KAJIAN KERJA SAMA BILATERAL INDONESIA UN

Kerjasama

Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral Kementerian Keuangan RI

dan

Program Studi Kajian Wilayah Eropa Program Pascasarjana Universitas Indonesia

2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan Rahmat-Nya sehingga terlaksananya penelitian dengan judul “Kajian Kerjasama Bilateral Indonesia – Uni Eropa Di Bidang Ekonomi Dan Keuangan” tahun 2012. Penelitian ini merupakan kerjasama antara Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan Program Studi Kajian Wilayah Eropa Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan sejauh mana kerjasama bilateral Indonesia – Uni Eropa di bidang ekonomi dan keuangan hingga tahun 2012 dan mengapa masih rendahnya nilai perdagangan kedua belah pihak serta mengapa Indonesia belum menjadi mitra utama kerjasama di bidang ekonomi dan keuangan oleh Uni Eropa. Untuk itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan berupa rekomendasi kepada para pembuat kebijakan terutama Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI.

Kami menyampaikan penghargaan kepada berbagai pihak yang telah berpartisipasi sehingga penelitian ini bisa diselesaikan, termasuk pihak-pihak yang telah memberikan masukan/tanggapan pada saat pelaksanaan Focus Group Discussion dan seminar mengenai kajian ini.

Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif kepada para pengambil kebijakan dan pelaku usaha di Indonesia sehingga pada akhirnya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Jakarta, Desember 2012 Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral

Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan

Decy Arifinsjah

Executive Summary KAJIAN KERJASAMA BILATERAL INDONESIA – UNI EROPA DI BIDANG EKONOMI DAN KEUANGAN

Hubungan ekonomi Indonesia dan Uni Eropa (EU) tidak cukup berkembang walaupun sudah terhubung melalui kerangka kerjasama Association of the Southeast Asian Nations (ASEAN) dengan mitra dialogue sejak tahun 1980 dan Asia-Europe Meeting (ASEM) sejak tahun 1996. Kedua negara kurang memanfaatkan peluang-peluang kerjasama ekonomi. Upaya peningkatan hubungan kedua pihak muncul dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan menguatnya perekonomian negara-negara Asia Timur; Laporan Bank Dunia tahun 2008 menunjukkan bahwa sepuluh tahun setelah krisis ekonomi Asia negara-negara Asia Tenggara dan Asia Timur Laut berkembang lebih kuat ketimbang kondisi sebelum krisis. Momentum inilah yang ingin dimanfaatkan Indonesia dan EU untuk meningkatkan hubungan ekonomi dengan menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Partnersip and Cooperation (PCA) pada bulan November 2009. Selanjutnya kajian bersama than 2010-2011 menghasilkan Report of the EU-Indonesia Vision Group on Trade and Investment Relations yang dilaporkan tanggal 28 Juni 2011 merekomendasikan EU dan Indonesia untuk segera memulai negosiasi menuju Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).

1. Perkembangan Hubungan Ekonomi dan Keuangan Indonesia-EU Hubungan ekonomi Indonesia-EU dewasa ini sudah meningkat dibanding dekade

sebelumnya namun hubungan tersebut kurang berkembang sebanding dengan potensi yang dimiliki kedua pihak. Indonesia bukan mitra dagang utama EU di Asia Tenggara. Walaupun, neraca perdagangan Indonesia terhadap Uni Eropa menunjukkan nilai yang positif, potensi pasar EU yang masih kurang dieksploitasi oleh Indonesia. Nilai impor Indonesia dari Uni Eropa mengalami peningkatan secara konsisten hingga 2008 sebelum EU mengalami krisis keuangan.

Di bidang investasi, hubungan Indonesia dan EU tidak sekuat hubungan perdagangan. Apabila dibandingkan dengan nilai FDI Uni Eropa ke wilayah ASEAN, yang mencakup lebih dari 23% dari total nilai FDI, nilai FDI Uni Eropa ke Indonesia ini sangatlah kecil yaitu hanya 1,6%. Apabila dilihat posisi net FDI, Indonesia memiliki surplus terhadap EU walaupun nilai surplus ini menurun tahun 2009 dan 2010 akibat krisis financial EU.

Walaupun EU mengalami krisis, negara-negara besar EU adalah sumber pendanaan luar negeri yang penting bagi Indonesia. Negara-negara tersebut merupakan sumber pinjaman luar negeri Indonesia nomor dua terbesar setelah Jepang. Bantuan luar negeri (ODA) EU ke Indonesia juga cukup besar bahkan Indonesia menjadi penerima ODA terbesar kedua EU di Asia setelah Afganistan yang dilanda perang. Sektor utama penerima ODA EU di Indonesia perioden 2007 sampai 2013 adalah pengentasan kemiskinan, stimulus pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan dan investasi, dan peningkatan good governance melalui penegakkan hukum.

Peningkatan hubungan ekonomi Indonesia dan EU juga terkendala krisis keuangan di EU sejak tahun 2008 namun terdapat keinginan kedua belah pihak untuk meningkatkan hubungan dagang dan investasi. Sektor-sektor yang menjadi sasaran ODA EU di Indonesia memperlihatkan minat EU untuk meningkatkan hubungan ekonomi terutama perdagangan dan investasi dengan Indonesia termasuk dengan membantu Indonesia menguatkan sistem hukum guna menunjang hubungan ekonomi tersebut.

2. Kekuatan dan Kelemahan Indonesia dan EU sebagai Mitra dalam Kerjasama Ekonomi

2.1. Kekuatan dan kelemahan Indonesia Indonesia memiliki beberapa kekuatan yang menarik EU untuk menjalin hubungan

ekonomi yang lebih maju. Kekuatan Indonesia antara lain meliputi: (i) stabilitas makro ekonomi, yang dibuktikan dengan angka pertumbuhan ekonomi yang cenderung meningkat stabil dan rasio hutang pemerintah yang rendah -bahkan pengelolaan fiskal Indonesia dianggap terbaik se Asia- Pasifik; (ii) potensi pasar yang besar, yang menurut World Economic Forum menempati ukuran terbesar ke-15 dunia. Besarnya pasar Indonesia ini juga diikuti daya beli yang makin besar dari kelas menengah yang makin berkembang.

