Peralihan Hak Atas Milik Kenderaan Bermotor Dibawah Tangan Dalam Jaminan Fidusia (Studi di Kota Batam)

32

BAB II
KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA
MELALUI PERJANJIAN PEMBIAYAAN

A. Hukum Jaminan Kebendaan
1. Hukum Benda
Benda dalam pengertian hukum tidak identik dengan benda dalam pengertian
ilmu eksakta (ilmu alam). Dalam ilmu eksakta dikenal benda padat, benda cair dan
benda gas. Secara yuridis benda diartikan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 499
KUHPerdata, yang berbunyi :
“Menurut paham undang-undang yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap
barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik”.
Berdasarkan pasal di atas dapat dikatakan bahwa benda (zaak) terdiri dari
barang (goederen) dan hak (recht). Barang dan hak tersebut harus dapat menjadi
objek hak milik (eigendom). Apabila barang atau hak tersebut tidak dapat dikuasai
oleh seseorang sebagai hak milik maka tidak dapat dikatakan sebagai benda.
Misalnya bulan, bintang, bumi, matahari, lautan, sungai, secara hukum tidak dapat
dimiliki oleh subjek hukum.
2. Kenderaan Bermotor Sebagai Benda Bergerak Terdaftar

Berdasarkan Pasal 503, Pasal 504, dan Pasal 505 KUHPerdata, ditentukan
tentang cara-cara membedakan kebendaan.
Pasal 503 KUHPerdata berbunyi : tiap-tiap kebendaan adalah bertubuh atau tak
bertubuh. Pasal 504 KUHPerdata berbunyi : tiap-tiap kebendaan adalah bergerak atau
32

Universitas Sumatera Utara

33

tak bergerak, satu sama lain menurut ketentuan-ketentuan dalam kedua bagian
berikut. Pasal 505 KUHPerdata berbunyi :tiap-tiap kebendaan adalah dapat
dihabiskan atau tak dapat dihabiskan : kebendaan dikatakan dapat dihabiskan,
bilamana karena dipakai, menjadi habis.
Benda bergerak atau benda tidak bergerak dapat berupa benda yang sudah ada
maupun benda yang baru akan ada di kemudian hari, hal ini dapat dilihat dalam Pasal
1131 KUHPerdata. Barang yang akan ada ini di kemudian hari dapat menjadi pokok
suatu perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1334 KUHPerdata. Deskripsi
KUHPerdata tersebut mengenai jenis kebendaan dapat disimpulkan bahwa benda
dapat dibagi dalam beberapa hal : pertama, benda bergerak dan benda tidak bergerak;

kedua, benda berwujud (bertubuh) dan benda tidak berwujud (tidak bertubuh); ketiga,
benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan; keempat benda
yang sudah ada dan benda yang akan ada; kelima, benda dalam perdagangan dan
benda di luar perdagangan.
Pandangan ahli hukum (doktrin) mengatakan pembagian benda adalah :69
1. Benda tak bergerak dan benda bergerak;
2. Benda yang musnah dan benda yang tetap ada;
3. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti;
4. Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi;
5. Benda yang dapat diperdagangkan dan benda yang tidak dapat diperdagangkan.

69

Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981,

hal.19

Universitas Sumatera Utara

34


Berdasarkan pembagian benda menurut KUHPerdata dan Doktrin, tidak
dikenal adanya jenis benda terdaftar dan benda tidak terdaftar.70 Hal ini merupakan
kelemahan atau kekurangan dari KUHPerdata. Namun dalam perkembangan hukum
perdata, dikenal adanya benda bergerak terdaftar dan benda tidak bergerak terdaftar.
Misalnya sepeda motor merupakan benda bergerak terdaftar, yaitu didaftarkan pada
kantor Samsat di Kepolisian Republik Indonesia Setempat. Bukti pendaftaran
kenderaan bermotor adalah Buku Pemilikan Kenderaan Bermotor (BPKB),
sedangkan contoh benda tidak bergerak terdaftar adalah tanah bersertiikat (Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai) yang didaftarkan pada
Kantor Pertanahan Nasional. Bukti pendaftaran tanahnya adalah sertifikat yang
diberikan kepada pemilik. Untuk benda bergerak tidak terdaftar misalnya adalah
meja, kursi, jam, sedangkan benda tidak bergerak tidak terdaftar adalah Surat tanah
yang dikeluarkan oleh Lurah/Penghulu atau Camat, Notaris.
Menurut hukum benda yang diatur dalam Pasal 509, Pasal 510, dan Pasal 511
KUHPerdata, dikenal ada 2 (dua) jenis benda bergerak yaitu :71
1. Benda yang menurut sifatnya bergerak dalam arti benda itu dapat berpindah atau
dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain, misalnya sepeda, mobil, kursi,
meja, buku, pena, dan sebagainya;
2. Benda yang menurut penetapan undang-undang sebagai benda bergerak ialah

segala hak atas benda-benda bergerak, misalnya hak memetik hasil, dan hak
70

Lihat Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 1985,

hal.123
71

Ibid, hal.119

Universitas Sumatera Utara

35

memakai, hak atas bunga yang harus dibayarkan selama hidup seseorang, hak
menuntut dimuka hakim agar supaya uang tunai atau barang-barang bergerak
diserahkan kepada peggugat, saham-saham dari perseroan dagang, dan surat-surat
berharga lainnya.
Berdasarkan pasal-pasal di atas dikatakan bahwa kenderaan bermotor adalah
termasuk dalam benda bergerak sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 509

KUHPerdata yang berbunyi : kebendaan bergerak karena sifatnya ialah kebendaan
yang dapat berpindah atau dipindahkan.
Pentingnya benda bergerak karena sifatnya ini adalah untuk kedudukan
berkuasa (bezit), untuk penjaminan (bezwaring), untuk penyerahan (levering), untuk
daluwarsa (verjaring), dan penyitaan (beslag).72 Berikut ini dijelaskan hal-hal yang
dimaksud tersebut. Mengenai bezit, ditentukan dalam Pasal 1977 KUHPerdata ayat
(1) yang mengatakan barang siapa yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai
pemilik. Jadi bezitter dari benda bergerak adalah eigenaar dari benda tersebut. Tidak
demikian halnya terhadap penguasaan benda tidak bergerak. Mengenai penjaminan,
ditentukan terhadap benda bergerak dilakukan dengan gadai (pand) dalam Pasal 1150
KUHPerdata atau jaminan fidusia dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999,
sedangkan terhadap benda tidak bergerak dilakukan dengan hak tanggungan dalam
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 dan kalau kapal berukuran lebih dari 20 meter
kubik merupakan benda tidak bergerak dilakukan dengan jaminan hipotik dalam

