ANALISIS PENGUASAAN LITERASI SAINS PESER

ANALISIS PENGUASAAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK DALAM MEMECAHKAN MASALAH
PENCEMARAN LINGKUNGAN
Risa Hartati*
*Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung
Email: risahartati@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian deskriptif kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penguasaan
literasi sains peserta didik ditinjau dari aspek pengetahuan dan aspek kompetensi literasi
sains. Sampel penelitian ini terdiri dari 32 siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di
Kabupaten Lampung Utara pada tahun ajaran 2014/2015 yang dipilih dengan
menggunakan teknik cluster random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah tes literasi sains materi pencemaran lingkungan yang
digunakan untuk mengukur penguasaan literasi sains aspek pengetahuan dan kompetensi
sains siswa. Data hasil penelitian dianalisis dengan melakukan perhitungan persentase
penguasaan literasi sains dari masing-masing aspek yang diukur dengan menggunakan
program Microsoft Office Excel. Hasil analisis menunjukkan bahwa 64% masalah
pencemaran lingkungan dapat diselesaikan oleh siswa, artinya hasil penguasaan literasi
sains aspek pengetahuan siswa untuk memecahkan masalah pencemaran lingkungan
tergolong “cukup baik”. Sedangkan penguasaan literasi sains aspek kompetensi sains

untuk kemampuan mengidentifikasi isu ilmiah siswa tergolong “baik”, kemampuan
menggunakan bukti ilmiah siswa tergolong “baik”; sedangkan kemampuan menjelaskan
fenomena ilmiah siswa tergolong “cukup baik”.
Kata Kunci : Literasi Sains, Pengetahuan Sains, Kompetensi Sains, Pencemaran
Lingkungan
PENDAHULUAN
Kehidupan manusia saat ini
dipengaruhi oleh sains dan teknologi. Sains
sebagai ilmu dan teknologi sebagai
implementasi dari ilmu akan terus
berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman. Sudah sepantasnya pendidikan
mengimbangi keduanya sebagai suatu
proses memperoleh dan mengimplementasi
penge-tahuan. Persoalan yang dihadapi
banyak negara, termasuk Indonesia, di
bidang
pendidikan
adalah
kualitas

pendidikan. Di Indonesia, berbagai upaya
telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, namun
sejauh ini belum menampakkan hasil yang
memadai.

PISA (Programme for International
Student Assessment) adalah studi literasi
yang bertujuan untuk meneliti secara berkala
tentang kemampuan peserta didik usia 15
tahun dalam membaca (reading literacy),
matematika (matematis literacy), dan sains
(scientific
literacy).
PISA
mengukur
kemampuan peserta didik pada akhir usia
wajib belajar untuk mengetahui kesiapan
peserta didik dalam rangka menghadapi
tantangan yang ada di masyarakat dewasa
ini.

Literasi sains menurut PISA (2006)
didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mengidentifikasi isu ilmiah, menjelaskan
fenomena secara ilmiah, dan menggunakan
bukti ilmiah itu dalam kehidupan sehari-hari.

Toharudin, dkk (2013) mendefinisikan literasi
sains sebagai kemampuan seseorang untuk
memahami sains, mengomunikasikan sains
(lisan dan tulisan), serta menerapkan
pengetahuan sains untuk memecahkan
masalah sehingga memiliki sikap dan
kepekaan yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dalam mengambil keputusan
berdasar-kan pertimbangan-pertimbangan
sains. Definisi literasi sains ini memandang
literasi sains bersifat multi-dimensional,
bukan hanya pemahaman terhadap
pengetahuan sains, melainkan lebih dari itu.
PISA juga menilai pemahaman peserta didik
terhadap karakteristik sains sebagai

penyelidikan ilmiah, kesadaran akan betapa
sains dan teknologi membentuk lingkungan
material, intelektual dan budaya, serta
keinginan untuk terlibat dalam isu-isu terkait
sains, sebagai manusia yang reflektif.
Literasi sains penting untuk dikuasai oleh
peserta didik dalam kaitannya dengan cara
peserta didik itu dapat memahami
lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan
masalah-masalah lain yang dihadapi oleh
masyarakat modern yang sangat bergantung
pada teknologi dan kemajuan, serta
perkembangan ilmu pengetahuan.
Laugksch dalam Toharudin, dkk
(2013) menyatakan bahwa pada dasarnya
literasi sains meliputi dua kompetensi
utama. Pertama, kompetensi belajar
sepanjang hayat (longlife education),
termasuk membekali para peserta didik
untuk belajar di sekolah yang lebih lanjut.

