Kelompok 7 filsafat bahasa

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ihwal definisi itu sebenarnya juga sudah selayaknya dikenal oleh guru bahasa
Indonesia, karena definisi pasti ditemukan dalam kamus. Berbagai model definisi ada dalam
kamus. Dari situ guru bahasa Indonesia dapat belajar tentang bagaimana harus melayani
pertanyaan siswa mengenai makna sebuah kata atau istilah, bagaimana harus menjelaskan
makna kata atau istilah dengan benar dan logis. Definisi itu makin penting manfaatnya
manakala kita harus menulis karya ilmiah atau berbicara di dalam forum ilmiah, yang selalu
menuntut penggunaan bahasa yang baik, benar, dan logis.
Fakta yang banyak dan tersebar itu dikelompokkan oleh nalar, dan pengelompokkan
itulah yang disebut klasifikasi. Membuat klasifikasi berarti

memasukkan fakta-fakta ke

dalam suatu hubungan logis berdasarkan sistem tertentu. Dengan klasifikasi itu sejumlah
fakta ditempatkan di dalam suatu sistem kelas, sehuingga dapat dikenali hubunganhubungannya, baik hubungan ke samping maupun ke atas bawah.
B.
1.
2.
3.


Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian klasifikasi.
Mahasiswa mampu menjelaskan segi horizontal dan vertikal dalam klasifikasi.
Mahasiswa mampu memberikan contoh sebuah konsep dari lingkungan pendidikan.

C.
1.
2.
3.

Rumusan Masalah
Apa pengertian klasifikasi dan definisi?
Bagaimana mahasiswa mampu menjelaskan pengertian klasifikasi?
Apa saja contoh dalam konsep dari lingkungan hidup?

BAB II
PEMBAHASAN
1


A. Klasifikasi
Fakta yang konkret atau yang abstrak (berupa konsep), boleh dikatakan tidak terbatas
jumlahnya. Anda tentu masih ingat akan pandangan kaum rasionalis, seperti Humboldt dan
Chomsky, yang antara lain mengatakan, tiap manusia normal memiliki potensi untuk
mengolah data bahasa (berupa ujaran yang tidak terbatas jumlahnya) menjadi kaidah-kaidah
gramatika yang jumlahnya sangat sedikit dan terbatas. Dengan alat yang terbatas itu anak
(yang sedang belajar memperoleh bahasa ibunya) memproduksi kalimat-kalimat yang tidak
terbatas jumlahnya. Itu berarti bahwa manusia mempunyai kemampuan meringkas yang
banyak menjadi sedikit dan membangkitkan (generate) yang terbatas menjadi tak terbatas.
Penyerderhanaan dan peringkasan itu merupakan karya penalaran yang mampu
menyimpulkan. Misalnya fakta A sama dengan fakta B, C, D, dan seterusnya, karena faktafakta tersebut mempunyai ciri yang sama dan karena itu dapat digolongkan menjadi satu
kelas atau golongan. Rasio atau nalar manusia memang mampu mengidentifikasi ciri-ciri
suatu fakta. Dalam pandangan pakar psikologi seperti Piaget, kemampuan mengindetifikasi
itu adalah fungsi pikiran. (Tentang pandangan Piaget, baca lebih lanjut dalam pelajaran
psikologi atau psikolinguistik).
Begitulah, fakta yang banyak dan tersebar itu dikelompokkan oleh nalar, dan
pengelompokkan itulah yang disebut klasifikasi. Membuat klasifikasi berarti memasukkan
fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan sistem tertentu. Dengan klasifikasi itu
sejumlah fakta ditempatkan di dalam suatu sistem kelas, sehingga dapat dikenali hubunganhubungannya, baik hubungan ke samping (horizontal) maupun ke atas atau ke bawah
(vertikal). Kalau kita berkata, “Manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan”, maka

hakikatnya kita sudah melakukan klasifikasi, yaitu (1) secara horisontal, laki-laki
dihubungkan dengan perempuan, dan (2) secara vertikal, keduanya dihubungkan dengan
manusia. Artinya, laki-laki dan perempuan dimasukkan ke dalam satu kelas: kelas manusia.
Model atau cara semacam itu sudah sangat dikenal dalam pelajaran bahasa Indonesia ketika
siswa belajar tentang kata umum dan kata khusus. Klasifikasi demikian itu dapat dibagankan
sebagai berikut:
Manusia

Laki-laki

Perempuan
2

1. Jenis Klasifikasi
Klasifikasi secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni dikotomi atau
pembagiduaan dan kompleks. Klasifikasi dikotomi hanya mempunyai dua kelas-bawahan
saja, seperti tampak pada contoh klasifikasi manusia di atas (yang terdiri dari laki-laki dan
perempuan), juga diagram pohon Prophyry (kecuali yang paling bawah). Dua kelas bawahan
itu mempunyai ciri positif dan negatif. Artinya, kita bisa mengatakan, misalnya laki-laki
tidaklah perempuan, dan perempaun bukanlah laki-laki. Klasifikasi kompleks mempunyai

lebih dari dua anggota (kelas) dan kelas-bawahan ini tidak berciri positif-negatif karena
semuanya serba positif. Kita, misalnya, tidak boleh mengatakan X adalah bukan Y, atau Y
bukan X. Contoh klasifikasi kompleks adalah penggolongan pada tumbuh-tumbuhan (flora)
dan binatang (fauna), yang dikenal dengan nama taksonomi. Berdasarkan jenis makanannya,
misalnya, digolongkan herbivora, carnivora, dan omnivora untuk dunia binatang.
Penjelasan dalam klasifikasi tadi bukanlah sekadar merupakan jumlah individu
anggota kelas tersebut. Suatu kelas bawahan terbentuk berdasarkan ciri-ciri tertentu, ciri-ciri
yang sama (identik) yang merupakan kriteria. Laki-laki dan perempuan digolongkan ke
dalam kelas yang sama, yaitu kelas orang atau manusia karena mempunyai ciri-ciri dasar
yang sama, yang juga dimiliki oleh orang atau manusia itu, yakni bernyawa, berpikir,
berbahasa. Binatang tidak dapat dimasukkan ke kelas orang, karena tidak memiliki ciri dasar
tersebut. Dalam contoh tadi manusia atau orang adalah kriteria. Begitulah, kriteria itu
merupakan ciri umum, ciri penyatu atau penggolong, yang dimiliki oleh semua anggota kelas
bawahan. Sedangkan klasifikasinya menjadi berkecil-kecil berdasarkan ciri khusus yang
hanya dimiliki oleh masing-masing kelas bawahan tersebut.
2. Syarat-syarat klasifikasi
Klasifikasi harus dilakukan berdasarkan syarat-syarat berikut:
a. Kriteria klasifikasi harus tunggal dan jelas.
Seseorang bisa berbicara bahwa manusia itu bermacam-macam atau berjenis-jenis:
ada yang bodoh, yang pandai, yang tua, yang muda, yang kaya, yang miskin, yang cengeng,

yang pemberani, yang pemalu, yang murah senyum, yang berbelas kasihan, yang pemarah,
dan sebagainya. Kalau kita perhatikan jenis-jenis manusia tersebut, kriterianya tidak jelas,
karena banyak kriteria disitu. Akan lebih baik klasifikasinya kalau kita memakai satu kriteria
yang jelas, misalnya, berdasarkan usianya, manusia digolongkan menjadi anak-anak, remaja,
3

dewasa, dan tua. Berdasarkan hartanya, manusia digolongkan menjadi kaya, miskin, dan
seterusnya.
b. Klasifikasi harus logis (nalar)
Tiap fakta harus mempunyai ciri-ciri tertentu, yang secara nalar pasti benar. Misalnya,
manga mempunyai ciri unsur-unsur seperti kulit, daging, biji, rasa, dan warna. Dari sini kita
dapat membuat klasifikasi tentang mangga, misalnya, berdasarkan warna kulitnya atau warna
dagingnya atau rasanya dan semuanya ini logis-logis saja. Klasifikasi menjadi tidak nalar
kalau buah mangga itu diklasifikasi berdasarkan ciri yang tidak dimilikinya. Misalnya,
klasifikasi mangga berdasarkan duri, bulu, atau sayapnya. Kalau kita memaksa dan ngotot
memakai duri sebagai kriterianya, maka hasilnya adalah semua mangga tidak berduri, semua
mangga adalah satu golongan (yaitu golongan tidak berduri), jadi bukan klasifikasi.
c. Klasifikasi harus memakai kriteria yang konsisten
Sekali kita memakai kriteria X untuk klasifikasi, kriteria itu harus secara taat asas
(konsisten) kita pakai dan berlaku bagi semua kelas bawahan. Kalau tidak, maka anggota atau

