Analisis Kualitas Udara dan Keluhan Kesehatan yang Berkaitan dengan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Batubara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017 Chapter III VI

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif, yaitu
untuk mengetahui kualitas udara dan keluhan kesehatan yang berkaitan
dengan saluran pernafasan pada pekerja batubara di PLTU Labuhan Angin
Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli
Tengah. Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut untuk melakukan
penelitian adalah karena :
1. PLTU Labuhan Angin pada tahap operasionalnya menghasilkan emisi
udara yang berdampak pada penurunan kualitas udara.
2. Adanya pekerja yang bekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten
Tapanuli Tengah yang setiap hari berada pada kawasan tersebut.
3. Belum pernah dilakukan penelitian tentang analisis kualitas udara yang
berkaitan dengan saluran pernafasan pada pekerja di PLTU Labuhan
Angin.
3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus tahun 2016 sampai April
tahun 2017

Universitas Sumatera Utara

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja dengan jumlah pekerja
sebanyak 156 pekerja

yang bekerja di kawasan PLTU Labuhan Angin

Kabupaten Tapanuli Tengah.
3.3.2 Sampel Penelitian
Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebagian pekerja pada bagian
coal dan ash di PLTU Labuhan Angin. Perhitungan besar sampel dalam
penelitian ini menggunakan rumus Yamane (1967) dikutip dari buku
Notoadmodjo tahun 2005 sebagai berikut :

�=


Dengan :



1+�(�)2

N : Jumlah populasi
N : Jumlah sampel
d : Tingkat Kepercayaan yang diinginkan 0,1
�=

�=

156
1 + 156(0,1)2
156
1 + 156(0,01)

�=


156
1 + 1,56

�=

156
2,56

� = 61

Sehingga dari perhitungan besar sampel di atas maka diperoleh sampel
penelitian ini sebanyak 61 pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten
Tapanuli Tengah dengan teknik pengambilan sampelnya menggunakan teknik
quota sampling.
3.4 Titik Pengambilan Sampel Udara Emisi
Titik pengambilan sampel udara emisi dapat dilakukan pada sumber
emisinya, yaitu: pada bagian cerobong dari PLTU Labuhan Angin. Bagian

Universitas Sumatera Utara


Cerobong yang dimaksud adalah cerobong yang berukuran delapan kali
diameter bawah atau dua kali diameter atas dan bebas dari gangguan aliran
seperti bengkokan, ekspansi, atau penyusutan aliran di dalam cerobong.

Lubang pengambilan sampel
Gambar 4. Titik Pengambilan sampel udara emisi
2(dD)
d+D
Keterangan :
D : Diameter dalam cerobong bawah
d : Diameter dalam cerobong atas
De : Diameter Ekuivalen
3.5 Metode Pengumpulan Data
3.5.1 Data Primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan
melakukan observasi lapangan, pengukuran Total partikulat, SO2 dan NO2
dengan menggunakan alat CEMS (Continous Emission Monitoring System)
serta wawancara kepada pekerja atau karyawan di bidang lingkungan dengan


Universitas Sumatera Utara

bantuan kuesioner untuk mengetahui keluhan kesehatan yang berkaitan
dengan saluran pernafasan pada pekerja PLTU Labuhan Angin.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan mengumpulkan semua data – data dari
perusahaan, BAPEDAL Tapanuli Tengah, peraturan menteri lingkungan
hidup, buku dan jurnal yang berhubungan dengan analisis kualitas udara dan
keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran penafasan pada pekerja di
PLTU Labuhan Angin.
3.6 Parameter dan Subjek Penelitian
3.6.1 Parameter Penelitian
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah Total partikulat, Sulfur
dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2) dan Karbonmonoksida (CO) dengan
pertimbangan tingginya kadar emisi gas yang dihasilkan oleh PLTU Labuhan
Angin.
3.6.2 Subjek Penelitian
Subjek yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Pekerja atau karyawan yang bekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten
Tapanuli Tengah untuk mengetahui keluhan kesehatan yang dirasakan

oleh para pekerja.
2. Kualitas udara yang pengukurannya dilakukan pada cerobong dengan
menggunakan CEMS. Lokasi CEMS pada cerobong minimal delapan kali
diameter cerobong dari gangguan bawah dan dua kali diameter dari ujung
atas cerobong. Alasannya bahwa cerobong merupakan sumber emisi yang
tidak bergerak sehingga harus diamati kadar dari setiap emisi yang
dilepaskan ke udara ambient, agar tidak menimbulkan dampak bagi
kesehatan para pekerja di PLTU Labuhan Angin.

Universitas Sumatera Utara

3.7 Definisi Operasional
1. Emisi adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam mesin
pembakaran dalam, mesin pembakaran luar, mesin jet yang dikeluarkan
melalui sistem pembuangan mesin.
2. Memenuhi Baku Mutu adalah sesuainya kadar suatu zat denga batas kadar
yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan
dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup.
3. Tidak Memenuhi Baku Mutu adalah ketidaksesuaian suatu zat dengan
batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di

lingkungan serta dapat menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup.
4. Total partikulat adalah nama umum untuk sejumlah partikel padat kecil
dengan diameter 500 mikrometer.
5. Sulfur Dioksida adalah ikatan yang tidak stabil dan sangat reaktif terhadap
gas lain, tidak berwarna, bau yang tajam, sangat mengiritasi, tidak terbakar
dan tidak meledak.
6. Nitrogen dioksida adalah senyawa kimia yang memiliki rumus NO2,
berwarna merah – ungu – kecokelatan, bau yang menyengat, toksik,
korosif dan menyerap banyak cahaya.
7. Umur adalah usia pekerja yang dimulai sejak lahir sampai dengan waktu
penelitian ini, data diperoleh dari hasil pengisian kuesioner.
8. Jenis Kelamin yang dimaksud adalah jenis kelamin pekerja berupa laki –
laki dan perempuan yang bekerja di PLTU Labuhan Angin

Universitas Sumatera Utara

9. Masa Kerja yang dimaksud adalah waktu mulai bekerja di PLTU Labuhan
Angin sampai waktu penelitian yang dihitung dalam tahun.
10. Jumlah Jam Kerja yang dimaksud adalah lamanya bekerja dalam satu hari
dihitung dalam hitungan jam.

11. Keluhan gangguan saluran pernafasan berdasarkan yang dirasakan oleh
responden .
3.8 Aspek Pengukuran
1.

Pengukuran kadar Total partikulat, SO2 dan NO2 yang merupakan emisi
dari PLTU Labuhan Angin dengan menggunakan alat CEMS (Continous
Emission Monitoring System), pengukuran dilakukan pada cerobong
tepatnya pada lubang pengambilan sampel.

2.

Hasil pengukuran tersebut dapat dibandingkan dengan baku mutu emisi
sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit tenaga
listrik termal

menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 21

tahun 2008.
3.


Keluhan kesehatan pada pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten
Tapanuli Tengah dapat diketahui dengan menggunakan kuesioner.

3.9 Cara Kerja Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah CEMS (Continous
Emission Monitoring System). CEMS tersebut terdiri dari 2 alat, yaitu MIR
9000 dan DURAG. Model Environnement S.A MIR 9000 dapat mengukur
kadar emisi berupa SO2, NO2 dan CO sedangkann alat pengukur lainnya yaitu
DURAG dapat mengukur kadar emisi berupa Total partikulat. CEMS
(Continous Emission Monitoring System) adalah seperangkat peralatan yang
berfungsi untuk menganalisa konsentrasi polutan yang diemisikan ke udara

Universitas Sumatera Utara

ambient oleh pembangkit listrik tenaga uap dan untuk menentukan kuantitas
kadar suatu parameter emisi atau laju aliran melalui pengukuran secara
periodik yang digunakan secara in-situ di dalam cerobong maupun. Cara kerja
alat ini sebagai berikut :
g.


CEMS (Contious Emission Monitoring System) metode NDIR (Non
Dispersive Infrared) yang memanfaatkan radiasi sinar infrared untuk
pengukuran Sedangkan O2 menggunakan sensor eksternal.

h.

Pastikan CEMS dalam posisi ON untuk digunakan.

i.

CEMS diintegrasikan pada sebuah controler berupa data logger.

j.

Controler dihubungkan dengan sebuah komputer / PC

k.

Controler akan menyajikan hasil pemantauan emisi dan melakukan auto

kalibrasi gas analyzer.

l.

Baca angka dan grafik pada monitor dan catat hasilnya.`

3.10 Metode Analisis Data
Data pengukuran kualitas udara berupa kadar debu, SO2 dan NO2 yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan membandingakan hasil
pengukuran yang diperoleh dengan peraturan menteri lingkungan hidup No.
21 tahun 2008 tentang Baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha/
kegiatan pembangkit tenaga listrik termal dan melakukan wawancara terhadap
para pekerja tentang keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran
pernafasan pekerja menggunakan kuesioner.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Pembangkit Listrik Tenaga Uap Labuhan Angin
Kabupaten Tapanuli Tengah
Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) labuhan angin terletak di Teluk
Tapian Nauli, Desa Tapian Nauli, Kecamatan Tapian Nauli, kabupaten Tapanuli
Tengah, Provinsi Sumatera Utara, dengan kapasitas sebesar 2 x 115 MW. Energi
listrik yang dihasilkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik
digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di Provinsi Sumatera Utara
umumnya dan terkhusus untuk Kabupaten Tapanuli Tengah. Kawasan PLTU
Labuhan Angin berada pada suatu daerah dengan morfologi landal yang dibentuk
oleh batu gamping dan batu gamping berongga pada daerah yang menjorok ke
arah laut.
Lahan yang membatasi PLTU Labuhan Angin adalah sebagai berikut :
-

Sebelah utara berbatasan dengan lokasi rencana dermaga pelabuhan
pendaratan ikan

-

Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Tapian Nauli

-

Sebelah selatan berbatasan dengan tanah hak pakai Nomor 10/1995 Dep
Hankam RI (TNI – AL)

-

Sebalah barat berbatasan dengan hutan alami
Berdasarkan hasil laporan studi pra kelayakan PLTU Labuhan Angin pada

tahun 2002, maka ditetapkan di Desa Tapian Nauli 1 sebagai lokasi PLTU

Universitas Sumatera Utara

dengan koordinat lokasi 01037’15” - 01044’18” LU dan 980 44’ 25” – 980 50’05”
BT. Lokasi PLTU Labuhan Angin seluas ± 50 ha yang terdiri atas :
-

Semak / rawa – rawa seluas 25 ha

-

Hutan sekunder seluas 20 ha

-

Mangrove seluas 5 ha.

4.2 Sumber Batubara PLTU Labuhan Angin
Bahan bakar yang digunakan oleh PLTU Labuhan Angin adalah batubara
dengan kalor antara 3800 – 4800 Kcal / kg kondisi diterima (AR). Kebutuhan
batubara untuk PLTU Labuhan Angin tersebut diperkirakan sebesar 912.000 ton
per tahun atau sekitar 2500 ton per hari.
Daerah Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan diindikasikan adanya
cadangan batubara, namun sampai saat ini kepastian cadangan batubara tersebut
belum diketahui secara tepat karena belum terpetakan secara rinci. Analisa
batubara untuk keperluan desain PLTU Labuhan Angin dengan menggunakan
nilai rata-rata dari sumber yang tersedia adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Sumber Batubara PLTU Labuhan Angin
Senyawa
Kadar
Carbon
46 – 52 %
Hydrogen
3,5 – 5 %
Nitrogen
0,8 – 1,1 %
Sulphur
0,8 – 1,4 %
Oxygen
10 – 20 %
Total sulphur
0,8 – 1,4 %
Nilai kalori
4200 – 4600 Kcal / kg
Sumber : KA – ANDAL PLTU Labuhan Angin, 2003

Universitas Sumatera Utara

4.3

Sistem Pengelolaan Gas Pada PLTU
Sistem Pembakaran
Sistem pembakaran PLTU Labuhan Angin ini menggunakan ketel dengan

batubara yang digiling, tekanan subkritis, sirkulasi terkendali dan tarikan angin
seimbang (balance draft) dan unit tipe drum. Panas yang diperoleh dari hasil
pembakaran batubara tersebut digunakan untuk memanaskana air ketel, untuk
menghasilkan uap panas. Uap dari ketel tersebut dialirkan ke turbin uap yang akan
menghasilkan tenaga listrik sebesar 230 MW. Ketel dilengkapi dengan pulverizer
(penggiling), kipas aliran isap (Induced Draft Fran), pemanas udara dan sistem
pembuang abu dasar.
Sistem ini dirancang untuk membakar campuran batubara berkadar sulfur
rendah, batubara setengah muda (Sub bituminous) dan atau batubara bituminous.
Ketel ini dirancang untuk beroperasi dengan batubara pada beban kira – kira 30 %
sampai pada kondisi satu silo, pulverizer dan sistem pengumpan tidak berfungsi.
Sistem ini dapat beroperasi dengan terus – menerus pada satu pemanas air pengisi
yang bersuhu tinggi.
Disamping itu, terdapat pula sebuah pemanas cadangan apabila pemanas
pertama tidak berfungsi. Bahan bakar minyak (solar) digunakan untuk start up.
Bahan bakar minyak dialirkan melalui pipa bahan bakar. Bahan bakar minyak
digunakan untuk menyulut api pada start up dan melumasi nyala api awal dengan
menggunakan alat penyulut api (KA – ANDAL PLTU Labuhan Angin, 2003).

Universitas Sumatera Utara

4.4

Kualitas Udara
Kadar kualitas udara emisi di PLTU Labuhan Angin yang diukur pada

tanggal 12 maret 2017. Titik pengambilan sampel dilakukan pada cerobong,
dimana cerobong merupakan sumber emisi tidak bergerak. Pengukuran kualitas
udara emisi dilakukan pada keadaan cuaca yang cerah. Adapun hasil pengukuran
kualitas udara emisi di PLTU Labuhan Angin dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kualitas Udara di PLTU Labuhan Angin
Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017
Lokasi

Parameter
yang
dipantau

Cerobong Total
Titik
partikulat
koordinat NO2
stack
SO2
N:
CO
0
1 75.19’2
6” ; E:
98073.12’
89”
Keterangan :

Satuan

Alat
pengukuran

Konsentrasi
rata - rata

112,02

Syarat
baku
mutu
emisi
150

mg/m3

DURAG

mg/m3
mg/m3
mg/m3

MIR 9000
MIR 9000
MIR 9000

Ket

MS

139,3
537,6
17,9

850
750
100

MS
MS
MS

MS : Memenuhi syarat
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari pengukuran emisi yang dilakukan pada
cerobong PLTU Labuhan angin tidak terdapat hasil pengukuran yang melebihi
baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit
tenaga listrik termal. Kadar emisi berupa total partikulat yang dihasilkan dari
cerobong sebesar 112,02 mg/m3, kadar nitrogen dioksida (NO2) sebesar 139,3
mg/m3, kadar sulfur dioksida (SO2) sebesar 537,6 dan kadar karbonmonoksida
(CO) sebesar 17,9. Kadar Total partikulat, nitrogen dioksida, sulfur dioksida dan

Universitas Sumatera Utara

karbonmonoksida yang diukur pada cerobong tersebut masih memenuhi syarat
pada baku mutu menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 21 tahun
2008.
4.5 Karateristik Pekerja
Untuk mengetahui karateristik pekerja di PLTU Labuhan angin (meliputi:
umur, jenis kelamin, masa kerja, lama kerja per hari dan kebiasaan merokok)
dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Hasil analisa
terhadap kuesioner yang telah dilakukan didapatkan tentang karateristik pekerja
dan distribusinya yang dituangkan dalam tabel – tabel berikut ini :
Tabel 4.3 Distribusi Pekerja Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Masa
Kerja, Lama Kerja Per Hari dan Kebiasaan Merokok di PLTU
Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017
Variabel
Umur

Jenis Kelamin

Masa kerja

Lama Kerja Per
Hari

Kebiasaan
Merokok

Kelompok
21-25 tahun
26-30 tahun
31-35 tahun
36-40 tahun
>41 tahun
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1-2 tahun
3-4 tahun
5-6 tahun
7-8 tahun
9 tahun
Jumlah
8 jam

Jumlah (orang)
15
19
12
6
9
61
57
4
61
12
13
12
18
6
61
59

Presentase (%)
24,6
31,1
19,7
9,8
14,8
100,0
93,4
6,6
100,0
19,7
21,3
19,7
29,5
9,8
100,0
96,7

9 jam
24 jam
Jumlah
Ya

1
1
61
42

1,6
1,6
100,0
68,9

Tidak
Jumlah

19
61

31,1
100,0

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja di PLTU Labuhan
Angin memiliki usia dalam rentang 25-28 tahun sebanyak 16 orang (26,2%).
Pekerja di PLTU lebih banyak memiliki jenis kelamin laki-laki sebanyak 57
orang (93,4%). Sedangkan masa kerja terbanyak yang dimiliki oleh pekerja
berada dalam rentang 7-8 tahun sebanyak 18 orang (29,5%). Adapun Lama kerja
responden per hari pada umumnya selama 8 jam per hari sebanyak 59 orang
(96,7%). Untuk kebiasan merokok pada umumnya pekerja memiliki kebiasaan
merokok yaitu sebanyak 42 orang (68,9%).
4.6 Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok (meliputi; merokok pada saat bekerja, lama merokok
dan jumlah batang rokok yang dihabiskan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 4.3 di bawah ini :
Tabel 4.4 Distribusi Pekerja yang Merokok dalam Bekerja, Lama Merokok
dan Jumlah Batang Rokok yang Dihabiskan Pekerja Per Hari di
PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017
Kebiasaan Merokok
Jumlah
Presentase
(orang)
(%)
Pekerja yang merokok
pada saat bekerja

Lama Pekerja Merokok

Batang Rokok yang
Dihabiskan Pekerja

Ya
Tidak

33
28

54,1
45,9

Jumlah

61

100,0

Tidak merokok
< 15 tahun
> 15 tahun

19
33
9

31,1
54,1
14,8

Jumlah

61

100,0

Tidak merokok
< 12 batang
>12 batang
Jumlah

19
32
10
61

31,1
52,5
16,4
100,0

Universitas Sumatera Utara

Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pada umumnya pekerja di PLTU Labuhan
Angin memiliki kebiasaan merokok pada saat bekerja sebanyak 33 orang
(54,1%). Sedangkan lama pekerja merokok lebih banyak kurang dari 15 tahun
sebanyak 33 orang (54,1%). Jumlah batang rokok yang dihabiskan pekerja per
hari kurang dari 12 batang sebanyak 32 orang (52,5%).
4.7 Riwayat Penyakit Sebelum Bekerja
Data riwayat penyakit pekerja sebelum bekerja di PLTU Labuhan Angin
didapat dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner pada pekerja
batubara, sehingga didapat hasil sebagai berikut ini:
Tabel 4.5 Distribusi Pekerja Berdasarkan Riwayat Penyakit Sebelum
Bekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2017.
Riwayat
Penyakit Jumlah (orang)
Presentase (%)
Sebelum Bekerja
Pernah alami
Ya
35
57,4
Gangguan
Tidak
26
42,6
pernafasan
Jumlah
61
100,0
Lama
Tidak alami
27
44,3
mengalami < 7 hari
32
52,5
Gangguan > 7 hari
2
3,3
Saluran
Pernafasan
Jumlah
61
100,0
Mengalami
Ya
6
9,8
Sesak nafas
Tidak
55
90,2
Jumlah
61
100,0
Memiliki asma Ya
2
3,3
Tidak
59
96,7
Jumlah
61
100,0
Lama
Tidak memiliki
59
96,7
memiliki
1 bulan
1
1,6
asma
10 tahun
1
1,6
Jumlah
61
100,0
Mengalami
Ya
10
16,4
nyeri dada
Tidak
51
83,6

Universitas Sumatera Utara

Mengalami
Batukdisertai
darah

Jumlah
Ya
Tidak

Jumlah
Mengalami
Ya
Peningkatan
Tidak
Produksi sputum
Jumlah
Gangguan
Ya
Saluran
Tidak
Pernafasan terjadi
Berulang-ulang
Jumlah
Melakukan
Ya
Pengecekan
Tidak
Keluhan
Jumlah

61
0
61

100,0
0,0
100,0

61
31
30

100,0
50,8
49,2

61
8
53

100,0
13,1
86,9

61
14
47

100,0
23,0
77,0

61

100,0

Data dari tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat pekerja yang mengalami
gangguan saluran pernafasan sebelum bekerja di PLTU Labuhan Angin sebanyak
35 orang (57,4%). Pada umumnya lamanya pekerja mengalami gangguan saluran
pernafasan didominasi kurang dari 7 hari sebanyak 32 orang (52,5%). Pekerja yang
mengalami sesak nafas sebelum bekerja di PLTU sebanyak 6 orang (9,8%).
Adapun pekerja yang pernah memiliki riwayat penyakit asma sebanyak 2 orang
(3,3%). Lamanya pekerja memiliki riwayat penyakit asma terdiri dari 1 bulan
sebanyak 1 orang (1,6%) dan 10 tahun sebanyak 1 orang juga (1,6%). Selebihnya
59 orang (96,7%) tidak memiliki riwayat asma. Pekerja yang sering merasakan
nyeri dada sebelum bekerja di PLTU sebanyak 10 orang (16,4%) dan sebanyak 61
orang (100,0%) tidak pernah mengalami batuk disertai darah. Namun, pekerja yang
mengalami batuk yang produksi sputumnya berlebihan terdapat sebanyak 31 orang
(50,8%). Gangguan saluran pernafasan terjadi berulang-ulang pada 8 orang

Universitas Sumatera Utara

(13,1%). Pengecekan terhadap keluhan pada saluran pernafasan hanya dilakukan
oleh 14 orang (23,0%).
4.8

Keluhan Kesehatan
Keluhan kesehatan pada pekerja batubara setelah bekerja di PLTU Labuhan

Angin diperoleh dengan menggunakan kuesioner, sehingga diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 4.6 Distribusi Pekerja Berdasarkan Keluhan Kesehatan setelah bekerja
di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun
2017
Keluhan Kesehatan Setelah Bekerja
Jumlah
Presentase
(orang)
(%)
Mengalami gangguan
Ya
56
91,8
pada saluran pernafasan Tidak
5
8,2
setelah bekerja
Jumlah
61
100,0
Mengalami gangguan
Ya
4
6,6
pada saluran
Tidak
57
93,4
pernafasan sepanjang hari
Jumlah
61
100,0
Merasa banyak
Ya
56
91,8
debu di PLTU
Tidak
5
8,2
Labuhan angin
Jumlah
61
100,0
Mengalami batuk
Ya
55
91,8
Tidak
6
9,8
Jumlah
61
100,0
Mengalami sesak
Ya
10
16,4
Nafas
Tidak
51
83,6
Jumlah
61
100,0
Mengalami batuk
Ya
1
1,6
disertai darah
Tidak
60
98,4
Jumlah
61
100,0
Mengalami nyeri dada
Ya
12
19,7
Tidak
49
80,1
Jumlah
61
100,0
Gejala terjadi
Ya
7
11,5
berulang-ulang
Tidak
54
88,5
Jumlah
61
100,0
Pernah berobat
Ya
22
36,1
Setelah merasakan
Tidak
39
63,9

Universitas Sumatera Utara

Gejala
Jumlah
Ya
Tidak

61
6
55

100,0
9,8
90,8

Jumlah
½ jam
1 jam
2 jam
3 jam
4 jam
5 jam
7 jam
8 jam
Jumlah
Ya
Tidak

61
2
10
12
6
9
2
3
17
61
46
15

100,0
3,3
16,4
19,7
9,8
14,8
3,3
4,9
27,9
100,0
75,4
24,6

Jumlah
Alami gangguan
Ya
saluran pernafasan
Tidak
ketika berada di rumah
Jumlah

61
23
38

100,0
37,7
62,3

61

100,0

Pernah dirawat
setelah meraskan
gejala
Lama terpapar
Debu

Alami gangguan
saluran pernafasan
karena debu

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki keluhan kesehatan
yang berkaitan dengan saluran pernafasan setelah bekerja di PLTU Labuhan Angin
sebanyak 56 orang (91,8%) dan pekerja yang mengalami gangguan saluran
pernafasan sepanjang hari hanya berjumlah 4 orang (6,6%). Adapun pekerja yang
merasakan banyaknya debu di sekitaran kawasan PLTU sebanyak 56 orang
(91,8%). Pekerja yang mengalami gejala keluhan kesehatan yang berkaitan dengan
saluran pernafasan yang meliputi batuk setelah bekerja sebanyak 55 orang (90,2%),
sesak nafas sebanyak 10 orang (16,4%), batuk disertai darah sebanyak 1 orang
(1,6%) dan nyeri dada sebanyak 12 orang (19,7%).
Gejala Keluhan tersebut dirasakan terjadi berulang-ulang pada pekerja
sebanyak 7 orang (11,5%). Pekerja yang pernah berobat karena gejala keluhan

Universitas Sumatera Utara

kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan tersebut sebanyak 22 orang
(36,1%). Adapun pekerja yang pernah dirawat akibat gejala tersebut hanya 6 orang
(9,8%).
Pekerja yang terpapar debu paling mendominasi selama 8 jam sebanyak 17
orang (27,9%). Pekerja yang merasa gangguan saluran pernafasan yang
dirasakannya diakibatkan oleh debu PLTU Labuhan Angin sebanyak 46 orang dan
pekerja yang ketika di rumah masih mengalami gangguan saluran pernafasan
tersebut sebanyak 23 orang (62,3%).
4.9 Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Karateristik Responden
4.9.1 Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Umur Responden
Responden yang memiliki keluhan saluran pernafasan berdasarkan umur
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.7 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Umur
Pada Pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli
Tengah Tahun 2017
Umur
Mengalami Gangguan Saluhan Pernafasan
(tahun)
Ya (%)
Tidak (%)
15 (24,6%)
0 (0,0%)
21-25
16 (26,2%)
3 (4,9%)
26-30
11 (18,0%)
1 (1,6%)
31-35
5 (8,2%)
1 (1,6%)
36-40
9 (14,8%)
0 (0,0%)
>41
Jumlah
56 (91,8%)
5 (8,2%)

Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 61 pekerja terdapat
sebanyak 16 orang (26,2%) pekerja yang mengalami gangguan saluran pernafasan
lebih banyak terjadi pada kelompok umur 26-30 tahun. Untuk Responden yang
berumur 21-25 tahun yang mengalami gangguan saluran pernafasan sebanyak 15
orang (24,6%). Responden yang memiliki umur 31-35 tahun yang mengalami

Universitas Sumatera Utara

gangguan saluran pernafasan sebanyak 11 orang (18,0%). Responden yang
memiliki umur 36-40 tahun sebanyak 5 orang atau sebesar (8,2%). Responden
yang memiliki umur > 41 tahun lebih sedikit yang mengalami gangguan saluran
pernafasan hanya 9 orang (14,8%).
Responden yang memiliki umur pada rentang 37-40 tahun lebih sedikit
jumlahnya dibandingkan pada umur 33-36 tahun yang mengalami gangguan
pernafasan sebanyak 4 orang (6,6%). Responden yang memiliki umur pada rentang
41-44 tahun yang mengalami gangguan saluran pernafasan sebanyak 7 orang
(11,5%). Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan responden yang memiliki
umur diatas 45 tahun yang mengalami gangguan saluran pernafasan sebanyak 2
orang (3,3%).
4.9.2 Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Jenis Kelamin
Adapun Responden yang memiliki keluhan kesehatan yang berkaitan dengan
saluran pernafasan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.8 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Jenis
Kelamin Pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli
Tengah Tahun 2017
Keluhan Saluran Pernafasan
Jenis Kelamin
Ya (%)
Tidak (%)
52 (85,2%)
5
(8,2%)
Laki-laki
4 (6,6%)
0 (0,0%)
Perempuan
Jumlah
56 (91,8%)
5 (8,2%)

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki jenis kelamin laki-laki
lebih banyak mengalami gangguan saluran pernafasan sebanyak 52 orang (85,2%)
dibandingkan pekerja dengan jenis kelamin perempuan hanya 4 orang yang

Universitas Sumatera Utara

mengalami gangguan saluran pernafasan. Sehingga pada umumnya responden
yang memiliki gangguan saluran pernafasan adalah berjenis kelamin laki-laki.
5.2.1 Keluhan Kesehatan Berdasarkan Masa Kerja
Adapun responden yang mengalami keluhan kesehatan yang berkaitan
dengan saluran pernafasan berdasarkan masa kerja responden dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.9 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Masa
Kerja
Masa Kerja
Keluhan Saluran Pernafasan
Ya (%)
Tidak (%)
1-2 tahun
10 (16,4%)
2
(3,3%)
3-4 tahun
13 (21,3%)
0
(0,0%)
5-6 tahun
11 (18,0%)
1
(1,6%)
7-8 Tahun
16 (26,2%)
2
(3,3%)
9 tahun
6 (9,8%)
0
(0,0%)
Jumlah
56 (91,8%)
5
(8,2%)
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa responden yang memiliki masa kerja sekitar
7-8 tahun lebih banyak yang mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 16
orang (26,2%). Reponden yang memiliki masa kerja 9 tahun dan mengalami
keluhan saluran pernafasan hanya sebanyak 6 orang (9,8%). Adapun responden
dengan masa kerja 1-2 tahun yang mengalami keluhan saluran pernafasan
sebanyak 10 orang (16,4%). Responden yang memiliki masa kerja sekitar 3-4
tahun dan memiliki keluhan saluran pernafasan hanya sekitar 13 orang (21,3%).
Responden yang memiliki masa kerja sekitar 5-6 tahun dan mengalami keluhan
saluran pernafasan sebanyak 11 orang (18,0%).
4.9.4 Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Jam Kerja
Data mengenai Responden yang mengalami keluhan saluran pernafasan
berdasarkan jam kerja responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.10 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Jam
Kerja Pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli
Tengah Tahun 2017
Jam Kerja
Keluhan Saluran Pernafasan
(Hari)
Ya (%)
Tidak (%)
8 jam
55 (90,2%)
4 (6,6%)
9 jam
1 (1,6%)
0 (0,0%)
24 jam
0 (0,0%)
1 (1,6%)
Total
56 (91,8%)
5 (8,2%)

Berdasarkan Tabel 4.10 menunjukkan bahwa responden dengan jam kerja 8
jam paling banyak mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 55 orang
(90,2%). Sedangkan responden dengan jam kerja 9 jam hanya 1 orang (1,6%)
yang mengalami keluhan saluran pernafasan. Responden dengan jam kerja 24 jam
tidak ada yang mengalami keluhan saluran pernafasan. Sehingga responden
dengan jam kerja 8 jam yang kebanyakan mengalami keluhan saluran pernafasan.
4.9.5 Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Kebiasaan Merokok
Data mengenai Responden yang mengalami keluhan saluran pernafasan
berdasarkan kebiasaan merokok responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.11 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan
Kebiasaan Merokok Pada Pekerja di PLTU Labuhan Angin
Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017
Kebiasan Merokok
Keluhan Saluran Pernafasan
Ya (%)
Tidak (%)
Ya
56 (91,8%)
4 (6,6%)
Tidak
18 (29,5%)
1 (1,6%)
Jumlah

56 (91,8%)

5 (8,2%)

Berdasarkan Tabel 4.11 menunjukkan bahwa responden yang memiliki
kebiasaan merokok dan mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 56 orang
(91,8%) sedangkan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok tetapi
memiliki keluhan saluran pernafasan sebanyak 18 orang (29,5%). Responden

Universitas Sumatera Utara

yang memiliki kebiasaan merokok namun tidak memiliki keluhan saluran
pernafasan hanya 4 orang (6,6%). Sedangkan responden yang tidak memiliki
kebiasaan merokok dan tidak mengalami keluhan saluran pernafasan hanya 1
orang (1,6%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki
kebiasaan merokok lebih banyak mengalami keluhan saluran pernafasan.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karateristik Pekerja
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin dengan luas ±
50 ha serta memiliki 156 pekerja. Adapun sampel dalam penelitian ini
sebanyak 61 responden dari 61 pekerja pada bagian batubara di PLTU
Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik quota sampling.
Pada kelompok umur responden, pekerja lebih banyak memiliki rentang
umur antara 25-28 tahun sebanyak 16 responden atau sebesar 26,2% dari total
responden. Kelompok umur dengan jumlah responden terkecil adalah
kelompok umur > 45 tahun sebanyak 2 responden atau sebesar 3,3% dari total
responden. Pekerja pada rentang umur 21-24 tahun sebanyak 11 responden.
Kelompok umur antara 33-36 tahun dan kelompok umur antara 41-44 tahun
yaitu masing-masing kelompok umur dengan jumlah responden sebanyak 7
responden atau sebesar 11,5%. Kelompok umur 29-32 tahun sebanyak 13
responden dan kelompok umur antara 37-40 tahun sebanyak 5 responden.
Umur responden yang termuda adalah 21 tahun sedangkan umur tertua adalah
diatas 45 tahun.
Faal paru pekerja dipengaruhi oleh umur. Secara fisiologis dengan
bertambahnya umur maka kemampuan organ-organ tubuh akan mengalami
penurunan fungsi paru. Umur merupakan variabel yang penting dalam hal

Universitas Sumatera Utara

terjadinya gangguan fungsi paru. Semakin bertambahnya umur, terutama
disertai dengan kondisi lingkungan yang buruk serta kemungkinan terkena
suatu penyakit, maka kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru dapat
terjadi lebih besar (Meita, 2012).
Jenis kelamin terbanyak pada pekerja di PLTU Labuhan Angin adalah
laki-laki sebanyak 57 orang atau sebesar 93,4% dari total responden.
Sedangkan jumlah pekerja perempuan sebanyak 4 orang atau sebesar 6,6%
dari total responden. Hal ini dikarenakan tingginya aktivitas pekerja laki-laki
pada bagian batubara sehingga lama kontak ataupun terpajan dengan debu
batubara lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja perempuan yang hanya
bekerja pada kawasan ESP dengan lama kontak pekerja perempuan dengan
debu batubara sangat singkat. Kebanyakan pekerja laki-laki di PLTU Labuhan
Angin juga merupakan perokok sehingga resiko terkena penyakit saluran
pernafasan empat kali lebih besar daripada bukan perokok (Amin, 1996).
Kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 liter dibandingkan pada
wanita yaitu 3,1 liter. Sampai pada usia pubertas daya tahan kardiorespirasi
antara anak perempuan dan laki-laki tidak berbeda tetapi setelah usia tersebut
nilai pada wanita lebih rendah 15-25% dari pria. Perbedaan ini disebabkan
oleh perbedaan kekuatan maksimal, luas permukaan tubuh, komposisi tubuh,
kekuatan otot, jumlah haemoglobin dan elasitas paru (Meita, 2012).
Masa kerja pekerja di PLTU Labuhan Angin terbanyak pada rentang 7-8
tahun sebanyak 18 orang atau sebesar 29,5% dari total responden. Sedangkan
masa kerja dengan jumlah terkecil yaitu 9 tahun sebanyak 6 orang atau sebesar

Universitas Sumatera Utara

9,8%. Kelompok responden dengan masa kerja 1-2 tahun dan dengan masa
kerja 5-6 tahun masing-masing dengan jumlah pekerja sebanyak 12 orang atau
sekitar 19,7% dan kelompok responden dengan masa kerja 3-4 tahun sebanyak
13 orang atau sebesar 21,3%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pekerja di
PLTU Labuhan Angin telah memiliki masa kerja pada rentang 7-8 tahun.
Dampak dari semakin lamanya masa kerja dapat menyebabkan gangguan
fungsi paru. Masa kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya
pekerja bekerja di bagian batubara dari awal bekerja sampai pada waktu
peneliti melakukan penelitian di PLTU Labuhan Angin. Terjadinya akumulatif
timbunan debu berhubungan dengan masa kerja pekerja. Semakin lama
seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang
ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Fahmi, 2012). Pajanan bahan/zat
kimia baik akut maupun kronis yang cukup lama dan perpanjangan masa
pajanan yang berulang tentu memperbesar resiko efek yang merugikan pada
sistem silia di saluran pernafasan.
Lama kerja responden terbanyak selama 8 jam dengan jumlah pekerja
sebanyak 59 orang atau sebesar 96,7% dari total responden. Sedangkan
pekerja yang bekerja selama 9 jam dan 24 jam masing-masing sebnayak 1
orang atau sebesar 1,6%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pekerja di
PLTU Labuhan Angin bekerja selama 8 jam. Semakin lama seseorang bekerja
di suatu daerah berdebu maka kapasitas paru seseorang akan semakin
menurun. Pekerja yang berada pada lingkungan kerja dengan kadar debu lebih

Universitas Sumatera Utara

tinggi dalam waktu yang lama memiliki resiko tinggi terkena obstruksi paru
(Meita, 2012).
Sebagian pekerja di PLTU Labuhan Angin memiliki kebiasaan merokok
sebanyak 42 orang atau sebesar 68,9%. Sedangkan responden yang tidak
memiliki kebiasaan merokok sebanyak 19 orang atau sebesar 31,1% dari total
responden. Hal ini menunjukkan tingginya resiko pekerja mengalami keluhan
saluran pernafasan. Karena asap rokok dapat mengganggu aktivitas bulu getar
saluran pernafasan, fungsi makrofag dan mengakibatkan hipertrofi kelenjar
mukosa. Resiko penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) yang diakibatkan
oleh rokok empat kali lebih besar daripada bukan perokok. Rokok tidak hanya
menimbulkan inflamasi tapi juga melemahkan pertahanan terhadap kerja
elastase dan reparasi dari matriks ekstrasel (Amin, 1996).
5.2

Kualitas Udara di PLTU Labuhan Angin
Hasil pengukuran kualitas udara berupa total partikulat, sulfur dioksida

(SO2), nitrogen dioksida (NO2) dan karbonmonoksida (CO) pada PLTU
Labuhan angin yang dilakukan pada satu titik yaitu cerobong menunjukkan
bahwa konsentrasi total partikulat, SO2, NO2 dan CO belum melebihi batas
baku mutu emisi sumber tidak bergerak. Hal ini disebabkan karena PLTU
labuhan angin memiliki alat yaitu electrostatic precipitator (ESP) yang
merupakan alat yang dapat menangkap abu ringan dan memiliki flue gas
desulphurization (FGD) yang merupakan alat untuk menurunkan kadar
belerang dalam gas sulfur dioksida (SO2) yang dipasang berdekatan dengan
cerobong PLTU. Setiap unit mempunyai 1 cerobong dengan tinggi 150 m dan

Universitas Sumatera Utara

1 flue gas desulphurization (FGD). Oleh sebab itu konsentrasi total partikulat,
SO2, NO2, dan CO di PLTU Labuhan angin belum melebihi batas baku mutu
emisi sumber tidak bergerak.
5.3 Keluhan Saluran Pernafasan Pada Pekerja di PLTU Labuhan Angin
Kabupaten Tapanuli Tengah.
Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa keluhan saluran
pernafasan pada pekerja di PLTU Labuhan Angin yang terbanyak adalah
batuk yaitu sebanyak 55 orang atau sekitar 90,2%. Sedangkan pekerja yang
mengalami batuk disertai darah hanya 1 orang atau sebesar 1,6%. Pekerja
yang mengalami sesak nafas sebanyak 10 orang atau sebesar 16,4%. Adapun
pekerja yang mengalami nyeri dada sebanyak 12 orang atau sebesar 19,7%.
Hal ini disebabkan karena banyak pekerja yang terpapar debu secara
langsung selama 8 jam dan tidak menggunakan alat pelindung diri berupa
masker pada saat bekerja di kawasan batubara. Sebanyak 42 pekerja atau
sebesar 68,9% dari total responden juga merupakan perokok aktif dan pekerja
yang tidak merokok juga dapat terkena keluhan saluran pernafasan karena
mereka juga merupakan perokok pasif. Pekerja yang merupakan perokok aktif
akan lebih besar beresiko mengalami keluhan saluran pernafasan.
Selain di tempat kerja, pekerja juga dapat mengalami keluhan saluran
pernafasan dari rumah. Hal ini disebabkan karena secara tidak langsung sudah
terpapar dengan asap dari proses memasak di rumah atau terpapar asap
kendaraan. Pekerja yang non perokok dapat mengalami keluhan saluran
pernafasan juga apabila di dalam rumah terdapat salah satu anggota keluarga

Universitas Sumatera Utara

yang merupakan perokok aktif. Sehingga pekerja non perokok dapat terpapar
asap rokok dari perokok aktif tersebut.
Asap rokok dapat menimbulkan keradangan di saluran pernafasan dan
dapat mengakibatkan menurunnya imun respon pada seseorang terhadap
bahan-bahan dihisap dari luar. Hal ini memperjelas bahwa risiko terkena
penyakit akan menjadi sama antara perokok aktif dan pasif. Kerusakan dari
saluran pernafasan disertai dengan menurunnya imunitas tubuh terhadap
inhales agents menyebabkan mudahnya terjadi infeksi pada saluran
pernafasan (Pradono et.al). Rokok menghambat kerja lysyl oxisade yaitu
enzim yang berperan pada pembentukan tahap pertama cross-link antar
molekul elastin. Akibat yang lain dari asap rokok ialah meningkatkan kerja
elastase pada jaringan paru dan alveoli serta menghambat elastin paru (Amin,
1996).
Sebanyak 46 pekerja atau sebanyak 75,4% dari total responden yang
merasakan keluhan saluran pernafasan tersebut menyatakan bahwa keluhan
yang mereka alami disebabkan oleh debu dari PLTU labuhan angin. Keluhan
kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan dapat dialami pekerja
tergantung pada beberapa faktor antara lain: ukuran partikel, konsentrasi, daya
larut, dan sifat kimiawi serta lama paparan terhadap polutan tersebut. Faktor
yang paling berpengaruh terhadap sistem pernafasan adalah ukuran partikel,
karena ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke
dalam sistem pernafasan.

Universitas Sumatera Utara

Zat kimia yang diabsorpsi melalui jalur inhalasi memiliki sifat yang
spesifik. Jika gas dan uap sifatnya terlarut dalam air, maka zat tersebut dapat
larut di dalam lendir yang melapisi permukaan saluran pernafasan sehingga
menimbulkan iritasi dan tidak akan pernah mencapai jalan udara bagian
bawah serta alveolus (misalnya: sulfur doksida). Saat kita menarik nafas,
partikel-partikel yang menyusun aerosol akan terkumpul di sepanjang saluran
pernafasan. Tempat pengumpulan partikel itu akan mempengaruhi tingkat
keparahan kerusakan jaringan, besar absorbsi toksikan ke dalam sirkulasi
sistemik dan mempengaruhi kemampuan paru untuk mengeluarkan partikel
itu. Semakin kecil partikel itu maka semakin jauh jangkauannya di dalam
saluran pernafasan. Aerosol yang berukuran 5-30 mikrometer akan
mengendap terutama di saluran pernafasan bagian atas (hidung dan
tenggorokan). Jarak/kedalaman penetrasi akan bertambah seiring penurunan
ukuran aerosol.
Aerosol yang berukuran 1-5 mikrometer sebagian besar akan terkumpul
di saluran pernafasan bagian bawah (trakea, bronkus, bronkiolus). Endapan
partikel itu akan dibersihkan melalui mekanisme bersihan mukosiliar yaitu
endapan tersebut akan ditelan dan diabsorpsi dari saluran gastrointestinal.
Aerosol yang berukuran 1 mikrometer ke bawah dapat mencapai alveolus.
Aerosol akan diabsorpsi ke dalam sistem darah atau dibersihkan oleh sel-sel
imun (makrofag) yang akan menelan partikel tersebut di alveolus.
Menurut pendapat Nadakavukaren dalam Mukono (2005), bahwa ada
hubungan antara peningkatan SO2 dengan partikel debu. Tingginya kadar debu

Universitas Sumatera Utara

biasanya diiukuti dengan tingginya gas SO2, sehingga sulit membedakan efek
dari kedua bahan tersebut. Pendapat ini bersesuaian dengan penjelasan dari
WHO tahun 2000 bahwa bila sistem kerja silia rusak akibat pajanan bahan/zat
kimia baik akut maupun secara kronis menyebabkan tertahannya substansi
berbahaya dalam paru untuk waktu yang cukup lama dan perpanjangan masa
pajanan yang berulang tentu memperbesar resiko efek yang merugikan.
Pemberian NO2 dengan konsentrasi sebanyak 5 ppm selama 10 menit terhadap
manusia mengakibatkan sedikit kesukaran dalam bernafas (Srikandi, 1992).
Udara yang tercemar akan meningkatkan jumlah kelenjar mucus dan sel
goblet serta terjadi penyumbatan saluran pernafasan serta peningkatan tahanan
aliran udara. Gas SO2 dapat pula masuk ke bronkiolus dan alveolus,
mengiritasinya dan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi lendir
(Mukono, 2011).
Beberapa oksida (SO2, NO2 dan CO) serta total partikulat biasanya
berhubungan secara sinergis dengan aerosol oksida logam atau nitrat dan
dapat berakibat buruk terhadap saluran pernafasan. Total partikulat batubara
tidak merubah kondisi makrofag dan makrofag tetap sehat. Oleh karena itu,
total partikulat batubara tidak mengganggu fungsi paru namun merubah
penampilan paru, yaitu: paru bewarna hitam (Black lung). Gas SO2 dapat pula
bereaksi dengan uap air sehingga terbentuk asam sulfat yang merupakan zat
yang sangat iritatif terhadap mukosa saluran pernafasan dan jaringan paru. Hal
ini dapat menyebabkan matinya sel silia, sehingga aktivitas respiratory
clearance akan terganggu. Jika sampai pada jaringan paru, maka fungsi sel

Universitas Sumatera Utara

makrofag juga terganggu. Oleh karena itu jika udara pernafasan mengandung
bahan pencemar, dapat meningkatkan kepekaan terhadap penyakit infeksi
saluran pernafasan (bronkitis dan emfisema). Bahan polutan gas yang masuk
ke dalam saluran pernafasan dapat pula menyebabkan sembab mukosa
membran sehingga mengakibatkan penyempitan saluran pernafasan (Mukono,
2008).
Secara umum terpapar dengan gas NO2 pada waktu yang singkat dan
kadar yang rendah tidak akan menyebabkan kelainan pada binatang
percobaan. Gas NO2 dapat memberikan kelainan antara lain berupa:
terbentuknya MethHb (Meth Hemoglobin), peningkatan inspiratoryresistance,
peningkatan Expiratory resistance, terjadinya sembap paru dan terjadinya
fibrosis paru. Bahan polutan gas yang masuk ke dalam saluran pernafasan
dapat pula menyebabkan sembab mukosa membran sehingga mengakibatkan
penyempitan

saluran

pernafasan.

Penyempitan

saluran

pernafasan

menyebabkan seseorang meningkatkan upaya untuk bernafas dan menghirup
udara lebih banyak. Kesulitan dalam bernafas mengakibatkan benda asing
termasuk bakteri/mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran
pernafasan dan akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan
(Mukono, 2008).
Berdasarkan karateristik pekerja menurut umur, maka dapat dilihat bahwa
sebagian besar yang mengalami keluhan saluran pernafasan pada kelompok
umur 25-28 tahun. Hal ini terjadi karena lebih banyak kelompok umur pada
rentang 25-28 tahun. Seiring bertambahnya umur seseorang secara fisiologis

Universitas Sumatera Utara

akan terjadi penurunan fungsi dari organ-organ tubuh. Penurunan fungsi ini
dapat berbeda pada tiap individu tergantung dari gaya hidup seseorang
(Pratama . D, 2012).
Berdasarkan karateristik pekerja menurut jenis kelamin, maka dapat
dilihat bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih lebih tinggi
mengalami keluhan saluran pernafasan dibandingkan responden dengan jenis
kelamin perempuan. Hal ini disebabkan karena responden dengan jenis
kelamin laki-laki lebih banyak melakukan kegiatan pada kawasan batubara di
PLTU Labuhan Angin dan sebagian pekerja laki-laki merupakan perokok.
Sehingga beresiko lebih tinggi mengalami keluhan saluran pernafasan
dibandingkan responden dengan jenis kelamin perempuan.
Berdasarkan karateristik pekerja menurut masa kerja, maka dapat dilihat
bahwa responden dengan masa kerja selama 5 tahun lebih banyak yang
mengalami keluhan saluran pernafasan yaitu sebanyak 10 orang. Sedangkan
reponden yang memiliki masa kerja selama 6 tahun hanya terdapat 1 orang
yang mengalami keluhan saluran pernafasan. Masa kerja merupakan salah satu
faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, khususnya gangguan
saluran pernafasan. Masa kerja dari pekerja berhubungan dengan masa
inkubasi debu berada di dalam tubuh. Sehingga, apabila pekerja dengan masa
kerja yang lama maka kondisinya akan berbeda dengan pekerja yang memiliki
masa kerja yang singkat (Sholihah . M, 2015).
Berdasarkan karateristik pekerja menurut jam kerja, maka dapat dilihat
bahwa responden yang bekerja selama 8 jam lebih banyak yang mengalami

Universitas Sumatera Utara

keluhan saluran pernafasan. Hal ini dikarenakan responden yang bekerja
selama 8 jam lebih sering berada dan melakukan aktivitas di kawasan
batubara, sehingga lebih beresiko mengalami keluhan saluran pernafasan.
Salah satu kerusakan yang disebabkan oleh total partikulat merupakan akibat
dari lama paparan atau kontak dengan debu. Semakin lama pekerja bekerja
dalam tempat kerja tersebut memungkinkan pekerja mengalami lama paparan
yang lebih lama dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dengan lama
paparan yang relatif lebih singkat (Sholihah . M, 2015).
Berdasarkan karateristik pekerja menurut kebiasaan merokok, maka dapat
dilihat bahwa responden yang merokok lebih banyak yang mengalami keluhan
saluran pernafasan dibandingkan jumlah responden yang tidak merokok
namun mengalami keluhan saluran pernafasan. Hal tersebut karena pada
perokok kadar gas CO dalam darah cukup tinggi sedangkan pada nonperokok
kadar HbCO adalah berkisar antara 0,4 sampai 0,7%. Penderita anemia
hemolitika darahnya mengandung HbCO berkisar antara 4 sampai 8%. Badan
kesehatan dunia WHO, menetapkan batas 2,5 sampai 3% kadar HbCO bagi
nonperokok (Mukono, 2011). Merokok merupakan salah satu kebiasaan buruk
yang dapat mengganggu kesehatan. Menurut WHO seorang perokok memiliki
resiko kematian 20 kali lebih besar akibat kanker paru dibandingkan yang
bukan perokok dan seorang perokok memiliki resiko penyakit jantung 2-4 kali
lebih besar terkena gangguan saluran pernafasan.
Berdasarkan karateristik lama merokok, maka dapat dilihat bahwa
sebagian besar responden yang mengalami keluhan saluran pernafasan telah

Universitas Sumatera Utara

merokok selama kurang dari 15 tahun sebanyak 30 orang atau sebesar
(49,2%). Responden yang merokok lebih beresiko mengalami keluhan saluran
pernafasan kemungkinan bergantung pada lama responden merokok. Rokok
yang dikonsumsi setiap harinya oleh pekerja mengandung beberapa senyawa
yang dapat berbahaya bagi kondisi paru individu. Senyawa itu dapat
mengendap dalam paru dan dapat menimbulkan perubahan fisiologis paru.
Semakin lama waktu kebiasaan merokok menjadikan semakin banyak
endapan yang ada dalam paru, sehingga jalur udara untuk keluar dan masuk
menjadi lebih sempit. Gangguan fungsi paru dapat dialami oleh seseorang
disebabkan oleh lamanya individu terpapar pada lingkungan yang berdebu
serta frekuensi yang dipaparkan secara bertahap dan beberapa faktor internal,
yaitu: umur, jenis kelamin, masa kerja, status gizi dan kebiasaan merokok
(Sholihah . M, 2015).
Berdasarkan karateristik konsumsi rokok, bahwa sebagian responden
yang mengalami keluhan saluran pernafasan mengkonsumsi kurang dari 12
batang per hari sebanyak 29 orang atau sebesar 47,5%.

Universitas Sumatera Utara

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Kualitas udara yang diukur di PLTU Labuhan Angin berupa total partikulat
sebesar 112,02 mg/m3, NO2 sebesar 139,3 mg/m3, SO2 sebesar 537,6
mg/m3 dan CO sebesar 17,9 mg/m3 yang dilakukan pada satu titik yaitu
cerobong yang merupakan sumber emisi tidak bergerak. Hasil pengukuran
kualitas udara yang dilakukan di PLTU Labuhan angin menunjukkan
bahwa masih memenuhi batas baku mutu yang tercantum pada Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No.21 tahun 2008.
2. Berdasarkan Karateristik reponden, kelompok umur terbanyak berasal dari
kelompok umur 25-28 tahun sebanyak 16 orang (26,2%) dengan jenis
kelamin terbanyak pada laki-laki yaitu sebanyak 57 orang (93,4%).
Responden yang memiliki masa kerja terbanyak yaitu 7-8 tahun sebanyak
18 orang (29,5%), responden yang bekerja selama 8 jam sebanyak 59
orang (96,7%), dan responden yang merokok sebanyak 42 orang (68,9%).
3. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 61 pekerja, terdapat 35
orang (57,4%) sebelum bekerja di PLTU mengalami keluhan saluran
pernafasan dan terdapat sebanyak 56 orang (91,8%) yang mengalami
keluhan saluran pernafasan setelah bekerja di PLTU.

Universitas Sumatera Utara

6.2 Saran
1. Pihak PLTU Labuhan Angin diharapkan lebih memperhatikan kesehatan
para pekerja terutama pekerja yang melakukan aktivitas pada kawasan
batubara.
2. Pihak PLTU Labuhan Angin diharapkan dapat tetap mempertahankan
kualitas udara tidak melewati batas baku mutu emisi sumber tidak
bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal.
2. Bagi para pekerja batubara di PLTU Labuhan Angin sebaiknya
menggunakan masker ketika sedang melakukan kegiatan di kawasan
batubara sebagai upaya pencegahan terhadap keluhan saluran pernafasan.
3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan pengukuran dalam jangka
waktu yang lebih lama agar mendapatkan hasil yang representatif.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Pengolahan Limbah pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah

92 400 115

Hubungan Kadar Particulate Matter 10 (Pm10) Di Udara Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Industri Arang Di Kecamatan Sunggal Kanan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Chapter III VI

0 0 44

Analisis Kualitas Udara dan Keluhan Kesehatan yang Berkaitan dengan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Batubara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017

0 0 16

Analisis Kualitas Udara dan Keluhan Kesehatan yang Berkaitan dengan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Batubara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017

0 1 2

Analisis Kualitas Udara dan Keluhan Kesehatan yang Berkaitan dengan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Batubara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017

0 1 7

Analisis Kualitas Udara dan Keluhan Kesehatan yang Berkaitan dengan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Batubara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017

0 0 40

Analisis Kualitas Udara dan Keluhan Kesehatan yang Berkaitan dengan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Batubara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017

0 0 3

Analisis Kualitas Udara dan Keluhan Kesehatan yang Berkaitan dengan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Batubara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017

0 0 38

Analisis Efektivtas Pendingin Stator Generator Menggunakan Udara Tekan (Studi Kasus Pada PLTU Labuhan Angin) Chapter III VI

0 1 22

ANALISIS PENGOLAHAN LIMBAH PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) LABUHAN ANGIN DI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

0 1 15