17
pendidikan sekolah yang mempengaruhi kesiapan kerja meliputi : 1 Kelembagaan, 2 Kurikulum, 3 Materi Pembelajaran, 4 Strategi mengajar, 5
Kegiatan industri, 6 Kegiatan Belajar di industri, 7 Dunia industri dan sekolah, 8 Kepentingan, 9 Pengajar, 10 Tempat belajar.
2.2 Karakteristik Sekolah Menengah Kejuruan
2.2.1 Pengertian Sekolah Kejuruan
Menurut Muchlas Samani dalam Muhidin 2009 “secara sistemik, pendidikan kejuruan pada dasarnya merupakan subsistem dari sistem pendidikan”.
Terdapat banyak definisi yang diajukan oleh para ahli tentang pendidikan kejuruan dan definisi-definisi tersebut berkembang seirama dengan persepsi dan
harapan masyarakat tentang peran yang harus dijalankannya. Menurut Wena 1996:3 “pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang
bertujuan membekali peserta didik dengan seperangkat pengetahuan kognitif, sikap afektif, keterampilan psikomotor”. Jadi tidak benar kalau ada pendapat
yang menganggap bahwa pendidikan kejuruan hanya mementingkan ranah keterampilan motorik belaka. Dalam pendidikan kejuruan ketiga ranah tersebut
diusahakan ada keseimbangan sehingga peserta didik betul-betul menjadi insan yang komprehensif. Dijelaskan oleh Puyate 2008:60 bahwa :
Conference at Lagos in 1969, has described as “a cumulation of people’s dissatisfaction with uncertainty of the aims of education”. Against this
background of national aspirations, a new educational system commonly referred to as the 6-3-3-4 system of education emerged. Among other
innovations, the system provided for pre-vocational and vocational curricular offerings at the junior and senior secondary schools
respectively. For the first time in the history of education in Nigeria,
18
vocational and technical education subjects were, as a matter of national policy, to be offered side by-side, and hopefully, enjoy parity in esteem
with the “more academic”.
Maksud dari pendapat Puyate di atas yaitu mengenai sistem perubahan sistem pendidikan dan untuk pertama kalinya pendidikan kejuruan di Nigeria, hal
ini memperoleh tanggapan yang baik dari masyarakat dan diharapkan dapat menjadikan pendidikan lebih baik lagi dari sebelumnya. Keputusan Presiden No
34 Tahun 1972 yang dilengkapi dengan Instruksi Presiden No 15 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pelaksanaan Pembinaan Pendidikan dan Latihan dalam
Mudyahardjo 2001:365 disebutkan : “Pendidikan Kejuruan ialah pendidikan umum yang direncanakan untuk
mempersiapkan para peserta pendidikan tersebut mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang kejuruannya”. Pasal 1, Lampiran II
Dalam Undang-Undang RI No 2 Tahun 1989 Pasal 11 tentang Jenis pendidikan menyebutkan bahwa : “Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan
yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu”Ihsan, 2005:128.
Hal diatas menekankan bahwa lulusan pendidikan kejuruan diharapkan memiliki nilai tambah daripada sekolah menengah umum lainnya, yaitu mampu
dan atau siap bekerja sesuai dengan program keahliannya. Evans Edwin dalam Muhidin 2009 mengemukakan bahwa:
“pendidikan kejuruan merupakan bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan individu pada suatu pekerjaan atau kelompok pekerjaan”.
Sementara Harris dalam Slamet dalam Muhidin, menyatakan: ”Pendidikan
19
kejuruan adalah pendidikan untuk suatu pekerjaan atau beberapa jenis pekerjaan yang disukai individu untuk kebutuhan sosialnya”.
Menurut House Committee on Education and Labour HCEL dalam Oemar H. Malik dalam Muhidin bahwa: “pendidikan kejuruan adalah suatu
bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan, dan kebiasaan- kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan
keterampilan”. Dari definisi tersebut terdapat satu pengertian yang bersifat universal seperti yang dinyatakan oleh National Council for Research into
Vocational Education Amerika Serikat NCRVE dalam Muhidin 2009, yaitu bahwa “pendidikan kejuruan merupakan subsistem pendidikan yang secara khusus
membantu peserta didik dalam mempersiapkan diri memasuki lapangan kerja”.
2.2.2 Ciri Sekolah Menengah Kejuruan