Kedua, kompetensi dalam menggunakan
pengetahuan yang dimiliki untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya yang dipengaruhi oleh
perkembangan sains dan masyarakat.
Literasi sains berfokus pada implikasi dari
problematika yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat yang bersifat lokal, regional, dan
nasional. Literasi sains juga penting karena
dapat
memberikan
kontribusi
pada
kehidupan
sosial,
ekonomi,
serta
memperbaiki pengambilan keputusan di
tingkat masyarakat dan personal. Untuk
tujuan penilaian, definisi literasi sains PISA
dapat dicirikan oleh empat aspek yang saling

terkait, yaitu aspek konteks, pengetahuan,

kompetensi, dan sikap sains (OECD, 2006;
OECD, 2009; OECD, 2012).
Aspek konteks mengarahkan peserta
didik untuk dapat mengenali situasi dalam
kehidupan yang melibatkan sains dan
teknologi. Hal ini bertujuan agar peserta
didik dapat memahami bahwa ilmu
pengetahuan memiliki nilai tertentu bagi
individu
dan
masyarakat
dalam
meningkatkan
dan
mempertahankan
kualitas hidup dan dalam pengembangan
kebijakan publik. Oleh karena itu, soal-soal
literasi sains berfokus pada situasi terkait

pada diri individu, sosial, dan peraturan
global sebagai konteks, atau situasi spesifik
untuk latihan penilaian. Asesmen literasi
sains PISA tidak menilai konteks, tetapi
menilai kompetensi, pengetahuan, dan sikap
yang berhubungan dengan konteks (OECD,
2006; OECD, 2009; OECD, 2012).
Aspek pengetahuan mengarahkan
peserta didik untuk dapat memahami alam
atas dasar pengetahuan ilmiah yang
mencakup
pengetahuan
alam
dan
pengetahuan tentang ilmu pengetahuan itu
sendiri.
Tujuannya
adalah
untuk
menggambar-kan sejauh mana peserta didik

dapat menerapkan pengetahuan mereka
dalam konteks yang relevan dengan
kehidupan mereka. Oleh karena itu,
penilaian pengetahuan akan dipilih dari
bidang utama fisika, kimia, biologi, ilmu bumi
dan ruang angkasa, serta teknologi (OECD,
2006; OECD, 2009; OECD, 2012).
Aspek kompetensi dalam literasi
sains PISA memberikan prioritas terhadap
beberapa
kompe-tensi,
yaitu:
(1)
mengidentifikasi isu ilmiah, yaitu mengenai
isu yang mungkin diselidiki secara ilmiah,
mengidentifikasi kata-kata kunci untuk
informasi ilmiah, mengenal ciri khas
penyelidikan ilmiah; (2) menjelaskan
fenomena ilmiah, yaitu mengaplikasi-kan
pengetahuan sains dalam situasi yang

diberikan,
mendeskripsikan
atau
menafsirkan fenomena dan memprediksi
perubahan, meng-identifikasi deskripsi,
eksplanasi, dan prediksi yang sesuai.; dan (3)
menggunakan
bukti
ilmiah,
yaitu
menafsirkan bukti ilmiah dan menarik

kesimpulan, memberikan alasan untuk
mendukung atau menolak kesimpulan dan
mengidentifikasikan asumsi-asumsi yang
dibuat dalam mencapai kesimpulan,
mengomunikasikan kesimpulan terkait bukti
dan penalaran dibalik kesimpulan dan
membuat refleksi berdasarkan implikasi
sosial dari kesimpulan ilmiah. (OECD, 2006;

OECD, 2009; OECD, 2012).
Aspek sikap sains menunjukkan
minat dalam ilmu pengetahuan, dukungan
untuk penyelidikan ilmiah, dan motivasi
untuk bertindak secara bertanggung jawab
terhadap, misalnya, sumber daya alam dan
lingkungan. Perhatian PISA untuk sikap
terhadap ilmu pengetahuan didasarkan pada
keyakinan bahwa literasi sains seseorang
mencakup sikap tertentu, kepercayaan,
orientasi motivasi, rasa self efficacy, nilainilai, dan tindakan utama. Merujuk pada
PISA 2006, sikap sains dalam literasi sains
terdiri dari tiga kategori, yaitu: (1)
mendukung inkuiri sains, (2) ketertarikan
terhadap sains, dan (3) tanggung jawab
terhadap sumber daya lingkungan (OECD,
2006)
Sesuai dengan definisi literasi sains
dalam PISA, dalam proses penilaian literasi
sains pertanyaan (item) tes memerlukan

penggunaan kompetensi sains dalam
konteks dengan melibat-kan penerapan
pengetahuan sains dan mencermin-kan sikap
responden terhadap materi ilmiah dan
teknologi. Pada penelitian ini, konteks sains
ya g
diteliti
adalah
Pe e ara
Li gku ga , di a a eli atka e erapa
pengetahuan sains, yaitu pencemaran udara,
pencemaran air, dan efek rumah kaca. Pada
gambar 1 disajikan komponen dasar dari
kerangka yang digunakan untuk menilai
kemampuan literasi sains peserta didik.
Indonesia merupakan salah satu
negara yang secara konsisten mengikuti
PISA. Namun sangat disayangkan, prestasi
Indonesia selalu berada di bawah standar
internasional yang telah ditetapkan bahkan
cenderung mengalami penurunan. Pada
tabel 1 disajikan peringkat literasi sains
Indonesia sejak tahun 2000-2012.

Konteks
Pencemaran Lingkungan

Pengetahuan
Pencemaran
Udara
Pencemaran
Air
Efek Rumah
Kaca

Kompetensi:
Mengidentifikasi isuisu sains.
Menjelaskan
fenomena sains
dengan menerapkan
pengetahuan sains.
Menggunakan faktafakta/bukti-bukti
untuk membuat
keputusan & mengkomunikasikannya.

Gambar 1. Bagan untuk mengonstruksi dan
menganalisis literasi sains peserta didik
Data pada tabel 1 menunjukkan
bahwa secara umum literasi sains peserta
didik Indonesia rendah, yaitu berada pada
nilai rata-rata yang ditetapkan oleh OECD.
Kondisi ini mendorong perlunya dilakukan
upaya-upaya perbaikan terhadap pembelajaran sains di sekolah secara bertahap
dan berkesinambungan. Upaya perbaikan
kualitas pembelajaran di sekolah perlu
didukung informasi tentang sejauh mana
capaian literasi sains peserta didik ditinjau
dari aspek-aspeknya.
Tabel 1. Data Literasi Sains Indonesia
Tahun
Studi

Skor
rata-rata
Indonesia

Skor
Maksimum

Peringkat
Indonesia

2000
2003
2006
2009
2012

393
395
393
383
375

500
500
500
500
500

38
38
50
60
64

Jumlah
Negara
Peserta
Studi
41
40
57
65
65

Sumber: OECD (2012) & Suciati, et al. (2014)
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana penguasaan literasi
sains peserta didik ditinjau dari aspek
pengetahuan dan aspek kompetensi literasi
sains. Data-data yang diperoleh diharapkan
dapat dijadikan rujukan sebagai dasar untuk
melakukan upaya perbaikan kualitas
pembelajaran sains di sekolah.

