Peralihan Hak Atas Milik Kenderaan Bermotor Dibawah Tangan Dalam Jaminan Fidusia (Studi di Kota Batam) Chapter III V

73

BAB III

PERALIHAN KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI OBJEK JAMINAN
FIDUSIA KEPADA PIHAK LAIN MELALUI PERJANJIAN DI BAWAH
TANGAN
A. Peralihan Menurut KUHPerdata
KUHPerdata tidak secara tegas memberikan pengertian dari peristiwa perdata
yang dimaksudkan, namun demikian jika kembali membahas kepada hakikat dari
peristiwa perdata dalam hubungan penyerahan kebendaan, secara sederhana dapat
dikatakan bahwa yang temasuk dalam peristiwa perdata tersebut adalah perbuatan
hukum berupa perjanjian yang dibuat oleh dua pihak dengan tujuan untuk
mengalihkan hak milik atas kebendaan tertentu. Dalam konteks yang sederhana,
perjanjian yang berhubungan dengan tujuan pengalihan hak milik dapat ditemui
dalam ketentuan :116
1. Jual beli, yang diatur dalam Bab V Buku III KUHPerdata;
2. Tukar menukar, yang diatur dalam Bab VI Buku III KUHPerdata;
3. Hibah, yang diatur dalam Bab X Buku III KUHPerdata.
Ketentuan serupa dengan jual beli yang disebutkan dalam Pasal 1459
KUHPerdata tersebut juga dapat ditemui dalam Pasal 1686 KUHPerdata yang

mengatur mengenai hibah, yang menentukan bahwa, hak milik atas benda-benda
yang termaksud dalam penghibahan, sekalipun penghibahan ini telah diterima secara
116

http://repo.unsrat.ac.id/382/1/PENGALIHAN_HAK_MILIK_ATAS_BENDA_MELALUI
_PERJANJIAN_JUAL_BELI_MENURUT_KUH_PERDATA.pdf dikunjungi terakhir pada 25 Juni
2015, pukul 20:00 Wib.

73

Universitas Sumatera Utara

74

sah, tidaklah berpindah kepada penerima hibah, selainnya dengan jalan penyerahan
yang dilakukan menurut Pasal 612, Pasal 613 dan Pasal 616 dan selanjutnya.117
Dalam ketentuan tukar-menukar, memang tidak secara tegas dinyatakan
dalam ketentuan mengenai tukar-menukar, walaupun demikian dengan merujuk pada
ketentuan Pasal 1546 KUHPerdata, yang menjelaskan bahwa “untuk lain-lainnya
aturan-aturan tentang persetujuan jual beli berlaku terhadap persetujuan tukar

menukar” maka ketentuan Pasal 1459 KUHPerdata berlaku terhadap perjanjian tukar
menukar (dengan catatan hak milik atas barang yang dijual tidak pindah kepada
pembeli dengan tanpa mengabaikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 612, 613 dan
616) KUHPerdata.118
Setiap perbuatan hukum perdata yang bermaksud untuk mengalihkan hak
milik, harus memenuhi ketentuan sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 584
KUHPerdata. Dalam ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa sebelum suatu
penyerahan kebendaan, dengan tujuan untuk melakukan pemindahan hak milik, dapat
dilakukan haruslah ada terlebih dahulu suatu peristiwa perdata yang bertujuan untuk
mengalihkan hak milik tersebut. Peristiwa perdata yang dimaksudkan dalam Psal 584
KUHPerdata antara lain adalah perjanjian jual beli, tukar menukar dan hibah.
Misalnya dalam perjanjian jual beli, tidak akan terjadi peralihan hak milik apabila

117

Deasy Soekromo, Pengalihan Hak Milik Atas Benda Melalui Perjanjian Jual Beli Menurut
KUHPerdata, Jurnal Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado, Vol. I/No. 3/Juli-September, 2013,
hal 5.
118
Ibid, hal. 6.


Universitas Sumatera Utara

75

belum terjadi penyerahan hak. Walaupun perjanjian jual beli sudah terjadi pada saat
kesepakatan antara penjual dengan pembeli
Dengan demikian penyerahan kendaraan bermotor dilakukan dengan
menyerahkan Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) nya. Di sini letaknya
pentingnya hubungan alas hak dengan penyerahan hak milik atas barang dalam hal ini
yang menjadi objek jaminan fidusia.
1. Melalui Perjanjian Jual Beli
Perjanjian jual beli merupakan perjanjian yang kerap kali diadakan, yang subjeknya
terdiri dari pihak penjual dan pembeli. Dalam KUHPerdata, perjanjian jual beli ini
diatur pada Buku Ketiga Bab Kelima. Pengertian jual beli dapat dilihat pada bunyi
Pasal 1457 KUHPerdata yang berbunyi:
“Jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan”.
Pada pokoknya jual beli adalah perjanjian dimana pihak yang satu (penjual)

mengikatkan dirinya kepada pihak yang lainnya (pembeli) untuk menyerahkan hak
milik dari suatu barang dengan menerima sejumlah harga yang telah disepakati
bersama.
Dari bunyi pasal di atas, dapat diperhatikan bahwa wujud harga
pembayarannya tidak lain adalah alat pembayaran yang sah. Pihak penjual dan
pembeli saling mengikatkan dirinya untuk mewujudkan suatu prestasi dimana kedua
belah pihak bersepakat atas barang dan nilai tukarnya (berupa harga).

Universitas Sumatera Utara

76

Dari perikatan jual beli ada dua subjek yaitu si penjual dan si pembeli yang
masing-masing mempunyai berbagai kewajiban dan hak. Maka mereka masingmasing dalam beberapa hal merupakan pihak berwajib dan dalam hal-hal lain
merupakan pihak berhak, hal ini berhubungan dengan sifat bertimbal balik dari
persetujuan jual beli.
R.M.Suryodiningrat, memberikan definisi jual beli sebagai berikut:
Jual beli adalah perjanjian/ persetujuan/ kontrak dimana satu pihak (penjual)
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu benda/barang
kepada pihak lainnya (pembeli), yang mengikatkan dirinya untuk membayar

harganya berupa uang kepada penjual.119
M.Yahya Harahap mengatakan bahwa:
Jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji
menyerahkan sesuatu barang/benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak
sebagai pembeli mengikatkan dirinya berjanji untuk membayar harga
barang.120
Dari beberapa defenisi yang ada yaitu definisi menurut KUHPerdata dan para
sarjana di atas, maka dapat dilihat dalam jual beli terdapat hak dan kewajiban yang
dibebankan kepada para pihak, yaitu:
a. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli;
b. Hak pihak penjual untuk membatalkan jual beli barang;
c. Kewajiban pihak pembeli, membayar harga barang yang dibeli kepada
penjual;

119
120

R.M.Suryodiningrat, Op.Cit, hal.14.
M.Yahya Harahap, Op.Cit., hal.181.


Universitas Sumatera Utara

77

d. Hak pihak pembeli, mempertanggungjawabkan pembayaran harga pada si
penjual apabila pemakaian barang tersebut diganggu oleh pihak ketiga (Pasal
1516 KUHPerdata).
Berdasarkan kewajiban para pihak di atas, maka yang menjadi unsur
pokoknya adalah mengenai barang yang akan dialihkan dan harga dari barang yang
akan dialihkan tersebut. Oleh karena itu, pengertian jual beli pada intinya adalah
tindakan mengalihkan hak milik atas suatu barang berdasarkan adanya suatu harga
yang telah disepakati bersama.
Dalam perjanjian jual beli, barang-barang yang menjadi objek perjanjian
haruslah cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada
saat ia akan diserahkan hak milik kepada si pembeli, dengan demikian sah menurut
hukum.121
2. Melalui Hibah
Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya,
dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu
benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu (Pasal 1666

KUHPerdata).
Hibah hanya dapat terjadi terhadap benda-benda yang sudah ada, jika ia
meliputi benda-benda yang baru akan ada dikemudian hari maka sekedar mengenai
itu hibahnya adalah batal.

121

R.Subekti, Op.Cit, hal.2.

Universitas Sumatera Utara

78

Si penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk
menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda yang termasuk dalam hibah.
Hal ini dapat berakibat hibah menjadi batal (Pasal 1688 KUHPerdata).
Adalah diperbolehkan kepada si penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia
tetap memiliki kenikmatan atau nikmat-hasil benda-benda yang dihibahkan, baik
barang-barang bergerak maupun tak bergerak, atau bahwa ia tetap memberikan
kenikmatan atau hasil nikmat tersebut kepada orang lain; dalam hal mana harus

diperhatikan ketentuan-ketentuan dari bab kesepuluh Buku Kedua KUHPerdata
(Pasal 1669 KUHPerdata).
Suatu hibah adalah batal jika dibuat dengan syarat bahwa si penerima hibah
akan melunasi utang-utang dan beban-beban lain, selain yang dinyatakan dengan
tegas di dalam akte hibah sendiri atau di dalam suatu daftar yang ditempelkan
padanya (Pasal 1670 KUHPerdata).
Si penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia akan memakai sejumlah uang
dari benda-benda yang dihibahkan. Jika ia meninggal dengan tidak telah memakai
jumlah uang tersebut, maka apa yang dihibahkan itu tetap untuk seluruhnya pada si
penerima hibah (Pasal 1671 KUHPerdata).
Meskipun suatu penghibahan, sebagaimana halnya suatu perjanjian pada
umumnya, tidak dapat ditarik kembali secara sepihak tanpa persetujuan pihak lawan,
namun undang-undang memberikan kemungkinan bagi si penghibah untuk dalam
hal-hal tertentu menarik kembali atau menghapuskan hibah yang telah diberikan

Universitas Sumatera Utara

79

kepada seorang. Kemungkinan itu diberikan oleh Pasal 1688


KUHPerdata dan

berupa tiga hal :
a. Karena tidak dipenuhinya syarat-syarat dengan mana penghibahan dapat
dilakukan;
b. Jika si penerim hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan
kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah, atau suatu kejahatan
lain terhadap si penghibah;
c. Jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah
orang ini jatuh dalam kemiskinan.
B. Cara Peralihan Hak Atas Benda Bergerak
Hukum Benda adalah hukum yang mengatur mengenai kebendaan dan harta
kekayaan seseorang. Berdasarkan sistematika pembidangan hukum perdata (materiil),
menurut KUHPerdata, hukum benda diatur dalam Buku II mengenai kebendaan.
Sistematika pembidangan hukum perdata (hukum materiil) dapat ditilik dari dua
sudut, yaitu : pertama, menurut ilmu pengetahuan hukum (doktrin) dan yang kedua
adalah menurut KUHPerdata.
Hak milik atas barang yang diperjualbelikan, baru beralih setelah diadakan
penyerahan. Yang diserahkan oleh penjual kepada pembeli adalah hak milik

barangnya, jadi bukan sekedar kekuasaan atas barang tadi yang harus dilakukan
penyerahan atau levering secara yuridis.
Hak milik (dihukum perdata barat disebut dengan istilah eigendom) diatur
dalam Pasal 570 KUHPerdata yang menyatakan bahwa hak milik adalah hak untuk
menikmatii kegunaan suatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas
terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan
undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang

Universitas Sumatera Utara

80

berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu
dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan
umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi.
Eigendom berasal dari kata eigen, yang berarti “diri sendiri” atau “pribadi”,
sedangkan dom berasal dari kata domaniaal yang diartikan sebagai “milik”, dan
istilah domein diartikan daerah atau wilayah atau milik negara.122
Pengertian penyerahan dapat dilihat dalam Pasal 1475 KUHPerdata:
“Penyerahan adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan

dan kepunyaan si pembeli”.
Menurut hukum perdata ada tiga macam penyerahan yuridis, yaitu:123
a. Penyerahan barang bergerak
b. Penyerahan barang tak bergerak
c. Penyerahan piutang atas nama
Penyerahan barang bergerak dilakukan dengan penyerahan yang nyata atau
menyerahkan kekuasaan atas barangnya (Pasal 612 KUH.Perdata), sedangkan
penyerahan barang tak bergerak terjadi dengan pengutipan sebuah “akta transport”
dalam register tanah di depan Pegawai Balik Nama (Ordonansi Balik Nama LN.183427). Sejak berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (Undang-Undang No.5 Tahun
1960) dengan pembuat aktanya jual beli oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Penyerahan piutang atas nama dilakukan dengan sebuah akta yang diberitahukan
kepada si berutang (akta cessie, Pasal 613 KUHPerdata).
122
123

Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 183.
Ibid., hal.79.

Universitas Sumatera Utara

81

Jual beli adalah suatu perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan
sebagai suatu perjanjian yang sah (mengikat atau mempunyai kekuatan hukum) pada
detik tercapainya sepakat antara penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur yang
pokok (essentialia) yaitu barang dan harga, biarpun jual beli itu mengenai barang
yang tak bergerak. Sifat konsensuil jual beli ini ditegaskan dalam Pasal 1458
KUH.Perdata yang berbunyi, “ jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah
pihak sewaktu mereka telah mencapai kata sepakat tentang barang dan harga,
meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.
Dalam hal membuktikan hak atas benda bergerak yaitu dengan membuktikan
dokumen-dokumen yang melekat yang menyertai kendaraan / benda bergerak
tersebut. Sebagai contoh : terhadap kendaraan bermotor, Buku Pemilikan Kendaraan
Bermotor atau yang lazim disebut dengan sebutan Buku Pemilikan Kendaraan
Bermotor terhadap bukti ini memiliki banyak kelemahan, antara lain kelemahan yang
dimaksud adalah, bahwa faktanya Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor hanya
merupakan dokumen identitas kendaraan dan bukan dokumen kepemilikan
kendaraan, sehingga sering ditemukan bahwa nama yang tercantum di Buku
Pemilikan Kendaraan Bermotor bukanlah pemilik dari kendaraan tersebut. Terhadap
benda bergerak lainnya, juga dapat dijadikan bukti adalah faktur pembelian, namun
akan tetapi dokumen faktur pembelian ini hanya sebagai salah satu dokumen
pendukung saja. Terhadap pembentukan perjanjian jaminan fidusia, dasar
kepemilikan benda bergerak lazimnya menggunakan Buku Pemilikan Kendaraan
Bermotor dan kwitansi (faktur) pembelian atau juga didasari oleh jenis perjanjian

Universitas Sumatera Utara

82

yang melekat pada objek benda bergerak tersebut, misalkan menyangkut adanya
perjanjian pembiayaan terhadap objek ataupun beli sewa dengan angsuran.
C. Perjanjian Jual Beli di Bawah Tangan dan Kekuatan Hukumnya
Suatu perjanjian yang dibuat antar pihak satu dengan pihak yang lainnya yang
menyebabkan adanya perjanjian yang disepakati para pihak, yang disetujui dan
ditandatangani bersama, memberikan kondisi yang pasti terhadap status para pihak
tersebut, sehingga menimbulkan akibat hukum bagi mereka. Adapun akibat hukum
dari perjanjian yang sah menurut hukum yang sesuati dengan ketentuan pada Pasal
1338 KUHPerdata, adalah sebagai berikut :
1. Setiap perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak yang berjanji, maka
berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya, yaitu para pihak itu
sendiri. Makna dari perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak yang
berjanji bersifat mengikat para pihaknya dalam melakukan ataupun tidak
melakukan sesuatu. Apabila salah satu dari pihak tersebut melanggar
perjanjian, maka dapat dituntut secara hukum, baik perdata maupun pidana;
2. Perjanjian yang telah dibuat dengan kesepakatan para pihak tidak dapat
dibatalkan secara sepihak tanpa adanya kesepakatan dari para pihak ataupun
tanpa adanya alasan tertentu dari pernyataan dalam undang-undang. Makna
dari membatalkan perjanjian yang telah disepakati, secara sepihak adalah
melanggar hukum, karena kesepakatan antara para pihak adalah syarat sahnya
perjanjian;

Universitas Sumatera Utara

83

3. Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang berjanji harus dilaksanakan
dengan itikad baik. Makna dari itikad baik tersebut tidak dapat dilihat hanya
dengan penafsiran biasa saja, namun penafsiran tersebut adalah berpedoman
pada Pasal 1339 KUHPerdata, yaitu tunduk pada materi dalam perjanjian
yang menjadi kesepakatan para pihak serta melaksanakan isi perjanjian sesuai
dengan sifat perjanjian yang berpedoman pada kepatutan, kebiasaan dan
undang-undang.
Tugas dan pekerjaan dari seorang Notaris tidak hanya membuat akta otentik,
tetapi juga melakukan pendaftaran dan mensahkan akta-akta yang dibuat di bawah
tangan (Legalisasi dan Waarmerking), memberikan nasehat hukum dan penjelasan
undang-undang kepada para pihak yang membuatnya dan membuat akta pendirian
dan perubahan Perseroan Terbatas, Yayasan, Wasiat juga termasuk pendaftaran
Fidusia124 di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Mengenai legalisasi Pasal 1874 KUHPerdata menyatakan :
“Sebagai tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang
ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat
urusan rumah tangga dan lain-lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang
pegawai umum.
Dengan penandatangan sepucuk tulisan di bawah tangan dipersamakan suatu
cap jempol dibubuhi dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang
Notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh undang-undang
dimana ternyata bahwa ia mengenal sipembubuh cap jempol atau bahwa
orang ini telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan
124

Perhatikan
Toogle
Navigation
DITJEN
AHU
ONLINE
pada
website
www.ahu.go.id/dashboard/notariat yang mencantumkan jasa Notaris yang mana kasifikasi jasa
Kenotariatan terdiri dari kepengurusan Perseroan Terbatas, Yayasan, Perkumpulan, Wasiat dan
Fidusia.

Universitas Sumatera Utara

84

kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan
dihadapan pegawai umum. Pegawai itu harus membukukan tulisan tersebut
dengan undang-undang dapat diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang
pernyataan dan pembukuan termaksud.”
Yang dimaksud dengan legalisasi adalah pengesahan dari surat surat yang
dibuat di bawah tangan dalam mana semua pihak yang membuat surat tersebut datang
dihadapan Notaris, dan Notaris membacakan dan menjelaskan isi surat tersebut untuk
selanjutnya surat tersebut diberi tanggal dan ditandatangani oleh para pihak dan
akhirnya baru dilegalisasi oleh Notaris.125
Terhadap Surat di bawah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris, maka Notaris
bertanggung jawab atas 4 (empat) hal, yaitu :126
1. Identitas.
a. Notaris

berkewajiban

meneliti

identitas

pihak-pihak

yang

akan

menandatangani surat/akta di bawah tangan (KTP, Paspor, SIM), atau
diperkenalkan oleh orang lain.
b. Meneliti apakah cakap untuk melakukan perbuatan hukum.
c. Meneliti apakah pihak-pihak yang berwenang yang menandatangani
surat/akta.
2. Isi Akta.
Notaris wajib membacakan isi akta kepada pihak-pihak dan menanyakan
apakah benar isi akta yang demikian yang dikehendaki pihak- pihak.

125

Ida Rosida Suryana, Serba-Serbi Jabatan Notaris, Universitas Padjajaran, Bandung, 1999,

126

H. M. Imron, Legalisasi Harus Dilengkapi Saksi, Renvoi Nomor 10/34 April 2006, hal. 1.

hal. 19.

Universitas Sumatera Utara

85

3. Tandatangan.
Mereka harus menandatangani di hadapan Notaris.
4. Tanggal.
Membubuhi tanggal pada akta di bawah tangan tersebut kemudian dibukukan
ke buku daftar yang telah disediakan untuk itu.
Tujuan dari legalisasi atas penandatanganan akta di bawah tangan adalah : 127
1. Agar terdapat kepastian atas kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam
akta, dan juga kepastian atas kebenaran bahwa tanda tangan itu adalah
benar sebagai tanda tangan Para Pihak ;
2. Dengan Demikian, para pihak pada dasarnya tidak leluasa lagi untuk
menanda tangan yang terdapat pada akta.
Mengenai kewenangan untuk melakukan legalisir dan waarmerking, perlu
diketahui bahwa yang dimaksud dengan Waarmerking adalah pendaftaran dengan
membubuhkan cap dan kemudian mendaftarkannya dalam buku pendaftaran yang
disediakan.128
Sering orang membuat perjanjian, ditulis oleh pihak-pihak, tidak dibuat di
hadapan Notaris. Tulisan yang demikian disebut di akta di bawah tangan. Di bawah
tangan ini adalah terjemahan dari bahasa Indonesia (onderhands).129 Juga termasuk
pengalihan kendaraan bermotor kepada debitur lainnya dari debitur terdahulu sering
127

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Bandung, 2005, hal. 597.
Ida Rosida Suryana, Op. Cit, hal. 19.
129
http://groups.yahoo.com/group/Notaris_Indonesia/message/3395 dikunjungi terakhir pada
27 Juni 2015, pukul 15:30 Wib.
128

Universitas Sumatera Utara

86

terjadi pembuatan surat perjanjian dengan perjanjian yang dituangkan dasar
keinginan para pihak, sehingga Notaris memiliki tanggung jawab dalam melakukan
legalisasi akta jual beli yang dilakukan tersebut.
Ada kalanya yang dibuat di bawah tangan itu, para pihak kurang puas bila
tidak dibubuhi cap oleh Notaris. Notaris dalam hal ini dapat saja membubuhkan cap
pada akta-akta di bawah tangan itu. Sebelum membubuhkan cap Notaris, diberi
nomor dan tanggal, nomor mana harus dicatat dalam buku (daftar akta), kemudian
diberikan kata-kata dan ditandatangani oleh Notaris.
Letak perbedaan antara waarmerking dan legalisasi ialah bahwa :130
“Waarmerking hanya mempunyai kepastian tanggal saja dan tidak ada
kepastian tanda tangan sedangkan pada legalisasi tanda tangannya dilakukan
dihadapan yang melegalisasi, sedangkan untuk waarmerking, pada saat diwaarmerking, surat itu sudah ditandatangani oleh yang bersangkutan. Jadi yang
memberikan waarmerking tidak mengetahui dan karena itu tidak mengesahkan
tentang tanda tangannya.”
Pihak bank atau perusahaan pendanaan atau perusahaan pembiayaanbiasanya
dalam memberikan kredit kendaraan bermotor akan menentukan terlebih dahulu apa
yang menjadi jaminan atau agunan dari kredit yang dikeluarkan, misalnya dalam
kredit pembelian kendaraan bermotor yang menjadi agunan biasanya adalah BPKB
dari kendaraan tersebut. Pihak perusahaan dengan ditentukan dari awal tentang apa
menjadi jaminan terhadap kredit yang diberikan akan memudahkan bagi bank untuk
melakukan eksekusi bila terjadi wanprestasi karena sudah tentu apa yang menjadi
agunannya.
130

http://irmadevita.com/2008/legalisasi-dan-waarmerking dikunjungi terakhir pada 27 Juni
2015, pukul 12:30 Wib

Universitas Sumatera Utara

87

Dalam hal apabila Notaris diminta jasanya oleh bank untuk melakukan
pelaksanaan perjanjian kredit, maka akan terlebih dahulu melihat tentang bukti
kepemilikan jaminan tersebut. Apabila telah dilihat dan dipastikan benar, maka sesuai
pengaturan hukum yang ada, maka Notaris berkewajiban melegalisir fotokopi seluruh
identitas dan membuat akta perjanjian kredit secara otentik. Semuanya memang
tergantung dari apa yang diinginkan kedua belah pihak. Jika yang diinginkan hanya
akta perjanjian kredit dibawah tangan, maka akta tersebut hanya akan diberi legalisasi
oleh Notaris untuk kemudian pengikatan jaminannya dilakukan secara Fidusia.
Sebagaimana definisi legalisasi yang tercantum pada KUHPerdata Pasal 1874 yang
menyebutkan :
“Sebagai tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang
ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat
urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan
seorang Pegawai Umum. Dengan penandatangan sepucuk tulisan di bawah
tangan diersamakan suatu cap jempol, dibubuhi dengan suatu pernyataan yang
bertanggal dari seorang Notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk
undang-undang darimana ternyata bahwa ia mengenal si pembubuh cap
jempol, atau bahwa orang ini telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya
akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol
tersebut dibubuhkan dihadapan pegawai umum. Pegawai ini harus
membukukan tulisan tersebut. Dengan undang-undang dapat diadakan aturanaturan lebih lanjut tentang pernyataan danpembukuan termaksud”
Uraian definisi di atas memiliki makna pengertian bahwa akta yang diperbuat
oleh

para

pihak

yang

dibubuhi

dengan

tandatangan

tersebut,

mendapat

pengesahannya dari notaris atau pejabat yang berwenang.
Dalam

praktiknya,

dengan

semakin

banyaknya

orang

menuangkan

kesepakatan dalam bentuk perjanjian, ditulis oleh pihak-pihak yang tidak dibuat

Universitas Sumatera Utara

88

dihadapan Notaris, tulisan demikian disebut akta di bawah tangan. Yang dalam
bahasa Belanda disebut dengan onderhands.131
Ada kalanya perjanjian yang dibuat di bawah tangan itu, para pihak merasa
kurang puas apabila tidak dicapkan di Notaris karena para pihak beranggapan
perjanjian di bawah tangan itu memiliki kekuatan hukum yang lemah. Notaris dalam
hal ini dapat saja membubuhkan cap pada akta-akta di bawah tangan itu. Sebelum
membubuhkan cap Nnotaris, diberi nomor dan tanggal, nomor mana harus dicatat
dalam buku (daftar akta), kemudian diberikan kata-kata, dan ditandatangani oleh
Notaris. Dengan telah dilegalisasi akta di bawah tangan, maka bagi hakim telah
diperoleh kepastian mengenai tanggal dan identitas dari pihak yang mengadakan
perjanjian tersebut serta tanda tangan yang dibubuhkan di bawah surat itu benar
berasal dan dibubuhkan oleh orang yang namanya tercantum dalam surat itu. Orang
yang membubuhkan tanda tangannya di bawah surat itu tidak lagi dapat mengatakan
bahwa para pihak atau salah satu pihak tidak mengetahui apa isi surat itu, karena
isinya telah dibacakan dan dijelaskan terlebih dahulu sebelum para pihak
membubuhkan tandatangannya dihadapan pejabat umum tersebut.
D. Kendaraan Bermotor Sebagai Objek Jaminan Fidusia Dialihkan oleh
Debitur Pertama Kepada Pihak Lain Melalui Perjanjian Di Bawah Tangan
Dalam Jaminan Fidusia Di Kota Batam
Dalam hal membuktikan hak atas benda bergerak yaitu dengan membuktikan
dokumen-dokumen yang melekat yang menyertai kendaraan / benda bergerak

131

http://groups.yahoo.com/group/Notaris_Indonesia/message/3395 , dikunjungi terakhir pada
19 Agustus 2015, pukul 08:30 Wib.

Universitas Sumatera Utara

89

tersebut. Sebagai contoh : terhadap kendaraan bermotor, Buku Pemilikan Kendaraan
Bermotor atau yang lazim disebut dengan sebutan BPKB, terhadap bukti ini memiliki
banyak kelemahan, antara lain kelemahan yang dimaksud adalah, bahwa faktanya
Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor hanya merupakan dokumen identitas kendaraan
dan bukan dokumen kepemilikan kendaraan, sehingga sering ditemukan bahwa nama
yang tercantum di Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor bukanlah pemilik dari
kendaraan tersebut. Terhadap benda bergerak lainnya, juga dapat dijadikan bukti
adalah faktur pembelian, namun akan tetapi dokumen faktur pembelian ini hanya
sebagai salah satu dokumen pendukung saja. Terhadap pembentukan perjanjian
jaminan fidusia, dasar kepemilikan benda bergerak lazimnya menggunakan Buku
Pemilikan Kendaraan Bermotor dan kwitansi (faktur) pembelian atau juga didasari
oleh jenis perjanjian yang melekat pada objek benda bergerak tersebut, misalkan
menyangkut adanya perjanjian pembiayaan terhadap objek ataupun beli sewa dengan
angsuran.
Tan Kamello menjelaskan bahwa dalam praktek kehidupan sehari-hari,
permasalahan yang sering terjadi adalah perihal mengenai status kepemilikan atas
benda jaminan fidusia yang masih dipertanyakan status kepemilikannya, apakah milik
kreditur penerima fidusia atatu debitur pemberi fidusia.

132

Hak kepemilikan benda

yang dijadikan agunan dalam konsep jaminan fidusia telah diallihkan dari debitur

132

Tan Kamello, Op. Cit, hal 258. Disini Tan Kamello menyampaikan bahwa ditemukannya
yurisprudensi dalam perkara putusan Pengadilan Negeri Kota Medan dalam perkara Bank Bumi Daya
melawan Kantor Pelayanan Pajak Medan barat dan PT. Mahogoni Indah Industri dengan nomor
registrasi perkara No. 40/Pdt.Plw/1994 tertanggal 17 November 1994.

Universitas Sumatera Utara

90

kepada kreditur penerima fidusia yang berarti hak dari benda tersebut diserahkan
kepada kreditur namun akan tetapi kekuasaan atas benda tersebut secara fisik berada
pada penguasaan debitur. Sehingga kreditur penerima fidusia adalah selaku pemilik
hak, bukan sebagai pemegang hak jaminan.
Selaku pemilik hak harus diartikan sebagai pemilik jaminan atas benda, bukan
pemilik benda sepenuhnya dalam pengertian jual beli. Kreditur sebagai pemilik hak,
menguasai bukti kepemilikan atas objek kendaraan bermotor (BPKB dan bukti
kwitansi pendukung lainnya)133.
Dengan demikian, status hak kebendaan atas objek kendaraan bermotor yang
dibebankan dengan jaminan fidusia hak atas benda sepenuhnya dimiliki oleh kreditur,
sedangkan debitur selaku pemberi fidusia memiliki hak untuk menikmati objek
jaminan yang dibebankan jaminan fidusia.
Transaksi jual beli sebagaimana yang diatur dalam ketentuan KUHPerdata,
ditegaskan dalam Pasal 1459 yang secara tersirat menjelaskan bahwa sepanjang
penyerahannya tidak berpindah kepada si pembeli sebelum sesuai dengan ketentuan
Pasal 612, 613 dan Pasal 616 KUHPerdata maka pengalihan hak atas benda tersebut
belum berpindah.
Khusus perpindahan barang bergerak, pada Pasal 612 KUHPerdata
menyatakan bahwa penyerahan kebendaan bergerak dilakukan dengan menyerahkan
yang nyata akan kebendaan tersebut oleh atau atas nama pemilik. Beralihnya hak

133

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

91

kepemilikian atas kendaraan bermotor berdasarkan pasal tersebut memiliki dua cara,
yaitu penyerahan dengan tangan pendek dan penyerahan dengan simbolis134.
Hak milik atas kendaraan bermotor belum terjadi peralihan dari

lessee

sebelum hak opsi beli dilaksanakan oleh pembeli, tetapi karena lessor memang
bertujuan sebagai penyandang dana, maka selaku perusahaan pembiayaan bukan
sebagai pemilik, maka sudah selayaknya jika beban resiko dari suatu pembiayaan
yang dalam keadaan force majure dibebankan kepada lessee.
Dalam perjalanan perjanjian jaminan fidusia antara debitur dan kreditur sangat
memungkinkan terjadinya perpindahan kredit dari kreditur satu ke kreditur yang lainnya.
Hal ini dapat terjadi dengan alasan debitur sebagai peminjam dana ingin mencari bunga
lebih rendah pada kreditur yang lain, untuk itulah pengalihan jaminan fidusia ini dapat
terjadi.

Perbuatan mengalihkan barang jaminan kepada pihak ketiga tidak boleh
dilakukan oleh seorang debitur dengan jalan apapun tanpa persetujuan tertulis terlebih
dahulu dari kreditur. Apabila hal tersebut terjadi, maka seluruh utang debitur kepada
kreditur dapat ditagih secara seketika dan sekaligus, tanpa pemberitahuan secara
tertulis terlebih dahulu oleh kreditur kepada debitur. Tindakan debitur tersebut dapat
dikatakan penggelapan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 372 KUHPidana
dengan ancaman penjara selama-lamanya 4 tahun.135 Berbeda dengan Pasal 23 ayat
(2) Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa pemberi fidusia dilarang
134

http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/viewFile/1711/1353,
terakhir 12 November 2015, pada pukul 15:00 Wib.
135
Perhatikan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPid)

dikunjungi

Universitas Sumatera Utara

92

mengalihkan, menggadaikan dan menyewakan objek yang menjadi jamin kepada
pihak lain kecuali dengan adanya persetujuan tertulis dari penerima fidusia.136
Apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang
Jaminan Fidusia , pemberi fidusia dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta Rupiah).137
Pengalihan jaminan fidusia telah diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang
Jamina Fidusia, yang isinya “pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan
fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima
fidusia kepada kreditor baru”. Beralihnya jaminan fidusia didaftarkan oleh kreditor
baru kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Dalam praktik di Kota Batam, peralihan kendaraan bermotor yang dilakukan
oleh debitur lama kepada debitur baru dilakukan dengan penyerahan nyata barang
kendaraan bermotor tersebut dari tangan ke tangan pada saat penandatanganan
perjanjian di bawah tangan. Momentum tersebut membuktikan bahwa debitur baru
sudah menjadi pemilik atas fisik kendaraan bermotor. Namun secara yuridis, karena
BPKB masih berada dalam penguasaan kreditur, pemilik kendaraan tersebut secara
yuridis adalah orang yang namanya tercantum dalam BPKB (debitur pertama).
Debitur baru akan menjadi pemilik kendaraan secara yuridis apabila telah terjadi
pembalikan nama pada BPKB yang di proses pada Kantor SAMSAT Kota Batam.
Berdasarkan teori perlindungan yang dikemukakan di atas bahwa teori
preventif dalam peralihan kendaraan bermotor sebagai objek jaminan fidusia kepada
136
137

Perhatikan Pasal 23 ayat 2 UUJF.
Perhatikan Pasal 36 UUJF.

Universitas Sumatera Utara

93

pihak lain melalui perjanjian di bawah tangan, pihak perusahaan belum mengatur
secara detail tentang cara peralihan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia
kepada pihak lain. Peralihan hanya dibenarkan secara sumir dalam arti pihak debitur
pertama hanya dapat mengalihkan apabila terdapat izin dari pihak perusahaan
pembiayaan terlebih dahulu.
Perlindungan hukum represif bahwa peralihan objek jaminan fidusia melalui
perjanjian di bawah tangan belum diatur di dalam perjanjian pembiayaan dengan
jaminan fidusia sehingga apabila terjadi wanprestasi debitur pertama maka
seharusnya pihak perusahaan dapat menggunakan hak preferensi yang diberikan oleh
UUJF untuk melakukan eksekusi jaminan fidusia. Namun oleh karena debitur
pertama telah mengalihkan objek jaminan fidusia kepada debitur kedua sehingga sulit
bagi perusahaan untuk mengkontrol adanya wanprestasi dari debitur pertama. Oleh
karena itu penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan
terhadap kelalaian debitur pertama tidak dapat dituntut melalui proses hukum formal
(hukum acara perdata) atau non-litigasi (arbitrase).

Universitas Sumatera Utara

94

BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DI BAWAH TANGAN ATAS
KENDARAAN BERMOTOR YANG TERIKAT DALAM JAMINAN FIDUSIA
DAN BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

A. Makna Perlindungan Hukum
Untuk mengetahui makna perlindungan hukum, tidak terlepaskan dari arti
setiap kata yaitu kata “perlindungan” dan “hukum”. Perlindungan berarti tempat
berlindung atau sembunyi. 138 sedangkan kata “hukum” mempunyai arti 139:
1. Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan
oleh pengusaha, pemerintah atau otoritas;
2. Undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup
masyarakat;
3. Patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang
tertentu;
4. Keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (di pengadilan) atau
vonis.
Dengan demikian perlindungan hukum dapat diartikan sebagai melindungi
masyarakat dari segala pelanggaran dan kejahatan yang diberikan oleh hukum yang
berupa undang-undang maupun keputusan hakim sebagai yurisprudensi.

138

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern English
Press Edisi II, Jakarta, 1995, hal. 876.
139
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka
Edisi II, Jakarta, 1997, hal. 360.

94

Universitas Sumatera Utara

95

B. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Kendaraan Bermotor Secara Di Bawah
Tangan
Dengan terbitnya Undang-undang Jaminan Fidusia banyak para penjual benda
bergerak secara angsuran beralih dari penggunaan perjanjian beli sewa kepada
penerapan lembaga jaminan fidusia karena dapat memberikan kepastian hukum (legal
certainty) yang lebih kuat baik bagi perusahaan pembiayaan yang mendanai
penjualan secara anggsuran.
Kepastian hukum yang lebih kuat dalam pengikatan jaminan fidusia bagi
penjual barang secara angsuran tersebut antara lain :
1. Undang-Undang Jaminan Fidusia merupakan undang-undang yang paling
tepat dan secara khusus mengatur mengenai pengikatan jaminan barang
bergerak, yaitu berupa barang dagangan, barang persediaan, piutang, peralatan
mesin, dan kendaraan bermotor.
2. Melalui lembaga jaminan fidusia, kreditur berkedudukan sebagai kreditur
preferensi yang ditanadai dengan adanya Sertifikat Jaminan Fidusia yang
memiliki kekuatan eksekutorial yang memungkinkan Kreditur dapat menjual
atas kekuasaannya sendiri (eigen van machtige verkoop) jika debitur
wanprestasi.
3. Pelaksanaan eksekusi dimungkinkan untuk dilakukan di bawah tangan dan
pemberi jaminan fidusia wajib untuk menyerahkan benda objek jaminan
fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia tersebut.

Universitas Sumatera Utara

96

Jaminan fidusia lebih tepat dijadikan sebagai lembaga jaminan dalam proses jual
beli angsuran pada kegiatan perusahaan pembiayaan.Dalam perusahaan pembiayaan
terdapat tiga pihak yang terlibat yaitu penjual, pembeli dan penyedia dana. Secara umum
proses jual beli secara angsuran melalui perusahaan pembiayaan dengan mempergunakan
lembaga fidusia dimulai dengan kesepakatan antara pembeli dengan penjual (supplier)
untuk melakukan jual beli secara angsuran. Kemudian Pihak Penjual memberikan pilihan
kepada pembeli untuk memilih perusahaan pembiayaan yang akan digunakan.
Berikutnya penjual akan menjadi perantara antara pembeli dengan perusahaan
pembiayaan. Setelah adanya kesepakatan antara pembeli dengan perusahaan pembiayaan,
selanjutnya pihak perusahaan pembiayaan akan memesan dan membayar kenderaan
tersebut kepada pihak penjual atas nama pembeli dan akan membayarkan jumlah harga
kenderaan tersebut kepada penjual atas nama pembeli. Pada saat inilah terjadi utang
piutang antara Pembeli dengan Perusahaan Pembiayaan yang dituangkan dalam
perjanjian kredit konsumen dalam bentuk perjanjian pembiyaan konsumen. Dalam
konstruksi hukum yang demikian, tidak ada hubungan hukum antara penjual dengan
pembeli.

Untuk menjamin utang tersebut, maka pihak pembeli menjaminkan hak
kepemilikannya tersebut kepada Perusahaan Pembiayaan dengan bukti bahwa Buku
Pemilikan Kendaraan Bermotor nya berada di Pihak Perusahaan Pembiayaan dan
baru akan diserahkan kepada pihak pembeli saat utangnya lunas. Dengan demikian
pembeli diposisikan sebagai pemberi fidusia untuk menjamin hutangnya dan pihak
Leassing diposisikan sebagai Pihak Penerima Fidusia.

Universitas Sumatera Utara

97

Dengan di daftarkannya akta perjanjian fidusia, maka Kantor Pendaftaran
Fidusia akan mencatat akta jaminan fidusia dalam buku Dafar Fidusia dan kepada
kreditur diberikan Sertifikat Jaminan Fidusia. Saat pendaftaran akta pembebanan
fidusia adalah melahirkan jaminan fidusia bagi pemberi fidusia, memberi kepastian
kepada kreditur lain mengenai benda yang dibebani jaminan fidusia dan memberikan
hak yang didahulukan kepada kreditur dan untuk memenuhi asas publisitas karena
Kantor Pendaftaran Fidusia terbuka untuk umum.140
1. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur (Penerima Fidusia)
Perlindungan hukum terhadap kreditur dalam Undang-Undang Jaminan
Fidusia dapat dilihat dalam ketentuan dalam Pasal 20 sebagai berikut :
“Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda
persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia”
Perlindungan yang sama juga dapat dilihat pada Pasal 23 ayat (2) yang mana
sanksi atas pelanggaran ketentuan tersebut adalah ancaman pidana sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 36 Undang-Undang jaminan Fidusia :
“Setiap orang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau
dengan cara apapun memberikan keterangan yang menyesatkan, yang jika hal
tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian jaminan
fidusia, dipidana dengan pidana penjara paing singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)”
Pasal 23 ayat (2) UUJF berbunyi :

140

Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, 2000,

hal. 47.

Universitas Sumatera Utara

98

“pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan
kepada pihak lain Benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak
merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu
dari penerima fidusia”.
Atas segala tindakan dan kelalaian yang dilakukan pemberi fidusia, maka
penerima fidusia tidak bertanggung jawab, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
Undang-Undang jaminan Fidusia :
“Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tidakan atau
kelalaian Pemberi Fidusia baik yang tibul dari hubungan kontraktual atau
yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan
penggunaaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia.”
Pada intinya maksud/tujuan dari perjanjian jaminan fidusia dari segi
perlindungan hukum bagi kreditur adalah memberikan hak istimewa atau hak
didahulukan baginya guna pelunasan hutang-hutang debitur (asas schuld dan
haftung).141
2. Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Kedua
Di dalam Perjanjian Pembiayaan Jaminan Fidusia sudah diatur hubungan
hukum antara kreditur (perusahaan pembiayaan) dengan konsumen sebagai debitur.
Hubungan hukum yang dituangkan dalam perjanjian tersebut antara lain adalah :
a. Debitur menjamin bahwa barang yang dibeli diperoleh dari pencairan fasilitas
pembiayan dari kreditur dan bukan dari lembaga pembiayaan lain.
141

https://adityoariwibowo.wordpress.com/2013/01/26/schuld-dan-haftung/
Perhatikan
dikunjungi terakhir pada 20 Juni 2015, 13:23 Wib. Schuld merupakan kewajiban Debitor untuk
melakukan sesuatu terhadap Kreditor, sedang haftung merupakan kewajiban Debitor mempertanggung
jawabkan harta kekayaan Debitor sebagai pelunasan schuld. Dalam hal perjanjian hutang piutang,
schuld merupakan utang Debitor kepada Kreditor. Setiap Debitor memiliki kewajiban untuk
menyerahkan prestasi kepada Kreditor, oleh karena itu Debitor mempunyai kewajiban untuk
membayar pelunasan hutang. Sedangkan, haftung merupakan harta kekayaan Debitor yang
dipertanggung jawab sebagi pelunasan hutang tersebut.

Universitas Sumatera Utara

99

b. Debitur berkewajiban menyerahkan kepada kreditur semua data, informasi
dan dokumen sebagai persyaratan pembiayaan dan selanjutnya menjadi milik
kreditur yang tidak perlu dikembalikan kepada debitur.
c. Debitur berkewajiban mendahulukan setiap kewajiban untuk membayar
angsuran yang ditetapkan oleh kreditur, dan debitur tidak dapat menggunakan
alasan apapun termasuk hilangnya barang, keadaan memaksa, belum
dibayarnya klaim dari pihak asuransi ataupun alasan lain yang terjadi pada
debitur untuk menunda pembayaran angsuran tersebut. Demikian pula atas
keterelambatan pembayaran angsuran, debitur diwajibkan membayar denda
sebesar 0,3 %.
d. Debitur dinyatakan wanprestasi dan oleh karenanya wajib melunaskan seluruh
hutangnya dengan sekaligus atau menyerahkan barang jaminan kepada
kreditur dan kreditur berhak menagih pelunasan seluruh kewajiban hutang
dari debitur berdasarkan prosedur penanganan pembayaran tanpa memerlukan
pemberitahuan, teguran atau tagihan dari kreditur atau juru sita pengadilan.
Dari hubungan hukum tersebut tidak terlihat adanya pengaturan debitur
pertama dengan debitur kedua, hubungan hukum antara perusahaan pembiayaan
dengan debitur kedua. Namun dalam praktik terdapat hubungan hukum antara debitur
pertama dengan debitur kedua melalui pengalihan benda jaminan fidusia dengan cara
membuat perjanjian dengan cara perjanjian jual beli di bawah tangan. Hal inilah yang

Universitas Sumatera Utara

100

menjadi persoalan bagaimana sebenarnya perlindungan hukum terhadap debitur
kedua yang diberikan oleh hukum kepada debitur kedua.
UUJF hanya mengatur mengenai debitur pertama yang melakukan cidera janji
yang dapat dilihat dalam Pasal 29 Undang-Undang jaminan Fidusia:
“1) Apabila debitur atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi
terhadap benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:
a. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 2
oleh Penerima Fidusia;
b. Penjualan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan
Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutang dari hasil penjualan;
c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi
dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga
tertinggi yang menguntungkan para pihak.
2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf c dilakukan
setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi atau
Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentigan dan diumumkan
sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.
Pasal 32 Undang-Undang Jaminan Fidusia :
“Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap Benda yang menjadi
objek Jaminan Fidusia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31, batal demi hukum”
Dari ketentuan pasal tersebut dapat dilihat bagaimana kreditur menggunakan
haknya melalui eksekusi terhadap benda jaminan apabila debiturnya ingkar janji.
Perusahaan pembiayaan tidak dibenarkan membuat janji eksekusi selain sebagaimana
yang sudah ditentukan oleh undang-undang apabila dibuat janji eksekusi yang
bertentangan dengan ketentuan UUJF maka janji yang demikian adalah batal demi
hukum (nietig).

Universitas Sumatera Utara

101

Berdasarkan Perjanjian Pembiayaan Jaminan Fidusia antara perusahaan
dengan debitur pertama dan UUJF tidak terdapat ketentuan yang mengatur
perlindungan hukum bagi debitur kedua yang telah menerima peralihan barang
jaminan dari debitur pertama berdasarkan perjanjian jual beli di bawah tangan.
Menurut Tan Kamello, bahwa perlindungan hukum ini harus dilihat dalam kerangka
hukum perdata dengan memperhatikan asas itikad baik. Dalam asas ini bahwa
pembeli barang yang beritikad baik harus mendapatkan perlindungan hukum.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa debitur kedua yang melanjutkan pembayaran
cicilan kepada kreditur (preusahaan pembiayaan) diterima dengan baik dan tanpa
dipersoalkan, namun ketika debitur kedua setelah melunasi angsuran dan kemudian
ingin mendapatkan BPKB, pihak perusahaan pebiayaan tidak berkenan memberikan
BPKB tersebut. Perbuatan tidak menyerahkan BPKB kepada debitur kedua adalah
perbuatan yang bertentangan dengan hukum, karena perusahaan pembiayaan telah
menerima seluruh angsuran dari debitur kedua. Apabila kreditur tidak menyerahkan
BPKB kepada debitur kedua, seharusnya perusahaan pembiayaan tidak akan
menerima pembayaran dari debitur kedua.
3. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Ketiga
Terhadap pihak ketiga perlindungan hukum yang diberikan

terdapat

pengaturannya pada ketentuan di Pasal 18 Undang-Undang jaminan Fidusia:
“Segala keterangan mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia yang ada pada Kantor Pendaftaran Fidusia terbuka untuk umum.”

Universitas Sumatera Utara

102

Ketentuan dari pasal ini menunjukkan bahwa terhadap jaminan fidusia
berlaku asas publisitas, asas ini perlu karena adanya sifat droit de suitedari status hak
jaminan.
Pasal 22 Undang-Undang jaminan Fidusia :
“pembeli benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang merupakan benda
persediaan bebas dari tuntutan meskipun pembeli tersebut mengetahui adanya
Jaminan Fidusia itu, dengan ketentuan bahwa pembeli telah membayar lunas
harga penjualan Benda tersebut sesuai dengan harga pasar.”

C. Perlindungan Hukum Bagi Perusahaan Pembiayaan
Dalam hukum jaminan fidusia yang dilakukan melalui Perusahaan
Pembiayaan sebagaimana yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya, bahwa
konsumen yang membeli kenderaan bermotor melalui perusahaan pembiayaan
diwajibkan untuk mengikatkan diri melalui perjanjian jaminan fidusia. Hal ini
dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan dalam rangka untuk menghindari risiko atas
kerugian apabila konsumen tidak dapat membayar angsuran kepada krediturnya.
Pengikatan jaminan atas kenderaan bermotor yang dilakukan secara beli angsuran
tersebut dilakukan secara sempurna sampai dengan tahap pendaftaran jaminan fidusia
ke Kantor Pendaftaran Fidusia yang dilakukan secara on line. Hal ini untuk
memberikan kedudukan kreditur preferen kepada Perusahaan Pembiayaan, sehingga
apabila debitur konsumen melakukan wanprestasi maka pihak kreditur dengan mudah
dapat melakukan penarikan benda jaminan dari debitur.
Dari hasil penelitian ini, dijumpai bahwa konsumen yang menjadi debitur
pertama melakukan pengalihan hak atas kenderaan bermotor kepada pihak ketiga

Universitas Sumatera Utara

103

melalui perjanjian di bawah tangan.Hal ini menimbulkan problem yuridis bagi
kreditur yaitu kepada siapakah diserahkan hak milik atas kenderaan bermotor apabila
debitur yang menerima peralihan kenderaan bermotor (debitur kedua) tersebut sudah
tidak berada lagi di tempat kediaman semula sesuai dengan KTP yang diberikan pada
saat perjanjian pembiayaan dibuat.Secara ekonomis Perusahaan Pembiayaan tidak
mengalami kerugian karena debitur kedua sudah melunasi angsuran kepada
krediturnya.Kewajiban pembayaran utang yang semula berada pada debitur pertama
dialihkan kepada debitur kedua melalui perjanjian di bawah tangan tanpa
sepengetahuan atau mendapat persetujuan dari Perusahaan Pembiayaan. Padahal
dalam perjanjian awal yang dilakukan debitur pertama dengan Perusahaan
Pembiayaan ditegaskan bahwa objek jaminan kendaraan bermotor tidak boleh
dialihkan kepada pihak manapun. Bagi debitur kedua yang telah melakukan
pembayaran angsuran untuk melunasi kewajiban hukum debitur pertama kepada
Perusahaan Pembiayaan menuntut hak atas kenderaan bermotor kepada Perusahaan
Pembiayaan untuk menyerahkan BPKB, tetapi Perusahaan Pembiayaan tidak
sedemikian mudah untuk memberikannya karena secara yuridis yang berhak adalah
debitur pertama. Debitur kedua mengatakan kepada Perusahaan Pembiayaan bahwa
antara debitur pertama dengan debitur kedua telah membuat perjanjian di bawah
tangan, sehingga debitur kedua percaya bahwa debitur pertama tidak akan melakukan
penipuan terhadap dirinya. Tesis ini akan memberikan alternatif jawaban dengan
terlebih memberikan uraian dahulu mengenai pengertian perjanjian di bawah tangan

Universitas Sumatera Utara

104

dan bagaimanakah kekuatan hukumnya dalam kaitannya dengan peralihan hak atas
jaminan benda kenderaan bermotor di Perusahaan Pembiayaan.
Dalam Pasal 1865 KUHPerdata dikatakan “setiap orang yang mendalilkan
bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun
membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan
membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”. Berkaitan dengan permasalahan di
atas bahwa debitur kedua sudah mendapatkan haknya dari debitur pertama dengan
menunjukkan peristiwa hukumnya bahwa debitur kedua mendapatkan hak tersebut
melalui perjanjian di bawah tangan.Dalam hukum perdata, suatu pembuktian dapat
dilakukan melalui akta di bawah tangan atau akta otentik.
Undang-Undang tidak memberikan pengertian secara yuridis mengenai
perjanjian di bawah tangan, tetapi dalam Pasal 1874 KUHPerdata dikatakan bahwa :
Sebagai tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani
di bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga
dan lain-lain tulisan yang