72

Ibid, hal.119

Universitas Sumatera Utara


36

Pasasl 1162 KUHPerdata. Menenai penyerahan (levering), ditentukan dalam Pasal
612 KUHPerdata yang berbunyi bahwa penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali
yang tak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh
atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam
mana kebendaan itu berada, sedangkan peynerahan benda tak bergerak menurut Pasal
616 KUHPerdata harus dilakukan dengan balik nama pada daftar umum. Kalau tanah
mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Mengenai daluwarsa, terhadap benda bergerak tidak dikenal daluwarsa sebab bezit
disini sama dengan eigendom atas benda bergerak itu, sedangkan benda-benda tak
bergerak mengenal daluwarsa. Mengenai penyitaan, revindicatoir beslag yaitu
penyitaan untuk menuntut kembali barangnya sendiri hanya dapat dilakukan terhadap
barang-barang bergerak. Kemudian executoir beslag yaitu penyitaan untuk
melaksanakan keputusan pengadilan harus dilakukan terlebih dahulu terhadap
barang-barang bergerak. Apabila tidak mencukupi untuk membayar hutang tergugat
kepada penggugat, baru executoir beslag tersebut dilakukan terhadap barang-barang
tak bergerak.
3. Jenis-Jenis Jaminan Kebendaan

Hak kebendaan (zakelijk recht) ialah hak mutlak atas suatu benda, hak itu
memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap
siapa pun juga.73

73

Trisadini Prasastinah Usanti, Lahirnya Hak Kebendaan, PERSPEKTIF Volume XVII No. 1
Edisi Januari, .Tahun 2012, hal 44.

Universitas Sumatera Utara

37

Dimaksud dengan benda terdaftar adalah benda yang didaftar dalam suatu
register umum yang dikelola oleh suatu instansi yang diberi wewenang untuk itu.
Benda tidak terdaftar adalah benda-benda yang tidak terdaftar di dalam suatu register
umum.74
Untuk benda terdaftar cenderung mengikuti alur aturan main benda tidak
bergerak. Arti penting pembedaan benda terdaftar dan benda tidak terdaftar terletak
pada pembuktian kepemilikannya. Benda terdaftar dibuktikan dengan bukti

pendaftarannya, umumnya berupa sertifikat atau dokumen atas nama pemilik, seperti
tanah, kendaraan bermotor, hak cipta dan sebagainya. Pemerintah lebih mudah
melakukan kontrol atas benda terdaftar, baik dari segi tertib administrasi kepemilikan
maupun dari pembayaran pajaknya. Benda tidak terdaftar sulit untuk mengetahui
dengan pasti siapa pemilik yang sah atas benda itu, karena berlaku asas “siapa yang
menguasai benda itu dianggap sebagai pemiliknya”. Contohnya: perhiasan, alat-alat
rumah tangga, benda elektronik, pakaian dan sebagainya.75
Lahirnya hak kebendaan pada hak kebendaan yang bersifat memberikan
jaminan, yaitu digantungkan pada penerapan dari asas publisitas, dengan
mendaftarkan ke kantor pendaftaran maka lahirlah hak kebendaan, kecuali untuk
lembaga gadai yang tidak ada ketentuan tentang pendaftaran dan lembaga
pendaftaran maka perwujudan asas publisitas dengan cara benda gadai diserahkan ke
pemegang gadai (kreditur) atau pihak ketiga.
74

Moch. Isnaeni, Hipotek Pesawat Udara di Indonesia, Dharma Muda, Surabaya, 1996,

75

Trisadini Prasastinah Usanti, Op. Cit, hal 45.


hal.19.

Universitas Sumatera Utara

38

Berdasarkan pada uraian di atas maka dapat dirangkum dalam tabel sebagai
berikut :
Tabel 2
Lahirnya Hak Kebendaan Bersifat Memberikan Jaminan76
Lembaga Jaminan
Lahirnya Hak Kebendaan

No
01

Gadai

02


Hipotek Kapal Laut berbobot 20
m3

03

Hak Tanggungan

04

Fidusia

Pada saat benda gadai diserahkan kekuasaannya pada pihak
kreditur atau pihak ketiga. Hal ini merupakan perwujudan dari
asas inbezitstelling (Pasal 1152 ayat 1 BW)
Dilakukan pendaftaran ke Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik
Nama Kapal di tempat kapal didaftarkan dan dicatat dalam
Daftar Induk Pendaftaran Kapal (Pasal 1179 BW juncto Pasal
60 Undang-Undang No. 7 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Lahirnya hak tanggungan berdasarkan pada Pasal 13 ayat 5

Undang-undang Hak Tanggungan, yaitu pada hari tanggal buku
tanah hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 4.
Tanggal buku tanah hak tanggungan adalah har ketujuh setelah
penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi
pendaftaran
Pasal 14 ayat 3 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia bahwa jaminan fidusia lahir pada tanggal sama
dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam Buku Daftar
Fidusia.

Jaminan merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada kreditur atas
piutang yang telah diberikan kepada debitur, bahkan di dalam ketentuan Pasal 1131
dan 1132 KUHPerdata disebutkan tentang masalah penjamin yang memberikan hak
kepada kreditur atas semua harta debitur.
Pasal 1131 KUHPerdata :
“Bahwa segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun yang
tidak bergerak maupun yang akan ada kemudian hari tanggung jawab untuk
segala perikatan perorangan.”
Pasal 1132 KUHPerdata :
“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang
menghutangkan kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi
menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya tagihan masing-masing,
76

Ibid, hal. 52.

Universitas Sumatera Utara

39

kcuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan yangsah untuk
didahulukan.”
Pada dasarnya benda yang diserahkan sebagai jaminan pada prinsipnya tidak
untuk dimiliki oleh kreditur akan tetapi penyerahan benda hanya semata-mata untuk
melunasi hutang kreditur, bila debitur mengalami wanprestasi dari pemenuhan harus
berupa uang sebesar hutang kreditur, nilai uang ini diperoleh dari hasil obyek
jaminan.
Menurut Djuhaendah Hasan, pengertian hukum jaminan adalah perangkat
hukum yang mengatur tentang jaminan dari pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi
kepastian pelunasan piutang kreditur atau pelaksanaan suatu prestasi.77
Hukum jaminan yang berlaku di Indonesia saat ini sebenarnya masih bersifat
dualistis, artinya ada yang masih tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum adat, tetapi
di dalam praktek lebih mengacu kepada ketentuan KUHPerdata tidak kepada hukum
adat.78
Menurut KUHPerdata, jaminan kebendaan meliputi jaminan benda bergerak
dan jaminan benda tidak bergerak. Jaminan benda tidak bergerak adalah hipotik,
sedangkan jaminan benda bergerak adalah jaminan gadai (pand). Dalam
perkembangannya, setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, jaminan kebendaan selain yang diatur dalam
KUHPerdata tersebut adalah untuk benda bergerak dipergunakan jaminan gadai
77

Djunaedi Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat
Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Azas Pemisahan Horizontal, PT. Citra Aditya Bhakti,
Bandung 1996. Hal 231.
78
Ibid, hal. 231.

Universitas Sumatera Utara

40

(pand) dan jaminan fidusia, sedangkan untuk jaminan benda tidak bergerak
dipergunakan hipotik dan hak tanggungan.
Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing jaminan kebendaan sebagai
berikut :
a. Jaminan Gadai (Pand)
Secara yuridis, pengertian gadai (pand) dijumpai dalam Pasal 1150 KUHPerdata
yang mengatakan :
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berhutang atas suatu barang
bergerak,yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh
seorang lain atas namanya,dan yang memberikan kekuasaan kepada si
berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya;dengan kekecualian
biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan,biaya-biaya mana harus
didahulukan.
Dari pasal ini dapat diambil unsur-unsur yuridis gadai adalah :
1) Gadai adalah suatu hak kebendaan;
2) Objek gadai adalah benda bergerak;
3) Penyerahan gadai dilakukan oleh debitur atau kuasanya kepada kreditur;
4) Hubungan gadai didasarkan kepada perjanjian;
5) Kreditur memiliki hak didahulukan (preferensi);
6) Pengecualian hak preferensi ada 2 hal yaitu :
a) Biaya untuk melelang barang;
b) Biaya untuk menyelamatkan.

Universitas Sumatera Utara

41

Dalam perjanjian gadai, syarat utamanya adalah barang gadai harus berada
pada kekuasaan kreditur (penerima gadai). Jika barang gadai tetap pada
kekuasaan debitur maka perjanjian gadai adalah tidak sah atau batal demi
hukum (nietig). Hal ini yang membedakan jaminan gadai dengan jaminan
fidusia yang akan diterangkan pada bagian berikutnya.
b. Jaminan Fidusia
Sebelum Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
diterbitkan, jaminan fidusia dikenal dengan istilah Fiduciaire Eigendoms
Overdraht (FEO) yang diatur dalam yurisprudensi. Di Indonesia pengakuan
lembaga fidusia pertama ditemukan pada putusan Hooggerechtschof (Hgh)
dalam perkara Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) Vs Pedro Clognett
tanggal 18 Agustus 1932.79 Dalam hukum positif pertama kali mendapat
pengakuan secara parsial melalui Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985
tentang Rumah Susun dan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 tentang
Pemukiman dan Perumahan. Selanjutnya secara unifikasi dikukuhkan dalam
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Dalam undang-undang ini, dibedakan
antara pengertian fidusia dengan pengertian jaminan fidusia sebagai berikut :
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut
tetap dalam penguasaan pemilik benda, sedangkan jaminan fidusia adalah hak
jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
79

Lihat Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia, Alumni, Bandung, 2014, hal 58 – 96.

Universitas Sumatera Utara

42

dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia,
sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan
yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa objek jaminan fidusia adalah :
1.

benda bergerak baik berwujud maupun yang tidak berwujud;

2.

benda tidak bergerak yaitu bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan.
Khusus objek jaminan fidusia berupa benda bergerak, si debitur

menyerahkan benda tersebut kepada kreditur tetapi penguasaan benda yang
dijadikan jaminan tersebut tetap berada pada debitur. Penyerahannya dilakukan
secara constitutum possessorium, artinya penyerahan benda tidak diserahkan
kepada kreditur melainkan tetap dikuasai oleh debiturnya. Di sinilah perbedaan
utama dengan jaminan gadai yang dimaksudkan pada bahasan sebelumnya.
Debitur fidusia memiliki keuntungan karena masih dapat menggunakan benda
jaminan untuk kegiatan usaha bisnisnya.
c. Hipotik
Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca
yaitu suatu jaminan utang dimana barang tanggungan tidak dipindahkan
kedalam tangan orang yang mengutangkan tetapi barang itu selalu dapat
diminta/ dituntut meskipun barang itu sudah berada di tangan orang lain apabila

Universitas Sumatera Utara

43

orang yang berutang tidak memenuhi kewajibannya80 dalam bahasa Belanda
terjemahannya

adalah

onderzetting

dalam

bahasa

Indonesia

adalah

pembebanan. Tetapi hypotheca seperti yang dimaksud di atas tidak sama persis
dengan hipotik yang dikenal sekarang karena hipotik hanya untuk barang yang
tidak bergerak saja sedangkan hypotheca meliputi jaminan benda bergerak
maupun benda-benda tidak bergerak. Namun kesamaannya baik dalam bahasa
hukum di Indonesia maupun di Nederland istilah hypotheek ini telah diambil
alih untuk menunjukan salah satu bentuk jaminan hak atas tanah.
Hak jaminan dimaksudkan untuk menjamin utang seorang debitur yang
memberikan hak utama kepada seorang kreditur tertentu, yaitu pemegang hak
jaminan itu untuk didahulukan terhadap kreditur-kreditur lain apabila debitur
cidera janji. Hak tanggungan hanya menggantikan hipotik sepanjang yang
menyangkut tanah saja. Hipotik atas kapal laut dan pesawat udara tetap berlaku.
Disamping hak-hak jaminan berupa hipotik atas kapal laut dan hipotik atas
pesawat udara, juga berlaku gadai dan fidusia sebagai hak jaminan.
Akibat berlakunya Undang-Undang Hak Tanggunganterhadap berlakunya
ketentuan mengenai hipotik dalam buku II KUHPerdata yaitu pengaturan
mengenai hipotik dalam KUHPerdata terdapat dari Pasal 1162-1232
namun sesuai dengan ketentuan penutup UUHT Pasal 29 yang berisi:
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai Credietverband
sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586 dan
Staatsblad 1909-584 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190
80

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1984, hal 78

Universitas Sumatera Utara

44

jo. Staatsblad 1937-191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana
tersebut dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia
sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah
beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku
lagi.
Berbeda dengan gadai, KUHPerdata tidak memberikan secara rinci definisi
tentang hipotik. Dalam Pasal 1162 KUHPerdata dapat dilihat elemen dari hipotik
adalah :
1. Hipotik adalah hak kebendaan
2. Objek hipotik adalah benda-benda tak bergerak
3. Kreditur dapat mengambil pengantian daripadanya bagi pelunasan suatu
perikatan
Selanjutnya objek hipotik dijelaskan dalam Pasal 1164 KUHPerdata, sebagai
berikut :
1. Benda-benda tidak bergerak yang dapat di pindahtangankan, beserta segala
perlengkapannya yang dianggap sebagai benda tidak bergerak.
2. Hak pakai hasil (vruchtgebruik) atas-atas benda tersebut beserta segala
perlengkapanya.
3. Hak numpang karang (postal, identik dengan hak guna bagunan) dan hak
usaha (erfpactt, identik dengan ak guna usaha).
4. Bunga tanah, baik yang harus di bayar dengan uang maupun yang harus di
bayar dengan hasil tanah.

Universitas Sumatera Utara

45

5. Pasar-pasar yang di tentuin oleh pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang
melekat padanya.
Objek hipotik di luar dari pada Pasal 1164 KUHPeradata, yang dapat di
bebani hipotik adalah :
1. Bagian yang tak dapat dibagi-bagi dalam benda tak bergerak yang merupakan
Hak Milik Bersama Bebas (Vrije Mede Eigendom).
2. Kapal-kapal yang didaftar menurut Pasal 314 ayat KUH Dagang.
3. Hak Konsensi Pertambangan menurut Pasal 18 Indische Minjwet.
4. Hak Konsensi menurut S. 1918 No. 21 Jo. No. 20 yang juga dapat dijadikan
jaminan Hipotik, dan lain-lain.
d. Hak Tanggungan
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan (selanjutnya disebut UUHT) memberikan definisi Hak Tanggungan
sebagai berikut:
“Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda
lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang
tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor
tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.” 81
Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa Hak Tanggungan adalah
identik dengan hak jaminan, yang bilamana dibebankan atas tanah Hak Milik, tanah
81

Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, 2005, Hak Istimewa, Gadai, dan Hipotik, Seri
HukumHarta Kekayaan, Kencana , Jakarta, 2005, hal.66.

Universitas Sumatera Utara

46

Hak Guna Bangunan dan/atau tanah Hak Guna Usaha memberikan kedudukan utama
kepada kreditur-kreditur tertentu yang akan menggeser kreditur lain dalam hal si
berhutang (debitur) cidera janji atau wanprestasi dalam pembayaran hutangnya,
dengan perkataaan lain dapat dikatakan bahwa pemegang hak tanggungan
pertamalebih preferent terhadap kreditur-kreditur lainnya. Hal ini lebih ditegaskan
lagi dalam Pasal 6 UUHT, yang mengatakan “apabila debitur cidera janji
(wanprestasi), pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual
objek hak tanggungan atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum, serta
mengambil hasil penjualan objek hak tanggungan tersebut untuk pelunasan
hutangnya.”
Dengan lahirnya UUHT diharapkan akan memberikan suatu kepastian hukum
tentang pengikatan jaminan dengan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah tersebut sebagai jaminan, yang selama ini pengaturannya menggunakan
ketentuan-ketentuan Creditverband dalam KUHPerdata. Hak tanggungan menjadi
satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah.82
Hak Tanggungan yang diatur dalam UUHT pada dasarnya adalah Hak
Tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun, pada kenyataannya
seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang
secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan turut pula
dijaminkan. Sebagaimana diketahui bahwa Hukum Tanah Nasional didasarkan pada
hukum adat, yang menggunakan Asas Pemisahan Horizontal, yang menjelaskan
82

Boedi Harsono, Op Cit, hal. 1

Universitas Sumatera Utara

47

bahwa setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah tidak dengan sendirinya
meliputi benda-benda tersebut.83
Pada Prinsip Hukum Perdata BW menganut Asas Perlekatan Vertikal, yang
mana hak milik atas sebidang tanah yang di dalamnya mengandung pemilikan dari
segala apa yang ada diatasnya dan di dalam tanah ( Pasal 571 KUHPerdata). Oleh
karena itu, untuk menghindari keraguan mengenai hal ini, maka pada Pasal 4ayat (4)
UUHT mengisyaratkan perlunya dengan tegas dinyatakan dalam Akta Pemberian
Hak Tanggungan (APHT) atas tanah tersebut, apakah Hak Tanggungan yang
dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut dengan bangunan tanamtanaman yang ada diatasnya.
B. Jaminan Fidusia sebagai Jaminan Kebendaan
1. Sejarah Lahirnya Fidusia
Masyarakat Romawi sudah lama mengenal Fidusia sebagai lembaga jaminan,
yang pada mulanya tumbuh dan hidup dalam hukum kebiasaan. Berdasarkan
pertautan sejarah, lembaga jaminan fidusia selanjutnya diatur dalam yurisprudensi
dan kini telah mendapat pengakuan dalam undang-undang.84 Bila memperhatikan
KUHPerdata benda dibagi dalam dua kelompok besar yaitu benda bergerak dan
benda tidak bergerak, yang tentu memiliki pengaruh dalam bentuk cara
pembebanannya.

83
84

Purwahid Patrik, Op Cit, hal.52
Tan Kamello, Op Cit. hal. 35.

Universitas Sumatera Utara

48

Tan Kamello berpendapat bahwa di Indonesia, dalam pandangan tradisionil,
potensi fidusia sudah cukup lama dikenal dalam kehidupan di masyarakat dengan
sebutan “boreh”85. Fidusia adalah lembaga yang berasal dari hukum perdata barat
yang eksistensi dan perkembangannya selalu dikaitkan dengan sistem civil law, yang
diperlakukan kepada masyarakat Romawi.
Pada awal sampai degan akhir abad ke – 19 terjadi krisis dalam hukum
jaminan yang mengakibatkan terjadinya perbedaan kepentingan. Yang dimulai dari
terjadinya permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan pertanian yang
melanda negara Belanda bahkan seluruh negara Eropa. Sebagai salah satu jajahan
negara Belanda, Indonesia pada waktu itu juga merasakan imbasnya. Untuk
mengatasi masalah itu lahirlah peraturan tentang ikatan panen atau Oogstverband
(Staatsblad 1886 Nomor 57). Peraturan ini mengatur mengenai peminjaman uang,
yang diberikan dengan jaminan panenan yang akan diperoleh dari suatu perkebunan.
Dengan adanya peraturan ini maka dimungkinkan untuk mengadakan jaminan atas
barang-barang bergerak, atau setidak-tidaknya kemudian menjadi barang bergerak,
sedangkan barang-barang itu tetap berada dalam kekuasaan debitor. Seperti halnya di
Belanda, keberadaan fidusia di Indonesia, diakui oleh yurisprudensi berdasarkan
keputusan Hoogge-rechtshof (HGH) tanggal 18 Agustus 1932. Kasusnya adalah
sebagai berikut: Pedro Clignett meminjam uang dari Bataafsche Petroleum
Maatschappij (BPM) dengan jaminan hak milik atas sebuah mobil secara

85

Ibid, hal. 35. Perhatikan juga R. Subekti, Suatu Tinjauan Hukum Jaminan Nasional,
Binacipta, Bandung, 1981, hal. 29.

Universitas Sumatera Utara

49

kepercayaan. Clignett tetap menguasai mobil itu atas dasar perjanjian pinjam pakai
yang akan berakhir jika Clignett lalai membayar utangnya dan mobil tersebut akan
diambil oleh BPM. Ketika Clignett benar-benar tidak melunasi utangnya pada waktu
yang ditentukan, BPM menuntut penyerahan mobil dari Clignett, namun ditolaknya
dengan alasan bahwa perjanjian yang dibuat itu tidak sah. Menurut Clignett jaminan
yang ada adalah gadai, tetapi karena barang gadai dibiarkan tetap berada dalam
kekuasaan debitor maka gadai tersebut tidak sah sesuai dengan Pasal 1152 ayat (2)
Kitab Undang-undang Perdata. Dalam putusannya HGH menolak alasan Clignett
karena menurut HGH jaminan yang dibuat antara BPM dan Clignett bukanlah gadai,
melainkan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau fidusia yang telah diakui
oleh Hoge Raad dalam Bierbrouwerij Arrest. Clignett diwajibkan untuk menyerahkan
jaminan itu kepada BPM.86
Pada waktu itu, karena sudah terbiasa dengan hukum adat, penyerahan secara
constitutum possessorium sulit dibayangkan apalagi dimengerti dan dipahami oleh
orang Indonesia. Dalam prakteknya, dalam perjanjian jaminan fidusia diberi
penjelasan bahwa barang itu diterima pihak penerima fidusia pada tempat barangbarang itu terletak dan pada saat itu juga kreditor menyerahkan barang-barang itu
kepada pemberi fidusia yang atas kekuasaan penerima fidusia telah menerimanya
dengan baik untuk dan atas nama penerima fidusia sebagai penyimpan. Walaupun
demikian, sebenarnya konsep constitutum possessorium ini bukan hanya monopoli

86

https://fahrizayusroh.wordpress.com/2012/01/18/sejarah-jaminan-fidusia/dikunjungi
terakhir pada 13 Februari 2016, pukul 18:30 Wib.

Universitas Sumatera Utara

50

hukum barat saja. Kalau kita teliti dan cermati, hukum adat di Indonesia pun
mengenal konstruksi yang demikian. Misalnya tentang gadai tanah menurut hukum
adat. Penerima gadai biasanya bukan petani penggarap, dan untuk itu ia mengadakan
perjanjian bagi hasil dengan petani penggarap (pemberi gadai). Dengan demikian
pemberi gadai tetap menguasai tanah yang digadaikan itu tetapi bukan sebagai
pemilik melainkan sebagai penggarap. Setelah adanya keputusan HGH itu, fidusia
selanjutnya berkembang dengan baik di samping gadai dan hipotek. Dalam
perjalanannya, fidusia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti.
Perkembangan itu misalnya menyangkut kedudukan para pihak. Pada zaman Romawi
dulu, kedudukan penerima fidusia adalah sebagai pemilik atas barang yang
difidusiakan, akan tetapi sekarang sudah diterima bahwa penerima fidusia hanya
berkedudukan sebagai pemegang jaminan saja. Tidak hanya sampai di situ,
perkembangan selanjutnya juga menyangkut kedudukan debitor, hubungannya
dengan pihak ketiga dan mengenai objek yang dapat difidusiakan. Mengenai objek
fidusia ini, baik Hoge Raad Belanda maupun Mahkamah Agung di Indonesia secara
konsekuen berpendapat bahwa fidusia hanya dapat dilakukan atas barang-barang
bergerak. Namun dalam praktek kemudian orang sudah menggunakan fidusia untuk
barang-barang tidak bergerak. Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia objeknya adalah benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang

Universitas Sumatera Utara

51

tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.87
Sistem hukum di Indonesia mempunyai hubungan yang erat dengan hukum
Belanda karena adanya pertautan sejarah yang didasarkan kepada asas konkordansi
(concordantie beginsel88). Sedangkan sistem hukum Belanda memiliki pertautan
sejarah dengan hukum Perancis yang berasal dari hukum Romawi. Khusus di bidang
hukum perjanjian, dalam hukum Romawi, pada tingkat awal perkembangannya tidak
terdapat bentuk yuridis yang memadai untuk memberikan jaminan baik benda
bergerak maupun benda tidak bergerak, karena hak gadai dan hipotik sebagai hak
jaminan belum berkembang. Di lain hal, kebutuhan masyarakat Romawi akan bentuk
lembaga jaminan pada saat itu sangat dirasakan dalam hubungannya dngan
peminjaman uang, sehingga praktik menggunakan konstruksi hukum yang ada yaitu
pemberian jaminan kebendaan oleh debitur kepada krediturnya dnegan pengalihan
hak milik secara kepercayaan.
Maha di berpendapat bahwa istilah fidusia berasal dari bahasa latin. Yang kata
tersebut merupakan kata benda artinya kepercayaan terhadap seseorang atau sesuatu.
Selain itu terdapat kata “fido” merupakan kata kerja yang berarti mempercayai
seseorang atau sesuatu.89 Selain itu Tan Kamello juga berpendapat bahwa Subekti
mengatakan di dalam fidusia terkandung kata “fides” yang berarti kepercayaan,

87

https://fahrizayusroh.wordpress.com/2012/01/18/sejarah-jaminan-fidusia/ ibid.
Tan Kamello, Op. Cit, hal. 36. Mengutip makna konkordansi dari Scholten van Out
Haarlem, bahwa asas konkordansi di Indonesia adalah korkordansi sempit.
89
Tan Kamello, Op. Cit, hal. 39.
88

Universitas Sumatera Utara

52

sedangkan kalimat “fiduciair” adalah kepercayaan yang diberikan secara bertimbal
balik oleh satu pihak kepada pihak lainnya.90
2. Pengertian Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia secara khusus, tidak tertulis dalam KUHPerdata tetapi secara
analogi dari gadai dapat dikatakan bahwa jaminan fidusia memiliki hak preferent.
Setelah lahirnya Undang-Undang Jaminan Fidusia, semakin jelas dan secara eksplisit
dinyatakan bahwa kreditur penerima fidusia mempunyai hak preferent. Tidak
ditegaskan lebih lanjut apakah hak preferensi kreditur tersebut lebih tinggi
kedudukannya dari pada hak diistimewakan (privelege) atau sebaliknya.
Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia memberikan
rumusan sekaligus menjelaskan perbedaan antara pengertian fidusia dengan Jaminan
Fidusia sebagai berikut :
1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.
2. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan
yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (Undang Undang Hak
Tanggungan) yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,
sebagaimana agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur
lainnya.
Rumusan dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia di atas memberikan
pengertian Fidusia berbeda dengan pengertian Jaminan Fidusia, di mana Fidusia
90

Ibid. Hal. 39.

Universitas Sumatera Utara

53

merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan, sedangkan Jaminan Fidusia adalah
jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Fidusia yang berarti penyerahan hak milik
atas dasar kepercayaan memberikan kedudukan kepada debitur untuk tetap menguasai
barang jaminan, walaupun hanya sebagai peminjam pakai untuk sementara waktu atau
tidak lagi sebagai pemilik.
Dari definisi yang diberikan oleh Undang-Undang Jaminan Fidusia, maka dapat
disimpulkan bahwa penyerahan Jaminan Fidusia dilakukan dengan cara constitutum
possesorium yaitu penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan bendanya sama
sekali.

Sebelum Undang-Undang Jaminan Fidusia diberlakukan, pada umumnya
benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia hanyalah terhadap benda-benda bergerak
yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang,
peralatan mesin dan kendaraan bermotor. Sedangkan dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor Jaminan Fidusia tersebut, pengertian Jaminan Fidusia
diperluas dalam arti benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud dan
benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan menurut
Undang-Undang Nomor. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.91
Menurut ketentuan Pasal 1

angka 5

Undang-Undang Jaminan Fidusia

disebutkan bahwa :
“Pemberi Fidusia baik perorangan maupun korporasi haruslah pemilik dari
harta benda yang menjadi obyek jaminan fidusia walaupun Pemberi fidusia
tersebut dimaksud sebagai jaminan piutang untuk pihak ketiga adalah harus
91

Ignatius Ridwan Widyadharma, Pedoman Praktis Hukum Jaminan Fidusia, Universitas
Diponegoro, Semarang, 2001, hal. 7.

Universitas Sumatera Utara

54

menjadi pemilik dari benda yang difidusiakan, walaupun pemberi fidusia yang
dimaksud sebagai jaminan hutang untuk pihak ketiga mengenai letak benda
mengenai letak benda itu tidak penting tetapi yang penting pihak yang
memberi jaminan fidusia haruslah pihak yang memiliki benda obyek
jaminan.”
Tempat kedudukan pemberi fidusia akan berpengaruh pula pada tempat
pendaftaran fidusia dimana akta pemberian jaminan yang diperuntukkan oleh Notaris
menurut ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Jaminan Fidusia harus memuat :
1. Identitas para pihak baik pemberi maupun penerima fidusia
2. Penyebutan perjanjian pokok yang dijamin dengan jamianan fidusia
3. Penyebutan secara jelas mengenai benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia.
4. Nilai penjamin fidusia
5. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
Syarat-syarat tersebut harus penuhi dalam akta jaminan fidusia, hal ini erat
kaitannya dengan prinsip spesialitas yang dianut oleh Undang-Undang Fidusia dan
guna mendukung kepastian hukum dan kepastian hak yang menjadi salah satu tujuan
Undang-Undang Jaminan Fidusia.92
Sebagaimana yang diatur di dalam undang-undang tentang pemberian jaminan
pada umumnya, Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur juga tentang adanya
kewajiban untuk mendaftarkan perjanjian jaminan fidusia tersebut. Pendaftaran ini

92

J. Satrio, Op. Cit, hal. 203.

Universitas Sumatera Utara

55

hakekatnya

merupakan syarat publisitas, akan tetapi pendaftaran di Kantor

Pendaftaran Fidusia merupakan saat lahirnya hak-hak istimewa dari kreditur.
Pendaftaran yang dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia sebetulnya ada 2
hal yang harus didaftarkan , yaitu pendaftaran benda yang dibebani oleh jaminan
fidusia Pasal 11ayat (1), ketentuan ini ditentukan akan membawa akibat tehadap
benda-benda yang didaftar oleh lembaga lain apabila harus didaftar ulang. Sedang
menurut Pasal 13 ayat (1) jo, Pasal 14 ayat (1),dan ayat (2), Pasal 15 ayat (1) dan ayat
(2),dan Pasal 16 ayat (1), pendaftaran yang dimaksud adalah pendaftaran akta
pemberian jaminan yang dibuat oleh Notaris saja.
Pada awalnya, objek fidusia dipersamakan dengan gadai dimana barang yang
dapat dijadikan jaminan hanya benda bergerak, karena pada waktu itu fidusia
dianggap sebagai jalan keluar untuk menghindari larangan yang terdapat dalam gadai.
Sebagai contoh, dapat dilihat dari beberapa Yurisprudensi yang menganggap bahwa
objek Fidusia hanya sah mengenai barang bergerak, antara lain sebagai berikut :93
1) Keputusan Pengadilan Tinggi Surabaya No. 158/1950 Pdt tanggal 22 Maret
1951 dan Keputusan Mahkamah Agung No.372 K/Sip/1970 tanggal 1
September 1971.
2) Keputusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 158/1950 Pdt tanggal 22
Maret 1951 atas kasus antara Algemene Volkscredirt Bank sebagai penggugat
di Semarang melawan The Gwan Gee dan Marpoeah sebagai tergugat 1 dan
tergugat II juga beralamat di Semarang.
93

Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Op. Cit, hal. 139.

Universitas Sumatera Utara

56

3) Keputusan Mahkamah Agung Nomor 372 K/Sip/1970 tanggal 1 September
1970 yang memutuskan perkara antara Bank Negara Indonesia Unit 1
Semarang sebagai penggugat (dahulu tergugat Pembanding), lawan Lo Ding
Siang sebagai tergugat (dahulu Penggugat Terbanding).
Salah satu pertimbangan hukum yang memperkuat pendapat bahwa Jaminan
Fidusia hanya diperkenankan bagi benda bergerak adalah Undang-Undang Pokok
Agraria yang tidak membedakan atas barang bergerak dan barang tidak bergerak
melainkan pembedaan atas tanah dan bukan tanah. Bangunan-bangunan yang terletak
di atas tanah tidak dapat dijaminkan terlepas dari tanahnya. Jadi orang yang memiliki
bangunan di atas tanah dengan hak sewa misalnya tidak dapat membebaninya dengan
hak tanggungan tersebut. Oleh karenanya jalan satu-satunya adalah dengan fidusia.
Sehingga dengan lahirnya Undang-Undang Jaminan Fidusia, yang menjadi
objek Jaminan Fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki dan dialihkan hak
kepemilikannya. Benda itu dapat berupa benda berwujud maupun tidak berwujud,
terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak, dengan syarat
bahwa benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Hak Tanggungan.
Ketentuan mengenai objek jaminan ini antara lain diatur dalam Pasal 1 angka
(1), Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 20 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Benda-benda
yang menjadi objek Jaminan Fidusia tersebut adalah sebagai berikut :94

94

Munir Fuady, Loc. Cit, hal 23.

Universitas Sumatera Utara

57

a. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum.
b. Benda berwujud atau benda tidak berwujud termasuk piutang.
c. Benda bergerak
d. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dikaitkan dengan hipotik dan/atau
tanggungan
e. Benda yang sudah ada maupun benda yang diperoleh kemudian. Dalam
hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta
pembebanan fidusia tersendiri.
f. Satu atau lebih satuan atau jenis benda.
g. Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia.
h. Benda persediaan (inventory stock perdagangan) dapat juga menjadi objek

Jaminan Fidusia.
3. Asas-asas Jaminan Fidusia
Secara umum ada beberapa asas yang berlaku bagi jaminan, baik gadai
maupun fidusia, hak tanggungan dan hipotik. Menurut Sutan Remy Sjahdeni, asasasas tersebut adalah:95
1) Hak jaminan memberikan kedudukan yang didahulukan bagi kreditor
pemegang hak jaminan terhadap para kreditor lainnya.

95

Sutan Remy Sjahdeini, Hak Jaminan dan Kepailitan, Jakarta, Makalah yang disampaikan
dalam Sosialisasi Undang-undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, 9-10 Mei 2000,
hal.7.

Universitas Sumatera Utara

58

2) Hak jaminan merupakan hak assesoir terhadap perjanjian pokok yang dijamin
tersebut. Perjanjian pokok yang dijamin itu ialah perjanjian utang-piutang
antara kreditor dan debitor. Artinya, apabila perjanjian pokoknya berakhir,
maka perjanjian hak jaminan demi hukum berakhir pula.
3) Hak jaminan memberikan hak separatis bagi kreditor pemegang hak jaminan
itu. Artinya, benda yang dibebani dengan hak jaminan itu bukan merupakan
harta pailit dalam hal debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan.
4) Hak jaminan merupakan hak kebendaan. Artinya, hak jaminan itu akan selalu
melekat di atas benda tersebut (atau selalu mengikuti benda tersebut) kepada
siapapun juga benda beralih kepemilikannya.
5) Kreditor pemegang hak jaminan mempunyai kewenangan penuh untuk
melakukan eksekusi atas hak jaminannya. Artinya, kreditor pemegang hak
jaminan itu berwenang untuk menjual sendiri, baik berdasarkan penetapan
pengadilan maupun berdasarkan kekuasaan yang diberikan undang-undang,
benda yang dibebani dengan hak jaminan tersebut dan mengambil hasil
penjualan tersebut untuk melunasi piutangnya kepada debitor.
6) Karena hak jaminan merupakan hak kebendaan, maka hak jaminan berlaku
bagi pihak ketiga. Oleh karena hak jaminan berlaku bagi pihak ketiga, maka
terhadap hak jaminan berlaku asas publisitas. Artinya, hak jaminan tersebut
harus didaftarkan di kantor pendaftaran hak jaminan yang bersangkutan. Asas
publisitas tersebut dikecualikan bagi hak jaminan gadai.

Universitas Sumatera Utara

59

Asas jaminan fidusia menurut Tan Kamello berdasarkan UUJF, adalah
sebagai berikut:
1) Bahwa kreditor penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditor yang
diutamakan dari kreditor-kreditor lainnya.
2) Bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan
fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada (droit de suite atau
zaaksgevolg).
3) Bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan yang lain disebut asas
asesoritas.
4) Bahwa jaminan fidusia dapat diletakkan atas hutang yang baru akan ada
(kontijen).
5) Bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada.
6) Bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap bangunan/ rumah yang
terdapat di atas tanah milik orang lain.
7) Bahwa jaminan fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subjek dan
objek jaminan fidusia.
8) Bahwa pemberian jaminan fidusia harus orang yang memiliki kewenangan
hukum atas objek jaminan fidusia.
9) Bahwa jaminan fidusia harus didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia.
10) Bahwa benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh
kreditor penerima jaminan fidusia sekalipun itu diperjanjikan.

Universitas Sumatera Utara

60

11) Bahwa jaminan fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditor penerima
fidusia yang terlebih dahulu mendaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia
daripada kreditor yang mendaftarkan kemudian.
12) Bahwa pemberi jaminan fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus
mempunyai itikad baik.
13) Bahwa jaminan fidusia mudah dieksekusi.96
4. Proses Terjadinya Jaminan Fidusia
Adanya jaminan fidusia dikarenakan adanya Perjanjian Pokok. Mengingat
sifat dari Perjanjian Jaminan Fidusia itu sendiri adalah bersifat accesoir, yang mana
hal demikian ditegaskan oleh Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang
menyebutkan bahwa perjanjian Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari
suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk
memenuhi suatu prestasi yaitu memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak
berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang.
Perjanjian fidusia yang merupakan suatu perjanjian accesoir memiliki sifat
sebagai berikut :97
a. Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok; jamina fidusia terikat dengan
perjanjian pokok, sehingga jaminan fidusia bersifat accesoir dan mengikuti
perjanjian dasar, sehingga batalnya perjanjian dsar secara hukum akam
membatalkan perjanjian assesor yang mengikuti perjanjian dasar tersebut.
b. Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah atau tidaknya perjanjian
pokok;

96

Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Bandung:
Alumni, 2004, hal.159-170.
97
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Op. Cit, hal 123.