METODE
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif yang menggunakan metode
deskriptif (deskriptif – kuantitatif) yaitu
penelitian yang deskripsi atau gambarannya
menggunakan
ukuran,
jumlah
atau
frekuensi. Penelitian yang dilakukan tidak
memberikan perlakuan, manipulasi atau
pengubahan pada variabel-variabel bebas,
tetapi menggambarkan suatu kondisi apa
adanya (Sukmadinata, 2012).
Subjek Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah
seluruh kelas VIII yang terdaftar pada
semester II di salah satu SMP Negeri di
Kabupaten Lampung Utara pada tahun
ajaran 2014/2015. Penentuan sampel
dilakukan dengan menggunakan teknik
cluster random sampling, sehingga diperoleh
satu kelas yang berjumlah 32 siswa, yang
terdiri dari 13 laki-laki dan 19 perempuan.
Intrumen Penelitian
Instrumen
penelitian
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tes
literasi sains materi pencemaran lingkungan
yang dikembangkan oleh peneliti. Instrumen
ini telah melewati tahap validasi oleh 2 orang
dosen ahli dan validasi item tes melalui
proses uji coba yang kemudian dianalisis
melalui program AnatesV4 dan SPSS
Statistics 17 untuk mengetahui validitas,
daya beda, tingkat kesukaran soal, dan
reliabilitas instrumen.
Instrumen ini terdiri dari tes pilihan
ganda yang terdiri dari 25 soal dengan empat
pilihan yang digunakan untuk mengukur
aspek pengetahuan dan kompetensi siswa
yang berkaitan dengan masalah pencemaran
lingkungan. Dari 25 soal yang digunakan, 10
soal (40%) merupakan soal tentang
pengetahuan yang berkaitan dengan
masalah pencemaran udara, 7 soal (28%)
berkaitan dengan masalah pencemaran air,
dan 8 soal (32%) berkaitan dengan materi
efek rumah kaca. Sedangkan soal untuk
mengukur aspek kompetensi siswa terdiri

dari 4 soal (16%) kemampuan mengidentifikasi isu ilmiah, 8 soal (32%)
kemampuan menggunakan bukti ilmiah, dan
13 soal (52%) kemampuan menjelaskan
fenomena ilmiah.
Prosedur Penelitian
Tes literasi sains diberikan kepada siswa
kelas VIII yang sudah pernah mendapatkan
materi Pencemaran Lingkungan. Tes ini
dilakukan selama 2 jam pelajaran (2 x 40
menit).
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis
dengan melakukan perhitungan persentase
penguasaan literasi sains dari masing-masing
aspek yang diukur dengan menggunakan
program Microsoft Office Excel. Hasil analisis
data kemudian diinter-pretasikan secara
deskriptif berdasarkan kriteria hasil belajar
siswa menurut Arikunto (2013).
Tabel 2. Kriteria Hasil Belajar Siswa
Nilai
Kualifikasi
80 – 100
Sangat Baik
66 – 79
Baik
56 – 65
Cukup
40 – 55
Kurang
30 – 39
Sangat Kurang Baik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Besarnya capaian yang diperoleh
siswa dalam menjawab soal-soal literasi sains
dapat dilihat berdasarkan banyaknya siswa
yang menjawab soal dengan benar pada tiap
butir soal. Tabel 3 menyajikan besarnya
persentase jawaban benar yang dijawab oleh
siswa untuk tiap butir soal.
Tabel 3. Persentase Jawaban Benar untuk
Tiap Butir
Soal
No.
Soal

Skor
Maks.

1
2
3
4

1
1
1
1

Jumlah Siswa
Menjawab
Benar
16
24
19
24

Persentase
(%)
50
75
59
75

No.
Soal

Skor
Maks.

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

Jumlah Siswa
Menjawab
Benar
5
14
28
19
32
17
20
23
25
20
30
16
23
26
25
4
30
14
19
18
16
Rata-rata

Persentase
(%)
16
44
88
59
100
53
63
72
78
63
94
50
72
81
78
13
94
44
59
56
50
63

Berdasarkan tabel 3, diketahui
bahwa terdapat 21 soal yang dapat dijawab
dengan benar oleh lebih dari 50% siswa,
sedangkan 4 soal lainnya, yaitu nomor 5, 6,
20, dan 22, kurang dari 50% siswa yang dapat
menjawab soal dengan benar. Berdasarkan
data tersebut diketahui bahwa terdapat 63%
siswa dapat menjawab soal-soal literasi sains
dengan
benar.
Persentase
tersebut
didapatkan dengan membandingkan skor
capaian siswa dengan skor maksimum yang
seharusnya dicapai siswa jika semua siswa
menjawab soal dengan benar.
Deskripsi Penguasaan Literasi Sains Aspek
Pengetahuan
Seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya, aspek pengetahuan yang dinilai
pada instrumen literasi sains melibatkan 3
pengetahuan sains, yaitu pencemaran udara,
pencemaran air dan efek rumah kaca. Soal
tes literasi sains di konstruksi dengan
menggunakan konteks masalah dalam
kehidupan sehari-hari untuk menggali
penge-tahuan siswa. Persentase jawaban

benar untuk setiap aspek pengetahuan
disajikan pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Persentase Jawaban Benar Untuk
Setiap Aspek Pengetahuan
Aspek
Pengetahuan
Pencemaran
Udara
Pencemaran Air
Efek Rumah Kaca