Namun demikian, Indonesia juga memiliki beberapa kelemahan yang menghambat hubungan ekonomi dengan negara lain, termasuk EU. Pertama, infrastruktur yang buruk dan tidak menunjang kegiatan ekonomi merupakan kekurangan Indonesia yang paling sering dikeluhkan oleh mitra kerjasama ekonomi termasuk EU. Infrastruktur yang dikeluhkan mencakup sarana jalan, fasilitas pelabuhan dan transportasi udara, suplai energy dan jaringan telekomunikasi. Kedua, institusi di Indonesia yang tidak efisien, tidak transparan dan masih kuatnya budaya dan praktek korupsi menjadi hambatan yang menakutkan bagi mitra kerjasama ekonomi. Ketiga, penerapan peraturan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) yang masih lemah di Indonesia. Meskipun Indonesia sudah mempunyai berbagai peraturan hukum HKI namun dalam implementasinya masih sering terjadi pelanggaran HKI dan penegakan hukumnya kurang Namun demikian, Indonesia juga memiliki beberapa kelemahan yang menghambat hubungan ekonomi dengan negara lain, termasuk EU. Pertama, infrastruktur yang buruk dan tidak menunjang kegiatan ekonomi merupakan kekurangan Indonesia yang paling sering dikeluhkan oleh mitra kerjasama ekonomi termasuk EU. Infrastruktur yang dikeluhkan mencakup sarana jalan, fasilitas pelabuhan dan transportasi udara, suplai energy dan jaringan telekomunikasi. Kedua, institusi di Indonesia yang tidak efisien, tidak transparan dan masih kuatnya budaya dan praktek korupsi menjadi hambatan yang menakutkan bagi mitra kerjasama ekonomi. Ketiga, penerapan peraturan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) yang masih lemah di Indonesia. Meskipun Indonesia sudah mempunyai berbagai peraturan hukum HKI namun dalam implementasinya masih sering terjadi pelanggaran HKI dan penegakan hukumnya kurang

2.2. Kekuatan dan kelemahan EU Sebagai mitra dalam hubungan ekonomi, EU juga memiliki kekuatan dan kelemahan yang

harus diperhitungkan. Kekuatan EU mencakup, pertama, posisi yang kuat dalam organisasi internasional sehingga pengaruh dan leverage EU sangat besar dalam menentukan aturan main yang terkait dengan hubungan ekonomi. Kedua, inovasi dan teknologi maju yang menjadi menggerak perdagangan dan investasi. Ketiga, infrastruktur yang mendukung berbagai aktifitas ekonomi sehingga tercapai efisiensi yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan ekonomi. Keempat, daya saing utama EU terletak di sumber daya manusia yang berkualitas.

Meskipun secara umum lebih maju, EU juga memiliki beberapa kelemahan. Pertama, ketidak seimbangan fiskal yang berkepanjangan sehingga mengancam kebangkrutan beberapa negara. Mengingat interdependensi antar anggota EU cukup tinggi terutama 17 negara yang masuk zona Euro, resiko contagion meningkat. Selain itu dalam rangka penanggulangan krisis terdapat resiko kenaikan pajak untuk memperkuat keuangan negara dan meningkatnya suku bunga pinjaman. Kedua, keberagaman negara-negara anggota EU sehingga daya saing, kemajuan sosial dan ekonomi yang tidak merata terjadi antar negara anggota. Ketiga, sistem keuangan EU ternyata rentan akibat penggunaaan Euro yang tidak ditunjang oleh kondisi perekonomian yang setara. Krisis di euro zone memperlihatkan bahwa penyatuan moneter tanpa penyatuan fiskal sangat beresiko dan rentan. Keempat, keberagaman budaya dan bahasa antarnegara anggota EU yang menghambat mobilitas sumber daya.

Selain itu, Masing-masing pihak ternyata memiliki kondisi yang menjadi hambatan pihak lain. Beberapa kebijakan EU juga menghambat bagi Indonesia yaitu perluasan anggota EU yang menyebabkan EU menjadi inward-looking karena mendahulukan negara-negara anggota ketimbang pihak luar, standar mutu import yang tinggi, dan potensi pembatasan impor. Kondisi di Indonesia yang menjadi hambatan bagi EU adalah: pertama, kebijakan Pemerintah Indonesia yang berupaya melakukan penguatan daya saing industry dalam negeri. Kedua, gangguan keamanan terutama terkait

aksi unjuk rasa yang menandakan berjalannya proses demokrasi tetapi ternyata berujung anarkis membawa dampak negatif bagi kegiatan perekonomian. Ketiga, pasokan energy yang kurang, dan keempat, kurangnya laboratorium nasional yang berstandar internasional .

3. Peluang Kerja Sama Ekonomi antara Indonesia dan EU Sebagai satu kekuatan pasar dengan satu perangkat peraturan di bidang perdagangan,

kebijakan tarif, dan prosedur administrasi yang diterapkan di negara anggotanya, Uni Eropa memberikan keuntungan dan kemudahan bagi Indonesia untuk mendapatkan akses pasar Eropa. Dengan bertambahnya keanggotaan Uni Eropa, maka pasar Uni Eropa akan semakin besar populasinya dan kekuatan keuangannya. Namun, penjajakan terhadap Uni Eropa sebagai kesatuan atau masing-masing negara Uni Eropa perlu dilakukan secara spesifik. Indonesia berpeluang memperluas pasar untuk komoditas-komoditas yang tidak menetapkan standar secara ketat seperti komoditas kebutuhan masyarakat konsumen menengah ke bawah di EU. Produk ini biasanya diproduksi oleh UKM Indonesia. Dalam sektor pariwisata, pameran budaya dan perjalanan wisata ke Indonesia secara lengkap perlu terus diadakan. Perhatian yang serius Pemerintah Indonesia diperlukan untuk meningkatkan mutu layanan dan prasarana di daerah wisata Indonesia. Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), EU dan Indonesia perlu meningkatkan kerjasama dalam rangka transfer of knowledge. Kerjasama IPTEK tersebut di antaranya peningkatan kualitas produk seperti menghasilkan produk yang tahan lama, dan kerjasama dengan berbagai universitas di Indonesia.

