Alat bagi pengarang untuk mengembangkan

Pengkajian Filsafat Bahasa
Eko Yulianto

Ketika mendengar dan akan mempelajari sebuah mata kuliah yang membahas “Filasafat Bahasa”, di dalam
benak penulis terlintas berbagai pertanyaan: ilmu apa ini? Mengapa harus ada filsafat untuk bahasa? Apa
bedanya dengan ilmu bahasa? Apa manfaat yang bisa diperoleh dengan mempelajari filsafat bahasa? Apa
pula hubungannya dengan filsafat? Apa peranannya terhadap bidang akuntansi yang tengah penulis geluti
dan pelajari saat ini?
Jawaban untuk empat pertanyaan pertama dapat ditemukan ditemukan dengan mudah, setidaknya, dalam
buku “Filsafat Bahasa” karya Soepomo Poedjosoedarmo (2001), khususnya Bab 1 – Pengkajian Filsafat
Bahasa. Menurut Poedjosoedarmo, filsafat bahasa adalah “teori tentang bahasa yang berhasil dikemukakan
oleh para filsuf, sementara mereka dalam memahami pengetahuan konseptual” (hal. 2). Dengan kata lain,
filsafat bahasa berfungsi sebagai “jembatan” para filsuf untuk memahami pengetahuan konseptual.
Pemahaman atas fungsi filsafat bahasa inilah yang kemudian bisa membedakannya dengan ilmu bahasa
(linguistik). Poedjosoedarmo selanjutnya menyatakan bahwa para sarjana bahasa mempelajari ilmu bahasa
untuk memperjelas hakikat bahasa, sedangkan para filsuf mempelajari bahasa sebagai objek sementara
agar pada akhirnya diperoleh kejelasan mengenai pengetahuan konseptual. Dalam rangka mencari hakikat
pengetahuan konseptual, para filsuf sering menemukan prinsip-prinsip tentang cara kerja bahasa dan dari
prinsip-prinsip ini mereka dapat mengemukakan pendapat mengenai bagaimana sebaiknya bahasa itu dan
bahasa yang baik itu yang bagaimana.


Language

Terkait dengan dua pertanyaan terakhir mengenai hubungannya dengan
filsafat dan dunia akuntansi, penulis sedikit memperoleh pencerahan dari
Crimmins (1998)1, yang menyatakan bahwa ketertarikan para filsuf

Mind

World

terhadap bahasa sebenarnya berkaitan erat dengan peran filsafat dalam
menjelaskan berbagai aspek umum dan mendasar dari realitas. Untuk

menjelaskan peran ini, para filsuf menganggap bahasa (language) memiliki peranan yang menghubungkan
pikiran (mind) dan dunia (world). Hubungan antar-ketiga elemen ini digambarkan sebagai segitiga
Language-Mind-World. Garis yang menghubungkan ketiga elemen ini merupakan kunci untuk memahami
dunia. Hubungan-hubungan ini selanjutnya dapat menunjukkan arti penting bahasa.

1


CRIMMINS, MARK (1998). Language, philosophy of. In E. Craig (Ed.), Routledge Encyclopedia of Philosophy. London:

Routledge. Retrieved November 06, 2012, from http://www.rep.routledge.com/article/U017

1|Tugas Filsafat Ilmu

Mind ↔ World. Antara Mind dan World terdapat sejumlah hubungan krusial yang dipelajari para filsuf

tentang pikiran, di antaranya persepsi, aksi, kemampuan berpikir tentang apa itu dunia.

Mind → Language. Menggunakan dan memahami bahasa adalah aktivitas mental yang cukup berat.

Aktivitas ini menjadi penentu keberadaan bahasa yang bermakna. Dengan kata lain, pikiran
menginvestasikan makna dalam bahasa.

Language

→ Mind. Bila pikiran memberikan makna pada bahasa, begitu juga bahasa akan membisakan

(enable) dan menyalurkan (channel) pikiran. Penguasaan dan penggunaan sebuah bahasa akan dapat

menyatukan konsep-konsep, pemikiran dan kebiasaan pikiran, dengan segala konsekuensinya.
Language

↔ World. Karena bahasa merupakan wahana dalam menjelaskan dan menggambarkan

realitas, para filsuf menaruh perhatian pada hal-hal yang membuat benar (true) dan tepat (apt) sebuah
realitas.

Pemahaman singkat mengenai hubungan language-mind-world ini setidaknya telah membantu penulis

dalam meletakkan peranan filsafat dalam akuntansi, sebagai sebuah dunia. Bahasa pada akhirnya akan
berperan penting dalam membantu melihat apa yang menjadi kebenaran dalam akuntansi.

2|Tugas Filsafat Ilmu

Bahasa yang Baik
Eko Yulianto

Setelah memahami pentingnya bahasa sebagai wahana dalam memahami dunia, tentu tidak sulit bagi kita
untuk menerima sebuah tuntutan untuk membuat bahasa itu menjadi lebih baik. Poedjosoedarmo (2001)

menyandingkan kemampuan bahasa dengan martabat sebuah bangsa. Dalam Bab 2, Poedjosoedarmo
mengurai berbagai faktor penentu kemampuan bahasa, hubungan bahasa dengan peradaban sebuah
bangsa, dan upaya-upaya yang harus dilakukan agar sebuah bahasa menjadi lebih baik. Poedjosoedarmo
menyatakan bahwa:
Kemampuan (bahasa) yang tinggi biasanya ditopang oleh dua hal penting. Pertama, bahasa harus
memiliki tingkat standardisasi yang baik. Kedua, bahasa harus kaya. Standardisasi yang terjadi di
semua tingkat unsur bahasa dan semua varian turunannya. Kekayaan bahasa terutama terjadi pada
perbendaharaan kata dan registernya. Kedua syarat ini baik secara langsung atau tidak langsung
dapat diusahakan oleh masyarakat, tetutama oleh pemerintahnya. (hal. 51-52).

Dalam hal ini, penulis lebih tertarik untuk memberikan tanggapan singkat terkait upaya kita selaku pengguna
bahasa, atau masyarakat, dalam memampukan bahasa Indonesia agar menjadi bahasa yang lebih baik.
Namun demikian, tanggapan ini sedikit berbeda dengan ulasan Poedjosoedarmo. Alih-alih melihat proses
pemampuan bahasa dari perspektif makro dalam konteks martabat sebuah bangsa, penulis lebih tertarik
pada proses yang lebih mikro, yang menyangkut kemampuan kita selaku pengguna bahasa. Argumen
penulis terkait hal ini masih berhubungan dengan setiga language-mind-world yang sedikit dibahas dalam
tanggapan untuk Bab 1. Secara khusus, penulis akan melihat lebih dekat hubungan antara language dan
mind.

bahasa


pikiran

Bila dicermati lebih dalam, uraian Crimmins (1998) mengenai hubungan antara
language dan mind sebenarnya menggambarkan hubungan timbal balik antara
bahasa dan pikiran. Dengan menggunakan istilah Poedjosoedarmo, antara

bahasa dan pikiran sebenarnya merupakan sebuah mutualisme, karena keduanya saling memampukan
satu sama lain. Dalam arti positif, semakin seseorang berusaha menggunakan bahasa dengan baik,
semakin baik pula kualitas pikiran orang tersebut. Crimmins menyatakan bahwa berbahasa adalah aktivitas
mental yang menentukan keberadaan bahasa. Sebaliknya, penguasaan dan penggunaan bahasa akan
dapat menyatukan konsep-konsep, pemikiran dan kebiasaan berpikir seseorang.
Berbekal pemahaman ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa penggunaan bahasa yang baik dan cermat
tidak hanya berguna bagi peningkatan kemampuan bahasa itu, melainkan kemampuan berpikir kita selaku

3|Tugas Filsafat Ilmu

pengguna bahasa. Bahasa yang baik menunjukkan pikiran yang baik. Pikiran yang runtut dan tertib dapat
diupayakan melalui penggunaan bahasa yang runtut dan tertib pula. Mengapa demikian? Karena berbahasa
merupakan sebuah aktivitas intelektual yang dilakukan dengan kaidah-kaidah ilmiah tertentu. Semakin baik

upaya intelektual kita dalam berbahasa, semakin baik dan berkembang pula bahasa kita.

4|Tugas Filsafat Ilmu

Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
Eko Yulianto

Bab I buku TBB BI menguraikan konteks keberadaan dan perkembangan bahasa Indonesia ditengahtengah berbagai bahasa asing dan bahasa daerah. Bab ini menjelaskan tiga faktor yang menentukan
penting tidaknya suatu bahasa, yaitu jumlah penutur, luas penyebarannya, dan peranannya sebagai sarana
ilmu, susastra, dan ungkapan budaya lain yang dianggap bernilai. Yang menarik dari uraian ini adalah
bahwa kedudukan bahasa Indonesia sebagai lingua franca, bahasa kebangsaan, tidak ditentukan karena
mutunya sebagai bahasa, besar kecilnya kosa kata yang dimiliki, keluwesan dalam tata kalimat, atau daya
ungkap dalam gaya, melainkan karena pertimbangan politik, ekonomi, dan demografi (hal.2).
Bab ini juga menjelaskan perubahan bahasa Indonesia sebagai sebuah proses yang tidak terelakkan.
Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut mempengaruhi sejumlah ragam bahasa Indonesia. Lalu,
ditengah keragaman tersebut, upaya pembakuan bahasa Indonesia merupakan hal yang perlu diupayakan
agar bahasa Indonesia memiliki peran sebagai pemersatu, pemberi kekhasan, pembawa kewibawaan, dan
sebagai kerangka acuan (hal. 14).
Dalam konteks ini penulis berpendapat bahwa dinamika sosial budaya baik yang terjadi secara lokal
maupun global harus diikuti oleh bahasa Indonesia. Dengan kata lain, agar keberadaan dan

keberlangsungan bahasa Indonesia akan dapat terjamin bila ia menyerap perubahan itu sebagai bagian
penting dalam pengembangan bahasa, tanpa harus meninggalkan identitas budaya yang terkandung di
dalamnya. Di sini, proses pembakuan bahasa atau perumusan bahasa standar menjadi sangat penting.
Kaidah baku bahasa Indonesia sangat diperlukan sebagai panduan dalam menyerap perubahan-perubahan
dimaksud.
Salah satu contoh bidang yang bisa mendorong perkembangan bahasa Indonesia adalah perkembangan
ilmu pengetahuan yang sangat dinamis. Perkembangan ilmu pengetahuan, seperti teknologi informasi
misalnya, membawa konsekuensi lahirnya berbagai istilah baru yang sebelumnya tidak dikenal. Istilah email,
download, dan upload, barangkali tidak bermakna ketika teknologi Internet belum lahir. Hari ini, ketika hidup
kita begitu menyatu dengan Internet, istilah-istilah tersebut menjadi bagian dari keseharian kita. Istilah-istilah
lainnya akan terus lahir seiring dengan perkembangan teknologi informasi.
Sebagai tanggapan atas perubahan-perubahan dimaksud dan dalam rangka pengembangan bahasa
Indonesia, pemerintah telah menerbitkan pedoman penggunaan bahasa yang baik dan benar (EYD), yang
di dalamnya mengatur tata cara membuat kosa kata serapan dari bahasa asing, termasuk bahasa daerah.

5|Tugas Filsafat Ilmu

Penulis berpendapat bahwa pedoman ini sudah lebih dari cukup. Artinya, kita saat ini sudah memiliki
perangkat dan kaidah yang dapat membantu kita melestarikan dan mengembangkan bahasa Indonesia di
tengah-tengah gempuran perubahan global. Ketiga istilah Intenet tadi kini telah berubah menjadi surat

elektronik (surel), unduh, dan unggah.
Sebagai pengguna bahasa Indonesia, penulis tidak sedikit pun ragu akan masa depan bahasa Indonesia.
Penulis berpendapat bahwa kita sebagai pengguna memiliki tanggung jawab untuk memampukan bahasa
Indonesia sendiri dengan berbagai cara, antara lain, berani dan sadar untuk menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar dalam setiap forum resmi dan berani bereksperimen dalam berbahasa
Indonesia. Keberanian yang kedua ini berkaitan dengan kemauan kita mengindonesiakan istilah-istilah
asing, dengan berpedoman pada tata cara menyusun istilah serapan. Penulis percaya percaya bahwa
keberanian ini akan memperkaya kota kata bahasa Indonesia, dan dengan demikian dapat memperluas
jangkauan bahasa Indonesia pada perkembangan ilmu pengetahuan.

6|Tugas Filsafat Ilmu