Analisis Wacana Kritis Pemberitaanpada Media Online: Tragedi Crane Di Mekkah, Arab Saudi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 UMUM
Aliran air dalam

suatu aliran dapat berupa aliran saluran terbuka

(open chanel flow) maupun aliran pipa (pipe flow). Kedua jenis aliran
tersebut sama dalam banyak hal namun berbeda dalam satu hal yaitu aliran
terbuka harus memiliki permukaan bebas (free surface) sedangkan aliran
pipa/tertutup

tidak demikian, karena

air

harus

Permukaan bebas dipengaruhi oleh tekanan
terkurung


dalam

saluran

tertutup

mengisi

udara.

seluruh

Aliran

aliran.

pipa

yang


tidak terpengaruh langsung oleh tekanan

udara kecuali oleh tekanan hidrolik. Saluran terbuka adalah saluran yang
mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas. Menurut asalnya saluran ini
dapat digolongkan menjadi saluran alam (natural) dan saluran buatan (artificial).
Saluran

tertutup/pipa

adalah

saluran

tertutup

yang

biasanya

berpenampang lingkaran dan digunakan untuk mengalirkan fluida dengan

tampang aliran penuh. Fluida yang dialirkan melalui pipa biasa berupa zat cair/gas
dan tekanan bisa lebih besar/lebih kecil dari tekanan atmosfer. Apabila zat cair di
dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk dalam aliran saluran terbuka
(Bambang Triatmojo, 1993).
Transisi saluran perubahan penampang setempat (dipandang dari segi
luas/bentuk) menghasilkan variasi dari keadaan seragam ke keadaan lain. Transisi
dapat pula mencakup perubahan dalam arah aliran. Transisi ini biasanya
adalah pendek namun pengaruhnya dirasakan dalam jarak yang sangat besar di

Universitas Sumatera Utara

hulu dan hilir. Tikungan, ekspansi dan penyempitan adalah contoh khas dari
transisis saluran.
Dalam pendistribusian air diperlukan cara untuk mengalirkan air agar
dapat mengalir dari sumber air ke semua pemakai air. Ada beberapa metode
pendistribusian air yang terdiri dari tiga sistem metode yaitu sistem gravitasi,
sistem pemompaan dan sistem gabungan.
• Sistem Gravitasi
Metode


pendistribusian

ini

menggunakan

gravitasi

untuk

pendistribusianna dengan bergantung pada topograi sumber daya air dan
daerah distribusinya. Biasanya ditempatkan pada daerah yang lebih tinggi
dari daerah distribusiny, agar air yang didistribusikan dapat mengalir
dengan sendirinya tanpa menggunakan pompa.
• Sistem Pemompaan
Metode ini menggunakan suatu pompa untuk mendistribusikan air
menuju lokasi pemakaian air. Pompa terebut dihubungkan langsung
dengan pipa yang menangani pendistribusian.
• Sistem Gabungan
Metode ini merupakan penggabungan antara gravitasi dan

pemompaan yang biasa digunakan untuk daerah distribusi yang berbukit
dan pendistribusian air di gedung bertingkat.

Universitas Sumatera Utara

2.2

Kebutuhan Konsumsi Air Bersih

2.2.1

Kebutuhan Air Domestik
Pemenuhan kebutuhan air untuk domestik memiliki bagian terbesar dalam

kebutuhan dasar perencanaan unit pengolahan. Faktor kebiasaan, pola dan tingkat
kehidupan

yang

didukung


oleh

adanya

perkembangan

sosial

ekonomi

memberikan pengaruh terhadap peningkatan kebutuhan dasar air. Dikenal ada 2
(dua) kategori fasilitas penyediaan air bersih/minum, yaitu :
a. Fasilitas Perpipaan, terdiri dari : Sambungan Rumah (SR), Sambungan Halaman,
dan Sambungan Umum.
b. Fasilitas Non Perpipaan, terdiri dari : Sumur Umum, Hidran Umum/Kran.
Perlu diketahui pula adalah jumlah kebutuhan rata-rata air bersih per orang
per hari, dimana dibedakan atas kategori kota dan perdesaan. Tingkat pemakaian air
bersih secara umum ditentukan berdasarkan kebutuhan manusia untuk kehidupan
sehari-hari. Kebutuhan air menurut jenis kota berdasarkan standar kebutuhan air

bersih (Departemen PU, 2007) pada tabel 2.1:
Tabel 2.1 Standar Kebutuhan Air Bersih (Dep. PU, 2007)
Penyediaan
Kehilangan
Kategori Kota

Jumlah Penduduk

(liter/orang/hari)
air (%)
SR

HU

Metropolitan

>1.000.000

190


30

20

Besar

500.000 – 1.000.000

170

30

20

Sedang

100.000 – 500.000

150


30

20

Universitas Sumatera Utara

Kecil

20.000 – 500.000

130

30

20

IKK

4000).
Dan jika bilangan Reynolds berada diantara 2300 dan 4000 (2300 < Re

>4000) maka lairan tersebut adalah aliran yang berada pada daerah transisi.
Aliran fluida dikatakan laminar jika lapisan fluida bergerak dengan
kecepatan yang sama dan dengan lintasan partikel yang tidak memotong
atau menyilang atau dapat dikatakan bahwa alirannya berlapis-lapis.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan aliran turbulen di tandai dengan adanya ketidak beraturan atau
fluktuasi di dalam aliran fluida (bergejolak). Karena aliran fluida pada aliran
laminar bergerak dalam lintasan yang sama / tetap maka aliran laminar
dapat diamati. Pada aliran turbulen partikel fluida tidak membuat frekuensi
tertentu dan tidak memperlihatkan pola gerakan yang dapat diamati.Aliran
turbulen hampir dapat dijumpai pada setiap praktek hidrolika dan diantara
laminar dengan turbulen terdapat daerah yang dikenal dengan daerah
transisi. Pada gambar 2.1 berikut terlihat skema mengenai jenis aliran fluida.

Gambar 2.1: Skema aliran dalam pipa
Untuk menganalisis kedua jenis aliran ini diberikan parameter tak
berdimensi yang dikenal dengan nama bilangan Reynolds (white. 1986)
sebagai berikut:

................................... ( 2.1 )

dimana :

�� =

�.�


Re

= Bilangan Reynolds

D

= Diameter pipa

v

= Kecepatan aliran air



= viskositas kinematis air

Universitas Sumatera Utara

Daerah transisi dari aliran laminer dan turbulen terbentuk karena adanya
bilangan Reynolds tertentu pada aliran laminer menjadi tidak stabil, jika
suatu gangguan kecil diberikan pada aliran,pengaruh aliran ini semakin
besar. Suatu aliran dikatakan stabil bila gangguan – gangguan diredam.
Ternyata pada waktu bilangan Reynold tertentu aliran pipa yang lamier
bersifat stabil untuk tiap gangguan kecil.
Karena transisi tergantung pada gangguan-gangguan yang dapat
berasal dari luar atau karena kekasaran permukaan pipa, transisi tersebut
dapat terjadi dalam selang bilangan Reynolds. Dan telah diketahui bahwa
aliran laminar pada kondisi dimana bilangan Reynolds lebih kecil dari 2300
( Re < 2300 ) dan turbulen jika bilangan Reynolds lebih besar dari 4000 (
Re> 4000). Dan jika bilangan Reynolds berada diantara 2300 dan 4000 (
2300 4000) adalah merupakan daerah transisi.
2. Aliran seragam dan tak seragam
Aliran boleh dianggap seragam atau tidak seragam, tergantung pada
variasi luas potongan melintang dan kecepatan aliran dalam arah aliran.Aliran
dikatakan seragam jika kecepatannya tidak bervariasi sepanjang aliran.
Sedangkan

apabila kecepatannya bervariasi dari penampang yang satu

dengan penampang yang lain, maka aliran tersebut dikatakan aliran tidak
seragam.

Universitas Sumatera Utara

3. Aliran Steady dan tidak steady
Aliran disebut steady (tenang) apabila aliran disemua tempat sepanjang
lintasan tidak berubah menurut waktu, dan apabila bervariasi dikatakan tidak
steady. Aliran air yang konstan di dalam pipa bersifat steady, namun
pada saat katup alirannya sedang dibuka atau ditutup, maka itu tidak steady.
2.5

KECEPATAN DAN KAPASITAS ALIRAN FLUIDA
Penentuan kecepatan di beberapa titik pada suatu penampang

memungkinkan untuk membantu dalam menentukan besarnya kapasitas aliran
fluida sehingga pengukuran kecepatan merupakan fase yang sangat penting
dalam menganalisa suatu aliran fluida. Kecepatan dapat diperoleh dengan
melakukan pengukuran terhadap waktu yang dibutuhkan suatu partikel untuk
bergerak sepanjang jarak yang telah ditentukan.
Kapasitas aliran (Q) untuk fluida yang inkompresibel, yaitu:
Q = A.V ........................................... ( 2.2 )
dimana:
Q = Kapasitas aliran (m3/s)
A = Luas penampang aliran (m2)
V = Kecepatan aliran fluida (m/s)
Untuk nilai kecepatan searah gaya gravitasi, maka kecepatan dihitung
berdasarkan tinggi jatuh air atau √(2�ℎ), maka diperoleh persamaan:

Q = �2�ℎ x 0,25 π D2 ............................... ( 2.3 )
Universitas Sumatera Utara

2.6

PERSAMAAN KONTINUITAS
Persamaan

kontinuitas

dihasilkan

dari

prinsip

kekekalan

massa.

Untuk aliran mantap massa fluida yang melalui semua bagian dalam arus
fluida per satuan waktu adalah sama. Untuk pipa bercabang, berdasarkan
persamaan kontinuitas debit aliran yang menuju titik cabang harus sama
dengan debit yang meninggalkan titik tersebut terlihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2: Persamaan kontinuitas pipa bercabang
Persamaan kontinuitas untuk pipa bercabang:
V1 A1 = V2 A2 = V3 A3 =… = Vn.An

................ ( 2.4 )

dimana:
A = luas penampang (m2)
V = kecepatan rata-rata arus aliran (m/s)
2.7

BILANGAN REYNOLDS
Ada tiga faktor yang mempengaruhi keadaan aliran yaitu kekentalan

(µ), rapat massa zat cair (p), dan diameter pipa (D). Pada aliran tak
mampu mampat
temperatur

biasanya

diambil

asumsi

kerapatan,

viskositas

dan

tidak mengalami perubahan sehingga berat spesifiknya konstan.

Untuk diameter dan panjang pipa tertentu,

kerugian tekanan di dalam pipa

Universitas Sumatera Utara

disebabkan adanya efek gesekan sebagai fungsi bilangan Reynolds. .Angka
Reynolds mempunyai bentuk seperti:
Re = D.v.p /µ

......................................... ( 2.5 )

dimana:
v = kecepatan rata-rata aliran (m/s)
µ = viskositas absolute (Pa/ detik)
p = kerapatan fluida (kg/m3)
Untuk angka Reynolds di bawah 2000, aliran pada kondisi tersebut adalah
laminer.

Aliran akan turbulen apabila angka Reynolds lebih besar 4000.

Apabila angka Reynolds berada di antara kedua nilai tersebut adalah transisi.
Angka Reynolds pada kedua nilai di atas (Re = 2000 dan Re = 4000) disebut
dengan batas kritik bawah dan atas (Triatmodjo, 1993).
2.8

SISTEM PERPIPAAN
Sistem perpipaan dapat ditemukan pada hampir semua jenis industri, dari

sistem pipa tunggal yang sederhana sampai sistem pipa bercabang yang sangat
kompleks.
1. Sistem perpipaan tunggal
Sistem

pipa

tunggal

merupakan

sistem

perpipaan

yang

hanya

menggunakan satu buah pipa tanpa menggunakan sambungan.Penurunan
tekanan pada sistem pipa tunggal adalah merupakan fungsi dari laju aliran,

Universitas Sumatera Utara

perubahan ketinggian dan total head loss merupakan fungsi dari factor
gesekan, perubahan penampang.
Untuk

aliran

tak

mampu

mampat,

sifat

fluida

diasumsikan

tetap.Pada saat sistem telah ditentukan, maka konfigurasi sistem, kekasaran
permukaan pipa, perubahan elevasi, dan kekentalan fluida bukan lagi
merupakan variabel bebas.
2. Sistem pipa majemuk
Pada kenyataannya kebanyakan sistem perpipaan adalah sistem pipa
majemuk, yaitu rangkaian pipa seri, paralel maupun berupa jaringan
perpipaan.Untuk rangkaian pipa seri maupun paralel, penyelesaiaannya
adalah serupa dengan perhitungan tegangan dan tahanan pada hukum
ohm.Penurunan tekanan dan laju aliran identik dengan tegangan dan arus
pada listrik.Namun persamaannya tidak identik dengan hukum ohm, karena
penurunan tekanan sebanding dengan kuadrat dari laju aliran.Semua sistem
pipa majemuk lebih mudah diselesaikan dengan persamaan empiris.
Ada beberapa contoh sistem pipa majemuk, dengan memenuhi kaidahkaidah tertentu sebagai berikut:
a. Sistem Pipa yang disusun secara seri
Jika dua buah pipa atau lebih dipasang secara seri, semua
pipa akan dilewati oleh aliran yang sama dan total rugi head pada
seluruh sistem adalah jumlah kerugian pada setiap pipa dan
perlengkapan pipa, terlihat pada gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3: Sistem pipa yang disusun secara seri
Q0 = Q1 = Q2 = ...= Qn

................................. ( 2.6 )

Atau
Qn = A1 V1 = A2 V2 = A3 V3 =...=An Vn ... ( 2.7 )
Dan jika hL adalah rugi head untuk perlengkapan pipa dan katup,
maka :
∑hL = hL1 + hL2 + hL3 +...+ hLn ................ ( 2.8 )
b. Sistem perpipaan disusun secara paralel
Jika dua buah pipa atau lebih dipasang secara paralel,
total laju aliran sama dengan jumlah laju aliran yang melalui
setiap cabang dan kerugian head, terlihat pada gambar 2.4.
Pada sebuah cabang sama dengan kerugian head pada
cabang yang lain. Ini diekspresikan (Olson R.,1993) sebagai :

Gambar 2.4: Sistem pipa yang disusun secara paralel

Universitas Sumatera Utara

Q0 = Q1 + Q2 + Q3+ ... +Qn

............. ( 2.9 )

atau
Qn = A1 V1 + A2 V2 + A3 V3 +...+ An Vn .... ( 2.10 )
atau
hL1 = hL2 = hL3 =...= hLn ............... ( 2.11 )
Kerugian head pada setiap cabang boleh dianggap
sepenuhnya terjadi akibat gesekan, atau rugi akibat katup dan
perlengkapan pipa. Kalau kerugian head totalnya (total head
losses) diketahui, relatif cukup mudah untuk mencari
masing-masing Q1dan menjumlahkannya. Soal sebaliknya,
jika laju aliran totalnya Q yang diketahui, diperlukan
pengulangan

yang lumayan jumlahnya untuk menentukan

bagaimana aliran total ini terbagi kedalam ketiga cabang pipa
itu. Prosedur yang biasa ialah dengan menebak Q1 = Q/3
misalnya, lalu menghitung kerugian headnya dan dari
nilainya itu kita peroleh Q 1 dan Q3 dan dengan menggunakan
persamaan hn= hL1 = hL2= ... = hLn.
Kemudian, kalau jumlahnya tidak betul, turunkan
tebakan yang pertama dari Q1 dan Q3, lalu kita uji lagi
jumlahnya.Kalau perlu naikkan atau turunkan lagi Q1.

Universitas Sumatera Utara

c. Jaringan pipa

Jaringan ini merupakan saluran air yang digunakan
untuk sebuah rumah tangga, komplek perumahan maupun
kota, terihat pada gambar 2.5 berikut:

Gambar 2.5: Rangkaian jaringan pipa

Dalam sistem ini tidak dapat diselesaikan dengan kaidah –
kaidah diatas karena persamaannya tidak linier , maka
penyelesaiaannya diperoleh dengan iterasi numeric yang
pertama kali ditemukan oleh Hardy – Cross pada tahun 1936

2.9

KERUGIAN TINGGI TEKAN (HEAD LOSS)
Kerugian tinggi tekan (head loss) terdiri dari kerugian tinggi tekan mayor

dan kerugian tinggi tekan minor. Head losses mayor terjadi karena kerugian
gesekan terjadi didalam pipa, dan kerugian head losses minor terjadi karena
adanya belokan – belokan, resuder , katup – katup pada pipa.

Universitas Sumatera Utara

Head loss merupakan hilangnya energi mekanik persatuan massa fluida.
Sehingga satuan head loss adalah satuan panjang yang setara dengan satu satuan
energi yang dibutuhkan untuk memindahkan satu satuan massa fluida setinggi
satu satuan panjang yang bersesuaian.
2.9.1 Mayor Head Loss
Bila fluida mengalir melalui suatu pipa dan tekanan
diukur pada dua tempat
bahwa

fluida

pipa, akan dijumpai kenyataan

sepanjang

tekanan berkurang dalam arah aliran. Penurunan tekanan

ini disebabkan

karena gesekan fluida pada dinding pipa. Penurunan

tekanan (∆�) sepanjang pipa (L).
Dalam kajian ini digunakan persamaan Hazen – Williams dan
Darcy – Weisbach.
2.9.1.1. Persamaan Hazen – Williams
hf = S.L, jadi dapat diturunkan sebagai berikut:

ℎ� = �



1.85


0.63

0,849 � � ��ℎ� � �

��

...................... ( 2.12 )

dimana:
� = 0.849 . �ℎ� . � . �0.63 . � 0.54 ........................ ( 2.13 )

Dengan mensubsitusi A = 0.25 π D2 , jadi:

Q = 0,27853 C. D2,63 . S0,54 ............................ ( 2.14 )

Universitas Sumatera Utara

dengan :
= debit aliran pada pipa (m3/s)

Q

0,849 = konstanta
Chw

= koefisien kekasaran Hazen – Williams

A

= Luas penampang aliran (m2)

R

= Jari – jari hidrolis (m) =

S

= Kemiringan garis energi (m/m) = hf/L

hf

= Kehilangan tinggi tekan mayor (m)

D

= Diameter pipa (m)

L

= Panjang pipa (m)




=

0,25 .� .� 2
� .�

=


4

Koefisien kekasaran pipa untuk formula Hazen-Williams dapat
dilihat pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2: koefisien kekasaran Hazen – Wiliam, C

Material Pipa

Koefisien C

Brass, copper, aluminium

140

PVC, plastic

150

Cast iron new and old

130

Galvanized iron

100

Asphalted iron

120

Commercial and welded steel

120

Riveted steel

110

Universitas Sumatera Utara

Concrete

130

Wood stave

120

Sumber: Ram Gupta. S, “Hydrology & Hydraulic Engineering Systems.
Pearson. New Jersey. 1989. Hal. 550.

2.9.1.2. Persamaan Darcy – Weisbach
Persamaan Darcy – Weisbach berlaku untuk aliran laminer dan
turbulen. Faktor gesekan untuk laminer dapat dihitung secara analisis,
sedangkan untuk aliran turbulen harus ditentukan secara empiris.

dimana:

ℎ� =

�.�.� 2
�.2�

.............................. ( 2.15 )

hf

= kerugian head karena gesekan (m)

f

= faktor gesekan (diperoleh dari diagram Moody)

D

= diameter pipa (m)

L

= panjang pipa (m)

V

= kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)

g

= percepatan gravitasi = 9,81 m/s2
Diagram Moody (gambar 2.6) memberikan faktor gesekan pipa.

Faktor ini dapat ditentukan oleh bilangan Reynold dan kekasaran relatif
dari pipa. Bila pipa semakin kasar, maka kemungkinan turbulent akan
semakin besar. Kekasaran relatif dapat didefenisikan sebagai :
e/D .......................................... ( 2.16 )
dengan , e = absolute roughness atau kekasaran relatif ( tergantung oleh
jenis bahan material pipa)

Universitas Sumatera Utara

D = diameter pipa
Sedangkan bilangn Reynold diidentifikasikan sebagai:
�=

dengan:
R

= Reynolds number

D

= diameter

V

= velocity

V

= kinematic viscosity of fluid

�.�


................................ ( 2.17 )

Untuk aliran laminer nilai f dapat dicari dengan rumur sebagai berikut:

�=

64

................................... ( 2.18 )

��

Untuk aliran turbulen dapat digunakan persamaan Swamee – Jain yang
dikembangkan untuk memperoleh faktor gesekan, f selain menggunakan
diagram Moody dimana nilai Re dan e/d sudah diketahui:

�=

0.25
�/� 5.74 2
+
��
�log �
��
3.7

..................... ( 2.19 )

Syarat 10-6 < e/D < 10-2 dan 5000 < Re < 108

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6: Diagram Moody
Nilai kekasaran untuk beberapa jenis pipa dapat disajikan pada
tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3: Nilai kekerasan dinding untuk berbagai pipa komersil

Kekasaran (ε)
Bahan
Brass

mm
0.0015

ft
0.000005

0.18

0.0006

0.0015

0.000005

45

0.15

Concrete

-Steel forms, smooth

Copper
Corrugated metal (CMP)

Universitas Sumatera Utara

Iron

-Asphalted lined

0.12

0.0004

-Cast

0.26

0.00085

Polyvinyl chloride (PVC)

0.0015

0.000005

Polyethylene,high density (HDPE)

0.0015

0.000005

0.0048

0.000016

Steel

-Enamel coated

-Riveted
0.9 ~ 9.0
0.003-0.03
Sumber: Robert J.Houghtalen, Ned H. C. Hwang, A. Osman Akan.
“Fundamental of Hydraulic Engineering Systems Fourth Edition”.
Pearson. New Jersey. 2010. Hal. 83.

2.9.2 Minor Head Loss
Merupakan kehilangan tinggi energi yang terjadi karena adanya fitting dan
valve yang terdapat disepanjang sistem perpipaan. Dapat dicari dengan
rumus:

ℎ�� = �. �

�2

2.�

........................... ( 2.20 )

Dimana:
hlf

= Minor losses (m)

n

= jumlah fitting/valve untuk diameter sama

k

= koefisien gesekan

V

= kecepatan rata – rata aliran (m/s)

g

= kecepatan gravitasi (m2/s)

Universitas Sumatera Utara

2.10

METODE HARDY – CROSS
Metode Hardy – Cross adalah salah satu metode yang digunakan untuk

menyelesaikan persoalan jaringan pipa yang terdiri multi loop. Metode ini
merupakan metode numerik untuk menentukan harga distribusi laju aliran dan
jatuh tekanan pada loop jaringan pipa.
Metode Hardy – Cross adalah metode yang berdasarkan pada hubungan
antara persamaan dasar kontinuitas dan kehilangan tinggi tekan aliran dalam pipa.
Maka dapat dijabarkan kerugian tinggi tekan (hf) pada loop:

ℎ� = �. �� ........................................ ( 2.21 )

Dimana n adalah konstanta, berdasarkan Darcy – weisbach n = 2, dan Hazen –
Williams n = 1,85. Sementara konstanta kosreksi pipa, berdasarkan persamaan
Darcy – weisbach,

�=

8 ℎ � .�

� 2 �� 5

..................................... ( 2.22 )

Dan berdasarkan Hazen – Williams (satuan – SI),

�=

10,704 .�
� 1,85 .� 4,871

.................................. ( 2.23 )

Dimana C adalah koefisien Hazen – Williams berdasarkan jenis pipa, L = panjang
pipa dan d = diameter pipa.
Karena metode Hardy – Cross berdasarkan persamaan kontinuitas dan
kerugian tinggi tekan aliran, maka harus memenuhi persyaratan:

Universitas Sumatera Utara

1. Jumlah air yang masuk sama dengan keluar pada setiap titik percabangan.
∑ ��� = ∑ ����

............................... ( 2.24 )

2. Jumlah kerugian tinggi tekan pada tiap loop adalah sama dengan nol.
∑.���� � ℎ� � = ∑���� � �� �� � = 0 ................... ( 2.25 )
Metode Hardy – Cross adalah metode dengan menggunakan penyelesaian iterasi
matematik, maka untuk persoalan jaringan pipa tersebut, langkah prosedur
penyelesaiannya adalah:
1. Perkiraan secara sembarang laju aliran dan arah aliran pada masing – masing
pipa pada setiap loop.
2. hitung nilai K.
3. Hitung nilai ∑���� � (±)�� �� � = 0, dimana n = 2 ( karena dalam kasus ini
menggunakan persamaan Darcy – Weisbach), dan ± adalah arah aliran pada loop

tertutup mengikuti arah jarum jam. Tanda (+) untuk arah aliran searah jarum jam
dan (-) untuk arah berlawanan jarum jam.
4. Jika hasil perhitungan nomor 3 tidak sama dengan nol, maka hitung koreksi
sesatan untuk laju aliran, dengan persamaan:
∆� =

∑���� � (±)�� ��� �
∑���� � �� �� �� � −1 �

............................... ( 2.26 )

5. Hitung laju aliran volume perkiraan baru untuk iterasi berikutnya dengan
persamaan:
Qbaru =Qlama ± ∆�

................................... ( 2.27 )

Universitas Sumatera Utara

6. Iterasi akan dihentikan jika ∆� = 0 atau sampai batas toleransi yang ditentukan.
2.11

POMPA
Pompa adalah salah satu mesin fluida yang berfungsi untuk memberikan

energy kepada suatu fluida, dimana fluida adalah zat cair, sehingga zat cair
tersebut dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain.Dalam operasinya
pompa digerakkan oleh suatu penggerak mula, dalam hal ini dapat digunakan
motor listrik maupun motor torak.
2.11.1 Pompa Sentrifugal
Merupakan suatu jenis pompa dimana headnya dibentuk oleh gaya
sentrifugal maupun lift yang ditimbulkan oeh sudu – sudu yang berputar.
Pompa ini dapat diperlihatkan oleh gambar 2.7 dibawah ini, yang
mempunyai impeler (baling – baling) untuk mengangkat air dari suatu
tempat ke tempat lainnya.

Gambar 2.7: Pompa sentrifugal
Daya dari luar diberikan kepada poros pompa untuk memutar impeller
pompa. Maka zat cair yang ada didalam impeller, oleh dorongan sudu –

Universitas Sumatera Utara

sudu ikut berputar. Karena timbul gaya sentrifugal maka zat cair mengalir
dari tengah impeller keluar melalui saluran diantara sudu-sudu. Disinilah
head tekanan zat cair menjadi lebih lebih tinggi demikian pula head
kecepatannya bertambah besar karena zat cair mengalami percepatan. Zat
cair yang keluar dari impeller ditampung oleh saluran berbentuk volut
(spiral) dikelilingi impeller dan disalurkan ke luar pompa melalui nossel.Di
dalam nosel ini sebagian head kecepatan aliran diubah menjadi head tekan.
Jadi impeller pompa berfungsi untuk memberikan kerja kepada
zat cair sehingga energi yang dikandungnya menjadi bertambah besar.
Selisih energy satuan berat atau head total zat cair antara flens isap dan
flens keluar pompa disebut head total pompa.
Dari uaraian di atas jelas bahwa pompa sentrifugal dapat mengubah
energy mekanik dalam bentuk kerja poros menjadi energy fluida. Energi
inilah yang mengakibatkan pertambahan head tekan, head kecepatan, head
potensial pada zat cair yang mengalir secara kontinyu. Pada prinsipnya
pompa sentrifugal mempunyai dua komponen utama yaitu:
a. Elemen berputar yang terdiri atas : impeller dan poros
b. Elemen Stasioner (diam) yaitu rumah pompa (casing) yang
mengalirkan fluida ke impeller dengan tekanan dan kecepatan yang
tinggi.
Bila head pompa hanya ditimbulkan oleh satu impeller saja, maka
jenis pompa ini disebut pompa bertingkat satu (single state), tetapi
bila impellernya lebih dari satu tingkat yang beroperasi secara seri dan

Universitas Sumatera Utara

digabungkan di dalam satu urmah, dimana sisi isapnya diambil dari sisi
pengeluaran impeller sebelumnya maka jenis ini disebut pompa
bertingkat ganda ( multy – stage pump) dan jenis ini digunakan jika ingin
memperoleh head pompa yang besar.
2.11.2 Head Pompa
Head pompa adalah energi per satuan berat yang harus disediakan untuk
mengalirkan sejumlah zat cair yang direncanakan sesuai dengan kondisi instalasi
pompa, atau tekanan untuk mengalirkan sejumlah zat cair, yang umumnya
dinyatakan dalam satuan panjang. Menurut persamaan Bernoulli yang berbunyi
“bila fluida inkompresibel mengalir sepanjang pipa yang penampangnya
mempunyai beda ketinggian, perbedaan tekanan tidak hanya tergantung pada
perbedaan ketinggian tetapi juga pada perbedaan antara kecepatan dimasing masing titik tersebut”. Dalam persamaan Bernoulli, ada tiga macam head (energy)
fluida dari sistem instalasi aliran, yaitu energi tekanan, energi kinetik dan energi
potensial.
Head

dapat

bervariasi

pada

penampang

yang

berbeda, tetapi pada

kenyataannya selalu ada rugi energi. Head total pompa yang harus disediakan
untuk mengalirkan jumlah air seperti direncanakan, dapat ditentukan dari kondisi
instalasi yang akan dilayani oleh pompa.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.8: Head Pompa
Dari gambar 2.8 kita dapat menentukan head total pompa dengan persamaan
dibawah ini:

Hsis = ha + Δhp + hl +

......................... ( 2.28 )

dimana:
Hsis

= head sistem pompa (m)

ha

= head statis total (m)

Δhp

= perbedaan head tekanan yang bekerja pada kedua permukaan (m),
∆h p = hp2 – hp1

hl

= berbagai kerugian di pipa, katup , belokan, sambungan dll (m)

vd2/2g = head kecepatan keluar (m)
g

= kecepatan gravitasi (m/s 2 )

Universitas Sumatera Utara

Head total pompa salah satunya dipengaruhi oleh berbagai kerugian pada
sistem perpipaan yaitu gesekan dalam pipa, katup, belokan, sambungan, reduser
dll. Untuk menentukan head total yang harus disediakan pompa, perlu
menghitung terlebih dahulu kerugaian-kerugaian pada instalasi. Dimana
kerugian-kerugian tersebut akan dijumlahkan untuk mengetahui kerugian head
yang terjadi dalam instalasi. Berikut akan dihitung kerugian head pemipaan dan
instalasi pengujian pompa.
2.11.3 Kerugian Head
Berikut ini adalah macam – macam kerugian dalam instalasi pompa
antara lain:
1. Head kerugian gesek dalam pipa lurus, dirumuskan sebagai berikut:

ℎ� =
dimana :

hf

10,666.� 1,85 .�
� 1,85 .� 4,871

.............................. ( 2.29 )

= head kerugian gesek (m)

Q

= kapasitas pompa (m3/s)

L

= panjang pipa (m)

D

= diameter pipa (m)

C

= koefisien pipa

2. Kerugian belokan � , dirumuskan sebagai berikut:

ℎ� =

�.� 2

.............................. ( 2.30 )

2�

Universitas Sumatera Utara

................... ( 2.31 )

dimana:
Hf

= kerugian head (m)

V

= kecepatan aliran (m/s)

g

= kecepatan gravitasi (m/s2)

R

= jari – jari lengkung belokan (m)



= sudut belokan (%)

f

= koesfisien kerugian

3. Kerugian katup isap dengan saringan
................................ ( 2.32 )
dimana:
hf

= kerugian head (m)

v

= kecepatan aliran (m/s)

g

= gaya gravitasi (m/s2)

f

= koefisien kerugian katup isap

4. Kerugian akibat pengecilan penampang secara mendadak
.................................. ( 2.33 )
dimana:
hf

= kerugian head (m)

v2

= kecepatan aliran sisi keluar (m/s)

Universitas Sumatera Utara

g

= gaya gravitasi (m/s2)

f

= koefisien kerugian katup isap

5. Kerugian karena pembesaran penampang secara mendadak
............................. ( 2.34 )
dimana:
hf

= kerugian head (m)

v1

= kecepatan aliran sisi masuk (m/s)

v2

= kecepatan aliran sisi keluar (m/s)

g

= gaya gravitasi (m/s2)

f

= koefisien kerugian katup isap

2.11.4 Kecepatan Spesifik
Kecepatan spesifik merupakan indeks jenis pompa yang memakai
kapasitas, putaran pompa dan tinggi tekan yang diperoleh pada titik efesiensi
maksimum pompa. Kecepatan spesifik digunakan untuk menentukan bentuk
umum impeller. Kecepatan spesifik dapat didefenisikan seperti persamaan
berikut:
.................................... ( 2.35 )

dimana:

ns

= putaran spesifik

N

= putaran pompa (rpm)

Q

= debit aliran (m3/s)

H

= head pompa (m)

Universitas Sumatera Utara

dalam persamaan diatas digunakan untuk pompa-pompa yang sebangun bentuk
impelernya, meskipun ukuran dan putarannya berbeda. Dengan kata lain harga nS
dapat dipakai sebagai parameter untuk menyatakan jenis pompa. Dalam
menghitung nS untuk pompa sentrifugal jenis isapan ganda (double suction)
nilai Q dari persamaan adalah Q/2. Karena kapasitas aliran melalui sebelah
impeler adalah setengah dari kapasitas aliran keseluruhan.
2.11.5 Penentuan Daya
Dari instalasi pengujian pompa ini dapat diketahui besarnya daya hidrolis
yang dibangkitkan dan daya motor penggerak yang diperlukan untuk
menggerakkannya, sehingga besarnya efesiensi dari pompa dan efesiensi dari
sistem instalasi pengujian pompa dapat diketahui. Besarnya daya dan besarnya
efesiensi tersebut dapat dihitung dengan rumus berikut :
2.11.5.1

Daya Hidrolis

Daya hidrolis (daya pompa teoritis) adalah daya yang diperlukan untuk
mengalirkan sejumlah zat cair. Daya hidrolis dapat dihitung dengan persamaan
berikut.
Ph = γ . htot . Q .............................. ( 2.36 )
dimana:
Ph

= daya hidrolis (Kw)

Y

= berat jenis air (KN/m3)

htot

= Head total (m)

Q

= debit aliran (m3/s)

Universitas Sumatera Utara

2.11.5.2

Daya Poros

Daya poros yang diperlukan untuk menggerakan sebuah pompa adalah sama
dengan daya hidrolis ditambah kerugian daya didalam pompa. Daya ini dapat
dinyatakan sebagai berikut.
...................................... ( 2.37 )

dimana:
Ps

= daya poros (Kw)

Ph

= daya hidrolis (Kw)

��

= efisiensi pompa

2.11.5.3

Daya Motor

Daya motor dapat dihitung dengan cara menggunakan data voltase dan
arus listrik dengan rumus berikut ini:
Pi = V . I . Cosθ .............................. ( 2.38 )
dimana:
Pi

= Daya motor (Kw)

V

= tegangan listrik (volt)

I

= arus listrik (amper)

Cosθ = faktor daya

Universitas Sumatera Utara

2.11.5.4

Efisensi pompa

Efisiensi pompa merupakan perbandingan antara output dan input atau
antara daya hidrolis pompa dengan daya poros pompa. Harga efisiensi yang
tertinggi sama dengan satu harga efisiensi pompa yang didapat dari pabrik
pembuatnya. Rumus efisiensi dapat dilihat seperti berikut ini.

�� =
Ps

= daya poros (Kw)

Ph

= daya hidrolis (Kw)

��

= efisiensi pompa

�ℎ
��

� 100% ........................... ( 2.39 )

2.11.6 Karakteristik Pompa
Karakteristik

dari

pompa

sentrifugal

merupakan

hubungan

antara

tekanan yang dibangkitkan (head) dan kecepatan aliran volum (kapasitas).
Karakteristik dapat juga menyertakan kurva efisiensi dan harga brake horse powernya. Karakteristik

pompa

sentrifugal

dapat

digambarkan

dalam

karakteristik yang melukiskan jalannya lintasan dan besaran-besaran

kurva
tertentu

terhadap besaran kapasitas, besaran-besaran itu adalah:


Head pompa (H)



Daya pompa (P)



Efisiensi pompa (n)

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik pompa berbeda-beda berdasarkan pada jenis pompa,
putaran spesifik dan pabrik pembuatnya. Contoh karakteristik sebuah pompa
dapat digambarkan dalam gambar 2.9. Kurva-kurva karakteristik, yang
menyatakan besarnya head total pompa, daya poros, dan efesiensi pompa,
terhadap kapasitas. Kurva performansi tersebut, pada umumnya digambarkan
pada putaran yang tetap. Kurva efesiensi terhadap kapasitas dari pompa
sentrifugal umumnya berbentuk lengkung seperti kurva berikut ini:

Gambar 2.9: kurva head, efisiensi dan daya
Dari grafik tersebut terlihat bahwa kurva head – kapasitas menjadi
semakin curam pada pompa dengan harga ns yang semakin besar. Disini head
pada kapasitas nol (shut of head) semakin tinggi pada ns yang semakin besar.
Kurva daya terhadap kapasitas mempunyai harga minimum apabila kapasitas
aliran sama dengan nol pada pompa sentrifugal dengan ns kecil. Kurva efisiensi
terhadap pompa sentrifugal umumnya berbentuk mendekati busur lingkaran.
Harga efisiensinya, hanya sedikit menurun apabila kapasitas berubah menjauhi
harga optimumnya.

Universitas Sumatera Utara

Dalam memilih pompa yang tepat bagi keperluan tertentu, karakteristik
pompa sangat penting untuk diperhatikan dan dipertimbangkan. Pompa sangat
penting untuk diperhatikan dan dipertimbangkan. Seperti gambar 2.10 kurva
karateristik pompa volut, gambar 2.11 karakteristik pompa aliran campur, gambar
2.12 kurva karakteristik aliran aksial.

Gambar 2.10: kurva karakteristik pompa volut

Gambar 2.11: kurva karakteristik pompa aliran campur

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.12: kurva karakteristik aliran aksial
2.12

OPERASI SERI DAN OPERASI PARALEL POMPA

2.12.1 Operasi seri dan paralel dengan karakteristik pompa sama
Jika head atau kapasitas yang diperlukan tidak dapat dicapai dengan satu
pompa saja, maka dapat digunakan dua pompa atau lebih yang disusun
secara seri atau paralel.
2.12.1.1

Susunan Seri

Bila head yang diperlukan besar dan tidak dapat dilayani oleh satu
pompa, maka dapat digunakan lebih dari satu pompa yang disusun secara seri.
Penyusunan pompa secara seri dapat digambarkan pada gambar 2.13 berikut.

Gambar 2.13: Susunan Seri

Universitas Sumatera Utara

2.12.1.2

Susunan Paralel

Susunan paralel dapat digunakan bila diperlukan kapasitas yang besar
yang tidak dapat dihandle oleh satu pompa saja, atau bila diperlukan pompa
cadangan yang akan dipergunakan bila pompa utama rusak/diperbaiki.
Penyusunan pompa secara paralel dapat digambarkan pada gambar 2.14 berikut.

Gambar 2.14: Susunan Paralel
Pada gambar 2.15, digambarkan grafik operasi seri dan paralel dari pompapompa dengan karakteristik yang sama.

Gambar 2.15: Operasi seri dan paralel dari pompa-pompa dengan
karakteristik yang sama

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.15. menunjukan kurva head – kapasitas dari pompa-pompa
yang mempunyai karakteristik yang sama yang di pasang secara paralel atau
seri. Dalam gambar ini kurva untuk pompa tunggal diberi tanda (1) dan
untuk susunan seri yang terdiri dari dua buah pompa diberi tanda (2). Harga
head kurva (2) diperoleh dari harga head kurva (1) dikalikan (2) untuk
kapasitas (Q) yang sama. Kurva untuk susunan paralel yang terdiri dari dua
buah pompa, diberi tanda (3). Harga kapasitas (Q) kurva (3) ini diperoleh
dari harga kapasitas pada kurva (1) dikalikan (2) untuk head yang sama.
Dalam gambar ditunjukkan tiga buah kurva head-kapasitas sistem, yaitu
R1, R2, dan R3. Kurva R3 menujukkan tahanan yang lebih tinggi dibanding
dengan R2 dan R1.
Jika sistem mempunyai kurva kapasitas head R3, maka titik kerja pompa
1 akan terletak di (D). Jika pompa ini disusun seri sehingga menghasilkan kurva
(2) maka titik kerja akan pindah ke (E). Disini terlihat bahwa head titik (E)
tidak sama dengan dua kali lipat head (D), karena ada perubahan (berupa
kenaikan) kapasitas.
Sekarang jika sistem mempunyai kurva head-kapasitas R1 maka titik
kerja pompa (1) akan terletak di (A). Jika pompa ini disusun paralel
sehingga menghasilkan kurva (3) maka titik kerjanya akan berpindah ke
(B). Disini terlihat bahwa kapasitas dititik (B) tidak sama dengan dua kali lipat
kapasitas dititik (A), karena ada perubahan (kenaikan) head system.
Jika sistem mempunyai kurva karakteristik seperti R2 maka laju aliran
akan sama untuk susunan seri maupun paralel. Namun jika karakteristik sistem

Universitas Sumatera Utara

adalah seperti R1 dan R3 maka akan diperlukan pompa dalam susunan
paralel atau seri. Susunan paralel pada umumnya untuk laju aliran besar, dan
susunan seri untuk head yang tinggi pada operasi. Untuk susunan seri, karena
pompa kedua menghisap zat cair bertekanan dari pertama, maka perlu perhatian
khusus dalam hal kekuatan konstruksi dan kerapatan terhadap kebocoran
dari rumah pompa.
2.12.2 Operasi paralel dengan karakterisktik pompa berbeda
Pompa-pompa yang berbeda karakteristiknya dapat pula bekerjasama
secara paralel. Hal ini ditunjukkan dalam gambar 2.16. Dimana pompa (1)
mempunyai kapasitas kecil dan pompa (2) mempunyai kapasitas besar.

Gambar 2.16: operasi paralel dari pompa – pompa dengan karakteristik
berbeda
Jika keduanya dipasang secara paralel maka akan menghasilkan kurva
karakteristik (3). Disini, untuk kurva head-kapasitas sistem R1 akan dicapai titik
operasi paralel di (C) dengan laju aliran total sebesar Q.Dalam hal ini pompa

Universitas Sumatera Utara

(1) beroperasi dititk (D) dengan kapasitas Q1 dan pompa (2) beroperasi dititik (E)
dengan kapasitas Q2. Laju aliran total Q = Q1 + Q2.
Apabila kurva head-kapasitas sistem naik lebih curam dari pada R2,
maka pompa (1) tidak dapat lagi menghasilkan aliran keluar karena head yang
dimiliki tidak tinggi untuk melawan head sistem. Bahkan jika head sistem
lebih tinggi dari pada head ini pompa, aliran akan membalik masuk kedalam
pompa (1). Untuk mencegah aliran balik ini pompa perlu dilengkapi dengan
katup cegah (check valve) pada pipa keluarnya. Kondisi operasi seperti ini pada
umumnya tidak dikehendaki. Jadi untuk operasi paralel sebaiknya dipakai
pompa-pompa dengan head tertutup (shut-off head) yang tidak terlalu berbeda.
2.12.3 Operasi Seri dengan Karakteristik Pompa Berbeda
Pada gambar 2.17. memperlihatkan karakteristik susunan seri dari dua
buah pompa yang mempunyai karakteristik berbeda. Kurva (1) adalah dari
pompa kapasitas kecil, kurva (2) dari pompa kapasitas besar, dan kurva (3)
merupakan karakteristik operasi kedua pompa dalam susunan seri.

Gambar 2.17: Operasi seri dari pompa – pompa dengan karakteristik berbeda

Universitas Sumatera Utara

Jika sistem pipa mempunyai kurva karakteristik R1 maka titik
operasi dengan pompa susunan seri akan terletak di (C). Keadaan ini,
pompa (1) bekerja dititik (D) dan pompa (2) dititik (E). Untuk sistem
kurva yang mempunyai R2 menjadi negatif sehingga akan menurunkan
head pompa (2). Jadi untuk kurva sistem yang lebih rendah dari R2
maka dipakai pompa (2) saja.

Universitas Sumatera Utara