4. Rekomendasi Program dan Kebijakan bagi Kementerian Keuangan terkait Kerjasama Indonesia – EU

Dari hasil kajian, terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan rekomendasi bagi Kementerian Keuangan RI agar Indonesia dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari kerja sama bilateral ekonomi dan keuangan Indonesia-EU, yaitu:

a. Rekomendasi Program

1) Perkuat program Trade Support Program (TSP) I dan II Trade Support Program (TSP) I dan II merupakan langkah yang diambil mendorong integrasi Indonesia pada sistem perdagangan internasional. TSP I dan diimplementasikan dari 2005-2008 fokus pada penguatan kapasitas government agencies yang terlibat pada hubungan perdagangan antara UE-Indonesia. Fokus program TSP II adalah peningkatan kualitas ekspor Indonesia untuk memastikan pemenuhan kualifikasi standar internasional. Untuk mengatasi hambatan ini, perlu memaksimalkan fungsi Quality Infrastructure (QI) yang dapat 1) Perkuat program Trade Support Program (TSP) I dan II Trade Support Program (TSP) I dan II merupakan langkah yang diambil mendorong integrasi Indonesia pada sistem perdagangan internasional. TSP I dan diimplementasikan dari 2005-2008 fokus pada penguatan kapasitas government agencies yang terlibat pada hubungan perdagangan antara UE-Indonesia. Fokus program TSP II adalah peningkatan kualitas ekspor Indonesia untuk memastikan pemenuhan kualifikasi standar internasional. Untuk mengatasi hambatan ini, perlu memaksimalkan fungsi Quality Infrastructure (QI) yang dapat

2) Percepat negosiasi EU-Indonesia Comprehensive Economic Partnerships Agreement (CEPA) Dalam CEPA sebaiknya dibahas tiga elemen penting yang mendukung perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa, yaitu: akses pasar, pengembangan kapasitas, fasilitasi perdagangan dan investasi. Liberalisasi akses terhadap barang telah dilakukan dengan pengurangan hambatan perdagangan (trade barriers) antara UE-Indonesia. Produk yang tidak atau kurang sensitif harus dipercepat proses liberalisasinya, sedangkan produk yang sensitif diliberalisasikan lebih lambat dengan mempertimbangkan kesiapan Indonesia. Liberalisasi terhadap pembatasan kepemilikan asing, akses bisnis, dan persyaratan konten lokal perlu dilakukan secara terukur; penyempurnaan sistem one-stop service perlu dilakukan, dan inisiatif untuk melakukan Perjanjian Investasi Tunggal (BIT) dapat mempromosikan kepastian hukum bagi investor UE dan Indonesia perlu dipertimbangkan.

Upaya pengembangan kapasitas dilakukan dengan tidak hanya berorientasi pada hasil- produk, tetapi harus berorientasi pada hasil-proses sehingga memenuhi persyaratan kesehatan, keselamatan, guna menjangkau pasar Uni Eropa. Isu mengenai standar sanitiasi (SPS) dan teknis (TBT) kembali perlu diperhatikan, sehingga diperlukan dialog yang mencakup tiga level, yaitu: (1) Dialog permanen yang meliputi antar bisnis dengan bisnis dan bisnis dengan pemerintah; (2) Dialog dan komitmen teknis yang melibatkan para penyusun undang-undang; dan (3) Kerjasama bidang keuangan yaitu bantuan keuangan UE pada bidang-bidang tertentu untuk membantu Indonesia untuk memenuhi persyaratan ekspor internasional.

Penyediaan fasilitas perdagangan dan investasi dapat dilakukan dengan membuka kesempatan investasi dari perusahaan-perusahaan UE pada sektor infrastruktur, pekerjaan umum infrastruktur, dan kerjasama publik/privat (PPP). Namun perlu pengurangan biaya logistik di Indonesia. Baik upaya pengembangan kapasitas maupun upaya penyediaan fasilitas perdagangan dan investasi, harus didahului dengan mengidentifikasi sektor-sektor prioritas dan dilakukan penyelarasan standar, pengujian, penilaian kesesuaian dan akrediasi. Selain itu juga perlu dibahas langkah-langkah konkret dalam mempromosikan elemen hijau dalam kerangka kebijakan perdagangan dan investasi UE-Indonesia. Sasaran-sasaran berkelanjutan (sustainability) juga perlu dipertimbangakan pengembangan fasilitas dan fasilitas perdagangan.

b. Rekomendasi Kebijakan secara umum

1) Peningkatan belanja negara untuk perbaikan infrastruktur Salah satu yang menjadi kendala dalam perdagangan baik antara Indonesia dengan EU maupun dengan mitra dagang lainnya adalah buruknya infrastruktur di Indonesia. Infrastruktur yang kurang memadai akan meningkatkan biaya logistik dan mengurangi effisiensi secara keseluruhan. Di samping itu, lemahnya infrastruktur di Indonesia juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan investor asing enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk mengatasi hambatan ini, rekomendasi untuk arah kebijakan Kementerian Keuangan adalah untuk meningkatkan belanja negara untuk meningkatkan kualitas infrastruktur di Indonesia. Selain itu, tingginya minat investor UE pada pengadaaan infrastruktur di Inonesia dapat dilihat sebagai peluang bagi Indonesia untuk mendanai kebutuhan infrastrukuturnya. Bersama dengan instansi terkait lainnya, perlu dirumuskan kebijakan-kebijakan dan kerangka hukum yang memberikan kepastian bagi investor UE yang ingin melakukan investasi pada pengadaan infrastruktur di Indonesia

2) Keringanan pajak dengan pertimbangan yang sangat ketat Untuk meningkatkan hubungan perdagangan antara Indonesia-Uni Eropa, maka perlu dipertimbangkan untuk memberikan keringan pajak ini bagi investor yang berinvestasi pada industri perikanan, pertanian, barang elektronik, furnitur dan kosmetik. Dengan keringanan pajak pendapatan investasi ini, diharapkan akan meningkatkan investasi pada sektor-sektor tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kapasitas ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Akan tetapi kami menyarankan agar pemberian kebijakan keringanan pembayaran pajak ini secara cermat dan ketat, misalnya dilihat dari perhitungan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut, jumlah penyerapan tenaga kerja, omset yang mereka peroleh dan penilaian strategis lainnya.

3) Pemberian tax holiday dengan pertimbangan yang cermat dan ketat Pemberian tax holiday bagi industri yang baru muncul atau pelaku usaha yang menjadi pionir pada industrinya. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan stimulus bagi pelaku usaha untuk melakukan inovasi kegiatan usaha pada sektor-sektor yang dianggap akan dapat memberikan eksternalitas positif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Industri yang direkomendaasikan mendapatkan tax holiday ini adalah industri yang melakukan inovasi yang mempertimbangkan ‘elemen hijau’ (green economics). Hal ini didasarkan pada besarnya perhatian Uni Eropa pada isu green economic sehingga inovasi dengan mempertimbangkan ‘elemen hijau’ ini dapat membuka kesempatan peningkatan ekspor Indonesia ke Uni Eropa.

4) Pengelolaan utang publik Kebijakan pengelolaan utang publik ini perlu dilakukan untuk meningkatkan investment grade surat-surat berharga Indonesia. Dengan naiknya peringkat surat utang pemerintah Indoneisa diharapkan akan memberikan sinyal positif bagi dunia internasional mengenai potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga akan menarik minat investor asing, termasuk investor Uni Eropa untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

5) Pendampingan/pembinaan bagi eksportir/UMKM yang akan mengekspor produknya ke negara-negara di Eropa secara berkelanjutan

Pendampingan/pembinaan bagi eksportir/UMKM yang akan mengekspor produknya ke negara-negara di Eropa perlu dilakukan secara berkelanjutan dan dapat berupa pelatihan- pelatihan yang dilaksanakan secara berkesinambungan melibatkan unsur pemerintah, swasta dan pihak-pihak dari Uni Eropa agar produk-produk Indonesia dapat berkompetisi di pasar Eropa.

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Penelitian

Secara bilateral, hubungan Indonesia dengan negara-negara anggota Uni Eropa (European Union/EU) sudah terjalin lama sebelum hubungan EU menandatangi kerjasama antar kawasan dengan Association of the Southeast Asian Nations (ASEAN) tahun 1980. Baik EU maupun Indonesia mempunyai perwakilan tetap di ibu kota masing-masing yang menunjukkan besarnya kepentingan dan perhatian antara kedua pihak. Walaupun terjadi beberapa hambatan dalam bidang politik ASEAN-EU yang menghambat perkembangan hubungan inter-regional ini, hubungan ekonomi Indonesia-EU terus meningkat dewasa ini.

Momentum peningkatan hubungan ekonomi secara signifikan terjadi pada November 2009 ketika Indonesia dan EU menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Partnersip and Cooperation (PCA). Perjanjian ini meneguhkan dasar-dasar kerjasama kedua pihak di masa yang akan datang dan menjadi modal untuk peningkatan dan perluasan hubungan di masa yang akan datang. Perjanjian sejenis ini baru pertama kalinya dilakukan EU dengan negara di Asia Tenggara. Pada tahun 2010-2011, kedua pihak juga melakukan kajian bersama tentang pedagangan dan investasi yang dirangkum dalam Report of the EU-Indonesia Vision Group on Trade and Investment Relations yang di-release pada tanggal 28 Juni 2011 dihadapan Komisioner Perdagangan EU Karel de Gucht dan Duta Besar Indonesia di Brussels. Rekomendasi utama dari laporan tersebut adalah perlunya EU dan Indonesia untuk segera memulai negosiasi menuju Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).

Terutama sejak Perjanjiaan Maastrich 1992, EU merupakan salah satu kekuatan ekonomi dan politik dunia. Institusi regional ini terdiri dari 27 negara dengan perbedaan tingkat ekonomi yang cukup mencolok, dapat dilihat dari Luxemburg yang pada tahun 2010 per capita pendapatan penduduknya paling tinggi hingga Bulgaria yang paling rendah (kurang lebih 1/6 Luxemburg, (Sumber: EuroStatistic 2012). Namun demikian secara umum, EU merupakan salah satu kekuatan ekonomi dunia. Walaupun sedang dilanda krisis keuangan sejak tahun 2009 (terutama di 17 negara yang tercakup dalam Eurozone), EU merupakan mitra yang penting bagi Indonesia. Data yang dikeluarkan European Commission (2010) menunjukkan bahwa sejak tahun 2009 Indonesia adalah sasaran Official Development Assistance (ODA) terbesar kedua EU di Asia setelah Afganistan. Duta Besar Havas Oegroseno di KBRI Brussel pada tanggal 27 Juni 2011 memaparkan bahwa kepentingan Indonesia di EU besar karena EU adalah aktor global dan salah satu kekuatan ekonomi dunia yang sekaligus juga memiliki kekuatan sebagai pembuat Terutama sejak Perjanjiaan Maastrich 1992, EU merupakan salah satu kekuatan ekonomi dan politik dunia. Institusi regional ini terdiri dari 27 negara dengan perbedaan tingkat ekonomi yang cukup mencolok, dapat dilihat dari Luxemburg yang pada tahun 2010 per capita pendapatan penduduknya paling tinggi hingga Bulgaria yang paling rendah (kurang lebih 1/6 Luxemburg, (Sumber: EuroStatistic 2012). Namun demikian secara umum, EU merupakan salah satu kekuatan ekonomi dunia. Walaupun sedang dilanda krisis keuangan sejak tahun 2009 (terutama di 17 negara yang tercakup dalam Eurozone), EU merupakan mitra yang penting bagi Indonesia. Data yang dikeluarkan European Commission (2010) menunjukkan bahwa sejak tahun 2009 Indonesia adalah sasaran Official Development Assistance (ODA) terbesar kedua EU di Asia setelah Afganistan. Duta Besar Havas Oegroseno di KBRI Brussel pada tanggal 27 Juni 2011 memaparkan bahwa kepentingan Indonesia di EU besar karena EU adalah aktor global dan salah satu kekuatan ekonomi dunia yang sekaligus juga memiliki kekuatan sebagai pembuat

Dengan demikian perlu dikaji peluang dan tantangan peningkatan hubungan ekonomi yang lebih komprehensif antara EU dan Indonesia dalam satu penelitian guna meningkatkan hubungan ekonomi dan finansial yang saling menguntungkan terutama bagi Indonesia.

2. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan data primer maupun sekunder. Data dikumpulkan dan dianalisis melalui: studi pustaka, wawancara, Focus Group Discussion (FGD) dan lokakarya/seminar. Wawancara, FGD maupun lokakarya melibatkan berbagai pihak terdiri dari berbagai stakeholders diantaranya: perwakilan dari beberapa unit di Kementerian Keuangan RI, Kementerian Perdagangan RI, Kementerian Luar Negeri RI, Kementerian PPN/Bappenas, Direktorat Jendral Imigrasi), unsur bisnis (KADIN, Euro Chamber), dan akademisi, serta Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Tengah.

3. Tujuan Penelitian

Kajian mengenai kerja sama bilateral Indonesia – Uni Eropa di bidang Ekonomi dan Keuangan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran mengenai perkembangan kerja sama bilateral Indonesia dan Uni Eropa, khususnya di bidang Ekonomi dan Keuangan, dan rekomendasi kepada Kementerian Keuangan mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kerja sama tersebut sehingga Indonesia bisa mendapatkan lebih banyak manfaat dari kerja sama bilateral di bidang Ekonomi dan Keuangan dengan Uni Eropa.

4. Struktur Laporan Hasil Penelitian

Laporan hasil penelitian ini terdiri atas beberapa Bab sebagai berikut: Bab I yang merupakan Pendahuluan, antara lain menjelaskan mengenai latar belakang, metodologi dan tujuan penelitian. Bab II memberikan gambaran mengenai situasi dan perkembangan hubungan ekonomi dan keuangan antara Indonesia dan Uni Eropa. Selanjutnya, Bab III membahas tentang analisis mengenai kekuatan, kelemahan, hambatan, dan peluang yang terdapat dalam pelaksanaan kerja sama bilateral ekonomi dan keuangan antara Indonesia dan Uni Eropa. Sedangkan Bab IV, yang merupakan bab terakhir, berisi rekomendasi mengenai pre-kondisi yang dibutuhkan, mitigasi dampak negatif, dan inovasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan hubungan ekonomi dan keuangan Indonesia dan EU serta rencana tindak (step-by-step action plan) dalam rangka meningkatkan manfaat hubungan tersebut.

BAB II HUBUNGAN EKONOMI INDONESIA – UNI EROPA

Kerjasama antara Indonesia dan Uni Eropa telah terjalin sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam kurun waktu beberapa dasawarsa terakhir, terdapat beberapa kerangka kerjasama yang telah dikembangkan guna meningkatkan kerjasama kedua belah pihak di berbagai bidang, termasuk ekonomi. Kerangka kerjasama pertama adalah Asia – Europe Meeting (ASEM), di mana Indonesia berperan aktif dalam setiap pertemuannya. ASEM sendiri bermula dari pertemuan di Bangkok pada tahun 1996 antara negara-negara Uni Eropa, ASEAN, dan beberapa negara Asia Timur. Sampai dengan tahun 2012, ASEM telah mengadakan pertemuan sebanyak sembilan kali. Isu-isu yang dibahas berkaitan dengan berbagai bidang, termasuk ekonomi. Kedua, Uni Eropa telah membentuk delegasi khusus untuk meningkatkan hubungan dengan Indonesia sejak tahun 1988. Dengan bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, delegasi tersebut telah menjajaki pembentukan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) untuk semakin mempererat hubungan antara Indonesia dan negara-negara Uni Eropa.

Berikut ini akan dijelaskan mengenai hubungan kerjasama bidang ekonomi antara Indonesia dengan Uni Eropa yang dilihat dari tiga bidang utama, yakni perdagangan, investasi, dan program bantuan /utang luar negeri.

2.1. Hubungan Perdagangan Indonesia dan Uni Eropa

Uni Eropa merupakan salah satu kekuatan ekonomi di dunia yang memiliki hubungan perdagangan erat dengan Indonesia. Data dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) menunjukkan bahwa hingga tahun 2010 Uni Eropa secara konsisten merupakan kawasan tujuan ekspor Indonesia peringkat kedua, di bawah ekspor ke negara-negara ASEAN, dan lebih tinggi dibandingkan ekspor Indonesia ke Jepang dan Amerika Serikat, dua partner penting lainnya dalam bidang perdagangan.

Grafik 1. Ekspor Indonesia berdasarkan Negara Tujuan

Walaupun tidak mengalami perubahan yang substansial pada paruh pertama dekade 2000- an dan sempat mengalami penurunan di tahun 2006, ekspor Indonesia ke Uni Eropa meningkat relatif tajam pada tahun 2007, yakni sekitar 75%. Ekspor ke Uni Eropa, sebagaimana ekspor ke negara lain, mengalami penurunan pada tahun 2009 sebagai dampak dari krisis global, namun kembali meningkat di tahun 2010.

Grafik 2. Perkembangan Ekspor Indonesia ke Uni Eropa

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

Apabila dilihat dari jenis barang, ekspor Indonesia ke negara-negara Uni Eropa terutama didominasi oleh produk pertanian, bahan bakar dan mineral, tekstil, serta barang-barang manufaktur. Detail mengenai ekspor Indonesia ke Uni Eropa dapat dilihat dari grafik 3.

Grafik 3. Ekspor Indonesia Ke Uni Eropa berdasarkan Jenis Barang

Sumber: Delegation of European Union dan Kementerian Perdagangan (2011)

Neraca perdagangan Indonesia terhadap Uni Eropa menunjukkan nilai yang positif, atau dengan kata lain nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa lebih besar dibandingkan dengan nilai impor Indonesia dari Uni Eropa. Uni Eropa sendiri merupakan kawasan asal impor terbesar keempat, setelah negara-negara ASEAN, Jepang, dan Republik Rakyat Cina (SEKI, 2011).

Grafik 4. Impor Indonesia berdasarkan Negara Asal

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

Data Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) 2011 menunjukkan bahwa walaupun sempat mengalami penurunan dari tahun 2000 hingga tahun 2002, nilai impor Indonesia dari Uni Eropa mengalami peningkatan secara konsisten hingga 2008. Sama seperti nilai ekspor Indonesia terhadap Uni Eropa, nilai impor mengalami penurunan sebagai akibat dari krisis finansial yang melanda dunia, lalu diikuti oleh peningkatan di tahun 2010.

Grafik 5. Perkembangan Impor Indonesia dari Uni Eropa

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011) Bila jenis barang yang diimpor oleh Indonesia dari Uni Eropa dibandingkan dengan jenis

barang yang diekspor Indonesia ke Uni Eropa, dapat dilihat bahwa perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa saling melengkapi. Apabila ekspor Indonesia ke Uni Eropa didominasi oleh produk pertanian, bahan bakar dan mineral, maka komoditas berupa mesin, elektronik, dan elektrikal mendominasi impor Indonesia dari Uni Eropa. Produk lainnya yang banyak diimpor Indonesia masuk ke dalam kategori produk kimia dan peralatan transportasi, atau dengan kata lain produk-produk yang relatif membutuhkan teknologi tinggi.

Grafik 6. Impor Indonesia dari Uni Eropa berdasarkan Jenis Barang

Sumber: Delegation of European Union dan Kementerian Perdagangan (2011)

2.2. Hubungan Investasi Indonesia dan Uni Eropa

Uni Eropa merupakan partner investasi yang penting bagi Indonesia. Apabila dilihat secara rata-rata dari tahun 2005 hingga tahun 2010, posisi negara-negara Uni Eropa sebagai sumber FDI berada di urutan kedua, setelah Singapura. Sebenarnya, pada tahun 2006 Uni Eropa pernah Uni Eropa merupakan partner investasi yang penting bagi Indonesia. Apabila dilihat secara rata-rata dari tahun 2005 hingga tahun 2010, posisi negara-negara Uni Eropa sebagai sumber FDI berada di urutan kedua, setelah Singapura. Sebenarnya, pada tahun 2006 Uni Eropa pernah

Grafik 7. Komposisi FDI di Indonesia berdasarkan negara asal

Sumber: Delegation of European Union dan Kementerian Perdagangan (2011) Berdasarkan data survey yang dilakukan delegasi Uni Eropa di Indonesia, sektor utama

investasi Uni Eropa terutama mencakup bidang elektronik, konstruksi, industri kimia dan farmasi, pembangkit listrik, pertambangan, dan pembuatan produk mineral non metalik (Delegation of European Union dan Kementerian Perdagangan, 2011).

Apabila dilihat posisi net FDI, Indonesia memiliki surplus terhadap Uni Eropa. Sejak tahun 2004-2008, surplus FDI Indonesia dibandingkan Uni Eropa memiliki nilai yang signifikan, dan menempati posisi surplus pertama atau kedua apabila dibandingkan dengan negara-negara seperti Jepang, Amerika Serikat, negara-negara ASEAN, dan Australia. Namun, pada 2009 dan 2010, nilai surplus ini mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Grafik 8. Posisi FDI per Negara di Indonesia

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

Surplus FDI Indonesia terhadap Uni Eropa mengalami tren yang meningkat dari tahun 2003 hingga tahun 2007, namun mengalami penurunan di tahun 2008 dan tahun 2009.

Grafik 9. Perkembangan Posisi FDI Uni Eropa di Indonesia

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

2.3. Bantuan Ekonomi dan Keuangan Uni Eropa kepada Indonesia

Utang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman bilateral dari berbagai negara dan juga utang dari organisasi-organisasi internasional. Utang luar negeri Indonesia paling besar berasal dari Jepang, sedangkan negara-negara Uni Eropa seperti Perancis, Jerman, Austria, Inggris, Belanda, Spanyol, Belgia, Italia, Finlandia, dan Norwegia, menempati peringkat kedua.

Grafik 10. Nilai Pinjaman Bilateral Indonesia dari Beberapa Negara (dalam US$ juta)

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

Nilai posisi pinjaman asal Uni Eropa memiliki tren yang meningkat dari tahun 2000 hingga tahun 2004. Posisi pinjaman mengalami penurunan di tahun 2005, lalu meningkat hingga tahun 2008.

Grafik 11. Perkembangan Jumlah Pinjaman yang Diterima Indonesia dari Uni Eropa

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

Pada tahun 2010, posisi pinjaman dari negara-negara Uni Eropa ini mencakup 19% dari total pinjaman bilateral Indonesia dengan negara-negara lainnya, tidak termasuk pinjaman dari organisasi regional maupun multilateral.

Grafik 12. Kontribusi Pinjaman dari Uni Eropa terhadap Total Pinjaman yang Diterima Indonesia

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2011)

Di Indonesia, Uni Eropa merupakan salah satu penyedia dukungan bilateral yang besar. Berdasarkan EC-Indonesia Country Strategy Paper (2007-2013), terdapat beberapa sasaran utama mengenai bantuan Uni Eropa terhadap Indonesia, yaitu: pengentasan kemiskinan, stimulus pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan dan investasi, dan peningkatan good governance melalui penegakkan hukum. Sebagai contoh, pada 2010, Uni Eropa memberikan bantuan senilai EUR 81 juta dalam bidang pendidikan, kesehatan, perdagangan dan investasi, good governance, perubahan iklim, rekonstruksi pasca bencana, perdamaian dan pencegahan konflik, serta sumber air dan sanitasi. Program-program ini sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia.

BAB III

ANALISIS KEKUATAN, KELEMAHAN, HAMBATAN DAN PELUANG

KERJA SAMA INDONESIA-UNI EROPA

3.1. Kekuatan dan Kelemahan Indonesia

Sebagaimana yang dinyatakan dalam dokumen CEPA oleh Delegation of European Union dan Kementerian Perdagangan RI (2011), hubungan Uni Eropa dan Indonesia cenderung berada di status quo, di mana tidak ada perubahan berarti dalam beberapa tahun terakhir. Agar dapat lebih meningkatkan interaksi ekonomi antara kedua negara, terdapat beberapa hambatan yang harus diatasi. Beberapa dari hambatan tersebut bersumber dari kelemahan Indonesia. Bagian ini akan mendiskusikan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh Indonesia dalam kaitannya dengan hubungan ekonomi dengan negara / kawasan lain, termasuk Uni Eropa.

3.1.1. Kekuatan Indonesia

Beberapa kekuatan Indonesia yang dapat menjadi modal dalam meningkatkan hubungan ekonomi dengan negara lain terutama adalah sebagai berikut:

a. Kondisi makro-ekonomi Stabilitas makro-ekonomi sebuah negara merupakan faktor yang sangat penting untuk menarik negara-negara lain agar tertarik untuk terlibat dalam hubungan ekonomi dengan Indonesia. Sebagai contoh, defisit fiskal secara berkepanjangan dapat menghambat kemampuan pemerintah untuk merespon siklus bisnis. Angka inflasi yang terlampau tinggi juga bisa membuat perusahaan tidak bisa beroperasi secara efisien.

Pasca diterpa krisis ekonomi pada akhir dekade 1990an, perekonomian Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Antara tahun 2004 – 2008, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada dalam kisaran 5% - 6% per tahun, dan mengalami penurunan tahun 2009 sebagai dampak dari krisis global, yakni menjadi 4,5%. Dari segi pengelolaan fiskal, nilai rasio utang Indonesia terhadap PDB mengalami penurunan secara konstan, dari angka 83% di tahun 2001 menjadi 29% di 2009. Apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara (dengan pengecualian Singapura karena tidak memiliki utang pemerintah), rasio utang terhadap PDB Indonesia merupakan salah satu yang terendah. Keberhasilan penurunan tingkat utang ini membuat Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan pengelolaan fiskal terbaik di kawasan Asia Pasifik oleh Standard & Poor, salah satu lembaga pemeringkat kredit internasional yang diakui. Selain itu, sebagai akibat dari membaiknya kondisi perekonomian Indonesia, dua lembaga pemeringkat kredit internasional, yakni Fitch dan Moody’s telah meningkatkan peringkat Indonesia menjadi investment grade pada akhir 2011 dan awal 2012.

World Economic Forum menggunakan beberapa kriteria untuk menentukan peringkat daya saing dalam hal lingkungan makroekonomi: keseimbangan APBN, utang negara, inflasi, tingkat simpanan nasional, spread tingkat suku bunga, dan peringkat kredit negara. Dalam lima tahun belakangan, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, kondisi makroekonomi Indonesia mengalami perbaikan, rasio utang terhadap GDP saat ini berada di bawah 30%, dan inflasi relatif terkendali. Dalam hal stabilitas ekonomi, Indonesia menempati posisi ke 35, lebih baik dibandingkan India, Rusia, dan Brazil, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Cina dan Singapura memiliki lingkungan makroekonomi yang lebih stabil. Peringkat ini menunjukkan kemajuan yang pesat, mengingat tahun 2007 Indonesia menempati peringkat ke 89. Bagi Indonesia, ancaman makroekonomi terbesar adalah tingkat inflasi yang tidak terkendali.

b. Potensi pasar yang besar Ukuran pasar yang besar akan menarik minat investor asing untuk melakukan bisnis di suatu negara dan menarik mitra dagang yang potensial. Hal ini didukung oleh tren globalisasi yang menyebabkan pasar internasional menjadi sesuatu yang sangat penting. Indonesia merupakan negara dengan lebih dari 240 juta penduduk, sekaligus negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia. Selain itu, masyarakat yang masuk ke dalam golongan kelas menengah mengalami pertumbuhan yang pesat. Atas dasar inilah, berdasarkan survey daya saing World Economic Forum, dalam hal ukuran pasar, Indonesia menempati peringkat ke 15.

3.1.2. Kelemahan Indonesia

Beberapa kelemahan Indonesia yang dapat mengurangi kemampuan Indonesia dalam upaya meningkatkan hubungan ekonomi dengan negara lain mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Infrastruktur yang tidak memadai Salah satu kelemahan mendasar Indonesia yang mempengaruhi kegiatan perdagangan dan investasi adalah ketersediaan infrastruktur fisik yang kurang memadai, sebagaimana hasil survey yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF) yang menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-82. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dari segi kualitas infrastruktur, Indonesia masih berada di belakang Singapura, Malaysia, Thailand, Republik Rakyat Cina, dan Brazil, namun lebih baik dari Vietnam, India, dan Filipina. Infrastruktur fisik dalam hal ini termasuk jalan, rel kereta api, pelabuhan, sarana pelabuhan udara, sumber energi yang memadai, dan jaringan telekomunikasi yang baik. Secara spesifik, hasil survey WEF tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 84 dalam hal kualitas jalan, urutan 96 dalam hal kualitas pelabuhan, urutan 69 mengenai transportasi udara, peringkat 97 dalam hal jaringan energi, serta urutan ke 82 dalam hal jaringan telekomunikasi. Dalam hal transportasi darat, studi a. Infrastruktur yang tidak memadai Salah satu kelemahan mendasar Indonesia yang mempengaruhi kegiatan perdagangan dan investasi adalah ketersediaan infrastruktur fisik yang kurang memadai, sebagaimana hasil survey yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF) yang menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-82. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dari segi kualitas infrastruktur, Indonesia masih berada di belakang Singapura, Malaysia, Thailand, Republik Rakyat Cina, dan Brazil, namun lebih baik dari Vietnam, India, dan Filipina. Infrastruktur fisik dalam hal ini termasuk jalan, rel kereta api, pelabuhan, sarana pelabuhan udara, sumber energi yang memadai, dan jaringan telekomunikasi yang baik. Secara spesifik, hasil survey WEF tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 84 dalam hal kualitas jalan, urutan 96 dalam hal kualitas pelabuhan, urutan 69 mengenai transportasi udara, peringkat 97 dalam hal jaringan energi, serta urutan ke 82 dalam hal jaringan telekomunikasi. Dalam hal transportasi darat, studi

b. Institusi yang korup, inefisien, dan kurang transparan Institusi pemerintah yang efisien, transparan dan bebas korupsi merupakan salah satu persyaratakan kunci untuk menarik minat investor. Apabila tidak, maka perusahaan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mengurus perizinan, dan terkadang biaya perizinan dapat lebih mahal akibat adanya pungutan liar. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Bank Dunia, dalam hal institusi, Indonesia menempati peringkat ke 61 dengan nilai 4 (skala 1-7). Ukuran-ukuran yang terkait dengan korupsi tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan.

c. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang lemah Perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di suatu negara sangatlah penting untuk menstimulus kegiatan inovasi dan investasi. Investor, baik dalam negeri maupun luar negeri, akan tertarik dengan dengan standar perlindungan HKI yang tinggi. Di Indonesia, pengaturan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual setidaknya dapat ditemukan di Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang Nomor

29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Namun, meskipun cakupan hukum HKI di Indonesia relatif luas, dalam implementasinya sering terjadi pelanggaran HKI. Di Indonesia kasus pembajakan masih merupakan permasalahan yang serius dan belum ditindak dengan tegas sesuai dengan peraturan yang ada.

d. Kualitas produk tidak memenuhi standar Kesamaan standar kualitas merupakan salah satu faktor penting yang diperhatikan oleh suatu negara. Standar yang diberlakukan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan

Uni Eropa terhadap produk yang diimpor relatif tinggi, terutama menyangkut keamanan, keselamatan, dan kesehatan. Atas alasan inilah, produk-produk Indonesia mengalami kesulitan masuk ke dalam pasar negara maju karena standar dan persyaratan teknis yang tinggi. Peraturan sanitasi dan fitosanitasi Indonesia tidak mengenali standar keamanan makanan Uni Eropa dan laboratorium teknis Uni Eropa juga tidak mengenali tes untuk standar teknis Indonesia. Salah satu penyebab rendahnya kualitas barang hasil produksi Indonesia adalah rendahnya tingkat pendidikan tinggi. Akses terhadap pendidikan tinggi merupakan hal yang krusial agar proses produksi dapat bergerak maju dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang dinamis.

e. Kerumitan melakukan bisnis Tingginya sektor informal disebabkan oleh proses birokrasi yang menyulitkan. Riset yang ada menunjukkan bahwa perizinan malalukan/memulai usaha yang lebih mudah akan meningkatkan jumlah bisnis dan lapangan kerja. Riset Doing Business yang dilakukan oleh World Bank menunjukkan hasil empiris bahwa penurunan biaya registrasi usaha yang disertai dengan stimulus ekonomi lainnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hasil serupa juga berlaku di Meksiko, di mana reformasi registrasi usaha meningkatkan registrasi perusahaan sebesar 5% dan meningkatkan lapangan pekerjaan sebesar 2,2%.

Lebih lanjut lagi, hasil survey Doing Business menunjukkan bahwa di Indonesia, lama waktu yang dibutuhkan untuk memulai suatu usaha rata-rata tahun 2006 adalah 151 hari, dan berhasil dikurangi menjadi 45 hari di tahun 2011. Jumlah prosedur yang harus diikuti semula berjumlah 12 di tahun 2006, namun menjadi 8 di 2012. Izin konstruksi berkurang dari 186 hari di tahun 2005 ke 158 hari di tahun 2011. Namun, hasil penelitian World Bank tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal apabila dibandingkan dengan rata-rata negara APEC, yakni satu bulan lebih lama dibandingkan dengan Malaysia dan empat kali lebih lama dibandingkan dengan Thailand. Modal disetor minimal yang disyaratkan juga mecakup 46,6% dari pendapatan per kapita nasional, sementara peraturan sejenis di negara-negara APEC lainnya telah dihapuskan.

f. Kurangnya kesiapan teknologi Daya saing sebuah negara sangat ditentukan oleh perkembangan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas sebuah bangsa. Berdasarkan analisis dari Global Competitiveness Report yang dikeluarkan oleh World Economic Forum pada 2011, aspek teknologi merupakan salah satu titik terlemah Indonesia, dengan peringkat 91. Peringkat Indonesia ini berada jauh dari beberapa negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.

3.2. Kekuatan dan Kelemahan Uni Eropa

Hambatan dalam hubungan ekonomi antara Uni Eropa dan Indonesia tidak hanya bersumber dari kelemahan di pihak Indonesia saja. Uni Eropa, walaupun secara umum dapat dikatakan lebih maju, juga memiliki beberapa kelemahan, di samping kekuatan-kekuatan yang ada. Bagian ini akan membahas mengenai kekuatan dan kelemahan dari sisi Uni Eropa dalam hubungan ekonomi dengan Indonesia.

3.2.1. Kekuatan Uni Eropa

Beberapa hal yang dimiliki dan menjadi kekuatan Uni Eropa dalam menjalin kerja sama ekonomi dan keuangan dengan negara lain antara lain sebagai berikut:

a. Posisi yang kuat di organisasi internasional Beberapa negara besar anggota Uni Eropa merupakan pelopor dari sistem perdagangan internasional modern. Negara-negara ini juga memiliki peranan penting di dalam berbagai organisasi internasional, termasuk yang bergerak di bidang ekonomi dan perdagangan. Posisi penting membuat negara-negara tersebut memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan arah kebijakan organisasi internasional, yang seringkali dijadikan sebagai acuan bagi negara-negara dalam merumuskan kebijakan.

b. Inovasi dan teknologi maju Beberapa negara Uni Eropa telah terkenal sejak lama sebagai penghasil barang-barang berteknologi tinggi. Hal ini terkait dengan daya inovasi masyarakat yang relatif lebih maju dibanding dengan kawasan lainnya. Sebagai contoh, World Economic Forum menempatkan Belanda pada posisi 4 negara dengan sistem teknologi dan inovasi yang maju. Perancis juga tergolong negara dengan pengeluaran riset dan pengembangan (R&D) yang tinggi, dan jumlah ilmuwan serta insinyur dengan kualifikasi tinggi yang banyak.

c. Infrastruktur yang mendukung Kawasan Uni Eropa sebagai suatu kesatuan regional benar-benar memahami arti penting infrastruktur yang memadai untuk mendukung pergerakan barang dan jasa dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Infrastruktur Uni Eropa secara umum relatif berkembang dengan baik, terutama di kawasan Eropa Barat. Eropa memiliki jaringan infrastruktur yang dikenal dengan Trans European Network (TEN) yang terdiri dari sektor transportasi, energi, dan telekomunikasi. Pengembangan TEN sendiri dianggap sebagai salah satu elemen kunci untuk menciptakan pasar internal dan penguatan kohesi ekonomi dan sosial (http://ec.europa.eu/ten/index_en.html).

d. Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi Daya saing Uni Eropa salah satunya bersumber dari sumber daya manusia yang

berkualitas. Sebagai contoh, World Economic Forum menempatkan Belgia pada posisi nomor 2 dan Belanda pada nomor 4 dalam hal sistem pendidikan dan pelatihan, yang berujung pada kualitas sumber daya manusia yang baik.

3.2.2. Kelemahan Uni Eropa

Beberapa kelemahan dari Uni Eropa yang kurang mendukung dalam kerja sama ekonomi dengan negara lainnya, termasuk Indonesia, antara lain sebagai berikut: