Kebijakan Politik Indonesia Dalam Mengatasi Permasalahan Imigran Gelap Di Indonesia

BAB II
PERAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TERKAIT
DALAM PENANGANAN IMIGRAN GELAP

2.1

Kementerian Pertahanan RI
Kementerian Pertahanan RI merupakan salah satu staf Presiden RI
yang membidangi urusan pertahanan negara dengan tugas pokok menjaga
keutuhan wilayah, kedaulatan negara kessatuan RI, dan keselamatan
bangsadan negara, dengan visi “terwujudnya Indonesia yang berdaulat,
madiri dan berkepribadian berlanaskan gotong royong”, dan dalam rangka
mewujudkan visi tersebut Kementerian Pertahanan melaksanakan misi
diantaranya :
a.

Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan
wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan
sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia
sebagai negara kepulauan.


b.

Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis
berlandaskan negara hukum.

c.

Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai
negara maritim.

d.

Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan
sejahtera.

e.

Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing.

f.


Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju,
kuat dan berbasiskan kepentingan nasional.

g.

Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Universitas Sumatera Utara

Dalam menyelenggarakan visi dan misi tersebut, Kementerian Pertahanan
RI menyelenggarakan fungsi meliputi :
a.

Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
pertahanan.

b.

Pengelolaan barang milik/kekayaan negara menjadi tanggung jawab

Kementerian Pertahanan RI.

c.

Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian
Pertahanan RI.

d.

Pelaksanaan kegiatan teknis dari Pusat sampai ke Daerah.

2.1.1 Sejarah
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 roda pemerintahan
segera bergerak, antara lain dengan pemindahan kekeuasaan yang
diselenggarakan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Oleh karena itu panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, segera menyusun kabinet pertama
yaitu tipe Presidensial dan hasilnya diumumkan pada 19 Agustus 1945.
Kabinet ini memiliki 15 Kementerian serta 5 Kementerian Negara,
namun salah satu jabatan Menteri Negara lalu di tiadakan karena menteri
yang bersangkutan, yaitu AA Maramis diangkat menjadi Menteri Keuangan.

Pada kabinet pertama tersebut belum memiliki Menteri Pertahanan,
dan fungsi Kementerian Pertahanan Negara ada di dalam Kementerian
Keamanan Rakyat, yang dipimpin oleh Menteri Keamana Rakyat, yakni
mantan Sodancho Suprijadi.

Universitas Sumatera Utara

Sebagaimana diketahui bahwa Suprijadi tidak pernah menduduki
posisi sebagai Menteri Pertahanan, dan selanjutnya posisi Menteri
Pertahanan diganti oleh Sulyadikusumo sebagai Menteri ad interim pada 20
Oktober 1945.
Pada masa kabinet Sjahrir ke-1 (periode 14 November 1945-12 Maret
1946), fungsi pertahanan negara juga masih berada di bawah wewenang
Menteri Keamanan Rakyat, yang dijabat oleh Mr. Amir Sjarifuddin.
Namun pada kabinet Sjahrir ke-2 (periode 12 Maret – 2 Oktober
1946), dibentuk Kementerian Pertahanan yang dijabat oleh Mr. Amir
Sjarifuddin. Dalam kabinet ini fungsi Pertahanan Keamanan mulai
ditekankan.
Dalam perjalanannya, jabatan Menteri Pertahanan sering dijabat
rangkap oleh satu orang, seperti PM Amir Sjarifuddin pada kabinetnya

(periode 3 Juli – 11 November 1947), hal ini menunjukkan betapa
pentingnya fungsi pertahanan negara dalam menghadapi beragam konflik
yang terjadi di Indonesia pada saat itu.
Pada Kabinet Hatta ke-1 (periode 29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949),
saat Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI dalam keadaan darurat
akibat tekanan tentara Belanda, Wapres Drs. Moh. Hatta merangkap sebagai
Menteri Pertahanan ad interim. Namun pada 15 Juli 1949 jabatan Menteri
Pertahanandijabat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Sri Sultan juga
menjabat Menteri Pertahanan pada masa Kabinet Hatta ke-2 dan Kabinet
Republik Indonesia Serikat (RIS) sampai dengan tanggal 6 September 1950,

Universitas Sumatera Utara

dan kemudian menjabat lagi pada beberapa kabinet berikutnya hingga
mundur atas permintaan sendiri pada tanggal 2 Juni 1953.
Pada Kabinet Pembangunan I di Era Orde Baru, (periode 6 Juni 1968 28 Maret 1973),jabatan Menteri Pertahanan Keamanan dirangkap oleh
Persiden RI, Jenderal TNI Soeharto.
Pada Kabinet Pembangunan II (periode 28 Maret 1973 – 29 Maret
1978), jabatan Menteri Pertahanan dan Keamanan diemban oleh satu orang,
yakni oleh Jenderal TNI Maraden Panggabean.

Pada Kabinet Pembangunan III (periode 28 Maret 1978 – 19 Maret
1983), jabatan Menteri Pertahanan Keamanan merangkap Panglima ABRI
diserahkan kepada Jenderal TNI M. Jusuf, dan pada periode ini lahir UU
Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan
Negara RI.
Pada Kabinet Pembangunan IV(periode 19 Maret 1983 – 23 Maret
1988), jabatan Menteri Pertahanan Keamanan RI di pegang oleh Jenderal
TNI (Purn) Poniman. Seterusnya, Menteri Pertahanan Keamanan dijabat
oleh Jenderal TNI (purn) LB Moerdani periode tahun 1988 – 1993.
Kemudian tahun1993 – 1998 Presiden Suharto mempercayai Jenderal TNI
Edi Sudrajat sebagai Menteri Pertahanan Keamanan.
Menjelang detik-detik Reformasi, dimana Soeharto mengundurkan
diri dari jabatan Presiden RI, Jenderal TNI Wiranto menjabat sebagai
Menteri Pertahanan Keamanan RI (periode 14 Maret 1998 – 21 Mei 1998),
saat itu terjadi pergantian Presiden RI, dari Soeharto kepada B.J. Habibie.

Universitas Sumatera Utara

Kemudian, pada masa Kabinet Pertama Era Refromasi (periode 22
Mei 1998 – 29 Oktober 1999), Jenderal TNI Wiranto tetap dipercaya untuk

menduduki jabatan sebagai Menteri Pertahanan Keamanan.
Dimasa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid yang akrab
dipanggil Gus Dur, pada tanggal 1 Juli 2000, Kepolisian Negara Republik
Indonesia resmi lepas dari Departermen Pertahanan Keamanan, dan TNI
menjadi lembaga otonom yang bertangung jawab langsung kepada Presiden
RI. Pada era ini jabatan Menteri Pertahanan kembali dipegang oleh kalangan
sipil, yang berasal dari kalangan akademisi, yaitu Prof. Dr. Juwono
Sudarsono (periode 1999-2000), dan selanjutnya dijabat oleh Prof. Dr.
Mahfud M.D (periode 26 Agustus 2000 – 14 Agustus 2001).
Pada Kabinet Presiden Megawati Soekarno Putri (periode 14 Agustus
2001 – 25 Oktober 2004), jabatan Menteri Pertahanan dipercayakan kepada
orang sipil yaitu H. Matori Abdul Djalil.
Pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dipimpin Presiden Susilo
Bambang Yudhoyonoyang biasa dipanggil SBY (periode 29 Oktober 2004 –
26 Oktober 2009), jabatan Menteri Pertahanan dipercayakan kepada orang
sipil, Prof. Dr. Juwono Sudarsono.
Sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU) yang berkaitan dengan
masalah “pertahanan” disusun dan di ajukan ke DPR untuk disahkan
menjadi UU, antara lain RUU Komponen Cadangan, RUU Keamanan
Nasional, RUU Rahasia Negara, RUU Peradilan Milter dan RUU Veteran.


Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dibawah
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono(periode 2009 – 2014),
jabatan Menteri Pertahanan dipercayakan kepada Prof. Dr. Ir. Purnomo
Yusgiantoro, MA, Msc yang dalam Kabinet Indonesia Bersatu I menjabat
sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral / ESDM dan Letnan
Jenderal TNI Sjafrie Sjamsoeddin, MBA sebagai Wakil Menteri.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tanggal 6
November 2008 tentang Kementerian Negara, nama Departemen Pertahanan
RI berubah menjadi Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.

2.1.2 Peran Dalam Penanganan Imigran Gelap
Stabilitas keamanan lingkungan strategis menjadi bagian dari
kepentingan nasional Indonesia sehingga Indonesia berkepentingan untuk
mencermati perkembangan situasi yang mengancam perdamaian dunia dan
stabilitas regional agar dapat mengambil langkah-langkah yang tepat.
Indonesia juga menyadari bahwa keamanan nasionalnya menjadi
bagian dari kepentingan strategis negara-negara lain. Oleh karena itu,

penyelenggaraan fungsi pertahanan negara Indonesia diarahkan untuk
mewujudkan stabilitas keamanan nasional yang kondusif bagi stabilitas
regional dan global.
Dinamika lingkungan keamanan strategis tersebut mengisyaratkan
tantangan yang besar dan kompleks bagi pertahanan negara dalam
mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah.

Universitas Sumatera Utara

Permasalahan imigran gelap yang masuk ke Indonesia juga
berpengaruh terhadap pertahanan negara Indonesia, diantaranya :
a.

Alasan para imigran gelap menjadikan negara Indonesia sebagai
negara transit sebelum memasuki negara tujuan dapat menjadi modus
operandi pemindahan imigran dari negara lain ke Indonesia.

b.

Keberadaan imigran gelap dalam waktu yang lama sebelum di

deportasi

dapat

dijadikan

modus

operandi

untuk

menguasai

kepemilikan lahan melalui perkawinan campuran imigran gelap
dengan penduduk setempat.
c.

Keberadaan imigran gelap di tempat penampungan (rudenim) sering
mengganggu kenyamanan dan ketentraman masyarakat setempat.


d.

Para imigran gelap dapat menjadi agen integrasi dengan Warga
Negara Indonesia (WNI) menjadi suatu komuniti baru yang militan
dan berbahaya bagi Pertahanan dan Keamanan Negara.

e.

Para imigran gelap dapat digunakan sebagai agen intelijen negara lain
untuk mempelajari peta pertahanan dan keamanan negara. 13
Penyebab masuknya imigran gelap ke Indonesia yang jumlahnya

setiap tahun semakin meningkat disebabkan beberapa aspek, antara lain (1)
lemahnya sistem pengawasan aparat keamanan terkait dengan kondisi
geografis Indonesia yang sangat luas dan berbentuk kepulauan; (2)
terbatasnya kewenangan akibat regulasi penanganan imigran yang belum
dapat mengoptimalkan peran seluruh instansi terkai dalam penanganan
13Kementerian Pertahanan RI. Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan. Letak Geografis Indonesia Menjadi
Daerah Transit Bagi Kaum Imigran dan Pengaruhnya Terhadap Pertahanan Negara. 2016. Hal 72.

Universitas Sumatera Utara

imigran khususnya imigran gelap; (3) kurangnya sinergitas antara lembaga
yang terkait dalam upaya pencegahan dan pencegatan imigran gelap; dan (4)
adanya jaringan internasional di Indonesia yang melibatkan masyarakat dan
aparat setempat.
Kementerian Pertahanan yang membidangi urusan pertahanan negara
dengan tugas pokok menjaga keutuhan wilayah, kedaulatan negara
kessatuan RI, dan keselamatan bangsa dan negara, denganmelaksanakan
misi diantaranya mewujudkan keamanan nasional dalam rangka menjaga
keutuhan dan kedaulatan wilayah negara kesatuan RI, melakukan langkah
dan tindakan dalam upaya mencegah dan menangani imigran gelap yang
masuk ke Indonesia dengan cara :
a.

Membuat kebijakan untuk TNI melaksanakan patroli secara rutin dan
terpadu di wilayah perbatasan negara di laut dan daratan, bekerjasama
dengan instansi terkait (Polri, BIN dan Bakamla) serta Pemerintahan
Daerah setempat guna mencegah dan menangani masuknya imigran
gelap ke wilayah Indonesia.

b.

Memberikan saran masukan kepada instansi terkait (Komisi-1 DPR
RI, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM. BIN,
dan Kementerian Dalam Negeri) untuk membuat dan mengesahkan
regulasi terkait penanganan imigran secara bersama-sama, baik
terhadap organisasi internasional yang menanganni pengungsi maupun
orang asing di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

c.

Mendorong instansi terkait (Komisi-1 DPR RI dan Kementerian Luar
Negeri) untuk tidak meratifikasi Konvensi Jenewa 1951 tentang
Penanganan Pengungsi dan Protokol 67.

d.

Bekerjasama dengan Kementerian dan Lembaga terkait (Kementerian
Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian
Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri,
Komisi-1 DPR RI, dan Polri) untuk menyususn regulasi dan aturan
terkait penanganan pencari suaka dan pengungsi di Indonesia.

2.2

Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM
Direktorat Jenderal Imigrasi adalah salah satu struktur bagian dari
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang
memiliki tugas pokok merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidang imigrasi, dengan tugas pokok merumuskan
dan melaksanakan kebijakan dan standrisasi teknis di bidang imigrasi.
Dalam melaksankana tugas pokok tersebut diatas, Ditjen Imigrasi
Kementerian Hukum dan HAM menyelenggarakan fungsi meliputi :
a.

Penyiapan perumusan kebijakan Departemen di bidang dokumen
perjalanan, visa dan fasilitas, izin tinggal dan status, intelijen
penyidikan dan penindakan, lintas batas dan kerjasama luar negeri
serta sistem informasi keimigrasian.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang dokumen perjalanan, visa dan
fasilitas, izin tinggal dan status, intelijen penyidikan dan penindakan,
lintas batas dan kerjasama luar negeri serta sistem informasi

Universitas Sumatera Utara

keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
c.

Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang
dokumen perjalanan, visa dan fasilitas, izin tinggal dan status, intelijen
penyidikan dan penindakan, lintas batas dan kerjasama luar negeri
serta sistem informasi keimigrasian.

d.

Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi.

e.

Pelaksanaan urusan administrasi Direktorat Jenderal Imigrasi.

2.2.1 Sejarah
Kekayaan sumber daya alam, khususnya sebagai penghasil
komoditas perkebunan yang diperdagangkan di pasar dunia, menjadikan
wilayah Indonesia yang sebagian besar dikuasai oleh Hindia Belanda
menarik berbagai negara asing untuk turut serta mengembangkan bisnis
perdagangan komoditas perkebunan. Untuk mengatur arus kedatangan
warga asing ke wilayah Hindia Belanda, pemerintah kolonial pada tahun
1913 membentuk kantor Sekretaris Komisi Imigrasi dan karena tugas dan
fungsinya terus berkembang, pada tahun 1921 kantor Sekretaris Komisi
Imigrasi diubah menjadi immigratie dients (Dinas Imigrasi).
Dinas Imigrasi pada masa pemerintahan penjajahan Hindia Belanda
ini berada di bawah Direktur Yustisi, yang dalam susunan organisasinya
terlihat pembentukan afdeling-afdeling seperti afdeling visa dan afdeling
(bagian) lain-lain yang diperlukan. Corps ambtenaar immigratie diperluas.

Universitas Sumatera Utara

Tenaga berpengalaman serta berpendidikan tinggi dipekerjakan di
pusat. Tidak sedikit di antaranya adalah tenaga-tenaga kiriman dari negeri
Belanda (uitgezonden krachten). Semua posisi kunci jawatan imigrasi
berada di tangan para pejabat Belanda.
Kebijakan keimigrasian yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia
Belanda adalah politik pintu terbuka (opendeur politiek). Melalui kebijakan
ini, pemerintah Hindia Belanda membuka seluas-luasnya bagi orang asing
untuk masuk, tinggal, dan menjadi warga Hindia Belanda.
Maksud utama dari diterapkannya kebijakan imigrasi “pintu terbuka”
adalah memperoleh sekutu dan investor dari berbagai negara dalam rangka
mengembangkan ekspor komoditas perkebunan di wilayah Hindia Belanda.
Selain itu, keberadaan warga asing juga dapat dimanfaatkan untuk bersamasama mengeksploitasi dan menekan penduduk pribumi.
Walaupun terus berkembang (penambahan kantor Dinas Imigrasi di
berbagai daerah), namun struktur organisasi Dinas Imigrasi Pemerintah
Hindia Belanda relatif sederhana. Hal ini diduga berkaitan dengan masih
relatif sedikitnya lalu lintas kedatangan dan keberangkatan dari dan/atau
keluar negeri pada saat itu.
Bidang keimigrasian yang ditangani semasa pemerintahan Hindia
Belanda hanya 3 (tiga), yaitu: (a) bidang perizinan masuk dan tinggal orang;
(b) bidang kependudukan orang asing; dan (c) bidang kewarganegaraan.
Untuk mengatur ketiga bidang tersebut, Peraturan Pemerintah yang
digunakan adalah Toelatings Besluit (1916); Toelatings Ordonnantie (1917);
dan Pasport Regelings (1918).

Universitas Sumatera Utara

Era pemerintahan Orde Baru adalah yang terpanjang sejak Indonesia
merdeka. Masa pemerintahan yang cukup panjang tersebut turut
memberikan kontribusi besar terhadap pemantapan lembaga keimigrasian,
walaupun dalam pelaksanaannya mengalami beberapa kali penggantian
induk organisasi. Stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang relatif
tinggi selama era Orde Baru mendorong lembaga keimigrasian di Indonesia
untuk semakin berkembang dan profesional dalam melayani masyarakat.
Pada era ini terjadi beberapa kali perubahan organisasi kabinet dan
pembagian tugas departemen, yang pada gilirannya membawa perubahan
terhadap organisasi jajaran imigrasi.
Pada tanggal 3 November 1966 ditetapkan kebijakan tentang Struktur
Organisasi

dan

Pembagian

Tugas

Departemen,

yang

mengubah

kelembagaan Direktorat Imigrasi sebagai salah satu pelaksana utama
Departemen Kehakiman menjadi Direktorat Jenderal Imigrasi yang
dipimpin oleh Direktur Jenderal Imigrasi.
Perubahan inipun berlanjut dengan pembangunan sarana fisik di
lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi yang luas. Pembangunan gedung
kantor, rumah dinas, pos imigrasi maupun asrama tahanan dijalankan tahun
demi tahun.
Di bidang SDM dan pembinaan karier, sistem penempatan dan
pembinaan karier pegawai Direktorat Jenderal Imigrasi zig zag, tidak
terpaku di satu pos, diteruskan. Sistem pembinaan karir di bidang imigrasi
juga

terus

disempurnakan

dengan

tetap

mengedepankan

prinsip

profesionalisme dan keadilan.

Universitas Sumatera Utara

Beban kerja yang semakin meningkat dan kebutuhan akan akurasi
data, mendorong Direktorat Jenderal Imigrasi untuk segera menerapkan
sistem komputerisasi di bidang imigrasi.
Pada awal tahun 1978 untuk pertama kalinya dibangunlah sistem
komputerisasi di Direktorat Jenderal Imigrasi, sedangkan penggunaan
komputer pada sistem informasi keimigrasian dimulai pada tanggal 1
Januari 1979.
Di bidang peraturan perundangan keimigrasian pada masa Orde Baru,
dalam rangka mendukung program Pembangunan Nasional Pemerintah,
banyak produk regulasi keimigrasian yang dibuat untuk mengifisienkan
pelayanan keimigrasian dan/atau untuk mendukung berbagai sektor
pembangunan, antara lain pengaturan terkait: (1) pelayanan jasa
keimigrasian; (2) penyelesaian dokumen pendaratan di atas pesawat jemaah
haji 1974; (3) penyelesaian pemeriksaan dokumen di pesawat garuda
Jakarta-Tokyo; (4) perbaikan kualitas cetak paspor; (5) pengaturan masalah
lintas batas; (6) pengaturan dispensasi fasilitas keimigrasian; (7) penanganan
TKI gelap di daerah perbatasan; (8) pengaturan penyelenggaraan umroh; (9)
pengaturan masalah pencegahan dan penangkalan; (10) pengaturan
keimigrasian di sektor ketenagakerjaan;(11) pengaturan visa tahun 1979;
(12) masalah orang asing yang masuk ke dan atau tinggal di wilayah
Indonesia secara tidak sah; dan (13) penghapusan exit permit bagi WNI.
Di masa Orde Baru ini yang tidak bisa dilupakan adalah lahirnya
Undang-Undang Keimigrasian baru yaitu Undang Undang Nomor 9 Tahun
1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 33,

Universitas Sumatera Utara

Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3474), yang disahkan oleh DPR
pada tangal 4 Maret 1992. Undang Undang Keimigrasian ini selain
merupakan

hasil

peninjauan

kembali

terhadap

berbagai

peraturan

perundang-undangan sebelumnya yang sebagian merupakan peninggalan
dari Pemerintah Hindia Belanda, juga menyatukan/mengkompilasi substansi
peraturan perundang-undangan keimigrasian yang tersebar dalam berbagai
produk peraturan perundangan keimigrasian sebelumnya hingga berlakunya
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 ini diikuti dengan
ditetapkannya Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaannya dalam: (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pencegahan dan Penangkalan (Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 53,
Tambahan Lembaran NegaraRI Nomor 3561); (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 31 Tahun 1994 tentang Pengawasan Orang Asing dan Tindakan
Keimigrasian (Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 54, Tambahan
Lembaran NegaraRI Nomor 3562); dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk, dan Izin Keimigrasian (Lembaran
Negara RI Tahun 1994 Nomor 55, Tambahan Lembaran RI Nomor 3563),
dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1994 tentang Surat Pejalanan
Republik Indonesia (Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3572).
Krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1997 telah mengakhiri
periode panjang era Orde Baru dan memasuki era reformasi tahun 1998.

Universitas Sumatera Utara

Aspirasi yang hidup dalam masyarakat, menginginkan komitmen yang
kuat terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM), tegaknya hukum dan
keadilan, pemberantasan KKN, dan demokratisasi, tata kelola pemerintahan
yang

baik

(good

governance),

transparansi,

dan

akuntabel

terus

didengungkan, termasuk diantaranya tuntutan percepatan otonomi daerah. 14
Sebagai dampak pelaksanaan otonomi daerah dan perkembangan
yang terjadi di beberapa negara, maka tugas keimigrasian di daerah provinsi,
kota/kabupaten maupun di negara yang bersangkutan terus mengalami
peningkatan sejalan dengan karakteristik dinamika kehidupan masyarakat.
Untuk mengantisipasi fenomena demikian Direktorat Jenderal
Imigrasi telah membuat langkah kebijakan: (1) Pembentukan kantor-kantor
imigrasi di daerah, (2) Peningkatan kelas beberapa kantor imigrasi, (3)
Pembentukan direktorat intelijen, (4) Pembentukan rumah detensi imigrasi,
(5) Penambahan tempat pemeriksaan imigrasi, dan (6) Pembentukan
atase/konsul imigrasi pada perwakilan RI di Guangzhou, Tiongkok.
Adapun jumlah kelembagaan imigrasi yang tersebar di daerah dan di
luar negeri sampai dengan saat ini adalah sebagai berikut:
a.

115 kantor imigrasi, yang terdiri dari:
1)

7 kantor imigrasi kelas I khusus diBandara Soekarno-Hatta,
Batam, Ngurah Rai, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Medan, dan
Surabaya.

14Urgensi Penanganan Pengungsi/Migran Ilegal Diindonesia Sebagai Negara Transit Berdasarkan Konvensi
Tentang Status Pengungsi 1951(Studi Di Kantor Imigrasi Kota Malang), Herman Suryokumoro, Nurdin,
Ikaningtyas.

Universitas Sumatera Utara

2)

38 kantor imigrasi kelas Iberada di kota Ambon, Balikpapan,
Banda

Aceh,

Bandar Lampung,

Bandung,

Banjarmasin,

Bengkulu, Denpasar, Gorontalo, Jakarta Pusat, Jakarta Timur,
Jakarta Utara, Jambi, Jayapura, Kendari Kupang, Makassar,
Malang, Manado, Mataram, Padang Palangkaraya, Palembang,
Palu,

Pangkal

Pinang,

Pekanbaru,

Polonia,

Pontianak,

Samarinda, Semarang, Serang, Surakarta, Tangerang, Tanjung
Pinang, Tanjung Perak, Tanjung Priok, Ternate, Yogyakarta.
3)

60 kantor imigrasi kelas IIberada di kota Atambua, Bagan Siapi
Api, Belakang Padang, Belawan, Bengkalis, Biak, Bitung,
Blitar, Bogor, Bukit Tinggi, Cilacap, Cilegon, Cirebon, Depok,
Dumai, Entikong, Jember, Karawang, Kota Baru, Kuala
Tungkal, Langsa, Lhokseumawe, Madiun, Mamuju, Manokwari,
Maumere, Merauke, Meulaboh, Muara Enim, Nunukan, ParePare, Pati, Pemalang, Pematang Siantar, Polewali Mandar,
Ranai, Sabang, Sambas, Sampit, Sanggau, Selat Panjang, Siak,
Sibolga, Singaraja, Singkawang, Sorong, Sukabumi, Sumabawa
Besar, Tahuna, Tanjung Balai Asahan, Tanjung Balai Karimun,
Tanjung Pandan, Tanjung Uban, Tarakan, Tasikmalaya,
Tembaga Pura, Tembilahan, Tobelo, Tual, dan Wonosobo.

4)

10 kantor imigrasi kelas IIIberada di kota Bekasi, Dabo
Singkep, Kalianda, Tarempa, Kota Bumi, Pamekasan, Kediri,
Tanjung Redep, Takengon, dan Labuan Bajo.

Universitas Sumatera Utara

b.

13 rumah detensi imigrasiberada di kota Tanjung Pinang, Balikpapan,
Denpasar, DKI Jakarta, Kupang, Makassar, Manado, Medan,
Pekanbaru, Pontianak, Semarang, Surabaya, dan Jayapura.

c.

33 tempat pemeriksaan imigrasiberada di :
1)

Bandar udara, meliputi bandar udara di kota Sultan Iskandar
Muda Banda Aceh, Maimun Saleh Sabang, Binaka Sibolga,
Polonia Medan, Minangkabau Padang, Fatmawati Soekarno
Bengkulu, Kijang Tanjung Pinang, Sultan Syarif Kasim II
Pekanbaru, Hang Nadim Batam, Sultan Mahmud Badaruddin II
Palembang, Belitung Tanjung Pandan, Pangkal Pinang Pangkal
Pinang, Soekarno-Hatta Jakarta, Halim Perdana Kusuma Jakarta,
Husein Sastranegara Bandung, Ahmad Yani Semarang, Adi
Sumarmo Surakarta, Adi Sucipto Yogyakarta, Juanda Surabaya,
Supadio Pontianak, Sepinggan Balikpapan, Tarakan, Sam
Ratulangi Manado, Hasanuddin Makassar, Ngurah Rai Bali,
Selaparang Mataram, El Tari Kupang, Pattimura Ambon,
Sentani Jayapura, Jeffman Sorong, Frans Kaisiepo Biak, Mopah
Merauke, dan Timika Tembagapura.

2)

Pelabuhan Laut, meliputi pelabuhan laut di kota Sabang,
Malahayati Aceh, Krueng Raya Aceh, Lhokseumawe, Kuala
Langsa Aceh, Belawan, Sibolga, Gunung Sitoli Sibolga, Teluk
NibungTanjung Balai Asahan, Kuala Tanjung Tanjung Balai
Asahan, Teluk Bayur Padang, Yos Sudarso Dumai, Pekanbaru,
Bagan Siapiapi, Bengkalis, Tembilahan, Selat Panjang, Sungai

Universitas Sumatera Utara

Guntung Tembilahan, Kuala Enok Tembilahan, Sri Bintan Pura
Tanjung Pinang, Sri Baintan Tanjung Pinang, Tanjung Uban,
Bandar Bentan Telani Lagoi Tanjung Uban, Bandar Seri Udana
Lobam Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun, Belakang
Padang, Nongsa Terminal Bahari Batam, Kabil Batam, Marina
Teluk Senimba Batam, Batam Centre Batam, Citra Tritunas
Batam, Batu Ampar Batam, Sekupang Batam, Ranai, Tarempa,
Pulau Baai Bengkulu, Panjang Lampung, Palembang, Pangkal
Balam Pangkal Pinang, Tanjung Kelian Bangka Belitung,
Tanjung Gudang Bangka Belitung, Tanjung Pandan, Jambi,
Kuala Tungkal, Tanjung Priok Jakarta, Cirebon, Ciwandan
Cilegon, Tanjung Mas Semarang, Cilacap, Tanjung Perak
Surabaya,

Pasuruan,

Probolinggo,

Besuki,

Panarukan,

Banyuwangi, Pontianak, Singkawang, Pemangkat Singkawang,
Sintete Singkawang, Tri Sakti Banjarmasin, Kota Baru, Sampit,
Balikpapan, Samarinda, Tarakan, Nunukan, Manado, Marore,
Miangas, Tahuna, itung, Pantoloan Palu, Soekarno-Hatta
Makassar, Pare-Pare, Kendari, Buleleng Bali, Benoa Bali,
Padang Bai Bali, Benete Mataram, Lembar Mataram, Tenau
Kupang, Maumere, Ambon, Ternate, Tual, Jayapura, Biak,
Merauke,

Amamapare

Tembagapura,

Sorong,

Siak

Sri

Indrapura.

Universitas Sumatera Utara

3)

Pos Lintas Batas, yang berada di provinsi Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Nusa
Tenggara Timur, dan Papua.

4)

Pejabat Atase/Konsul Imigrasi pada Kedutaan Besar RI di
Bangkok, Beijing, Berlin, Den Haag, Kuala Lumpur Malaysia,
Singapura, Tokyo, Davao, Hongkong, Jeddah, Los Angeles,
Penang, Sydney, Taipei, Johor, Dili, Guang Zhou, Kuching, dan
Tawao.

PONTIANAK

BALIKPAPAN
MANADO
MAKASSAR

MEDAN
KAPASITAS

JAYAPURA

PEKANBARU
KAPASITAS
JAKARTA

KUPANG

SEMARANG

SURABAYA

DENPASAR
KAPASITAS
Sumber : FGD Kementerian Pertahanan

2.2.2 Peran Dalam Penanganan Imigran Gelap
Dalam permasalahan imigran gelap yang masuk ke wilayah Indonesia
terdapat beberapa modus operandi yang sering dilakukan oleh pelaku
imigran gelap, diantaranya :

Universitas Sumatera Utara

a.

Masuk ke wilayah Indonesia bekerja sama dengan sindikat human
trafficking atau menjadi people smugling dengan cara menggunakan
alat transportasi laut atau darat masuk ke Indonesia melalui jalur
illegal dan dibantu oknum aparat setempat.

b.

Masuk ke wilayah Indonesia bekerjasama dengan sindikat human
trafficking atau menjadi people smugling dengan cara menggunakan
alat transportasi laut atau darat masuk ke indonesia secara legal
melalui tempat pemeriksaan imigrasi dan menyerahkan diri sebagai
pengungsi kepada kantor polisi atau kantor imigrasi setempat atau
kantor UNHCR.

c.

Menjadi korban sindikat human trafficking internasional walaupun
sudah terdaftar sebagai pengungsi di negara lain.

DATA PENGUNGSI YANG MENYERAHKAN DIRI (SELF-SURRENDER)
DI DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI, KANTOR IMIGRASI SELURUH
INDONESIA DAN PENAMPUNGAN SEMENTARA

1500
1000
500
0

1074
429

342

297
52

22

0

0

Tabel - Pengungsi Menyerahkan Diri di Kantor Imigrasi, Ditjen Imigrasi

Universitas Sumatera Utara

Direktorat Jenderal ImigrasiKemenkumham yang memiliki tugas
pokok merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang imigrasi, dalam upaya mencegah dan menangani imigran gelap
melakukan langkah dan tindakan dengan cara :
a.

Bekerjasama

dengan

instansi

terkait

untuk

melakukan

pencegatan/pencegahan terhadap kaum imigran yang masuk secara
ilegal atau legal ke Indonesia.
b.

Bekerjasama dengan organisasi internasional seperti IOM dan
UNHCR untuk bantuan penempatan imigran gelap di community
house sambil menunggu keberangkatan ke negara tujuan dan
pemulangan ke negara asal.

c.

Memberikan tempat penampungan imigran gelap di Ruang Detensi
Kantor Imigrasi dan Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) menunggu
pemberangkatan ke negara tujuan atau pemulangan ke negara asal.

d.

Melakukan penegakan hukum terhadap kaum imigran yang terbukti
melakukan perbuatan pidana di bidang keimigrasian. 15
HASIL REKAPITULASI DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI
TERHADAP IMIGRAN DI RUANG DETENSI KANIM/RUMAH
DETENSI IMIGRASI MAUPUN DI LUAR RUMAH DETENSI
IMIGRASI (Community House)

Community
House
4016
KANIM
2216

Rudenim
2355

Jumlah Imigran sebanyak 8.587 sesuai dengan penempatan

15Ronny F Sompie dalam” Forum Group Discussion (FGD) Letak Geografis Indonesia Menjadi Daerah
Transit Bagi Kaum Imigran dan Pengaruhnya Terhadap Pertahanan, Ditjen Strahan Kemhan RI. 10 Agustus
2016.

Universitas Sumatera Utara

Adapun modus operandi yang sering dilakukan oleh organisasi pelaku
kejahatan dalam melaksanakan aksi kejahatannya, diantaranya :
a.

Modus I :
1)

Smuggler di negara asal akan bersifat pasif menunggu imigran
gelap yang ingin keluar dari negaranya, lalu meminta pelaku
untuk menyeberangkan ke negara tujuan secara ilegal.

2)

Smuggler akan meminta imigran gelap membayar sejumlah
uang untuk menyeberangkan imigran gelap ke negara tujuan.

3)

Pembayaran

dilakukan

setengah

harga

di

depan,

dan

setengahnya lagi akan dibayar ketika imigran gelap sudah
berada di negara transit hendak menuju ke negara tujuan.
4)

Setelah

pembayaran

dilakukan,

maka

smuggler

akan

memberitahu langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh
imigran gelap agar dapat tiba di negara transit dan sampai di
negara tujuan, antara lain meliputi :
a)

Langkah Pertama adalah imigran gelap akan diberikan
tiket pesawat, paspor dan visa untuk sampai di negara
transit pertama (bisa Malaysia, Singapura), dimana pada
saat tiba nanti di negara transit pertama, imigran gelap
akan dijemput oleh jaringan pelaku kejahatan.

b)

Setelah tiba di negara transit pertama, Langkah Kedua
adalah imigran gelap akan bertemu dengan smuggler
negara transit yang sudah disampaikan sebelumnya oleh
smuggler di negara asal.

Universitas Sumatera Utara

Penjemput (smuggler negara transit) hanya akan berbicara
sedikit saja, untuk mengarahkan imigran gelap agar
menuju ke tempat penampungan sementara (catatan:
pelaku mengenali imigran berdasarkan informasi dari
smuggler) di negara asal dengan menyebutkan beberapa
ciri dari imigran gelap yang akan tiba di negara transit
pertama (seperti: nama, baju yang digunakan, ciri-ciri
fisik, dan sebagainya).
c)

Setelah Imigran gelap ditampung di negara transit oleh
smuggler, maka Langkah Ketiga imigran gelap akan
diarahkan untuk masuk ke Indonesia secara ilegal, dengan
menggunakan jalan darat (seperti di Entikong, Kalimantan
Barat), atau jalan laut (dari Malaysia atau Singapura
menuju Batam). Perjalanan akan menggunakan truk atau
bus atau mobil minibus bila menggunakan jalan darat yang
biasanya akan dilakukan pada malam hari. Begitu pula
perjalanan dengan menggunakan jalan laut, maka imigran
gelap akan diarahkan untuk menggunakan kapal laut untuk
menyeberang di waktu dinihari untuk masuk ke pelabuhan
tidak

resmi

(pelabuhan

tikus)

dengan

sebelumnya

diarahkan pada saat imigran gelap tiba, imigran gelap akan
bertemu dengan smuggler yang sudah siap mengantarkan
ke tempat penampungan sementara di daerah transit pada
saat imigran gelap tiba.

Universitas Sumatera Utara

d)

Langkah Keempat, Imigran gelap yang ditampung di
Indonesia akan menunggu imigran gelap lainnya datang,
sampai jumlah yang telah ditentukan oleh smuggler
mencapai targetnya. Kaitannya dengan penampungan,
maka imigran gelap akan diperintahkan oleh smuggler di
Indonesia untuk pindah ke daerah yang dekat dengan
tempat pemberangkatan (misal: Jakarta atau Surabaya atau
Lombok atau Lampung) sebelumnya sudah disiapkan
akomodasi dan transportasi dari smuggler di Indonesia.
Pada saat imigran gelap sudah berada di daerah yang dekat
dengan tempat pemberangkatan, imigran gelap tersebut
akan ditampung oleh smuggler dirumah-rumah kontrakan,
apartemen dan mungkin beberapa hotel.
Hal ini dilakukan untuk menyamarkan keberadaan imigran
gelap dan menghindari pemeriksaan petugas imigrasi
maupun kepolisian.

e)

Setelah imigran gelap yang akan diberangkatkan mencapai
target yang telah ditentukan, maka Langkah Kelima
smuggler akan akan memberikan pesan secara mendadak
kepada para imigran gelap agar bersiap untuk berangkat
dengan sebelumnya mengumpulkan seluruh handphone
yang ada pada para imigran gelap tersebut, untuk
menghindari kebocoran informasi.

Universitas Sumatera Utara

f)

Pada hari yang telah ditentukan dan jam yang ditentukan
maka smuggler akan melakukan Langkah Keenam yaitu
para imigran gelap akan diberangkatkan secara bersamaan
ke tempat pemberangkatan dipinggir pantai pelabuhan
tidak resmi (seperti Pelabuhan Sumur Ujung Kulon,
Pelabuhan Ratu, Pantai Poh-poh Tulung Agung ,Bima
NTB, Pulau Rote NTT, dan sebagainya).

g)

Setibanya ditempat pemberangkatan, Langkah Ketujuh,
smuggler akan memerintahkan para imigran gelap untuk
naik ke kapal yang akan diberangkatkan (dalam beberapa
kejadian kapal yang besar dan tidak dapat merapat ke
pantai tidak dapat langsung dinaiki, maka para imigran
gelap akan menggunakan jasa kapal kecil pengantar yang
disediakan oleh smuggler). Dalam kapal yang akan
mengangkut

imigran

ke

Australia,

terdapat

bahan

makanan untuk selama perjalanan, dan siap mengantarkan
imigran gelap dari Indonesia ke negara yang dituju
(biasanya negara Australia).
b.

Modus II :
1)

Imigran gelap mendapatkan informasi dari temannya yang sudah
berhasil tiba di Australia, bahwa kalau mau berangkat ke
Australia maka ada smuggler yang dapat dihubungi.

2)

Imigran

gelap

menghubungi

smuggler

di

Indonesia

membicarakan bagaimana cara sampai ke negara tujuan.

Universitas Sumatera Utara

Dalam pembicaraan di telpon, smuggler yang ada di Indonesia
mengatakan bahwa imigran gelap harus membayar sejumlah
uang dengan metode pembayaran setengah dimuka dan setengah
di negara transit.
3)

Setelah

disetujui,

maka

Langkah

Pertama

smugglermengatakan bahwa imigran gelap akan didatangi
oleh orang yang belum ia kenal sebelumnya yang merupakan
jaringan dari penyeludupan manusia tersebut. Smuggler yang
menemui imigran gelap kemudian menerima uang yang sudah
disetujui

sebagai

uang

pangkal,

lalu

merencanakan

keberangkatan imigran gelap yang dimaksud.
4)

Pada hari yang ditentukan maka Langkah Kedua, smuggler
akan memberangkatkan imigran gelap dengan tiket pesawat dan
paspor yang sudah disiapkan langsung menuju ke Indonesia
dengan sebelumnya diberitahukan bahwa nanti pada saat
dibandara akan ada yang menjemput dan mengarahkan ke
penginapan tempat imigran gelap ditampung. Berhubung paspor
dari imigran gelap tersebut tidak dilengkapi visa Indonesia,
maka smuggler juga akan mengatakan agar imigran gelap tidak
lupa untuk mengurus visa on arrival di bandara di Indonesia.

5)

Ketika tiba di Indonesia, imigran gelap kemudian melakukan
apa yang diperintahkan smuggler, yaitu membuat visa on arrival
lalu kemudian keluar dari bandara dijemput oleh smuggler yang
berada di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Ketika imigran gelap sudah dijemput maka Langkah Ketiga,
smuggler mengantarkan imigran gelap untuk ditampung di
tempat penampungan (apartemen, hotel, rumah kontrakan dsb)
dimana sebelumnya sudah ada juga beberapa imigran gelap
yang datang terlebih dahulu di tempat tersebut.
6)

Langkah Keempat, selama menunggu waktu pemberangkatan,
para

imigran

gelap

yang

ada

ditempat

penampungan

diperintahkan oleh smuggler untuk melakukan pengurusan
sertifikat pengungsi di UNHCR Jakarta. Hal ini dimaksudkan
agar apabila visa on arrival yang masa berlakunya 30 hari dan
dapat diperpanjang 30 hari kedepan habis masa berlakunya,
maka paraimigran gelap yang sudah mendapatkan sertifikat
pengungsi dari organisasi internasional UNHCR akan dapat
tinggal lebih lama di Indonesia sambil menunggu waktu
pemberangkatan yang pasti dari smuggler (hal ini biasanya
terkait dengan jumlah imigran gelap yang harus mencapai target
sebelum diseludupkan).
7)

Ketika hari keberangkatan telah tiba maka dalam Langkah
Kelima,seluruh imigran gelap yang ditampung tadi akan
diberangkatkan oleh smuggler ketempat pemberangkatan di
pinggir pantai, untuk naik ke kapal yang akan memberangkatkan
ke negara tujuan (biasanya negara Australia), dan dilakukan
pada malam hari untuk menghindari pandangan orangsekitar.

Universitas Sumatera Utara

c.

Modus III (Transportasi I) :
1)

Ketika smuggler telah merencanakan pemberangkatan imigran
gelap dari negara asal ke negara transit (Indonesia), maka yang
dilakukan smuggler adalah merencanakan pembelian kapal.

2)

Kapal akan dibeli oleh smuggler melalui orang yang sudah biasa
dijadikan penghubung oleh smuggler dalam hal pembelian kapal
(jadi smuggler tidak pernah dengan sendirinya membeli kapal).
Pembeli bisa jadi siapa saja, bisa orang biasa, nelayan, kapten
kapal yang sudah biasa berlayar, atau mungkin aparat TNI, Polri
dan Ditjen Imigrasi Kemenkumham.

3)

Kapal dapat dibeli dengan cara tunai dengan harga berkisar
antara Rp. 200 juta sampai dengan Rp. 1,8 milyar, yaitu
langsung memberikan uang kepada pemilik kapal tanpa harus
ada akta jual beli (karena pembelian kapal adalah dengan tujuan
ilegal) menggunakan uang yang diperoleh dari pembayaran
imigran gelap kepada smuggler.

4)

Kapal dapat dibeli dengan cara transfer melalui bank yang ada
di Indonesia dengan menggunakan uang hasil kejahatan lain
seperti kejahatan penipuan yang dilakukan oleh smuggler yang
ada di Indonesia, kejahatan pencurian dengan menggunakan
kartu kredit, kejahatan narkotika, kejahatan money loundering
(pencucian uang) dan masih banyak kejahatan lainnya.

5)

Setelah kapal diperoleh maka smuggler akan mencari orang
yang akan mengoperasikan kapal.

Universitas Sumatera Utara

Yang harus diingat bahwa orang yang mengoperasikan kapal
tidak selalu berasal dari daerah yang sama dimana kapal dibeli.
Untuk menyamarkan kegiatan ini, maka smuggler biasanya akan
membeli kapal di daerah Sumatera, lalu pembayaran dilakukan
di Jawa Barat, orang yang mengoperasikan kapal dari wilayah
Timur Indonesia dan keberadaan kapal sendiri ada di Sulawesi
yang mana kemudian keberangkatan kapal menuju ke negara
tujuan dilakukan dari Jawa Timur atau dari NTB.
6)

Setiap orang yang mengoperasikan kapal akan dijanjikan
sejumlah uang sebagai upah dari pekerjaan yang dilakukan.

7)

Setiap orang yang mengoperasikan kapal sudah tahu apa
pekerjaannya, siapa yang diangkut, berjalan kearah mana
kapalnya, berapa uang yang akan diterima, bagaimana
mekanisme pemberiannya (apakah langsung atau diterima
keluarga) serta resiko yang akan dihadapi.

d.

Modus IV (Transportasi II) :
1)

Dalam hal perjalanan udara, maka smugglerakan melakukan
pemesanan tiket pesawat dari luar negeri dan transit dibeberapa
negara untuk menghilangkan jejak. Sama halnya ketika sudah
tiba di Indonesia, maka smugglerakan memesan penerbangan
yang termurah dengan metode transit di beberapa kota.
Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan akan ada juga
pemesanan tiket yang secara langsung tanpa transit.

Universitas Sumatera Utara

2)

Untuk perjalanan darat, smuggler akan melakukan penyewaan
kenderaan minibus pada saat mengangkut imigran gelap dari
bandara ke tempat penampungan, maupun dari tempat
penampungan ke daerah tempat pemberangkatan.
Apabila jumlahnya banyak maka smuggler akan memesan bus
besar untuk mengangkut imigran.

e.

Modus V (pengorganisasian) :
1)

Smuggler pada dasarnya dapat melakukan pengendalian dari
mana saja. Smuggler Pertama melakukan pengendalian berada
di negara asal dengan mengontrol penerimaan uang dan
memberikan kepercayaan pada kaki tangan yang ada di negara
transit dan negara tujuan.

2)

Smuggler Kedua melakukan kontrol dari negara transit. Agar
tidak terlihat, maka smuggler lebih senang berada di dalam
tahanan sehingga aksinya tidak terlihat.Kaki tangan smuggler ini
ada di negara asal dan banyak di negara transit. Disisi
lain,smuggler di negara transit dapat bekerja lebih leluasa
karena:
a)

Di negara transit biasanya smuggler ini mengontrol segala
keperluan imigran gelap untuk berangkat.

b)

Imigran gelap tidak terlalu diberi perhatian khusus karena
paspor dan visa selama berada di negara transit masih
berlaku, dan kedatangannya legal.

Universitas Sumatera Utara

c)

Smuggler bisa berkoordinasi dengan aparat korup untuk
pengiriman imigran gelap ke negara tujuan.

3)

Smuggler Ketiga ada di negara tujuan. Hal ini dilakukan
berdasarkan pengalaman pribadi sebagai smuggler ketika ia
diseludupkan,

sehingga berdasarkan pengalaman itu dan

jaringan yang dimiliki, baik di negara transit maupun negara
asal, maka control delivery akan dilakukan dari negara tujuan
sehingga resiko lebih rendah bagi dirinya.
f.

Modus VI ( Pelaku Lapangan). Pelaku lapangan terdiri dari:
1)

Pelaku Penampung. Adalah orang yang menyediakan rumah,
menyewakan apartemen, membookingkan hotel di Indonesia
untuk imigran gelap yang akan diberangkatkan ke negara tujuan.

2)

Pelaku Penjemput.Merupakan orang yang diperintahsmuggler
untuk melakukan penjemputan imigran gelap dari bandara ke
tempat penampungan, atau dari tempat penampungan ke daerah
pemberangkatan.

3)

Pelaku

Fasilitasi.

Merupakan

orang

yang

menyediakan

kebutuhan makan, minum, pakaian, dan perlengkapan lainyang
dibutuhkan imigran gelap ke negara tujuan.
4)

Pelaku Penjual dan Pembeli alat transportasi. Merupakan orang
yang melakukan pemesanan, peninjauan dan pembelian kapal
yang akan digunakan untuk memasukkan imigran gelap ke
negara tujuan menggunakan uang yang disediakan smuggler.
Sedangkan penjual kapal merupakan orang yang mengetahui

Universitas Sumatera Utara

kapal yang dijual akan digunakan untuk mengangkut imigran
gelap masuk ke negara tujuan secara ilegal dan orang tersebut
menerima keuntungan dari pembelian kapal tersebut.
5)

Pelaku yang mengoperasikan kapal. Merupakan orang yang
biasa

bekerja sebagai nelayan, sudah biasa berlayar, tahu

arah angin, tahu bagaimana mengemudikan kapal, tahu
mengoperasikan GPS dan dapat menggunakan mesin kapal yang
dipasang dalam kapal tersebut untuk memberangkatkan imigran
secara ilegal ke negara tujuan. 16

Modus operandi diatas merupakan gambaran umum dalam upaya
penyelidikan oleh personil Ditjen Imigrasi Kemenkumham bekerjasama
dengan aparat penegak hukum lainnya dalam menentukan apakah kejadian
penyeludupan manusia dan imigran gelap tersebut tersebut merupakan
tindak pidana yang dapat disidik atau tidak, serta apakah ada kejahatan lain
yang ada kaitannya dengan permasalahanimigran gelap tersebut.
Selain itu, dalam hal menampung para imigran gelap yang berhasil
diamankan petugas Ditjen Imigrasi, disediakan penampungan berupa rumah
detensi imigrasi. Rumah Detensi Imigrasi berada di Ibukota Negara,
Provinsi, Kabupaten dan Kota, Ruang Detensi Imigrasi berbentuk suatu
ruangan tertentu dan merupakan bagian dari kantor Dirjen Kantor Imigrasi
atau tempat pemeriksaan Imigrasi. Pejabat Ditjen Imigrasi berwenang

16Buku Petunjuk Penanganan Penyelundupan Manusia Tahun 2012 hal. 63-68

Universitas Sumatera Utara

menempatkan orang asing dalam Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang
Detensi Imigrasi jika orang asing tersebut:
a.

Berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki ijin tinggal yang sah atau
memiliki ijin tinggal yang tidak berlaku lagi.

b.

Berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki dokumen yang sah.

c.

Dikenai tindakan administratif keimigrasian berupa pembatalan ijin
tinggal karena melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan atau mengganggu keamanan dan
ketertiban umum.

d.

Menunggu pelaksanaan deportasi.

e.

Menunggu keberangkatan keluar wilayah Indonesia karena ditolak
pemberian tanda masuk.

DATA IMIGRAN DI RUANG DETENSI
KANIM/RUDENIM/DITJENIM DI COMMUNITY HOUSE
DAN IMIGRAN MANDIRI DI SELURUH INDONESIA

Imigran
Mandiri
5251

Rudenim
2355 Kanim
Community
2216
House
4016

Jumlah Imigran Ilegal di Indonesia 30 Juni 2016 sebanyak 13.838

Universitas Sumatera Utara

Tabel - Data Pengungsi Kanim, Rudenim dan Communty House

Pejabat Ditjen Imigrasi Kemenkumham dapat menempatkan orang
asing ditempat lain apabila orang asing tersebut sakit, akan melahirkan atau
masih anak-anak. Tempat lain yang dimaksud misalnya Rumah Sakit atau
tempat penginapan yang mudah diawasi oleh pejabat Imigrasi.
Pelaksanaan detensi orang asing dilakukan melaluiKeputusan Tertulis
dari Menkumham atau pejabat Ditjen Imigrasi Kemenkumham yang
ditunjuk.Keputusan dimaksud harus memuat data orang asing yang dikenai
detensi, alasan melakukan detensi, dan tempat detensi.Detensi terhadap
orang asing dilakukan sampai detensi di deportasi ke negara asal/dituju.
Dalam hal deportasi terhadap imigran gelap tidak dilaksanakan dalam
waktu paling lama 10 tahun, Kemenkumham atau Pejabat Ditjen Imigrasi
Kemenkumham yang ditunjuk dapat mengeluarkan Deteni dari Rumah
Detensi Imigrasi apabila jangka waktu 10 tahun terlampaui dan memberikan
ijin kepada Deteni untuk berada diluar rumah Detensi Imigran dengan
menetapkan kewajiban melapor secara periodik.
Pemerintah yang ditunjuk mengawasi dan mengupayakan agar
Deteni dapat dideportasi jika Deteni tidak dapat di deportasi setelah lebih
dari 10 tahun berstatus sebagai terdeteni dapat dipertimbangkan untuk
diberikan kesempatan untuk menjalani kehidupan sebagaimana hak dasar
manusia pada umumnya diluar Rumah Detensi dalam status tertentu dengan
mempertimbangkan aspek perilaku selama menjalani pendetensian, tetapi

Universitas Sumatera Utara

tetap dalam pengawasan pemerintah yang ditunjuk melalui kewajiban
pelaporan secara periodik.
Hal ini dimaksudkan agar pengawasan terhadap kegiatan dan
keberadaan detensi tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat,
selain itu upaya deportasi kenegaranya atau negara ketiga yang bersedia
menerimanya tetap dilakukan.
Perlakuan khusus terhadap detensi adalah peraturan dalam Rumah
Detensi Imigrasi (Rudenim) yang berlaku bagi terdetensi, namun tidak
sepenuhnya diberlakukan bagi korban.
Upaya Ditjen Imigrasi Kemenkumham dalam bidang pencegahan dan
penangkalan terhadap keimigrasian/penyeludupan manusia meliputi :
a.

Melaksanakan pencegahan berdasarkan hasil pengawasan Ditjen
Imigrasi dan keputusan tindakan administratif keimigrasian.

b.

Melaksanakan pencegahan berdasarkan keputusan Kementerian
Keuangan dan Jaksa Agung sesuai dengan bidang tugasnya
masing-masing dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c.

Permintaan Polri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

d.

Perintah Ketua KPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

e.

Permintaan Kepala BNN sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

Gambar - Imigran Melalui Laut Menggunakan Perahu/Manusia Perahu

Dalam menghadapi masalah dan perkembangan yang terjadi di dalam
negeri dan luar negeri, Direktorat Jenderal Imigrasi pada Era Reformasi ini
telah melakukan beberapa program kerja, dengan memperbaharui UndangUndang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.
Hal ini berdasarkan beberapa perkembangan yang perlu diantisipasi,
yakni: (a) Letak geografis wilayah Indonesia (kompleksitas permasalahan
antar negara), (b) Perjanjian Internasional/Konvensi Internasional yang
berdampak terhadap pelaksanaan fungsi keimigrasian, (c) Meningkatnya
kejahatan internasional dan transnasional, (d) Pengaturan mengenai deteni
dan batas waktu terdeteni belum dilakukan secara komprehensif, (e)
Pendekatan sistematis fungsi keimigrasian yang spesifik dan universal
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang modern, (f)
Penempatan Struktur Kantor Imigrasi dan Rumah Detensi Imigrasi sebagai
Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Imigrasi, (g) Perubahan
sistem kewarganegaraan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan RI, (h) Hak kedaulatan negara sesuai prinsip
timbal balik (resiprositas) mengenai pemberian visa terhadap orang asing,
(i) Kesepakatan dalam rangka harmonisasi dan standarisasi sistem dan jenis
pengamanan dokumen perjalanan secara internasional, (j) Penegakan hukum

Universitas Sumatera Utara