Jumlah
Soal

% Jawaban
Benar

10

62

7
8

70
59

Berdasarkan tabel 4, diketahui
bahwa persentase siswa yang menjawab
benar soal pencemaran udara sebesar 62%
dari 10 soal. Persentase siswa yang
menjawab benar soal pencemaran air
sebesar 70% dari 7 soal. Sedangkan,
persentase siswa yang menjawab soal materi
efek rumah kaca sebesar 59% dari 8 soal.
Persentase tersebut didapatkan dengan
membandingkan rata-rata jumlah skor
capaian siswa dengan skor maksimum yang
seharusnya dicapai oleh siswa jika semua
siswa menjawab soal dengan benar.
Berdasarkan hasil analisis pada tabel
4, terlihat bahwa siswa lebih banyak dapat
menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan materi pencemaran air yaitu sebesar
70%, lalu sebanyak 62% masalah yang
berkaitan dengan materi pencemaran udara
berhasil dijawab dengan benar oleh siswa.
Sedangkan untuk masalah yang berkaitan
dengan materi efek rumah kaca, hanya 59%
soal yang berhasil siswa jawab dengan
benar.
Hasil analisis terkait penguasaan
literasi sains aspek pengetahuan pada
masalah pencemaran lingkungan disajikan
pada tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Persentase Penguasaan Literasi
Sains Aspek Pengetahuan
Aspek
Pengetahuan
Pencemaran
Udara
Pencemaran
Air

Jumlah
Soal

%
Porsi
Soal

%
Penguasaan
Pengetahuan

10

40

25

7

28

20

Aspek
Pengetahuan
Efek Rumah
Kaca
Jumlah

Jumlah
Soal

%
Porsi
Soal

%
Penguasaan
Pengetahuan

8

32

19

25

100

64

Tabel 5 menjelaskan persentase
penguasaan literasi sains aspek pengetahuan
berdasarkan porsi soal yang digunakan untuk
masing-masing aspek pengetahuan literasi
sains. Dari tabel tersebut diketahui bahwa
porsi soal untuk materi pencemaran udara
sebesar 40% dari keseluruhan soal, dengan
persentase penguasaan pengetahuan siswa
sebesar 25%. Untuk materi pencemaran air,
porsi soal sebesar 28%, dengan persentase
penguasaan pengetahuan siswa sebesar
20%. Sedangkan untuk materi efek rumah
kaca, porsi soal sebesar 32% dari
keseluruhan soal, dengan persentase
penguasaan pengetahuan siswa sebesar
19%.
Data pada tabel 5 menunjukkan
bahwa porsi soal mempengaruhi persentase
penguasaan
pengetahuan
siswa.
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa
persentase
penguasaan
penge-tahuan
materi pencemaran udara lebih tinggi
dibandingkan dengan materi pencemaran air
dan efek rumah kaca. Hal ini disebabkan
karena porsi soal pencemaran udara
merupakan porsi terbesar yang terdapat
pada soal, yaitu sebesar 40%, sedangkan
porsi soal pencemaran air dan efek rumah
kaca hanya mengambil porsi sebesar 28%
dan 32% saja. Namun demikian, peneliti
menganalisis penguasaan literasi sains aspek
pengetahuan secara keseluruhan, yaitu
sebesar
64%
masalah
pencemaran
lingkungan dapat diselesaikan oleh siswa.
Jika merujuk pada pendapat Arikunto (2013),
hasil penguasaan literasi sains aspek
pengetahuan siswa untuk memecahkan
masalah pencemaran lingkungan tergolong
ukup aik .

Deskripsi Penguasaan Literasi Sains Aspek
Kompetensi
Aspek kompetensi literasi sains yang
diukur pada penelitian ini terdiri dari 3
kategori kompetensi, yaitu: kemampuan
mengidentifikasi isu ilmiah, menggunakan
bukti ilmiah, dan menjelaskan fenomena
ilmiah. Ketiga kategori ini diukur melalui tes
pilihan ganda untuk mengetahui sejauh
mana kompetensi sains ini dikuasai oleh
siswa. Persentase jawaban benar untuk
setiap aspek kompetensi disajikan pada tabel
6 berikut ini.
Tabel 6. Persentase Jawaban Benar Untuk
Setiap Aspek Kompetensi
Kategori
Kompetensi
Mengidentifikasi
Isu Ilmiah
Menggunakan
Bukti Ilmiah
Menjelaskan
Fenomena Ilmiah

Jumlah
Soal

% Jawaban
Benar

4

66

8

68

13

60

Berdasarkan tabel 6, diketahui
bahwa persentase siswa yang menjawab
benar soal kemampuan mengidentifikasi isu
ilmiah sebesar 66% dari 4 soal. Persentase
siswa yang menjawab benar soal
kemampuan menggunakan bukti ilmiah
sebesar 68% dari 8 soal. Sedangkan,
persentase siswa yang menjawab soal
kemampuan menjelaskan fenomena ilmiah
sebesar 60% dari 13 soal. Persentase
tersebut
didapatkan
dengan
membandingkan rata-rata jumlah skor
capaian siswa dengan skor maksimum yang
seharusnya dicapai oleh siswa jika semua
siswa menjawab soal dengan benar.
Berdasarkan hasil analisis pada tabel
6, terlihat bahwa kategori kompetensi sains
yang paling banyak dikuasai oleh siswa
adalah kemampuan menggunakan bukti
ilmiah, yaitu dengan capaian sebesar 68%
soal dapat dijawab oleh siswa dengan benar.
Kategori kompetensi sains yang dikuasai oleh
siswa yang kedua adalah kemampuan
mengidentifikasi isu ilmiah, yaitu dengan
capaian sebesar 66% soal dapat dijawab oleh

siswa dengan benar. Sedangkan untuk
kategori kompetensi menjelaskan fenomena
ilmiah, hanya 60% soal yang dapat dijawab
dengan benar oleh siswa.
Hasil penelitian terkait penguasaan
literasi sains aspek kompetensi pada masalah
pencemaran lingkungan disajikan pada tabel
7 berikut ini.
Tabel 7. Persentase Penguasaan Aspek
Pengetahuan
Kategori
Kompetensi
Mengidentifikasi
Isu Ilmiah
Menggunakan
Bukti Ilmiah
Menjelaskan
Fenomena
Ilmiah
Jumlah

Jumlah
Soal

% Porsi
Soal

%
Penguasaan
Kompetensi

4

16

11

8

32

22

13

52

31

25

100

64

Hampir sama dengan keterangan
sebelumnya, tabel 7 menjelaskan persentase
penguasaan literasi sains aspek kompetensi
berdasarkan porsi soal yang digunakan untuk
masing-masing kategori kompetensi literasi
sains. Dari tabel tersebut diketahui bahwa
porsi
soal
untuk
kemampuan
mengidentifikasi isu ilmiah sebesar 16% dari
keseluruhan soal, dengan persentase
penguasaan kompetensi siswa sebesar 11%.
Untuk kemampuan menggunakan bukti
ilmiah, porsi soal sebesar 32%, dengan
persentase penguasaan pengetahuan siswa
sebesar 22%. Sedangkan untuk kemampuan
menjelaskan fenomena ilmiah, porsi soal
sebesar 52% dari keseluruhan soal, dengan
persentase penguasaan pengetahuan siswa
sebesar 31%.
Berdasarkan data tersebut, terlihat
bahwa persentase kemampuan menjelaskan
fenomena ilmiah lebih tinggi dibandingkan
dua kemampuan lainnya. Hal ini disebabkan
karena porsi soal yang digunakan untuk
mengetahui
kemampuan
menjelaskan
fenomena ilmiah merupakan porsi terbesar
yang terdapat pada soal, yaitu sebesar 52%,
sedangkan porsi soal untuk mengetahui

kemampuan mengidentifikasi isu ilmiah dan
menggunakan fenomena ilmiah masingmasing sebesar 11% dan 22% saja. Namun
demikian, peneliti menganalisis penguasaan
literasi sains aspek kompetensi dengan
melihat
capaian
siswa
per-kategori
kompetensi sains. Jika merujuk pada
pendapat Arikunto (2013), kemampuan
mengidentifikasi isu ilmiah siswa (66%)
tergolo g aik ; ke a pua
e ggu aka
bukti ilmiah siswa (68%) juga tergolong
aik ; seda gka ke a pua
e jelaska
fenomena ilmiah siswa (60%) tergolong
cukup baik .
Capaian skor terbesar dalam aspek
kompetensi literasi sains yaitu kemampuan
menggunakan bukti ilmiah. Capaian ini
ditunjukkan dengan kemampuan siswa
dalam menafsirkan bukti ilmiah pada soal
melalui interpretasi data ilmiah berupa tabel,
grafik, dan persentase data ilmiah. Selain itu,
siswa juga dapat mengidentifikasi asumsiasumsi yang dicapai untuk mencapai suatu
kesimpulan dalam menyelesaikan masalah
pencemaran
lingkungan.
Meskipun
kemampuan mengidentifikasi isu ilmiah
memiliki porsi yang sedikit pada soal literasi
sains, namun memberikan data yang cukup
berarti.
Capaian
kemampuan
mengidentifikasi isu ilmiah ini menjelaskan
bahwa
siswa
dapat
dengan
baik
mengidentifikasi kata-kata kunci untuk
formasi ilmiah yang dibutuhkan dalam
memecahkan
masalah
pencemaran
lingkungan di soal yang telah diberikan.
Sedangkan untuk kemampuan men-jelaskan
fenomena ilmiah, dari data yang diperoleh
menjelaskan bahwa siswa cukup baik dalam
mengaplikasikan pengetahuan sains dalam
situasi yang diberikan di soal. Siswa juga
dapat mendeskripsikan atau menafsirkan
fenomena dan memprediksi perubahan yang
akan terjadi melalu masalah-masalah
pencemaran
lingkungan.
Capaian
kemampuan ini juga memberikan informasi
bahwa siswa dapat dengan cukup baik
memberikan eksplanasi atas masalah yang
disajikan di soal.
Literasi sains merupakan titik tolak
bagi setiap peserta didik untuk mengetahui

kesiapan peserta didik dalam rangka
menghadapi tantangan yang ada di
masyarakat dewasa ini. Terlebih dari itu,
literasi sains juga dapat menjadi tolak ukur
bagi penentuan karier mereka di masa
depan, akan berkecimpung di bidang sains
atau tidak (Lim, et al.; 2012). Untuk itu,
berbagai upaya dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas literasi sains siswa,
diantaranya membantu siswa dalam
menguasai kemampuan dasar literasi sains,
menurut Norris & Phillips (Fang & Wei; 2010)
terbagi menjadi dua kemampuan yaitu,
fundamental sense dan derived sense.
Fundamental sense dari literasi sains
merupakan kemampuan siswa untuk
membaca dan memahami teks sains. Derived
sense dari literasi sains merupakan
pengetahuan penting tentang konten sains.
Atau dengan kata lain, siswa dapat
meningkatkan kemampuan literasi sains
berupa konsep, keterampilan, pemahaman,
dan nilai yang tertuang dalam teks (bacaan).
Karena sejatinya, membaca teks merupakan
hal dasar dalam memahami sains, tanpa teks
dan membaca maka praktek sosial dalam
sains mungkin tidak akan terjadi.
Selain itu, pemilihan pendekatan
pembelajaran juga perlu diperhatikan untuk
pencapaian literasi sains yang optimal.
Beberapa penelitian telah menemukan
bahwa pendekatan konstruktivisme yang
menggunakan
strategi
pembelajaran
autentik hands-on dan meman-faatkan
proses penyelidikan untuk membuat
hubungan antara pengetahuan sebelumnya
dan membangun pengetahuan baru, telah
ditemukan untuk meningkatkan hasil belajar
sains dan mengembangkan literasi sains
(Wendt & Szapkiw, 2014). Esiobu & Soyibo
(dalam Chang, et al.: 2010) menyatakan hal
yang serupa, di mana metode dan strategi
pembelajaran kontruktivisme telah terbukti
memiliki efektivitas dalam membantu proses
belajar siswa, baik berdampak untuk aspek
kognitif maupun afektif. Namun ternyata
Rodrigues; 2004 (dalam Chang, et al: 2010)
menemukan bahwa siswa dari budaya barat
dapat menerima dengan baik proses
pembelajaran self-exploring (penjelajahan

mandiri) dibandingkan dengan siswa Asia
yang masih mengharapkan bimbingan
langsung dari guru dalam proses
pembelajaran. Artinya, bagi guru maupun
pendidik
yang
berorientasi
pada
pengembangan kemampuan literasi sains
siswa, sebaiknya memperhatikan dengan
cermat pendekatan, metode, atau strategi
pembelajaran apa yang sebaiknya digunakan
untuk menunjang proses kegiatan belajar
mengajar.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hasil penguasaan literasi sains aspek
pengetahuan siswa untuk memecahkan
masalah pencemaran lingkungan tergolong
ukup aik . “eda gka pe guasaa literasi
sains aspek kompetensi sains untuk
kemampuan mengidentifikasi isu ilmiah
siswa tergolo g
aik , kemampuan
menggunakan bukti ilmiah siswa tergolong
aik ; seda gka ke a pua
e jelaska
fenomena ilmiah siswa tergolo g ukup
aik .
Kemampuan literasi sains siswa
dapat ditingkatkan dengan berbagai cara,
diantaranya membantu siswa dalam
menguasai kemampuan dasar literasi sains
(fundamental sense dan derived sense) dan
pemilihan pendekatan, metode, atau
strategi pembelajaran yang tepat untuk
mendukung perkembangan literasi sains
siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2013). Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta:
Bumi Aksara
Chang, C.Y., et al. (2010). The Impact of
Congruency Between Preferred and
Actual Learning Environments on
Te th Graders’ “ ie e Litera y i
Taiwan. Journal of Science Education
and Technology. Vol. 19, Issue 4, Pp
332-340.

Fang, Z. & Wei, Y. (2010). Improving Middle
“ hool “tude ts’ “ ie e Litera y
Through Reading Infusion. The
Journal of Educational Research.
v103 n4, pp: 262-273.
Fraenkel, et.al. (2011). How to Design and
Evaluate Research in Education 8th
Edition. San Fransisco: Mc Graw Hill
Hariadi,

E. (2009). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Literasi Sains Siswa
Indonesia Berusia 15 Tahun. Jurnal
Pendidikan Dasar, Volume 10, No.1

Lin, H.S., Hong, Z.R., & Huan, T.C. (2012). The
Role of Emotional Factors in Building
Public Scientific Literacy and
Engagement
with
Science.
International Journal of Science
Education, Vol. 34, No. 1, 1 January
2012, pp. 25-42
OECD. (2006). PISA 2012 Assessing Scientific,
Reading, and Mathematical Literacy,
OECD
Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/
9789264190511-en
OECD. (2010). PISA 2009 Results: What
Students Know and Can Do – Student
Performance
in
Reading,
Mathematics and Science (Volume I).
http://dx.doi.org/10.1787/
9789264091450-en
OECD. (2012). PISA 2012 Results in Focus
What 15-year-olds know and what
they can do with what they knot.

http://www.oecd.org/
pisa/keyfindings/pisa-2012-resultsoverview.pdf
OECD. (2013). PISA 2012 Assessment and
Analytical Framework: Mathematics,
Reading, Science, Problem Solving
and Financial Literacy, OECD
Publishing.
http://dx.doi.
org/10.1787/9789264190511-en
Rustaman, N. Y. (2004). Literasi Sians Anak
Indonesia 2000 & 2003. Makalah
Litsains 2003.
Suciati, et al. (2014). Identifikasi Kemampuan
Siswa Dalam Pembelajaran Biologi
Ditinjau dari Aspek-aspek Literasi
Sains. Prosiding Pendidikan Sains
UNS, Volume 1, No.1.
Sukmadinata. (2012). Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Toharudin, U., Hendrawati, S., & Rustaman,
A., (2011). Membangun Literasi Sains
Peserta Didik. Bandung: Humaniora
Wendt, J.L. & Szapkiw, A.R. (2014). The Effect
Online Collaboration on Middle
School
Student
Science
Misconception as an Aspect of
Science Literacy. Journal Research in
Science Teaching. Volume 51, Issue
9, pp 1103 – 1118.