kelas bawahan menjadi bercampur aduk, sistem klasifikasinya menjadi hilang. Sekali kita
membagi manusia berdasarkan usinya, lalu mendapatkan golongan anak-anak, remaja,
dewasa, dan tua, maka bayi yang baru lahir sekalipun harus dimasukkan ke kelompok anakanak sesuai dengan usianya. Kalau kita kemudian menyebut anak bayi, anak teman kanakkanak, anak SD, remaja laki, remaja perempuan, bujangan, dewasa kawin, dan sebagainya,
maka kriteria usia tidak lagi secara taat asas dipakai.
d. Klasifikasi harus lengkap dan menyeluruh.
Kalau kita menghadapi 100 murid SD dan akan kita klasifikasi, maka kriteria yang
akan kita gunakan harus dikenakan kepada semuanya, tanpa ada kecuali. Kalau digunakan
kriteris usia, maka cakupannya harus untuk 100 murid itu, tidak boleh kriteria usia hanya
untuk yang 75 murid, dan selebihnya dikenakan kriteria jenis kelamin.
3. Klasifikasi dan kosakata
Klasifikasi merupakan bagian dari karya pikiran dan logika. Dalam klasifikasi,
pengungkapannya dalam bentuk bahasa sangat menentukan. Orang lain tentu tidak dapat
menilai langsung bagaimana proses berpikir kita, cara pikiran kita mengklasifikasikan fakta
4

dan sebagainya, melainkan dengan cara tidak langsung, yaitu melalui bahasa yang kita pakai
untuk mengungkapkan pikiran kita.
Jadi, klasifikasi ini sebenarnya mengandung dua sisi, yakni sisi kesamaan, sisi yang
menyatukan, dan sisi perbedaan, sisi yang memisahkan. Cara penyamaan dan pembedaan
semacam itu sebenarnya sudah kita kenal ketika kita mempelajari semantik leksikal, semantik

yang mengkaji kata-kata ketika kata-kata itu berdiri sendiri, tanpa memasukkannya ke dalam
konteks. Penyamaan dan pembedaan yang demikian itu di dalam semantik memanfaatkan
unsur-unsur makna (semantic feature) yang dikandung oleh tiap kata, melalui apa yang
disebut analisis kompensional (componential analysis).
Contoh analisis komponensial dengan memperhatikan unsur-unsur atau fitur-fitur
makna (biasanya ditulis dengan huruf kapital), adanya fitur ditandai dengan tanda + (plus)
dan tidak adanya fitur ditandai dengan (minus).
B. Definisi
Erat hubungannya dengan klasifikasi adalah definisi, yakni pemerian (deskripsi) atau
penjelasan yang membatasi makna kata. Karena tugasnya yang “membatasi” itulah, maka
defenisi sering disebut batasan. Definisi yang baik memerlukan syarat-syarat tertentu, antara
lain:
1. Definisi harus logis
Definisi dikatakan logis kalau definisi itu secara objektif memrikan kenyataan yang
sebenarnya, sesuai dengan benda, keadaan, atau peristiwa yang diacu oleh kata yang
didefinisikan. Pernyataan seperti perempuan itu apa?
Sebenarnya bermaksud meminta definisi tentang perempuan. Orang yang ditanya
mungkin memberikan jawaban begini:
Perempuan adalah orang yang berambut panjang, mempunyai buah dada, suka menangis, dan
bersifat lemah.

Jika tanya jawab itu terjadi di dalam kelas yang berisi 30 murid, 20 di antaranya
adalah perempuan, maka kelogisan itu definisi harus diuji dengan fakta yang ada di kelas itu.
Hasilnya: semua perempuan memang orang, tetapi tidak seorang pun murid yang berampbt
panjang, bahkan ada seorang siswa lelaki yang berambut gondrong, ada beberapa siswa
5

perempuan yang boleh dikatakan tidak mempunyai buah dada, sementara ada dua siswa lakilaki yang buah dadanya lebih besar daripada perempuan yang tidak mempunyai buah dada.
Tidak satu pun murid perempuan yang suka menangis meskipun ada yang pernah menangis ,
tetapi ada pula murid laki-laki yang pernah menangis. Sifat lemah pun tidak hanya ada pada
murid perempuan, karena ada murid laki-laki yang perilakunya lemah lembut, seperti
perempuan.
1. Definisi harus dengan fitur-fitur makna yang dasar
Sudah kita pahami bahwa sebuah kata mempunyai fitur-fitur makna. Fitur-fitur itu
tidak sama pentingnya: ada fitur yang dasar, yang inti, ada pula fitur yang menjadi pelengkap
atau tambahan saja. Fitur-fitur itu kalau dianalisis jelas-jelas mempunyai fungsi
menyamankan dan membedakan, maka kaitannya dengan klasifikasi sangat erat. Maksudnya,
sebuah definisi itu didasarkan kepada fitur-fitur yang menjadi komponen makna yang
mendasar.
Kalau kita mendefinisikan:
perempuan adalah orang ........

Maka arah definisi itu sudah benar karena perempuan memang tergolong orang, bukan
binatang. Kalau kemudian kita melanjutkan definisi seperti ini:
Perempuan adalah orang yang dapat menyusui, menaglami menstruasi, dan
melahirkan anak......
Maka definisi itu memenuhi syarat karena fitur [Menyusui], [menstruasi], dan [melahirkan]
yang dipakai sebagai pemeri perempuan memang benar-benar fitur-fitur yang dimiliki
perempuan, dan fitur-fitur itu memang fitur-fitur dasar (inti). Berbeda dengan definisi
pertama di atas, definisi yang terakhir ini sulit dibantah.
2. Definisi harus sekaligus mampu membedakan kata yang di definisikan dengan kata
lain yang berbeda atau berlawanan
Syarat ini sebenarnya dipenuhi juga oleh definisi terakhir tadi. Artinya kita bisa
membedakan perempuan seperti itu dan berbeda dengan laki-laki yang tidak dapat menyusui,
melahirkan dan menstruasi.
3. Definisi dimulai denagn kriteria umum
6

Di sini juga tampak pentingnya pemahaman kita akan klasifikasi. Sebelum membuat
definisi kita harus tahu betul fakta yang akan didefinisikan itu tergolong kelas apa. Jika kita
akan mendefinisikan lele , kita harus ingat bahwa di atas kata lele ada kriteria tempat hidup
yang membagi ikan menjadi dua kelas, yakni kelas ikan yang hidup di air tawar danyang

hidup di air asin. Berdasarkan pemahaman kita itu, kita lalu memulai definisi:
Lele adalah sebangsa ikan yang hidup di air tawar,.....
Untuk selanjutnya silahkan melengkapi definisis tadi dengan kriteria atau fitur-fitur yang
lebih khusus:
Lele adalah sebangsa ikan yang hidup di air tawar, biasanya berwarna hitam
(dipunggung) dan abu-abu (diperut), mempunyai sungut, patik di kiri kanan pangkal kepala,
tidak berisik, kulitnya licin,.....
4. Definisi tidak boleh berupa sinonim
Tidak bijaksana jika kita ditanya, “Perempuan itu apa” Lalu kita jawab dengan,
“Perempuan adalah wanita.” Mengapa? Karena jawaban itu bukan definisi melainkan
memberi sinonim. Ini tentu menyulitkan kalau kita ditanya lagi, “Lantas wanita itu apa?”
Jangan-jangan jawabannya berputar: Wanita adalah perempuan. Kita harus ingat bahwa
definisi adalah pemerian atau penjelasan yang memeberi batasa-batasan. Artinya, definisis
harus berupa uraian yang tentunya tidak cukup hanya denagn satu kata.
5. Definisi tidak boleh negatif
Pada prinsipnya haruslah berupa pertanyaan yang positif, yang tidak mengandung
serba sangkalan, dengan memakai kata sangkalan (negasi) seperti tidak dan bukan. Kita tidak
boleh membuat definisi seperti:
Perempuan adalah orang yang bukan laki-laki.
Toleransi seperti itu sulit diberikan jika dihadapi adalah klasifikasi kompleks. Sulit diterima

jika ada definisi begini:
Lele adalah sebangsa binatang yang bukan peliharaan, tidak melata, bukan burung,
tidak hidup di daratan.........

7

Definisi demikian itu membuat orang yang membacanya harus mencari-cari, bahkan
menerka-nerka.
1. Definsi dalam Kamus
Definisi itu sangat penting bagi penyusun kamus, khususnya kamus ekabahasa ,
kamus yang mengandung kataerikut definisinya dalamsatu bahasa, seperti Kamus Besar
Bahasa Indonesia.
Definisi paling pendek adalah definisi yang hanya berupa padanan atau sinonim dari
kata yang didefinisikan.
Contoh:
a. Alas : 1 dasar, fundamen, fondasi; 2 sarap; lapik.
b. Garda : perut
Definisi semacam itu banyak kita jumpai pada kata-kata serapan baik dari bahasa
daerah maupun kata-kata asing.
Contoh:
a. Garda : pengawal
b. Gantol : kait
Lebih luas sedikit dari yang sekadar padanan kata adalah definisi dengan kelompok kata atau
frase.
Contoh :
Kelam : agak gelap; kurang terang; suram
Matan : mata kayu; teras (inti) kayu
Bonafide : dapat dipercaya dengan baik.
2. Definisi dan Konsep
Dalam kehidupan sehari-sehari kita sering mendengar orang belajar, ada faktor X
yang membuat dia berbuat begitu. Bisa dipertanyakan, faktor X itu apa. Ya bisa apa saja, bisa
berupa kenakalan anaknya, atau rumahnya terbakar, atau istrinya yang minggat dan banyak
lagi lainnya. Dengan kata lain, X itu bisa mengandung konsep apa saja, berupa abstraksi
8

umum. Karena itu sering dikatakan bahwa konsep itu adalah pengertian yang disimpulkan
secara umum dari pengamatan terhadap kesamaan diri.
3. Definisi Nominal
Maksud definisi nominal adalah definisi yang hanya berupa sebuah kata, yaitu kata
padanannya atau sinonimnya, terjemahannya, atau asal-usul atau etimologi. Misalnya, kata
biologi dipecah menjadi dua unsur: bio + logi. Kita tahu bahwa logi berarti ilmu dan
ditemukan dalam banyak kata: sosiologi, antropologi, geologi. Lalu, bio berarti hidup atau
kehidupan, sehingga biologi diterjemahkan menjadi ‘ilmu hayat’ (karena hayat=hidup).
4. Definisi formal
Definisi ini juga disebut definisi logis atau definisi ilmiah ini merupakan batasan yang
bersifat ilmiah dan karena itu biasa dipakai dalam karya ilmiah. Watak kelogisannya dapat
dilihat dari kemampuannya untuk dipadankan dengan perhitungan matematis.
Contoh:
Dosen = pengajar di peguruan tinggi
Penagjar di perguruan tunggi = dosen
Dengan maksud contoh diatas untuk membedakan dosen dari guru.
5. Definisi Operasional
Maksudnya ialah bagaimana kata tersebut dioperasionalkan atau digunakan dalam
penggunaan yang sebenarnya di lapangan, bukan, makna kata itu sebagaimana dirumuskan di
dalam kamus. Misalnya kata pemuda dan keluarga.
KBBI:
Pemuda

= orang yang masih muda; orang muda

Keluarga

= 1 ibu bapak dengan anak-anaknya; seisi rumah; 2 orang seisi rumah yang

menjadi tanggungannya.
Psikologi (kemungkinan):

9

Pemuda

= orang yang berusia antara 17-25 tahun, setelah usia remaja, belum

menikah.
Keluarga

= satuan orang yang terkecil yang menjadi tempat pendidikan pertama dan

utama bagi anak.
Operasional (kemungkinan):
Pemuda

=

mereka

yang

menjadi

anggota

perkumpulan

pemuda,

tanpa

memperhitungkan sudah menikah atau belum, tanpa memperhatikan usia.
Keluarga

= satuan terkecil yang terdiri atas bapak dan ibu denagn atau tanpa anak

yang tinggal bersama.
6. Definisi Luas
Dalam kehidupan ilmiah ternyata kedua definisi itu belum cukup, apalagi di luar
dunia ilmiah. Definisi semacam itu ternyata tidak mencakupi kalau kita ingin dan hendak
mengemukankan konsep itu sejelas-jelasnya dan seutuhnya.
7. Definisi Gabungan
Di dalam kenyataan di lapangan, ketika seseorang menyusun sebuah karya tulis yang
cukup panjang, boleh jadi yang muncul adalah definisi luas. Konsekuensi luasnya sebuah
paparan atau pemerian suatu konsep yang dibahas ialah kemungkinan munculnya bermacammacam definisi yang menyusup di tengah-tengah pemerian.
RANGKUMAN
Penalaran hakikatnya ialah proses menafsirkan atau menghubungkan fakta-fakta,
sebagai dasar untuk menyimpulkan atau mengklasifikasikan. Fakta di luar diri kita jumlahnya
tidak terbatas dan tersebar, tetapi nalar kita mampu mengorganisasi melalui berbagai cara,
misalnya dengan mengklasifikasikan tadi. Klasifikasi hanyalah memasukkan fakta-fakta ke
dalam suatu hubungan logis berdasarkan system tertentu. Klasifikasi mempunyai tertentu,
yang memunculkan kelas-bawahan. Jumlah kelas-bawahan ini menentukan jenis klasifikasi:
dikotomis memiliki dua kelas bawahan saja, dan kompleks. Beberapa syarat harus dipenuhi
oleh klasifikasi yang baik, yaitu: harus tunggal dan jelas, logis, konsisten, lengkap, dan
menyeluruh.
10

Klasifikasi mempunyai hubungan yang erat dengan definisi, karena definisi (batasan)
memang “membatasi” makna sebuah makna atau konsep, dan “membatasi” berarti
memasukkan suatu ke dalam suatu golongan atau kelas. Hubungan erat tadi dapat dilihat pada
kriteria yang digunakan oleh klasifikasi dan definisi. Definisi yang baik mempunyai beberapa
syarat, yaitu: logis, sesuai dengan fitur-fitur makna yang dasar, mampu membedakan kata
yang didefinisikan dengan kata lain, dan diawali dengan kriteria umum. Di dalam definisi
terkandung makna atau konsep, sebagaimana juga tampak pada model-model yang digunakan
kamus. Kamus memang amat berkepentingan dengan definisi karena kamus harus
menjelaskan atau memberikan makna kata.
Ada empat jenis definisi, yaitu definisi nominal, formal, operrasional, dan luas.
Tetapi dalam praktik, dalam menjelaskan sesuatu, mungkin dalam wujud satu paragraph atau
lebih, orang menggunakan berbagai jenis itu.
DAFTAR KATA SERAPAN
Abstrak

haid

menstruasi

tabel

Abstraksi

herbivora

negative

taksonomi

Definiendum

horizontal

nomina

taksonomis

Definiens

identifikasi

nominal

unit

Definisi

karnivora

normal

vertical

Diagram

klasifikasi

omnivora

Dikhotomi

kompleks

organisme

Dikhotomis

konsep

positif

Fauna

konsepsi

potensi

Flora

konsisten

reformasi

Fitur

konsistensi

sensitif

Geo

kriteria

spesifik

Geografi

krooni

substansi
11

Geologi

kronisme

substansial

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi adalah fakta yang
konkret atau yang abstrak (berupa konsep), boleh dikatakan tidak terbatas jumlahnya.
Membuat klasifikasi berarti memasukkan fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis
berdasarkan sistem tertentu. Dengan klasifikasi itu sejumlah fakta ditempatkan di dalam suatu
sistem kelas, sehingga dapat dikenali hubungan-hubungannya, baik hubungan ke samping
(horizontal) maupun ke atas atau ke bawah (vertikal). Berbagai model definisi ada dalam
kamus. Dari situ guru bahasa Indonesia dapat belajar tentang bagaimana harus melayani
pertanyaan siswa mengenai makna sebuah kata atau istilah, bagaimana harus menjelaskan
makna kata atau istilah dengan benar dan logis.
B. Saran
12

Dengan penjabaran di atas semoga pembaca ataupun pemakalah dapat memahami isi
makalah dan bisa memberi sedikit wawasan tentang definisi dan klasifikasi. Kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca agar bisa kami jadikan sebagai
pedoman dalam pembuatan makalah ataupun tentang definisi dan klasifikasi.

DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, dkk., Sabarti. 1997.Materi Pokok Bahasa Indonesia. Modul. Jakarta: Dirjen Bimas
Katolik, Depag dan Universitas Terbuka.
Cruse, D.A. 1986. Lexical Semantics. Cambridge: Cambridge Unversity Press.
Copy, J.M. 1978. Introductionto Logic. New York: Mc. Millan Publ. Coy.
Hardjodipuro, Siswojo. 1979. Ke Arah Penalaran Ilmiah. Jakarta: IKIP Jakarta.
Kempson, Ruth M. 1977. Semantic Theory. Cambridge: Cambridge University Press
Keraf, Gorys. 1980. Komposisi. Ende: Nusa Indah.
Leech, G.N. 1974. Semantics. Harmondsworth: Penguin.
Lyons, J. 1977. Semantics. Cambridge: Cambridge University Press.
Nida, E. 1975a. Compentional Analysis of Meaning. The Hague: Mouton.
13

Nida, E. 1975b. Exploring Semantics Structure. Munchen: Wilhelm Fink Verlag.
Palmer, F.R. 1976. Semantics: A New Introduction. Cambridge: Cambridge University Press.
Shurter, R.L. dan J.R. Pierce. 1966. Critical Thinking: Its Expression in Argument. New York:
McGraw Hill.
Ullmann, S. 1975. Semantics. An Introduction to the Science of Meaning. Oxford: Basil
Blackwell.

14