsi organel sel tumbuhan dan hewan

14 23,75 32,5 43,75

16 56,25 21,25 22,5

17 61,25 5 33,75

18 18,75 46,25 35

19 52,5 21,25 26,25


(56)

No. Subkonsep Indikator No. Soal

Persentase

P M TP

21 48,75 28,75 22,5

22 10 58,75 31,25

23 32,5 26,25 41,25

Rata-rata 39,25 31,75 29

3. Mekanisme transpor pada membran

Menjelaskan mekanisme transpor pada membran (difusi, osmosis, transpor aktif, endositosis, dan eksositosis)

24 68,75 7,5 23,75

25 57,5 23,75 18,75

26 80 5 15

27 35 27,5 37,5

28 56,25 23,75 20

29 25 31,25 43,75

30 2,5 52,5 45

31 13,75 51,25 35

32 48,75 20 31,25

33 31,25 35 33,75

34 13,75 46,25 40

35 27,5 48,75 23,75

36 53,75 33,75 12,5

37 38,75 30 31,25

38 30 38,75 31,25

Rata-rata 38,83 31,67 29,5

Total rata-rata 39,51 32,76 27,73

Pada sub konsep struktur dan fungsi sel banyaknya siswa yang mengalami miskonsepsi pada nomor 2 dan 8 yaitu sebesar 77,5 % dan 41,25 %. Pada sub konsep organel sel tumbuhan dan hewan nomor 11, 18, dan 22 memiliki persentase miskonsepsi yang tinggi yaitu sebesar 51,25 %, dan 46,25 %, 58,75 %. Sedangkan pada nomor 30, 31, dan 35 dengan persentase sebesar 52,5 %, 51,25 %, dan 48,75 % merupakan butir soal dengan persentase miskonsepsi yang cukup tinggi pada sub konsep mekanisme transpor membran.


(57)

2. Deskripsi Butir Soal Berdasarkan Nilai CRI untuk Jawaban Salah (CRIs) dan Fraksi (F)

Untuk mengetahui butir soal yang dimiskonsepsikan dan butir soal yang tidak dipahami (tidak paham) secara kelompok dapat dilihat dari nilai CRI untuk jawaban salah yang dihubungkan dengan nilai fraksi. Nilai CRIs dapat diperoleh dari membagi total nilai CRI untuk jawaban salah dengan jumlah siswa yang menjawab salah perbutir soal. Sedangkan untuk mendapatkan nilai fraksi yaitu dengan cara membagi total siswa yang menjawab benar dengan total seluruh siswa. Fraksi adalah jumlah siswa yang menjawab benar, dengan nilai fraksi dapat diketahui jumlah siswa yang menjawab salah. Tabel 4.2 merupakan tabulasi data nilai CRIs dan F.

Tabel 4.2 Nilai CRI untuk Jawaban Salah (CRIs) dan Fraksi (F)

No. Subkonsep No.

Soal CRIs F Kategori

1. Struktur dan fungsi sel

2 3,33 0,09 M

8 3,16 0,4 M

3 2,73 0,73 TP

5 2,67 0,74 TP

7 3,55 0,86 M

4 3,29 0,91 M

2. Organel sel

tumbuhan dan hewan

22 2,83 0,11 M

18 2,87 0,24 M

12 2,65 0,29 M

14 2,51 0,34 M

13 2,63 0,36 M

11 3,25 0,4 M

23 2,53 0,53 TP

9 3,5 0,6 M

10 3,03 0,6 M

21 3,18 0,65 M

19 2,92 0,68 TP

16 3,48 0,71 M

20 3,61 0,78 M


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)