Universitas Sumatera Utara

61

c. Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan
yang diisyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak terpenuhi.
Perihal yang menyatakan bahwa Perjanjian Jaminan Fidusia bersifat ikutan
atau bersifat assesor dari suatu perjanjian pokok jelas sangat berbeda dengan
anggapan yang berlaku di Jerman, bahwa fiduciaire eigendoms overdracht (feo) tidak
bersifat assesor. Akibat dari sifat ikutan jaminan fidusia adalah bahwa jaminan
fidusia hapus demi hukum bilamana utang yang dijamin dengan jaminan fidusia
hapus.98
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia menentukan bahwa jaminan
fidusia diberikan sebagai agunan bagi pelunasan utang. Selanjutnya Pasal 1 angka 7
dan Pasal 7 Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur lebih lanjut jenis utang yang
pelunasannya dapat dijamin dengan jaminan fidusia.99
Adapun hutang yang lahir karena undang-undang adalah misalnya kewajiban
membayar ganti rugi karena perbuatan melawan hukum100 dan negotiorum gestio
(zaakwaarneming)101, sedangkan utang yang lahir karena perjanjian adalah kewajiban
untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu102.
Contoh :

98

J. Satrio, Op. Cit, hal 128.
Dengan adanya kedua ketentuan yang terdapat dalam UUJF tersebut, perlu ditegaskan
bahwa yang dimaksud dengan hutang yang pemenuhannya dapat dijamin dengan jaminan fidusia tidak
terbatas pada pengertian utang sebagaimana dimaksud dalam kedua pasal tersebut, melainkan
mencakup setiap perikatan (verbintenis) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1233 dan Pasal 1234
KUHPerdata.
100
Perhatikan Pasal 1365 KUHPerdata
101
Perhatikan Pasal 1354 – 1357 KUHPerdata
102
Perhatikan Pasal 1234 KUHPerdata.
99

Universitas Sumatera Utara

62

a. Kewajiban debitur untuk memenuhi kembali pembayaran pinjaman kepada
krediturnya.
b. Kewajiban seorang penjamin untuk melunasi utang yang telah dijamin
bilamana debitur wanprestasi.
c. Kewajiban seorang pemasok atau suplier untuk menyerahkan barang yang
dijualnya kepada yang membeli.
d. Kewajiban pemilik sebidang tanah untuk tidak menutup jalan masuk ke rumah
tetangganya yang melintasi bidang tanah tersebut karena telah dibuat
perjanjian atas objek tanah tersebut/diperjanjikan (servituut).
Segala bentuk hutang yang disebutkan di atas tersebut adalah hutang yang
dapat di tuntut di depan pengadilan, karena hutang tersebut dapat dijamin dengan
jaminan fidusia. Sehubungan dengan jenis hutang tersebut di atas, perlu diperhatikan
juga bahwa hutang yang lahir karena perjudian, pertaruhan tidak dapat dituntut
pemenuhannya dan oleh sebab itu tidak dapat dikenakan beban jaminan fidusia atau
jaminan lainnya.103
Fidusia sebagai jaminan diberikan dalam bentuk perjanjian memberikan
pinjaman uang, kreditur mencantumkan dalam perjanjian itu bahwa debitur harus
menyerahkan barang-barang tertentu sebagai jaminan pelunasan hutangnya. Sehingga
dalam perjanjian fidusia keditur memperjanjikan kuasa/kewenangan mutlak dalam

103

Perhatikan Pasal 1788 KUHPerdata.

Universitas Sumatera Utara

63

arti bisa ditarik kembali dan tidak akan berakhir atas dasar sebab-sebab sebagaimana
yang disebutkan dalam Pasal 1813 KUHPerdata dalam hal debitur wanprestasi : 104
a. Mengambil sendiri benda fidusia di tangan debitur/pemberi fidusia kalau
debitur/pemberi jaminan atas tuntutan dari kreditur tidak secara sukarela
menyerahkan benda fidusia kepada kreditur;
b. Menjual benda tersebut sebagai haknya sendiri, baik secara di bawah tangan
maupun di depan umum, dengan harga dan syarat-syarat yang dianggap baik
oleh lembaga pembiayaan;
c. Dalam hal ada penjualan, menandatangani akta perjanjiannya menerima hasil
penjualan tersebut, menyerahkan benda fidusia kepada pembeli dan
memberikan tanda penerimaannya.
1) Antara pemberi dan penerima fidusia dengan demikian merupakan
perikatan yang sifatnya assesor, yakni merupakan perikatan yang
membuntuti perikatan lainnya sedangkan pokoknya ialah hutang piutang;
2) Perikatan fidusia dengan demikian merupakan perikatan dengan syarat
batal, karena kalau hutangnya dilunasi maka hak jaminannya hapus;
3) Perikatan fidusia itu terjadi karena perjanjian pemberian fidusia sebagai
jaminan sehingga dapat dikatakan bahwa sumber perikatannya adalah
perjanjian, yakni perjanjian fidusia;

104

J. Satrio, Op. Cit, hal.132

Universitas Sumatera Utara

64

4) Perjanjian itu merupakan perjanjian yang tidak dikenal oleh KUHPerdata,
oleh karena demikian juga perjanjian tidak bernama innominat atau
onbenoemde overeenkomst;
5) Perjanjian tersebut tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan umum tentang
perikatan yang terdapat dalam KUHPerdata.
Perjanjian jaminan fidusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 dilaksanakan melalui 2 (dua) tahap, yaitu tahap pembebanan dan tahap
pendaftaran jaminan fidusia. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang jaminan
Fidusia dinyatakan :
Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan Akta Notaris dalam
bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Akta Notaris merupakan salah
satu wujud akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata.
Setelah tahapan pembebanan dilaksanakan berdasarkan ketentuan UndangUndang Jaminan Fidusia akta perjanjian jaminan fidusia tersebut diwajibkan untuk
didaftarkan berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Jaminan
Fidusia, yang menyatakan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib
didaftarkan.
Adapun tata cara pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan oleh penerima
fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia sehubung adanya permohonan pendaftaran
jaminan fidusia oleh penerima fidusia, diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan

Universitas Sumatera Utara

65

Fidusiayang digantikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang
Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia
yang dianggap lebih mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sebagaimana yang
dicantum pada pembukaan Perturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015.
Yang membedakan pengaturan baru diantara Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun