Eksekusi Di Bawah Tangan Objek Jaminan Fidusia Atas Kredit Macet Kepemilikan Mobil Di Lembaga Keuangan Non-Bank PT. Batavia Prosperindo Finance Cabang Medan

(1)

EKSEKUSI DI BAWAH TANGAN OBJEK JAMINAN

FIDUSIA ATAS KREDIT MACET KEPEMILIKAN MOBIL

DI LEMBAGA KEUANGAN NON-BANK PT. BATAVIA

PROSPERINDO FINANCE CABANG MEDAN

TESIS

Oleh

LENI MARLINA

087011063/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

EKSEKUSI DI BAWAH TANGAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA

ATAS KREDIT MACET KEPEMILIKAN MOBIL DI LEMBAGA

KEUANGAN NON-BANK PT. BATAVIA PROSPERINDO

FINANCE CABANG MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LENI MARLINA

087011063/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : EKSEKUSI DI BAWAH TANGAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA ATAS KREDIT MACET KEPEMILIKAN MOBIL DI LEMBAGA KEUANGAN NON-BANK PADA PT. BATAVIA PROSPERINDO FINANCE CABANG MEDAN

Nama Mahasiswa : Leni Marlina Nomor Pokok : 087011063 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN) Ketua

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum) Anggota

(Chairani Bustami, SH., SpN., MKn) Anggota

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Hukum

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN) (Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 31 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN Anggota : 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum

2. Chairani Bustami., SH, SpN, M.Kn 3. Syahril Syofyan, SH., M.Kn


(5)

ABSTRAK

Eksekusi tidak hanya didasarkan atas putusan pengadilan, tetapi dapat juga didasarkan atas bentuk akta tertentu yang oleh undang-undang “disamakan” nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Akta jaminan fidusia adalah akta notaris yang berisikan pemberian jaminan fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.

Adapun permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut: Faktor-Faktor apa yang menyebabkan eksekusi objek jaminan fidusia pada Lembaga Pembiayaan Konsumen, Hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan dalam penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet, Bagaimana prosedur eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil. Metode penelitian ini spesifikasinya, berdasarkan yuridis empiris dilakukan dengan cara meneliti dilapangan dengan wawancara dengan responden yang merupakan data primer dan meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan. Penelitian ini menitikberatkan pada penelitian lapangan yang menjelaskan situasi serta yang berlaku dalam masyarakat secara menyeluruh, sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta yang semuanya berhubungan dengan judul tesis. Segi peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dukumen-dokumen dan berbagai teori.

Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini yang menjadi faktor penyebab eksekusi pada objek jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan adalah cidera janji sebagaimana diatur dalam KUHperdata Pasal 1243 KUHPerdata, yang menjadi Hambatan dan upaya dalam penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet adalah barang jaminan dijual, barang jaminan digadai, penerima fasilitas, atas isi perjanjian Pembiayaan Konsumen. Upaya yang dilakukan adalah menawarkan kebijakan, mendatangi rumah debitur, mengawasi debitur, melibatkan informan tetap, pelaporan pada pihak kepolisian. Adapun eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil pada PT. Batavia Prosperindo Finance adalah penjualan di bawah tangan seperti jual beli biasa namun pelaksanaannya tidak mengikuti seluruh ketentuan formal menurut Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia terutama dalam ini ketentuan mengenai pengumuman pada surat kabar yang beredar di kota Medan.


(6)

ABSTRACT

The execution shall be do not only relied on adjudication, but also based on a certainty document as referred to the regulation its capacity is “equalized” with the adjudication having a fixed legal power. The fiduciary guarantee deed is a notarial document with its content give fiduciary guarantee to certain creditor as guarantee the credit shall be paid all.

The case to discuss in this study are what factors resulting in execution ti an object of fiduciary guarantee on a Consumer Financial Agent, still what is the barriers and whatever effort must be made in taking object of fiduciary guarantee upon bad credit. How to take procedure of execution under-hand upon object of fiduciary guarantee upon a bad credit in car possession. In the research adopted an empirical juridical method, carry out field research by interviewthose respondent as primary data, and with library research as secondary data. This study has focused on field research there mention situation and other matters thatapplied public it in whole, systematical, factual, accurate pertaining facts as it all correlation to the topic. It also interprents the regulations rules valid, many documents and various theories.

It is already noted the main intent in this research, on the factors causes the execution on object of fiduciary guarantee for a funding agent is on fail to agreement as regulated on KUHPerdata article 1234 Civil codes, whereas the barriers and the efforts for taking object of fiducially guarantee upon bad credit is all goods for sale, the guarantee goods tp pawn, receiver facilities, on the content of agreement in consumer funding. The efforts as intended is to offer the policy, approaching to debtor house, to monitor debtor, involved a reliable informant, and report to local police. The matter of execution run under-hand on object fiduciary guarantee on bad credit possessing of car on PT. Batavia Prosperindo Finance was made under-hand as an usual trasaction but in implementation not meet the rules formally regulated according to article 29 Regulations on Fiduciary Guarantee mainly in this case the rules about the announcement published on newspaper circulated in Medan city. Keywords: execution, fiduciary, bad credit.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, dengan limpahan rahmat dan berkahnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis berjudul: “EKSEKUSI DI BAWAH TANGAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA ATAS KREDIT MACET KEPEMILIKAN MOBIL DILEMBAGA KEUANGAN NON-BANK PT. BATAVIA PROSPERINDO FINANCE CABANG MEDAN”

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan moril, masukan dan saran, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulis ucapkan terima kasih khususnya kepada yang terhormat dan terpelajar Bapak Dosen Pembimbing Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN,

Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., dan Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, M.Kn kesediaannya membantu dalam memberikan bimbingan dan petunjuk serta

arahan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Dosen Penguji Bapak

Bapak Syahril Syofyan, SH., M.Kn, dan Ibu Dr. Tengku Keizerina Devi Azwar, SH., CN, M.Hum yang telah memberikan masukan-masukan terhadap

penyempurnaan tesis ini hingga jadi lebih jelas, terarah dan sempurna.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTMH., MSc (CTM)., SpA(K)., selaku


(8)

diberikan bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta seluruh staf atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua pada Program Studi pada Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Tengku Keizerina Devi Azwar, SH., CN, M.Hum selaku Sekretaris pada Program Studi pada Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

5. Para Guru Besar dan staf pengajar di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya para Ibu dan Bapak Dosen di Program Studi Magister Kenotariatan.

6. Para staf administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7.Bapak Ahok, SE selaku Kepala Cabang pada PT. Batavia Prosperindo Finance beserta stafnya yakni saudari Kaka yang telah banyak memberikan bantuan dan data-data yang dibutuhkan oleh penulis dalam penyelesaian tesis ini selaku pada Ketua Program Studi Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Muhammad Irwan Harahap, SH., MKn, selaku Notaris/PPAT daerah kerja Deli Serdang, selaku responden yang telah banyak memberikan bantuan dan informasi yang diperlukan dalam tesis ini.


(9)

9. Rekan-rekan dan adik-adikku khususnya angkatan 2008 Group A pada Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan, dorongan baik moril maupun materil, berupa partisipasi dan semangat dalam penyelesaian penulisan tesis ini.

Teristimewa ucapan terimakasih penulis kepada suami tercinta Drs. An Giat Cipta, yang telah memberikan kesempatan serta dukungan yang amat banyak baik berupa moril maupun materil, serta anak-anakku tersayang Suci Salimah Giani, Rana Rafidah Giani dan Bintang Gegas Giani, yang telah memberikan pengertian yang sangat banyak kepada penulis di dalam masa perkuliahan maupun penyelesaian tesis ini. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada Bapak saya tercinta Almarhum A. Wafa. HD, dan Ibu saya Hj. Zainur, yang telah memberikan dukungan dan nasehat kepada penulis, sampai penulis menyelesaikan studi. Kepada Saudara-saudaraku di Palembang juga penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas dukungan morilnya selama ini.

Akhirnya Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Alhamdulillah Hirobbil Alamin.

Medan, Agustus 2010 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : Leni Marlina

Tempat / Tgl. Lahir : Palembang, 24 Agustus 1967

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jln. H Iming Raya No. 79 Rt.5/Rw 16 Beji, Depok

Jawa-Barat.

II. Orang Tua

Nama Ayah : Alm. A. Wafa. HD.

Nama Ibu : Hj. Zainur.

III. Pendidikan

1. SD Negeri 3 Epil, Sekayu Musi Banyuasin Tamat Tahun 1980. 2. SMP Muhammadiyah IV. Palembang Tamat Tahun 1983. 3. SMU Negeri 6 Palembang Tamat Tahun 1986.

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Jambi 1991.

Medan, Agustus 2010 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Keaslian Penelitian... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 16

G. Metode Penelitian... 24

BAB II. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA PADA LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN ... 31

A. Gambaran Umum Lembaga Pembiayaan... 31

B. Bentuk dan Isi Perjanjian Pembiayaan Konsumen ... 53

C. Faktor-faktor yang Menyebabkan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Lembaga Pembiayaan Konsumen ... 76


(12)

BAB. III HAMBATAN DAN UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM

PENARIKAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA ... 83

A. Hambatan di dalam Penarikan Barang Jaminan ... 83

B. Upaya-upaya Mengatasi Hambatan Penarikan Kembali Barang Jaminan... 89

BAB IV. PROSEDUR EKSEKUSI DI BAWAH TANGAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA PADA PT. BATAVIA PROSPERINDO FINANCE CABANG MEDAN... 92

A. Gambaran Umum tentang Eksekusi... 92

B. Prosedur Eksekusi di Bawah Tangan Objek Jaminan Fidusia ... 100

V KESIMPULAN DAN SARAN... 113

A. Kesimpulan ... 113

B. Saran... 114


(13)

ABSTRAK

Eksekusi tidak hanya didasarkan atas putusan pengadilan, tetapi dapat juga didasarkan atas bentuk akta tertentu yang oleh undang-undang “disamakan” nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Akta jaminan fidusia adalah akta notaris yang berisikan pemberian jaminan fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.

Adapun permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut: Faktor-Faktor apa yang menyebabkan eksekusi objek jaminan fidusia pada Lembaga Pembiayaan Konsumen, Hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan dalam penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet, Bagaimana prosedur eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil. Metode penelitian ini spesifikasinya, berdasarkan yuridis empiris dilakukan dengan cara meneliti dilapangan dengan wawancara dengan responden yang merupakan data primer dan meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan. Penelitian ini menitikberatkan pada penelitian lapangan yang menjelaskan situasi serta yang berlaku dalam masyarakat secara menyeluruh, sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta yang semuanya berhubungan dengan judul tesis. Segi peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dukumen-dokumen dan berbagai teori.

Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini yang menjadi faktor penyebab eksekusi pada objek jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan adalah cidera janji sebagaimana diatur dalam KUHperdata Pasal 1243 KUHPerdata, yang menjadi Hambatan dan upaya dalam penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet adalah barang jaminan dijual, barang jaminan digadai, penerima fasilitas, atas isi perjanjian Pembiayaan Konsumen. Upaya yang dilakukan adalah menawarkan kebijakan, mendatangi rumah debitur, mengawasi debitur, melibatkan informan tetap, pelaporan pada pihak kepolisian. Adapun eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil pada PT. Batavia Prosperindo Finance adalah penjualan di bawah tangan seperti jual beli biasa namun pelaksanaannya tidak mengikuti seluruh ketentuan formal menurut Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia terutama dalam ini ketentuan mengenai pengumuman pada surat kabar yang beredar di kota Medan.


(14)

ABSTRACT

The execution shall be do not only relied on adjudication, but also based on a certainty document as referred to the regulation its capacity is “equalized” with the adjudication having a fixed legal power. The fiduciary guarantee deed is a notarial document with its content give fiduciary guarantee to certain creditor as guarantee the credit shall be paid all.

The case to discuss in this study are what factors resulting in execution ti an object of fiduciary guarantee on a Consumer Financial Agent, still what is the barriers and whatever effort must be made in taking object of fiduciary guarantee upon bad credit. How to take procedure of execution under-hand upon object of fiduciary guarantee upon a bad credit in car possession. In the research adopted an empirical juridical method, carry out field research by interviewthose respondent as primary data, and with library research as secondary data. This study has focused on field research there mention situation and other matters thatapplied public it in whole, systematical, factual, accurate pertaining facts as it all correlation to the topic. It also interprents the regulations rules valid, many documents and various theories.

It is already noted the main intent in this research, on the factors causes the execution on object of fiduciary guarantee for a funding agent is on fail to agreement as regulated on KUHPerdata article 1234 Civil codes, whereas the barriers and the efforts for taking object of fiducially guarantee upon bad credit is all goods for sale, the guarantee goods tp pawn, receiver facilities, on the content of agreement in consumer funding. The efforts as intended is to offer the policy, approaching to debtor house, to monitor debtor, involved a reliable informant, and report to local police. The matter of execution run under-hand on object fiduciary guarantee on bad credit possessing of car on PT. Batavia Prosperindo Finance was made under-hand as an usual trasaction but in implementation not meet the rules formally regulated according to article 29 Regulations on Fiduciary Guarantee mainly in this case the rules about the announcement published on newspaper circulated in Medan city. Keywords: execution, fiduciary, bad credit.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu barang dengan pembayaran diangsur beberapa kali bukan hanya dilakukan oleh golongan ekonomi menengah keatas. Bagi yang kondisi ekonominya menengah ke bawah cara ini pun dirasa sangat membantu dalam mengatasi kebutuhan terhadap barang-barang yang diinginkan, sehingga jalan terbaik untuk mengatasi permasalahan bagi pembeli yang tidak mampu untuk membeli barang yang dibutuhkan secara tunai, yaitu melalui lembaga pembiayaan konsumen di mana perjanjian jual beli yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala.

Kredit dalam hal ini adalah suatu kepercayaan yang diberikan kreditor kepada seseorang atau debitor. Dalam dunia perdagangan kepercayaan memberikan kredit dapat diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa. Terlepas dari segala bentuk pemberian kredit akan sedapat mungkin mengusahakan adanya jaminan, bahwa kreditor akan memperoleh kembali uangnya, dengan asumsi uang tersebut kembali tepat pada waktunya. Jika pembayaran tidak terjadi maka ia akan mencoba memperoleh pelunasan dari kekayaan si debitur yang lalai. Penyelenggaraan pemberiaan kredit itu direalisasi oleh Lembaga Keuangan seperti bank, baik bank pemerintah maupun bank swasta nasional. Dalam hubungan kredit ini bank sebagai pihak pemberi kredit (kreditor) memberikan pinjaman kepada penerima kredit


(16)

(debitor) dengan harapan bahwa pinjaman itu dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk kemajuan usaha debitor dan pada saat yang ditentukan pinjaman itu harus dikembalikan kepada kreditor1.

Lembaga Pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha dibidang lembaga keuangan bukan bank yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar.

Paket kebijaksanaan Pemerintah yang dikeluarkan pada tanggal 20 Desember 1988 memperkenalkan Lembaga Pembiayaan yang dituangkan dalam Keputusan

Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan ini mempunyai 6 (enam) bidang kegiatan:

a. Sewa guna usaha (leasing) b. Modal ventura (venture capital) c. Anjak piutang (factoring)

d. Pembiayaan konsumen (consumer finance) e. Kartu kredit (credit card)

f. Perdagangan surat berharga (securities company)

Melihat lingkup bidang usaha perusahaan pembiayaan yang jenisnya beragam tersebut, perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan sering pula disebut multi finance company2.

Pada Pasal 1 angka (6) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan berbunyi: “Perusahaan Pembiayaaan

1 Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia,

Jakarta, 1984, hal 67.


(17)

konsumen (consumers finance company) adalah: Badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala.”3 Kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang ketentuannya bahwa salah satu kegiatan dari lembaga pembiayaan tersebut adalah menyalurkan dana dengan sistem yang disebut “Pembiayaan Konsumen”. Pembiayaan konsumen lebih memberikan kemudahan-kemudahan dibandingkan dengan pembiayaan melalui pinjaman dari bank. Model pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan finansial ini mempunyai target pasar pada konsumen langsung atau perorangan sebagai lawan kata dari produsen. Perusahaan pembiayaaan menyediakan dana bagi konsumen dimana konsumen dapat menggunakan dana tersebut untuk pembelian kendaraan bermotor. Debitur yang membutuhkan dana tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh perusahaan pembiayaan.

Dalam melakukan pembiayaan untuk kredit pembelian kendaraan bermotor, maka lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya suatu jaminan yaitu kendaraan bermotor itu sendiri sebagai jaminan dari kredit yang diberikan. Dengan kata lain lembaga pembiayaan sebagai kreditur mensyaratkan adanya suatu jaminan dari debitur.

Pemberian kredit dan jaminan mempunyai hubungan yang erat sekali. Kreditur pada satu sisi guna menjamin pelunasan hutang dari pihak debitur, seringkali tidak mau memberi kredit jika tidak ada jaminan, (baik perseorangan maupun kebendaan) yang dianggap dan dinilai memadai untuk menjamin pelunasan hutang debitur tersebut pada waktunya dan pemberian jaminan itu sendiri, selain harus didahului dengan adanya suatu perjanjian


(18)

yang mendasari lahirnya utang-piutang atau kewajiban dari pihak debitur kepada kreditur.4

“Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan”5. Disamping itu, jaminan juga dapat diartikan dengan menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. “Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda”.6

Adanya jaminan tersebut memang sangat diinginkan oleh kreditur, karena dalam suatu perikatan antara kreditur dan debitur, pihak kreditur mempunyai suatu kepentingan bahwa debitur dapat memenuhi kewajibannya dalam perikatan tersebut.7 Mengenai rumusan hukum jaminan, telah diatur dalam Pasal 1131 yang dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mensyaratkan bahwa tanpa diperjanjikan pun seluruh harta kekayaan debitur merupakan jaminan bagi pelunasan hutangnya.

Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan.8 Pada Pasal 1131 KUHPerdata mencerminkan adanya jaminan umum yaitu: “Segala hak kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan

4

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada Jakarta, 2000, hal. 4.

5 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty,

Jogyakarta, 1984, hal 50.

6 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab Tentang Creditverband,Gadai dan Fiducia, Alumni,

Bandung, 1987, hal 227.

7 Oey Hoey Tiong, op. cit, hal. 14.

8 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fiducia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, PT. Alumni,


(19)

ada dikemudian hari, yang jadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”

Selanjutnya yang dinyatakan dalam Pasal 1132 KUHPerdata adalah sebagai berikut:

“Atas hak kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi setiap orang yang menghutangkan padanya, pendapat atas penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseimbangannya, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan yang sah untuk didahulukan, misalnya dalam hal bank telah memasang Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas suatu jaminan hutang, maka bank tersebut mendapatkan hak preferensi”. Jaminan khusus menurut hukum Perdata dibedakan menjadi 2 macam:

1. Jaminan perorangan (personal guaranty), yaitu jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh seseorang pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada pihak kreditur, apabila debitur yang bersangkutan wanprestasi. Jaminan semacam ini pada dasarnya sama dengan penanggungan hutang yang diatur dalam Pasal 1820-1850 KUHPerdata contohnya:

bortoght, garansi bank dan asuransi.

2. Jaminan kebendaaan, yaitu berupa harta kekayaan, baik benda maupun hak kebendaan, yang diberikan dengan cara pemisahan benda kekayaan, baik dari si debitur maupun dari pihak ketiga. Untuk menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada pihak kreditur apabila debitur yang bersangkutan wanprestasi. Jaminan kebendaan ini menurut sifatnya dapat dibagi 2 yaitu:


(20)

1) Benda berwujud (material), jaminan ini dapat berupa benda bergerak maupun tidak bergerak. Benda bergerak contohnya; gadai dan fidusia sedangkan benda tidak bergerak contohnya: Hak Tanggungan.

2) Benda tidak berwujud (immaterial) yaitu lazim diterima oleh bank sebagai jaminan kredit adalah berupa hak tagih.

Jaminan yang bersifat umum dirasa kurang cukup dan kurang aman, karena dapat mengakibatkan kreditur tidak memperoleh kembali seluruh piutangnya dari debitur. Oleh karena itu kreditur dapat meminta kepada debitur untuk mengadakan pejanjian tambahan yang merupakan perjanjian jaminan khusus, yang menunjukkan barang-barang tertentu milik debitur sebagai jaminan pelunasan hutang.9 Jaminan kebendaan sesuai dengan sifat-sifatnya hak kebendaan memberikan corak tertentu yang khas yaitu:

a. Mempunyai hubungan langsung dengan atau atas benda tertentu milik debitur, b. Dapat dipertahankan maupun ditujukan kepada siapa saja,

c. Mempunyai sifat droit de suit, artinya hak tersebut mengikuti bendanya ditangan siapapun berada,

d. Yang lebih tua atau terdahulu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, e. Dapat dialihkan kepada orang lain.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa jaminan yang bersifat kebendaan

ini adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda yang mempunyai


(21)

ciri-ciri dan mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur dan dapat dipertahankan kepada siapapun atau mengikuti bendanya serta dapat dialihkan.

Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, bahwa perkembangan ekonomi dan kebutuhan akan lembaga jaminan yang dapat menampung kebutuhan kredit dari masyarakat, perlu diimbangi dengan perluasan lembaga-lembaga jaminan yang telah ada. Lembaga jaminan hendaknya perlu segera dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, terutama karena kenyataan di Indonesia bahwa:

a. Perusahaan-perusahaan kecil pertokoan, pengecer rumah makan memerlukan kredit untuk memperluas usahanya dengan jaminan barang dagangannya, b. Pegawai-pegawai kecil rumah tangga memerlukan kredit untuk keperluan

rumah tangga dengan jaminan alat-alat perkakas rumah tangga,

c. Perusahaan-perusahaan tembakau dan beras memerlukan kredit untuk perluasan usahanya dengan jaminan pergudangan dan pabriknya,

d. Usaha-usaha pertanian memerlukan kredit untuk meningkatkan hasil pertaniannya dengan jaminan alat-alat pertaniannya.10

Menurut J. Satrio bahwa “problematik yang dihadapi dalam dunia usaha, yang menimbulkan kebutuhan akan adanya lembaga jaminan lain, selain gadai yaitu dibutuhkannya suatu lembaga jaminan yang memungkinkan diberikannya benda

10 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Beberapa Masalah Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia

di dalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Bulak


(22)

bergerak sebagai jaminan, tetapi benda tersebut tetap berada dalam tangan dan tetap bisa dipakai untuk usaha si pemberi jaminan.”11

Praktek Fidusia di luar negeri, telah lama dikenal sebagai salah satu instrument jaminan kebendaan tidak bergerak yang bersifat non-prossessory security. Berbeda dengan jaminan kebendaan bergerak yang bersifat prossessory security.12 Seperti gadai, jaminan fidusia memungkinkan sang debitur sebagai pemberi jaminan untuk tetap menguasai dan mengambil manfaat atas benda bergerak yang telah dijaminkan tersebut.

Memenuhi kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan jaminan fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan memberi kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pada tanggal 30 September 1999 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pembuatan Akta Jaminan Fidusia pada tanggal 30 September Tahun 2000. Selain dibuat untuk memacu aktivitas perekonomian dengan jaminan kepastian hukum, terutama bagi pelaku ekonomi dan pengguna jasa keuangan atau perbankan, juga untuk mengantisipasi perubahan hukum terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat. Dengan demikian untuk

11

J. Satrio, Hukum Jaminan,, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal. 10.

12 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum dan


(23)

mengisi kekosongan tersebut orang mencari alternatif lain agar dapat memenuhi kebutuhan itu di luar perundang-undangan yang berlaku.

“Lembaga jaminan fidusia tercipta karena kebutuhan dari praktek serta perkembangan masyarakat yang dikenal dalam praktek perbankan dan juga dalam praktek Notaris.”13

Jaminan fidusia memberikan kemudahan bagi pihak yang menggunakannya, khususnya bagi pihak yang memberikan fidusia (debitur). Di dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999, mengisyaratkan bahwa setiap pembebanan atas benda dengan jaminan fidusia itu harus dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia.

Selanjutnya dalam Pasal 11 dan 12 UUJF mensyaratkan bahwa benda bergerak yang dibebani dengan jaminan fidusia, wajib didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia ketentuan di atas menentukan bahwa setiap perjanjian jaminan fidusia harus dibuat dengan akta notaris dan didaftarkan, maka perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan yang hanya diketahui oleh kedua belah pihak saja tidak memiliki kekuatan sebagai perjanjian fidusia, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (3) yang berbunyi :

apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri. Setiap benda yang dijaminkan fidusia setelah didaftarkan harus mendapatkan sertifikat jaminan fidusia yang mencantumkan dalam kata-kata ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan

13 A. A. Andi Prajitno, Hukum Fidusia: Problematika Yuridis Pemberlakuan Undang-Undang


(24)

putusan pengadilan dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap orang menyebut mempunyai kekuatan yang tetap untuk dilaksanakan sebagai title

eksekutorial.14

Dari hasil penelitian perusahaan pembiayaan dalam hal ini PT. Batavia Prosperindo Finance, sebagai penyedia dana diserahkan hak miliknya secara kepercayaaan kepada perusahaan tersebut, dengan secara fidusia. Barang bergerak dalam hal ini mobil, langsung diserahkan oleh kreditur kepada debitur beserta Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Sedangkan bukti hak kepemilikannya yaitu berupa Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) ada yang sudah dibaliknamakan langsung atas nama penerima fasilitas, ada juga yang belum dibaliknamakan. Bukti kepemilikan atau BPKB tersebut ditahan oleh kreditur dipakai untuk jaminan pelunasan atas hutang dari debitur.

Pada penelitian awal ditemukan sebelum keseluruhan angsuran terbayar lunas debitur wanprestasi angsuran setiap bulan tidak dibayar lagi dan kendaraan bermotor tersebut telah dipindahtangankan kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan atau seizin pemberi jaminan fidusia. Dalam hal ini cukup alasan bagi debitur untuk dinyatakan wanprestasi sebagai titik tolak untuk dilakukanya suatu proses eksekusi barang jaminan fidusia.

Dari hasil penelitian awal suatu kredit dikategorikan macet pada PT. Batavia Prosperindo Finance cabang Medan tertundanya pembayaran atau terjadi kelalaian pelaksanaan pembayaran yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar angsuran yang telah


(25)

ditentukan jumlahnya di dalam perjanjian sampai perjanjian utang-piutang itu berakhir maka debitor tersebut dikatakan telah melakukan wanprestasi. Keterlambatan pada H-1 (lewat satu hari) dihubungi melalui telepon, apabila belum juga ada pembayaran angsuran sampai pada H-7 (lewat tujuh hari) dikeluarkan surat teguran (somasi), sampai pada H-21 (lewat dua puluh satu hari) belum juga ada pembayaran maka dikeluarkan surat penyitaan terhadap kendaraan mobil tersebut. Dalam tahap ini sudah dihitung bunga dan denda. Sudah cukup alasan bagi kreditur untuk mengambil alih barang jaminan karena debitur sudah lalai melakukan kewajibannya.

Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi tiada lain daripada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata.15

Eksekusi dalam hal ini adalah eksekusi pembayaran sejumlah uang kepada pihak debitur yang bersumber dari perjanjian utang-piutang atau penghukuman membayar ganti kerugian yang timbul dari wanprestasi berdasarkan Pasal 1243 dan Pasal 1246 KUHPerdata. Dalam melakukan pembayaran sejumlah uang harus melalui beberapa proses penjualan lelang terhadap harta benda kekayaan tergugat, sehingga diperlukan tata cara yang cermat dalam melakukan eksekusinya.

15 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar


(26)

a. Harus melalui tahap proses executoriale beslag (executory seizure) dan

b. Kemudian dilanjutkan dengan penjualan lelang yang melibatkan jabatan lelang.

Eksekusi pembayaran sejumlah uang tidak hanya didasarkan atas putusan

pengadilan, tetapi dapat juga didasarkan atas bentuk akta tertentu yang oleh undang-undang “disamakan” nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan

hukum tetap antara lain terdiri dari: 1. Grosse akta pengakuan utang, 2. Grosse akta hipotek,

3. Hak Tanggungan (HT), 4. Jaminan Fidusia (JF).16

Eksekusi pembayaran sejumlah uang bersumberkan dari ikatan hubungan hukum “utang piutang” yang mesti diselesaikan dengan jalan pembayaran sejumlah uang. Bentuk terbitnya grosse akta itu sendiri sudah menggolongkannya dalam bentuk eksekusi pembayaran sejumlah uang.

Pada Pasal 29 UUJF yang mengatur tentang eksekusi objek jaminan melalui 3 (tiga) cara yaitu apabila debitur cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dengan cara:

a. Pelaksanaan title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh penerima fidusia,


(27)

b. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualannya,

c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Pada pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (c) dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.

Dapat diketahui sebenarnya cara yang pertama dan cara yang kedua adalah sama yaitu kreditur langsung melakukan eksekusi jaminan fidusia melalui pelelangan umum, sehingga sebetulnya pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia dalam undang-undang fidusia ini ada 2 (dua) cara yaitu langsung melalui pelelangan umum dan penjualan di bawah tangan meskipun di dalam perumusannya seakan-akan menganut 3 (tiga) cara. Untuk menjual objek jaminan fidusia secara di bawah tangan atas dasar kesepakatan pemberi dan penerima fidusia mengandung persyaratan yang relatif berat untuk dilaksanakan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian tentang

“EKSEKUSI DI BAWAH TANGAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA ATAS KREDIT MACET KEPEMILIKAN MOBIL DI LEMBAGA KEUANGAN NON-BANK PADA PT. BATAVIA PROSPERINDO FINANCE CABANG MEDAN”.


(28)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian dalam latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan eksekusi objek jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan konsumen?

2. Hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan dalam penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet?

3. Bagaimana prosedur eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan eksekusi objek jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan konsumen,

2. Untuk mengetahui hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan dalam penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet,

3. Untuk mengetahui bagaimana prosedur eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil.


(29)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, secara praktis maupun teoritis yaitu:

1. Secara praktis penelitian ini dapat dipergunakan sebagai acuan atau referensi bagi lembaga-lembaga penyediaan jasa keuangan baik bank maupun non bank, dalam memberi kredit ataupun dalam membiayai pembelian atas barang yang dapat dibebankan fidusia serta memberikan masukan kepada pemerintah dalam penyempurnaan peraturan dan ketentuan yang telah ada,

2. Secara teoritis, penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum dalam bidang hukum jaminan, khususnya mengenai perjanjian fidusia,

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan di perpustakaan khususnya dilingkungan Sekolah Pasca Sarjana Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Eksekusi di Bawah Tangan Objek Jaminan Fidusia Atas Kredit Macet Kepemilikan Mobil (KPM) di Lembaga Keuangan Non-Bank Studi kasus pada PT. Batavia Prosperindo Finance, cabang Medan”, belum ada yang membahas secara khusus, maka tesis ini dapat dinyatakan keasliannya dan dapat dipertanggunggangjawabkan secara ilmiah. Adapun peneliti sebelumnya yang membahas tentang jaminan fidusia adalah dengan judul dan permasalahan sebagai berikut:


(30)

“Perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian fidusia secara di bawah tangan yang diteliti oleh saudara Martinus Tjipto NIM: 077011079”

Dengan menitikberatkan pada permasalahan:

1. Apakah faktor-faktor penyebab lembaga pembiayaan melakukan perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan?

2. Bagaimana kedudukan hukum perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian fidusia yang dibuat di bawah tangan, jika terjadi wanprestasi?

Dari judul dan permasalahan penelitian di atas, maka terdapat perbedaaan yang prinsip di dalam pembahasan permasalahan yakni dalam hal ini peneliti terdahulu menekankan pada perjanjian fidusia yang dibuat di bawah tangan sedangkan penulis membahas tentang eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia, dengan demikan penelitian ini adalah baru pertama kali dan dapat dipertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

“Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,”17 teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi


(31)

intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu ini merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.

“Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.”18

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teoritis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.19 Kerangka teoritis yang digunakan dalam menelaah eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil (KPM) di Lembaga Keuangan non-Bank. Didasarkan pada teori John Rawls yang dikenal dengan teori Rawls bahwa hukum sebagai Justice as Fair20. Dengan teori

Rawls, bagaimanapun juga, cara yang adil untuk mempersatukan berbagai

kepentingan adalah dengan tanpa memberikan perhatian istimewa terhadap kepentingan itu sendiri. Teori Rawls,21 memberikan dua prinsip keadilan di dalamnya yakni prinsip kebebasan dan prinsip fair. Dengan prinsip kebebasan bahwa setiap orang berhak mempunyai kebebasan yang terbesar asal tidak menyakiti orang lain. Selanjutnya dengan prinsip fair bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi dianggap tidak adil kecuali ketidaksamaan ini menolong seluruh masyarakat.

18 Ibid, hal.16. 19

Ibid, hal. 80.

20 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Toko

Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002, hal.76.


(32)

Dalam perjanjian fidusia terdapat dua pihak yang terlibat yaitu penerima fidusia sebagai pihak yang membiayai atau memberikan kredit dan pihak pemberi fidusia sebagai pihak yang menerima kredit. Pihak kreditur penerima fidusia dalam kaitannya dengan tulisan ini adalah lembaga keuangan non-bank, yaitu suatu perusahaan lembaga pembiayaan yang bidang usahanya bergerak dalam membiayai pembelian kendaran bermotor secara kredit. Sedangkan yang dimaksud dengan debitur pemberi fidusia adalah pihak yang membeli kendaran bermotor dari

distributor/showroom kendaraan bermotor tersebut melalui lembaga pembiayaan itu.

Mengenai perjanjian fidusia, tidak terlepas dari perjanjian pokok, yang dalam hal ini perjanjian pembiayaan. Perjanjian pembiayaan dibuat dengan akta fidusia secara otentik, yang juga tidak terlepas dari konsep perjanjian yang secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yang menegaskan semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam KUHPerdata, yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuan dapat dikesampingkan sehingga hanya berfungsi mengatur saja.

Sifat terbuka dari KUHPerdata tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengandung azas kebebasan berkontrak, maksudnya setiap orang bebas yang menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 KUHPerdata.


(33)

Suatu perjanjian pada dasarnya harus memuat beberapa unsur perjanjian yaitu:22

1. Unsur essentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian, seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan di dalam suatu perjanjian.

2. Unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian, walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian.

3. Unsur accidentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam perjanjian.

Pemahaman dari perjanjian pada umumnya yang diuraikan di atas, bahwa materi perjanjian pada umumnya dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami dan menyusun mengenai perjanjian pembiayaan/kredit. Perjanjian pembiayaan tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi termasuk dalam perjanjian bernama di luar KUHPerdata.

Perjanjian pembiayaan dilandaskan oleh KUHPerdata Bab XII Buku III karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam-meminjam uang. Menurut KUHPerdata Pasal 1754 yang berbunyi: pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang yang habis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.23

Dalam hal perjanjian pembiayaan terjadi via dealer atau showroom terlebih dahulu dibuat perjanjian kerjasama antara lembaga pembiayaan dengan

dealer/showroom dalam hal in perjanjian yang dibuat di bawah tangan sebagai bentuk

22 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni Bandung, 1985, hal. 20


(34)

perjanjian kerjasama untuk mempermudah pembeli dalam mengajukan pengurusan kredit kendaraan bermotor. Di samping itu untuk mempermudah hubungan bisnisnya antara dealer/showroom dan lembaga pembiayaan itu sendiri.

Pemberian jaminan fidusia selalu berupa penyediaan bagian dari harta kekayaan si pemberi fidusia untuk pemenuhan kewajibannya, konsep harta kekayaan meliputi aspek ekonomi dan aspek hukum.

Dari aspek ekonomi harta kekayaan menitik beratkan pada nilai kegunaan sedangkan aspek hukum, harta kekayaan selain mempunyai nilai ekonomi merupakan benda modal yang dapat dialihkan kepada pihak lain karena adanya peratuaran hukumnya.24 Pemberi fidusia telah melepaskan hak kepemilikan secara yuridis untuk sementara waktu. Menurut Subekti, memberikan suatu barang sebagai jaminan kredit berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas barang tersebut.25 Kekuasaan yang dimaksud bukanlah melepaskan kekuasaan benda ekonomis melainkan secara yuridis, artinya pemberi fidusia tetap memiliki hak ekonomis atas benda bergerak yang dijaminkannya itu, akan tetapi pemberi fidusia tersebut tidak dapat mengalihkan maupun mengagunkan benda bergerak yang dijaminkannya itu kepada pihak lain, sebelum kewajibannya tersebut terhadap kreditur penerima fidusia terpenuhi, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukan bahwa benda jaminan masih dapat dipergunakan oleh si pemberi fidusia untuk melanjutkan usaha bisnisnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian jaminan fidusia, konstruksi yang terjadi adalah

24 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994,

hal.9-12.


(35)

pemberi jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik manfaat, sedangkan penerima jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik yuridis.

Hak kebendaan dari jaminan fidusia baru lahir sejak dilakukan pendaftaran pada kantor pendaftaran fidusia dan sebagai buktinya adalah diterbitkannya jaminan fidusia.26 Konsekuensi yuridis dari tidak didaftarkannya jaminan fidusia adalah perjanjian jaminan fidusia bersifat perseorangan. Oleh karena itu, proses pembuatan jaminan fidusia harus dilakukan secara sempurna melalui tahap-tahap perjanjian kredit, pembuatan akta jaminan fidusia oleh notaris dan diikuti dengan pendaftaran akta jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia. Tahapan proses perjanjian jaminan fidusia tersebut memiliki arti yang berbeda sehingga memberi karakter tersendiri dengan segala akibat hukumnya.

Penghapusan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Jaminan Fidusia, bunyinya: hapusnya hutang yang dijamin, pelepasan hak dan kewajiban fidusia oleh penerima fidusia, dan musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Perjanjian fidusia, seperti halnya dengan perjanjian atau lembaga jaminan lainnya, yaitu bersifat accessoir, maka perjanjian/hak fidusia hapus dapat disebabkan oleh hapusnya perikatan pokoknya, yaitu perjanjian kredit atau perjanjian hutang-piutang yang mendahuluinya. Selain itu, jaminan fidusia juga hapus karena pelepasan


(36)

hak jaminan fidusia oleh penerima fidusia, termasuk musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.27

Uraian di atas memberikan pemahaman bahwa suatu perjanjian pembiayaan/kredit sangatlah membutuhkan adanya suatu perlindungan hukum, baik bagi si kreditur maupun debitur. Bagi kreditur, salah satunya adalah adanya jaminan, yang dapat dibuat dengan perjanjian jaminan fidusia, yang merupakan suatu perjanjian jaminan yang tunduk pada asas konsensualisme, yang dianut oleh KUHPerdata.

Pengertian konsensualisme adalah perjanjian sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah mengikat dan mempunyai kekuatan hukum pada detik tercapainya kata sepakat mengenai apa yang telah diperjanjikan antara kreditur dan debitur. Kata sepakat mengenai kredit antara kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit dinyatakan dengan cara menandatangani surat perjanjian pembiayaan.28

Asas konsensualisme itu sendiri dianut oleh KUHPerdata, Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa :

dalam hak terdapat empat unsur, yaitu subjek hukum, objek hukum, hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan hukum. Hak milik itu ada subjeknya yaitu pemilik sebaliknya setiap orang terikat kewajiban untuk menghormati hubungan antara pemilik dan objek yang dimilikinya. Seseorang yang membeli suatu barang dari orang lain berhak atas barang yang dibelinya, sedangkan penjual mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijualnya. Jadi hak pada hakikatnya merupakan hubungan hukum dengan subjek hukum lain yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban.29

27 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Bankers Hand Book, PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 290.

28

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para

Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 182-183.

29 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003,


(37)

2. Konsepsi

Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit, yang disebut dengan operasional definition.30 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.31 Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, dalam rangka menyamakan persepsi yakni sebagai berikut:

b. Lembaga pembiayaan dalam penulisan ini adalah: Perusahaan Pembiayaan Konsumen yang berupa badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan barang dalam hal ini kendaraan bermotor yaitu mobil untuk kebutuhan konsumen dengan melakukan pembayaran dengan sistem angsuran atau berkala.

c. Kredit macet adalah jika terdapat keterlambatan pembayaran angsuran atau cicilan pada tanggal yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit, keterlambatan mana dilakukan oleh debitur sudah termasuk pada pokok dan bunga hutangnya yang telah melampaui waktu 21 (duapuluh satu) hari dari tanggal angsuran yang telah ditetapkan.

30 Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit, hal. 10.

31 Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia: Suatu Tinjauan Putusan


(38)

d. Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau karena ditentukan undang-undang, benda bergerak dalam penulisan tesis ini adalah kendaraan bermotor dalam hal ini mobil.

e. Akta jaminan fidusia adalah akta notaris yang berisikan pemberian jaminan fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya yang ditentukan dalam undang-undang.

f. Debitur adalah orang yang memiliki hutang kepada lembaga pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undang-undang.

g. Kreditur adalah lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.

h. Eksekusi di bawah tangan adalah upaya kreditur untuk merealisasikan haknya yang dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

“Penelitian ini berdasarkan yuridis empiris dilakukan dengan cara meneliti di lapangan dengan cara wawancara dengan responden yang merupakan data primer

dan meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan.”32

32 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,


(39)

Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, penelitian ini diarahkan untuk mengetahui secara lebih mendalam serta menganalisa prosedur eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil (KPM) di lembaga keuangan non-bank pada PT. Batavia Prosperindo Finance, Cabang Medan.

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis-empiris, karena penelitian ini menitikberatkan pada penelitian lapangan yang menjelaskan situasi serta hukum yang berlaku dalam masyarakat secara menyeluruh, sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta yang semuanya berhubungan dengan judul tesis. segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai teori.33

2. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian tesis ini lokasi yang diambil adalah lembaga pembiayaan yang bergerak di bidang pembiayaan kendaraan bermotor yakni mobil di kota Medan yaitu, PT. Batavia Prosperindo Finance. Dalam menjalankan usahanya melakukan pembiayaan dalam bentuk pembelian kendaraan mobil untuk digunakan perorangan atau oleh perusahaan.

3. Spesifikasi Penelitian

“Spesifikasi penelitian ini berupa penelitian studi data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan-keadaan atau gejala-gejala lainnya.”34

33 Rony Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,

Jakarta, 1990, hal. 11.


(40)

Istilah analistik mengandung makna mengelompokkan, menghubungkan, membandingkan dan memberi makna pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen melalui PT. Batavia Properindo Finance, cabang Medan.

4. Populasi dan Tehnik Sampling

a. Populasi

Populasi atau universe, adalah seluruh aspek atau seluruh individu atau seluruh gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti.”35

Dalam penelitian ini, penulis tidak mungkin melakukan penelitian secara langsung terhadap seluruh populasi, maka penulis hanya mempergunakan sebagian dari populasi yang ada yaitu sample yang dipandang representative terhadap populasi itu. Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah para pihak atau nasabah PT. Batavia Prosperindo Finance, yang masuk dalam daftar yang melakukan wanprestasi.

b. Teknik Sampling

“Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik

purposive sampling.”36 Dimana dalam tehnik ini sample yang ditarik harus memenuhi syarat-syarat tertentu yakni nasabah yang mengambil kredit pada PT.Batavia Prosperindo Finance sebanyak 20 orang dalam periode Tahun 2009-2010. Selanjutnya diambil 2 orang responden yang diwawancara yang melakukan penjualan di bawah tangan.

35Rony HanitdjoSoemitreo, Opcit, hal 14. 36Soerjono Soekanto, Opcit. hal. 196.


(41)

Dengan berdasarkan teknik tersebut di atas dalam penelitian ini penulis menentukan beberapa sampel yaitu:

1. PT. Batavia Prosperindo Finance cabang Medan.

2. Penerima fasilitas (debitur). Penerima fasilitas yaitu nasabah dari PT. Batavia Prosperindo Finance yang mengalami kredit macet, dalam hal

ini di dapat 20 konsumen diambil sample yang mewakili konsumen berdasarkan kesamaan jangka waktu kredit.

3. Responden.

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Supervisor yang mewakili Kepala cabang dari PT. Batavia Prosperindo Finance.

b. Nasabah PT. Batavia Prosperindo Finance yang mengalami kredit macet sebanyak 2 orang.

c. Notaris 1 (satu) orang Bahan Hukum Penelitian:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yakni: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, 4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,


(42)

5. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia,

6. Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, 7. Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988, tentang Tata

Cara Pelaksanaan Pembiayaan Konsumen.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer antara lain:

1. Perjanjian yang dibuat antara lembaga pembiayaan dengan debitur, akta jaminan fidusia, sertifikat jaminan fidusia.

2. Buku-buku, hasil penelitian ilmiah, karya ilmiah dari kalangan ilmu

hukum dan penelitian lainnya yang berhubungan dengan penulisan tesis ini.

c. Bahan hukum tersier, meliputi: kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, kamus bahasa Inggris, majalah, jurnal-jurnal hukum.

8. Analisis Data

Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (primer, sekunder maupun tersier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan


(43)

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.37

Setelah semua data terkumpul dan diteliti kebenarannya kemudian dipilah-pilah dan diinterprestasikan melalui konsep-konsep, teori-teori, berdasarkan kualitas dan relevansinya kemudian ditentukan antara data yang penting dan data yang tidak penting untuk menjawab permasalahan.

H. Sistematika Penulisan

Bab I diberi judul Pendahuluan yang berisikan tentang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Kerangka Teori dan Konsepsi, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II diberi judul Faktor-Faktor yang menyebabkan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia pada Lembaga Pembiayaan Konsumen, berisikan tentang Gambaran Umum Lembaga Pembiayaan, Pentingnya Pembiayaan Konsumen, Jaminan Dalam Pembiayaan Konsumen, Bentuk dan Isi Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Pihak-Pihak yang Terkait dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Proses Pelaksanaan Kredit, Jenis-Jenis Kredit, Syarat-Syarat yang harus Dipenuhi dalam Perjanjian Kredit, Faktor-Faktor yang Menyebabkan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia pada Lembaga Pembiayaan Konsumen.

37 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2002,


(44)

Bab III. Diberi judul Hambatan dan Upaya yang Dilakukan Dalam Penarikan Objek Jaminan Fidusia, yang berisikan tentang Hambatan di dalam Penarikan barang jaminan, Upaya-Upaya Mengatasi Hambatan Penarikan Kembali Barang jaminan. Bab IV. Diberi judul Prosedur Eksekusi Di bawah tangan Objek jaminan Fidusia pada PT. Batavia Prosperindo Finance cabang Medan, yang berisikan tentang Gambaran Umum tentang Eksekusi, Jenis-jenis Eksekusi, Eksekusi Jaminan Fidusia, Prosedur Eksekusi di Bawah tangan Objek Jaminan Fidusia, Syarat-Syarat Melakukan Penjualan di Bawah Tangan Benda Jaminan Fidusia, Keuntungan Penjualan di Bawah Tangan Objek Jaminan Fidusia.

Bab V. Diberi judul Kesimpulan dan Saran yang berisikan tentang kesimpulan dan saran dari pembahasan Bab II, III dan IV berdasarkan hasil penelitian Pada PT. Batavia Prosperindo Finance.


(45)

BAB II

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA PADA LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

A. Gambaran Umum Lembaga Pembiayaan

Lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan bersama-sama dengan lembaga perbankan, namun dilihat dari padanan istilah dan penekanan kegiatan usahanya antara lembaga pembiayaan dan lembaga keuangan berbeda. Istilah lembaga pembiayaan merupakan padanan dari istilah bahasa Inggris financing

institution. Lembaga pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih menekankan pada

fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat38.

Adapun lembaga keuangan merupakan padanan dari istilah bahasa Inggris

financial institution. Sebagai badan usaha, lembaga keuangan menjalankan usahanya

di bidang jasa keuangan, baik penyediaan dana untuk membiayai usaha produktif dan kebutuhan konsumtif, maupun jasa keuangan bukan pembiayaan. Kegiatan usaha lembaga keuangan lebih menekankan pada fungsi keuangan yaitu jasa keuangan pembiayaan dan jasa keuangan bukan pembiayaan. Dengan demikian, istilah lembaga pembiayaan lebih sempit pengertiannya dibanding istilah lembaga keuangan, lembaga pembiayaan adalah bagian dari lembaga keuangan.

Lembaga pembiayaan terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.


(46)

b. Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan pekerjaan atau aktivitas dengan cara membiayai pada pihak-pihak atau sektor usaha yang membutuhkan.

c. Penyediaan dana, yaitu perbuatan menyediakan uang untuk suatu keperluan. d. Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu atau

barang lain, seperti mesin-mesin, peralatan pabrik dan sebagainya.

e. Tidak menarik dana secara langsung (non deposit taking) artinya tidak mengambil uang secara langsung baik dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan surat sanggup bayar kecuali hanya untuk dipakai sebagai jaminan utang kepada bank yang menjadi kreditornya.

f. Masyarakat, yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat, yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.39

Peranan lembaga pembiayaan mempunyai peran yang penting sebagai salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional. Dikatakan penting karena siapapun orangnya baik pribadi ataupun badan usaha tentu memerlukan dana untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagai sumber pembiayaan alternatif karena di luar lembaga pembiayaan masih banyak lembaga keuangan lain yang dapat memenuhi bantuan dana, seperti pegadaian, pasar modal, bank, dan sebagainya. Meskipun demikian dalam kenyataannya tidak semua pelaku usaha dapat dengan mudah mengakses dana dari setiap jenis sumber dana tersebut disebabkan oleh masing-masing lembaga keuangan ini menerapkan ketentuan yang tidak dengan mudah dapat dipenuhi oleh pihak yang membutuhkan dana.

Bank yang selama ini sudah dikenal luas oleh masyarakat ternyata tidak mampu memenuhi berbagai keperluan dana yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kesulitan masyarakat mengakses dana dari bank ini disebabkan antara lain jangkauan


(47)

penyebaran kredit bank yang belum merata, keharusan bank menerapkan prinsip

prudent banking, keharusan debitur untuk menyerahkan jaminan, dan terbatasnya

kemampuan permodalan bank sendiri. Mengingat banyaknya kendala untuk memperoleh dana dari bank ini, lembaga pembiayaan merupakan salah satu sumber dana alternatif yang penting dan potensial yang patut dipertimbangkan.

Kegiatan lembaga pembiayaan ini sesuai dengan isi Keppres No. 61 tahun 1998 tentang Lembaga Pembiayaan, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor 1251/KMK.103/1988 tentang Ketentuan dan Tatacara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang termasuk dalam kegiatan lembaga pembiayaan yaitu:

1. Sewa Guna Usaha

Sewa guna usaha merupakan satu bentuk usaha yang dapat dijadikan alternatif guna mengatasi kesulitan permodalan dalam rangka pembiayaan suatu perusahaan. Kehadiran sewa guna usaha bagi suatu perusahaan mempunyai peranan penting dalam membantu para pengusaha di Indonesia, baik bagi usaha kecil, menengah, ataupun usaha besar. Melalui kegiatan sewa guna usaha para pengusaha tersebut akan dengan cepat dan dapat mengatasi cara pembiayaan untuk memperoleh alat-alat perlengkapan maupun barang-barang modal yang mereka perlukan.

Pengertian sewa guna usaha merupakan terjemahan yang diambil dari bahasa Inggris leasing yang berasal dari kata lease yang berarti sewa atau lebih umum sebagai sewa-menyewa. Sewa guna usaha mengandung ciri-ciri objeknya berupa


(48)

barang modal, pembayarannya secara berkala dalam jangka waktu tertentu, adanya hak opsi serta penghitungan nilai sisa atas objeknya.

Menurut Pasal 1 angka (9) Keppres Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan sewa guna usaha adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara finance lease maupun operating

lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu

berdasarkan pembayaran secara berkala. Dari pengertian sewa guna usaha terkandung beberapa unsur yaitu:

a. Pembiayaan perusahaan tidak dilakukan dalam bentuk sejumlah dana, tetapi dalam bentuk peralatan atau barang modal yang akan digunakan dalam proses produksi. b. Penyediaan barang modal. Peralatan atau barang modal ini biasanya disediakan

oleh pabrikan atau supplier atas biaya dari lessor untuk dipergunakan oleh lessee. c. Pembayaran sewa secara berkala. Lessee membayar harga barang modal kepada

lessor secara angsuran, sebagai imbalan penggunaan barang modal berdasarkan

perjanjian sewa guna usaha.

d. Dalam jangka waktu tertentu (long term).

e. Jangka waktu tertentu, yaitu lamanya waktu sewa guna usaha yang dimulai sejak diterimanya barang modal oleh lessee sampai dengan perjanjian sewa guna usaha berakhir.

f. Adanya hak pilih (opsi) bagi lessee. Pada akhir masa leasing, lessee mempunyai hak untuk menentukan apakah dia ingin membeli barang modal tersebut,


(49)

memperpanjang perjanjian sewa guna usaha, ataukah mengembalikan barang modal tersebut kepada lessor.

g. Nilai sisa (residual value) yaitu nilai barang modal pada akhir masa sewa guna usaha yang telah disepakati oleh lessor pada lessee pada awal masa sewa guna usaha.

Terjadinya transaksi sewa guna usaha dilatar belakangi karena tidak cukupnya dana lessee untuk membeli barang modal, sehingga menghubungi lessor untuk membiayainya. Dengan demikian, dalam sewa guna usaha ada pihak utama yang terlibat di dalamnya, yaitu lessor sebagai perusahaan pembiayaan, lessee sebagai pihak yang di biayai dalam memperoleh barang modal, dan supplier sebagai penyedia atau penjual barang modal. Berdasarkan transaksi yang terjadi antara lessor dan

lessee ini maka sewa guna usaha secara umum dibedakan antara finance lease dan operating lease. Perbedaan pokok diantara dua jenis sewa guna usaha adalah adanya

hak opsi bagi lessee pada jenis finance lease, adapun dalam operating lease tidak adanya hak opsi pada lessee.

2. Modal Ventura

Keberadaan usaha modal ventura ini kedepan mempunyai prospek yang cukup baik mengingat peranan yang sangat penting bagi perkembangan usaha, khususnya bagi usaha kecil di Indonesia.

Istilah modal ventura sudah meluas penggunaanya, baik dikalangan dunia usaha maupun dalam tata pergaulan hukum di Indonesia. Istilah modal ventura


(50)

merupakan terjemahan dari terminologi bahasa Inggris, Venture capital yang berarti sesuatu yang mengandung resiko atau dapat pula berarti sebagai usaha. Secara harfiah modal ventura berarti modal yang diinvestasikan pada suatu usaha yang mengandung resiko, yang disebut risk capital. Dikatakan mengandung resiko dalam investasi ini tidak menekankan pada aspek jaminan (collateral), melainkan pada prospek kelayakan dari usaha yang dibiayai.

Selanjutnya menurut Pasal 1 angka (11) bahwa perusahaan modal ventura adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal kedalam suatu perusahaan pasangan usaha (investee company) untuk jangka waktu tertentu. Di dalam pengertian ini mengandung beberapa unsur dari:

a. adanya badan usaha (company),

b. bidang usaha, yaitu kegiatan pembiayan (finance business), c. bentuk kegiatan yaitu penyertaan modal (equity participation), d. pada perusahaan pasangan usaha (investee company).

Karakteristik modal ventura dalam menjalankan usahanya dilakukan dengan cara penyertaaan modal ke dalam perusahaan pasangan usaha. Dalam melakukan penyertaan modal tersebut perusahaan modal ventura tidak sekedar merupakan semacam lembaga yang bersifat philantropik dan charity yang menjalankan usahanya berdasarkan tanggung jawab sosial dan belas kasihan. Perusahaan modal ventura adalah lembaga bisnis yang bertolak pada high risk dan high return investment serta bukan suatu usaha yang spekulatif.


(51)

Konsep dasar modal ventura adalah pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal equity ke dalam suatu perusahaan pasangan usaha. Penyertaan modal oleh ventura ini tidak dapat disamakan dengan penyertaan biasa, dan tidak juga semua penyertaan modal pada perusahaan lain dapat digolongkan sebagai pembiayaan modal ventura. Pembiayaan modal ventura mempunyai ciri-ciri atau karakteristik yang membedakannya dengan usaha lain sekalipun usaha tersebut sejenis, beberapa karakteristik pada usaha modal ventura tersebut adalah:

a. Badan pembiayaan pada perusahaan pasangan usaha bukan dalam bentuk pinjaman (loan), tetapi dalam bentuk penyertaan modal (equity participation) atau setidaknya pinjaman yang dapat dialihkan ke equity,

b. Bantuan pembiayaan bersifat sementara, sampai pada waktunya dilakukan divestasi, dengan ketentuan tidak boleh melebihi jangka waktu 10 (sepuluh) tahun,

c. Penyertaan modal bersifat jangka panjang (long term), biasanya diatas 3 (tiga) tahun,

d. Pembiayaan ini beresiko tinggi (high risk) karena tidak didukung oleh jaminan (collateral),

e. Motif utama tetap bisnis, yaitu mengharapkan keuntungan yang tinggi berupa

capital gain sebagai imbalan atau resiko yang tinggi,

f. Perusahaan modal ventura terlibat dalam managemen pada perusahaan pasangan usaha,


(52)

g. Investasi modal biasanya dilakukan terhadap perusahaan yang tidak punya akses untuk memperoleh kredit dari bank,

h. Umumnya ditujukan kepada perusahaan kecil atau perusahaan baru, tetapi memiliki potensi besar untuk berkembang,

i. Pemodal ventura merupakan personifikasi manusia unggul yang mampu mencari dan melihat peluang bisnis, professional, inovatif dan dinamis, serta memiliki enterprenuership.

Pelaksanaan penyertaan modal oleh perusahaan modal ventura pada perusahaan pasangan usaha dapat dilakukan secara langsung dalam bentuk penyertaan modal saham ataupun secara tidak langsung, baik dalam obligasi konversi atau dengan sistem bagi hasil. Meskipun idealnya penyertaan modal dilakukan dalam saham, namun dalam praktek bentuk bagi hasil yang sering diterapkan, keadaan ini tidak terlepas karena masih adanya beberapa kendala dan keterbatasan baik dari pihak perusahaan modal ventura maupun pihak perusahaan pasangan usaha sehingga tidak mungkin dilakukan penyertaan modal secara langsung dalam bentuk saham.

3. Anjak Piutang

Persaingan dalam dunia bisnis mengakibatkan terjadinya pergeseran orientasi dari pola pasar penjual kepada pola pasar pembeli. Kondisi yang demikian ini mendorong setiap perusahaan untuk melakukan berbagai cara supaya meningkatkan omset penjualan yang pada akhirnya meningkatkan laba, yaitu antara lain dengan kebijakan berupa pemberian fasilitas pembayaran secara kredit kepada pembeli. Namun demikian peningkatan penjualan secara kredit ini bisa meningkatkan semakin


(53)

rumitnya administrasi penjualan sehubungan dengan penagihan piutang dan resiko tidak dilunasinya piutang tersebut. Peningkatan penjualan secara kredit juga mengakibatkan peningkatan kebutuhan modal kerja yang disebabkan semakin besarnya modal kerja yang tertanam di dalam piutang.

Pengertian anjak piutang dalam bahasa Inggris sering disebut factoring merupakan suatu istilah yang berasal dari gabungan kata anjak yang artinya pindah atau alih, dan piutang yang berarti tagihan sejumlah uang. Berdasarkan arti kata tersebut, secara sederhana anjak piutang berarti pengalihan piutang dari pemiliknya kepada pihak lain.

Menurut Pasal 1 angka (8) anjak piutang adalah: Badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan penagihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri.

Menurut Abdulkadir Muhammmad dan Rilda Murniati merinci unsur-unsur utama pengertian anjak piutang sebagai berikut:

a. Subjek anjak piutang, adalah perusahaan anjak piutang (factoring company), klien (supplier), dan nasabah (customer).

b. Objek anjak piutang yaitu piutang jangka pendek milik klien.

c. Peristiwa anjak piutang, yaitu kontrak pengalihan piutang jangka pendek antara pihak klien dan perusahaan anjak piutang.

d. Hubungan anjak piutang, hubungan kewajiban hak antara klien dan perusahaan anjak piutang. Klien berkewajiban menjual dan menjamin serta


(54)

mengalihkan piutang jangka pendek hasil transaksi perdagangan kepada perusahaan anjak piutang. Adapun perusahaan anjak piutang berkewajiban membiayai dalam bentuk pembelian atau pengalihan piutang jangka pendek hasil transaksi perdagangan, menatausahakan utang tersebut dan menagih piutang perusahaan klien.

e. Jangka waktu anjak piutang, yaitu sesuai dengan piutang jangka pendek. Piutang perdagangan jangka pendek umumnya berkisar antara 30 (tiga puluh) sampai 90 (sembilan puluh) hari. Hal ini berarti setelah penyerahan barang kepada pembeli (debitur), penjual harus menunggu pembayaran sampai penjualan kredit itu jatuh tempo40.

Transaksi anjak piutang dilakukan dengan membuat suatu perjanjian yang bentuknya tertulis yang disebut dengan perjanjian anjak piutang (factoring

agreement). Perjanjian anjak piutang ini bisa dibuat dalam bentuk akta otentik yang

dibuat oleh notaris atau akta di bawah tangan. Adapun isi dari perjanjian antara lain memuat tentang ketentuan umum, keabsahan piutang, pengalihan resiko, pengalihan piutang, pemberitahuan, syarat pembayaran, perubahan persyaratan, tanggung jawab klien terhadap nasabah, dan jaminan klien. Atas dasar isi yang termuat dalam perjanjian serta ciri-ciri anjak piutang ini, kegiatan anjak piutang tidak bisa disamakan dengan kredit bank terlebih dengan debt collector meskipun jika dicari juga akan ada kemiripannya.


(1)

juga mengenai harganya, maka penjualan dapat langsung dilakukan. Tidak perlu menunggu selama beberapa waktu untuk melayangkan somasi atau teguran seperti halnya jika penjualan objek jaminan dilakukan melalui pelelangan di muka umum. b. Hemat biaya

Menghemat biaya dapat dirasakan oleh semua pihak yang terlibat dalam penjualan di bawah tangan ini. Bagi finance seluruh biaya untuk melaksanakan penjualan di bawah tangan dibebankan kepada debitur. Apabila finance meyelesaikan kredit macetnya pada PUPN, maka finance akan dikenakan biaya 10% (sepuluh persen) dari pelunasan dan debitur akan dibebani pembayaran bea lelang sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari harga penjualan. Sedangkan bagi pembeli juga akan dikenakan biaya juga yaitu bea lelang sebesar 4,5% (empat koma lima persen), uang miskin 0,4% (nol koma empat persen) dari harga penjualan. Tapi jika penjualan dilakukan di bawah tangan, maka debitur hanya dibebani biaya yang ditentukan saja, misalnya biaya pemasangan iklan terhadap responden, nasabah yang mengalami kredit macet dan menghendaki penyelesaiannya.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Faktor-faktor penyebab eksekusi pada objek jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan adalah adanya cidera janji sebagaimana diatur dalam KUHPerdata Pasal 1243 KUHPerdata unsur-unsurnya antara lain, lalai memenuhi perjanjian, tidak memenuhi prestasi dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dalam perjanjian telah diatur secara rinci mengenai hal-hal yang berkenaan dengan

wanprestasi. Kemudian pada Pasal 11 dalam isi Perjanjian Kredit pada PT. Batavia Prosperindo Finance yang mengatur tentang Kelalaian dan

pengakhiran Perjanjian

2. Adapun hambatan dan upaya yang dilakukan dalam penarikan barang jaminan yaitu: barang jaminan dijual, barang jaminan digadai, penerima fasilitas tidak mampu lagi, pendapatan bulanan penerima jaminan yang tidak pasti, penerima fasilitas hanya atas nama, kurangnya pemahaman penerima fasilitas atas isi Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Upaya yang dilakukan adalah menawarkan kebijakan, mendatangi rumah debitur, mengawasi rumah debitur, melibatkan informan tetap, pelaporan pada pihak kepolisian.

3. Prosedur eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil. Prosedur yang dilakukan oleh PT. Batavia Prosperindo Finance adalah penjualan di bawah tangan seperti jual beli biasa namun


(3)

pelaksanaannya tidak mengikuti seluruh kententuan formal menurut Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia terutama dalam hal ini ketentuan mengenai pengumuman pada surat kabar yang beredar di kota Medan.

B. Saran

1. Untuk lembaga pembiayaan agar lebih selektif di dalam memilih para nasabah tetap melakukan analisis dan survey atas kemampuan konsumen dan kalau memang konsumen tidak layak maka harus ditolak sehingga dapat diminimalisir debitur yang wanprestasi. Jangan hanya mengejar target penjualan dari perusahaan.

2. Kepada debitur sebaiknya memahami isi dari pasal-pasal yang ada di dalam Pasal 11 Perjanjian Pembiayaan Konsumen agar penarikan barang jaminan menurut Pasal 30 Undang-Undang Jaminan Fidusia dapat dilaksanakan dengan baik.

3. Kepada Lembaga Pembiayaan sebagai praktisi yang menerapkan undang-undang harus juga diperhatikan mengenai aturan-aturan yang berlaku di dalam undang-undang terutama dalam hal eksekusi yang sudah diatur secara rinci pada Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia, padahal apabila tidak memenuhi syarat tersebut menjadi batal demi hukum namun di dalam pelaksanaannya hal tersebut dibiarkan terjadi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi Aten, Affandi Wahyu, Tentang Melaksanakan Putusan Hakim Perdata, Alumni, Bandung, 1983.

Ali Achmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Toko Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002.

Badrulzaman Mariam Darus, Bab-bab Tentang Creditverband,Gadai dan Fiducia, Alumni, Bandung, 1987.

Dja’is Mochamad, Hukum Eksekusi Sebagai Wacana Baru di Bidang Hukum, disampaikan dalam rangka Dies Natalis Ke-43, Fakultas Hukum, Undip, 2000.

Djumhana M., Hukum Perbankan di Indonesia, Cita Aditya Bakti, Bandung, 2008. Hadisoeprapto Hartono, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,

Liberty, Jogyakarta, 1984.

Harahap M. Yahya, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

Kamello Tan, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”, Disertasi, PPs-USU, Medan 2002.

_______________, Hukum Jaminan Fiducia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, PT. Alumni, Bandung, 2004.

Lubis M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Mandar Maju, Bandung, 1994.

Mertokusumo Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Jogjakarta, 1989. _______________, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Jogyakarta, 2003.

Muhammad Abdul Kadir, Hukum Harta Kekayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.

Naja H.R. Daeng, Hukum Kredit dan Bank Garansi, The Bankers Hand Book, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.


(5)

Patrik Purwahid, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994.

Prajitno A.A.Andi, Hukum Fidusia: Problematika Yuridis Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, Bayumedia Publishing, Surabaya,

2008.

Satrio J., Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Sibarani Bachtiat, Haircut atau Pareta Eksekusi, Jurnal Hukum Bisnis, 2000.

Sjahdeini Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta, 1993. Soekanto Soerjono dan Mamudji Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.

Soemitro Rony Hanitijo, Metedologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990.

Soepomo R., Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1989.

Sofwan Sri Soedewi Masjchoen, Beberapa Masalah Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia di dalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Bulak Sumur, Yogjakarta, 1977.

_______________, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum dan Jaminan Perorangan, Liberty Offset, Yogjakarta, 1980.

Subekti R., Aneka Perjanjian, Alumni Bandung, 1985.

Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Sunggono Bambang, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2002.

Sutantio Retnowulan dan Oeripkartawinata Iskandar, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 1997.


(6)

Tiong Oey Hoey, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia 1984.

Widjaja Gunawan & Yani Ahmad, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada Jakarta, 2000.

Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia.

Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tatacara Pelaksanaan Lembaga pembiayaan.