Program Kerja Ditjen IA Kemenperin 2012

DISAMPAIKAN PADA :
RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012
TANGGAL, 1-2 FEBRUARI 2012

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RI

DAFTAR ISI
I.

PENDAHULUAN

II.

KINERJA INDUSTRI AGRO

III. SASARAN PENGEMBANGAN
IV. PERMASALAHAN
V.

DASAR PENGEMBANGAN


VI. PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN
2012
VII. FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO
VIII. PENUTUP

2

I. PENDAHULUAN
1. Industri Agro merupakan industri andalan masa depan, karena
didukung oleh sumber daya alam yang cukup potensial yang
berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan,
perkebunan dan kehutanan, produksi minyak sawit mentah
(CPO dan CPKO) pada tahun 2011 lebih dari 25 juta ton, kakao
sekitar 0,6 juta ton dan karet sekitar 2,8 juta ton.
2. Pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku industri
agro akan mempunyai efek berganda yang luas, seperti : 1).
penguatan struktur industri, 2). Peningkatan nilai tambah, 3).
pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, 4). pengembangan
wilayah industri, 5). proses alih teknologi, 6). perluasan

lapangan kerja, 7). penghematan devisa, 8). perolehan devisa,
9). peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah.
3. Pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku industri
agro belum maksimal, dan sebagian besar bahan baku diekspor
dalam bentuk primer (bahan mentah).
3

II. KINERJA INDUSTRI AGRO
1. Realisasi Pertumbuhan PDB Sub Sektor Industri Pengolahan Atas Dasar
Harga Konstan 2000 Kumulatif tahun 2006-2011 (Tw.III)
No

Realisasi Pertumbuhan (%)
LAPANGAN USAHA
2006

INDUSTRI PENGOLAHAN
a. Industri Migas
b. Industri bukan Migas
Industri Agro


2007

2008

2009

2010

2011 (TW III)

4,59

4,67

3,66

2,11

4,52


5,93

(1,66)

(0,06)

(0,34)

(2,21)

(2,30)

(0,71)

5,27

5,15

4,05


2,52

5,13

6,49

5,51

4,38

1,92

9,21

1,94

6,02

7,21


5,05

2,34

11,29

2,67

7,29

(0,66)

(1,74)

3,45

(1,46)

(3,42)


0,88

1

Makanan, Minuman dan Tembakau

2

Brg. kayu & Hasil hutan lainnya.

3

Kertas dan Barang cetakan

2,09

5,79

(1,48)


6,27

1,71

2,26

Industri Pengolahan Lainnya

5,13

5,61

5,31

(1,31)

7,16

6,76


4

Pupuk, Kimia & Barang dari karet

4,48

5,69

4,46

1,51

4,81

4,18

5

Semen & Brg. Galian bukan logam


0,53

3,40

(1,49)

(0,63)

2,29

6,12

6

Tekstil, Brg. Kulit & Alas Kaki

1,23

(3,68)


(3,64)

0,53

1,81

8,63

7

Logam Dasar Besi & Baja

4,73

1,69

(2,05)

(4,53)

2,85

15,03

8

Alat Angk., Mesin & Peralatannya

7,55

9,73

9,79

(2,94)

10,43

7,01

9

Barang lainnya

3,62

(2,82)

(0,96)

3,13

3,05

4,59

Sumber : BPS diolah
4

2. Kontribusi Industri Agro Pada PDB Sektor Industri Non Migas
Pada Tahun 2010 dan Tahun 2011 (s/d TW III)
Kontribusi Cabang-cabang Industri Terhadap PDB
sektor Industri Non Migas Tahun 2011 (s/d TW III)

Kontribusi Industri Agro Pada PDB
Industri Non Migas Tahun 2010

Industri Alat
Angkut, Mesin
dan
Peralatannya,
28.1%

Industri Barang
Lainnya, 1%

Industri Agro,
44.2%

Tekstil, Brg. kulit &
Alas kaki; 9,3%

Industri Agro;
44,7%

Industri Logam
Dasar Besi dan
Baja, 1.9%

Industri Semen
dan Barang
Galian Bukan
Logam, 3.2%

Pupuk, Kimia &
Barang dari karet;
12,3%
Semen & Brg. Galian
bukan logam; 3,3%

- Mamintem; 34,6%
- Brg. Kayu & Hasil
hutan lainnya; 5,5%
- Kertas & Barang
Cetakan; 4,5%
Industri Pupuk,
Kimia dan
Barang dari
Karet, 12.7%

Industri Tekstil,
Barang Kulit
dan Alas Kaki,
8,9%

Logam Dasar Besi &
Baja; 2,0%
Barang lainnya;
0,8%

Alat Angk., Mesin &
Peralatannya;
27,7%

Sumber : BPS diolah

5

3. Target dan Realisasi Pertumbuhan Industri Agro
Tahun 2010 - 2014
( %)

Tahun
2010

CABANG INDUSTRI

2011

Target Realisasi Target

Rata-rata, %

2012

2013

2014

Realisasi
Target Target Target
TW I-III

2010-2014

Target

Makanan, Minuman dan Tembakau

6,64

2,67

7,92

7,29

8,15

8,90

10,40

8,40

Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya

1,75

-3,42

2,75

0,88

2,79

3,40

3,70

2,88

Kertas dan Barang Cetakan

4,20

1,71

4,50

2,26

4,80

5,30

5,50

4,86

Sumber : Renstra Kementerian Perindustrian

6

4. Kinerja Ekspor Industri Agro dan Penyerapan Tenaga Kerja
Perkembangan Nilai Ekspor Industri Agro 2010-2011 (Oktober)
NO.
1
2
3

KELOMPOK KOMODITI
Industri Hasil Hutan dan Perkebunan
Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan
Industri Minuman dan Tembakau
TOTAL IND. AGRO

2010
17.654,69
8.826,94
699,13
27.180,76

Nilai : US$ Juta
% 2010 (Okt)2011 (Okt) 2011 (Okt)
19.583,12
37,1
10.343,17
54,8
690,56
18,9
30.616,85
42,1

TAHUN
2010 (Okt)
14.288,65
6.682,08
580,76
21.551,49

Sumber : BPS diolah

Perkembangan Tenaga Kerja Industri Agro 2010-2011
NO.
1
2
3

KELOMPOK KOMODITI
Industri Hasil Hutan dan Perkebunan
Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan
Industri Minuman dan Tembakau
TOTAL IND. AGRO

TAHUN
2010
1.283.718
185.363
855.741
2.324.822

2011
1.598.869
195.580
858.829
2.653.278

(Orang)
%
2009-2010
24,5
5,5
0,4
14,1

Sumber : BPS diolah
7

III. SASARAN PENGEMBANGAN
a. Memperkuat struktur industri dengan mendorong
investasi di bidang industri hilir agro, melalui promosi
investasi dan pemberian insentif & disinsentif;
b. Meningkatkan daya saing industri agro melalui Fasilitasi
penyediaan infrastruktur baik fisik (seperti pelabuhan,
jalan dan rel KA) maupun non fisik (seperti Pusat Reset
dan sekolah khusus) serta infrastruktur khusus (seperti
terminal kayu dan tangki timbun)
c. Meningkatkan pemanfaatan kapasitas produksi melalui
fasilitasi penyediaan bahan baku, pasokan listrik dan
gas bumi untuk industri agro;

8

Sasaran Pengembangan (lanjutan ...........)

d. Meningkatkan penguasaan pasar dalam negeri dan
ekspor, melalui pameran/promosi;
e. Mengembangkan keragaman produk seperti diversifikasi
produk bahan baku pangan untuk substitusi gandum
(Mocal/mocaf);
f. Meningkatkan mutu produk industri agro dengan
melakukan pelatihan/workshop cara produksi yang baik,
HACCP serta meningkatkan jumlah produk industri agro
untuk diberlakukan SNI wajib. Di samping itu, melakukan
lomba desain untuk produk furniture;
g. Mengembangkan R & D baik di bidang teknologi proses,
teknologi produk dan rancang bangun peralatan pabrik.

9

IV. PERMASALAHAN

a. Produktivitas on farm masih rendah
b. Kompetisi alokasi komoditi dasar untuk domestik - ekspor
c. Ketergantungan terhadap bahan baku impor

d. Belum berkembangnya industri hilir agro bernilai tambah
tinggi
e. Sistem logistik belum memadai
f. Ketergantungan pada mesin/peralatan impor
g. Masih minimnya R&D di bidang industri pengolahan agro
dan SDM yang sesuai dengan kebutuhan industri

10

V. DASAR PENGEMBANGAN
Perpres No. 28 Tahun 2008 Kebijakan Industri Nasional
(Industri Agro merupakan Salah Satu Industri Andalan Masa Depan)
 Strategi : Hilirisasi
 Fokus
: Kebijakan Fiskal dan
Penyediaan Infrastruktur
(termasuk Listrik dan
Gas Bumi)
 Jangka Panjang :
- Peningkatan R & D dan SDM
- Pengembangan Mesin Pengolahan
FOKUS

TERCAPAINYA SASARAN PERTUMBUHAN

KLASTER
INDUSTRI KAKAO
INDUSTRI BUAH
INDUSTRI KELAPA

12 Klaster
Industri Agro

INDUSTRI KELAPA
SAWIT
INDUSTRI
FURNITURE

MENINGKATNYA
DAYA SAING
INDUSTRI
AGRO

INDUSTRI KARET

INDUSTRI
TEMBAKAU

INDUSTRI PULP
KERTAS

INDUSTRI KOPI

INDUSTRI HASIL
LAUT

INDUSTRI GULA

INDUSTRI
OLAHAN SUSU

RENCANA AKSI
PENGUATAN DAN
PENGEMBANGAN
KLASTER

11

VI. PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO
TAHUN 2012

1. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Hasil Hutan dan
Perkebunan
2. Revitalisasi
Tembakau

dan

Penumbuhan

Industri

Minuman

dan

3. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Makanan, Hasil Laut
dan Perikanan
4. Penyusunan dan Evaluasi
Penumbuhan Industri Agro

Program

Revitalisasi

dan

12

KEGIATAN POKOK TAHUN 2012
NO

KEGIATAN

SUB KEGIATAN

1

Revitalisasi Industri
Gula (prioritas nasional)

• Audit Teknologi untuk
mengetahui tingkat efisiensi PG

• Pemberian Keringanan
Pembeian mesin Peralatan
Pabrik Gula

2

OUTPUT
20 pabrik gula
25 pabrik gula

• Bantuan Langsung mesin
peralatan industri pabrik gula

3 pabrik gula

• Bimbingan konsultansi sistem
manajemen mutu

16 pabrik gula

Pengembangan Klaster
Industri Berbasis
Pertanian,
Oleochemical

• Pengembangan Klaster Industri
Berbasis Pertanian, Oleochemical
di Sumatera Utara, Riau dan
Kalimantan Timur.

3 kawasan

(prioritas nasional)

• Fasilitasi dan koordinasi dalam
pengembangan infrastruktur
melalui: promosi investasi

LOKASI
Jabar, Jatim,
Jateng, Sumut,
Lampung,
Sulsel.

Seimangke,
Dumai, Maloy

• Studi pengembangan tangki
timbun di Maloy.
13

PROGRAM POKOK TAHUN 2012 (Lanjutan)
NO

KEGIATAN

SUB KEGIATAN

OUTPUT

3

Pengembangan klaster
Industri Agro

Fasilitasi pengembangan klaster
industri agro melalui dana
dekonsentrasi di 12 lokus
pengembangan

11 klaster industri agro
(CPO, kakao, kopi, gula,
buah, susu, kelapa, hasil
laut, furniture, kertas,
dan tembakau

4

Peningkatan Standar
dan Mutu Industri

• Menyusun dan merevisi SNI
produk industri agro khususnya
yg lebih dari 5 thn.

• Penyusunan dan revisi
25 SNI komoditi IA dan
6 SNI Wajib

• Fasilitasi Penerapan CPPOB pada
industri agro

• Meningkatnya mutu
produk industri agro

• Fasilitasi Pengembangan Industri
Karet Hulu, pengolahan kopi, es
balok, Pengolahan Buah,
Pengolahan coklat, pengolahan
tembakau dan rumput laut.

7 unit mesin

5

Fasilitasi Pembinaan
serta Pemanfaatan
Teknologi Industri

LOKASI
Jabar, Jateng,
Jatim, Sumut,
Riau, Kaltim,
Lampung,
Sulsel, Sulut,
Sulteng, NTB
dan Maluku

Sumsel, Jabar,
Sumbar, NTB,
Bengkulu,
Lampung

14

PROGRAM POKOK TAHUN 2012 (Lanjutan)
NO

PROGRAM

KEGIATAN

OUTPUT

LOKASI

• Peningkatan Mutu Susu
Olahan Berbasis Susu Segar
Dalam Negeri

8 cooling unit

Jabar, Jateng
dan Jatim

• Peningkatan efisiensi
pengolahan tembakau
virginia flue cured dengan
bahan bakar selain minyak
tanah

36 buah tungku pengering
tembakau

NTB

Jakarta

6

Peningkatan iklim usaha
industri

• Pilot Proyek Antenna Shop
Produk daerah Sulawesi
Selatan di Jakarta

1 pilot proyek

7

Peningkatan
penggunaan produksi
DN

Sosialisasi P3DN produk IA

Peningkatan pemahaman
dalam penggunaan produk
industri khususnya produk
industri agro

8

Pengembangan SDM
Industri

• Kajian Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia pada
Industri Agro
• Pengembangan SKKNI
(industri pulp & kertas, dan
industri hasil tembakau)

1 paket kajian

2 paket

15

PROGRAM POKOK TAHUN 2012 (Lanjutan)
NO

PROGRAM

KEGIATAN

OUTPUT

LOKASI

• Peningkatan kompetensi
SDM furniture

4 kali pelatihan

Jateng, Kalteng,
Sulteng & Sulsel

• Peningkatan kompetensi SDM
Industri Pulp & Kertas
• Peningkatan SDM Percetakan,
desain grafis
• Pelatihan kompetensi SDM
Industri AMDK tenaga Lab.
dan ISO 9001-2008.
• Pelatihan deboning bahan
baku industri pengolahan
daging

2 kali pelatihan

Jabar & Jatim

3 kali pelatihan

Jabar & Banten

2 kali pelatihan

Sulsel, Sumsel

1 kali pelatihan

Sulsel

16

VII. FOKUS PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO
No

Kelompok Industri

Jenis Industri

1

Industri Padat Karya

Furniture

2

IKM

-

3

Industri Barang Modal

-

4

Industri berbasis SDA

Makanan dan Minuman, CPO, Kakao, dan
Rumput Laut

5

Industri Pertumbuhan tinggi

-

6

Industri Prioritas Khusus

Industri Gula

17

A. Industri Berbasis Padat Karya
1. FURNITURE

a. Pendahuluan
Industri furniture merupakan salah satu industri berbasis kayu/rotan yang memiliki
nilai tambah paling tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja serta memberikan
kontribusi yang cukup penting terhadap perekonomian, baik dalam bentuk kontribusi
pada PDB maupun dalam perolehan devisa (ekspor). Walaupun daya saing industri ini
pada tahun-tahun terakhir mengalami penurunan, namun industri ini cukup strategis
untuk dikembangkan.
Industri furniture di Indonesia tersebar hampir di seluruh propinsi, dengan sentrasentra yang cukup besar terletak di Jepara, Cirebon, Sukoharjo, Surakarta, Klaten,
Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, Jabodetabek, dan lain-lain.
Upaya-upaya strategis dalam rangka meningkatkan kembali kinerja industri furniture,
agar mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan mampu memberikan
peningkatan kontribusi dalam perolehan devisa (ekspor), melalui :
- Pengembangan daerah penghasil bahan baku
- Peningkatan produksi
- Peningkatan pemasaran

18

b. Permasalahan
Bahan baku
Terbatasnya pasokan bahan baku kayu/rotan dengan harga yang relatif mahal, yang
disebabkan oleh : semakin menurunnya kemampuan pasok bahan baku kayu/rotan dari
hutan alam, masih terbatasnya pasokan bahan baku dari hutan tanaman, pengaturan
birokrasi peredaran dan tataniaga kayu/rotan yang belum optimal, masih maraknya
praktek illegal logging dan illegal trade, dll.

Produksi
• Masih lemahnya kemampuan SDM dibandingkan dengan negara pesaing terutama di
bidang desain dan teknik produksi (termasuk finishing).
• Masih lemahnya daya saing produk furniture Indonesia yang disebabkan antara lain oleh
tingginya bunga bank, infrastruktur kurang memadai dan masalah permodalan.

Pasar
• Makin membanjirnya furniture impor di pasar dalam negeri, sebagai akibat berlakunya
pasar bebas AFTA dan CAFTA.
• Tuntutan masalah lingkungan yang makin ketat di negara-negara tujuan ekspor, seperti
: sertifikasi bahan baku, The USA Lacey Act di USA, REACH di negara-negara Uni Eropa,
dan lain-lain.

19

c. Hal-hal yang dilakukan :
Bahan baku
Pengamanan pasokan bahan baku kayu dan rotan, diantaranya melalui :
• Pemberlakuan larangan ekspor bahan baku rotan.
• Pengoptimalan/pemanfaatan terminal bahan baku kayu di Kendal - Jawa Tengah dan
Bitung – Sulawesi Utara, serta penyusunan FS pembangunan terminal kayu di Jawa
Timur
• Kerjasama antara pelaku bisnis di bidang bahan baku dengan industri pengolahan
rotan dalam rangka penyerapan dan pemenuhan bahan baku rotan

Produksi
• Pelatihan SDM bidang furniture, meliputi desain, finishing dan teknik produksi.
• Fasilitasi pusat desain furniture kayu dan rotan.
• Pendirian pusat inovasi berbasis kayu dan rotan

Pasar
• Bersama dengan instansi terkait lainnya, melakukan promosi pasar produk furniture
baik di dalam maupun di luar negeri.
• Mendorong peningkatan penggunaan produk rotan di kantor pemerintah dan BUMN,
serta penggunaan meja/bangku di sekolah-sekolah.

20

B. Industri Berbasis SDA
1. KELAPA SAWIT

a. Pendahuluan
• Indonesia merupakan negara produsen Minyak Mentah Sawit (CPO & CPKO)
terbesar di dunia, dengan produksi minyak sawit mentah (CPO dan CPKO)
pada tahun 2011 lebih dari 25 juta ton dan pada tahun 2020 ditargetkan
akan mencapai 40 juta ton;
• Berdasarkan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008, tentang Kebijakan
Industri Nasional, industri pengolahan kelapa sawit (turunan MSM)
merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai
tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical, energi dan
pharmaceutical.

• Pemanfaatan CPO selama ini digunakan oleh industri dalam negeri
sebagai bahan baku industri turunan CPO yang hanya 18 jenis produk
yaitu industri pangan (antara lain minyak goreng, margarin,
shortening, CBS, Vegetable Ghee) dan industri non pangan yaitu
oleokimia (antara lain fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin) dan
biodiesel.
21

a. Permasalahan
Infrastruktur
• Belum memadainya infrastruktur secara umum seperti pelabuhan,
jalan dan transportasi, termasuk energi (gas bumi dan listrik)

Produksi
• SDM di bidang pengembangan industri hilir CPO masih kurang
• Masih belum memadainya Litbang untuk pengembangan industri hilir
kelapa sawit

22

b. Hal-hal yang dilakukan :

Infrastruktur
• Pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit khususnya di 3 lokasi utama yaitu
Sei Mangke, Dumai, dan Maloy melalui fasilitasi dan koordinasi dengan instansi
terkait dalam rangka pembangunan infrastruktur termasuk penyusunan Feasibility
Studi pembangunan tanki timbun di Maloy.
• Pengembangan pusat inovasi industri hilir kelapa sawit.

Produksi
• Promosi Investasi Industri Hilir Kelapa Sawit baik di dalam negeri maupun luar negeri
dengan menyampaikan fasilitas insentif fiskal seperti tax allowance (PP No. 52/2011).
• Mengusulkan untuk Penetapan Sei Mangke sebagai Kawasan Ekonomi Khusus.
• Mendorong pengembangan industri permesinan.

23

2. KAKAO
a. Pendahuluan
Indonesia merupakan produsen nomor 3 di dunia dengan
total produksi pada tahun 2010 mencapai 0,6 juta ton atau
+ 15% dari produksi kakao dunia (4 jt ton).
Ekspor kakao setiap tahunnya mencapai sekitar 75% dari
total produksi nasional. Pada tahun 2020 jumlah produksi
industri kakao diprediksi akan mencapai 2 juta ton.
Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan
di masa mendatang adalah : cocoa liquor, cocoa cake,
cocoa butter, cocoa powder, makanan olahan dan
minuman cokelat.

24

a. Permasalahan
Bahan baku
• Beberapa industri pengolahan kakao masih kekurangan bahan baku yang
diakibatkan sebagian besar biji kakao diekspor.
• Produktivitas on farm masih rendah (rata-rata 600 kg/Ha)
• Sistem perdagangan biji kakao di tingkat petani dikuasai eksportir asing
• Mutu biji kakao masih rendah (kadar kotoran, jamur, serangga) dan tidak
difermentasi.

Produksi
• Kurangnya pembangunan infrastruktur di sentra-sentra produksi biji kakao (akses
jalan dan pelabuhan) seperti : Mamuju, Pantoloan, Kolaka dan Palopo.
• Terbatasnya R&D untuk diversifikasi produk olahan kakao dan masih rendahnya
pemanfaatan fasilitas R & D,

Pasar
Rendahnya konsumsi coklat di dalam negeri 60 gram/kapita/tahun sedangkan negara
lain seperti Malaysia dan Singapura sudah mencapai diatas 500 gram/kapita/tahun.

25

c. Hal-hal yang Dilakukan :

Bahan baku
• Meneruskan kebijakan penerapan Bea Keluar Biji Kakao
• Mendorong industri pengolahan kakao untuk membeli biji kakao yang sudah
difermentasi.

Produksi







Promosi investasi Industri pengolahan kakao baik di dalam negeri maupun luar
negeri dengan menyampaikan fasilitas insentif fiskal seperti tax allowance (PP
No. 52/2011).
Pilot project pengembangan industri pengolahan kakao melalui bantuan mesin
peralatan pengolahan kakao di Sulteng dan Sulsel.
Penerapan secara wajib SNI bubuk kakao.
Mendorong pengembangan industri pengolahan kakao di lokasi sumber bahan
baku seperti Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.

Pasar
Peningkatan konsumsi cokelat nasional melalui pameran maupun pelaksanaan cocoa
day.

26

C. Industri Prioritas Khusus
1. G U L A

a. Pendahuluan
Gula merupakan komoditi penting dalam perekonomian nasional yang dibutuhkan
masyarakat sebagai konsumsi langsung dan sebagai bahan baku industri makanan dan
minuman
Tahun 2003 hingga 2009 kebutuhan gula semakin meningkat baik Gula Kristal Putih
(GKP) dari 2,5 menjadi 2,7 juta ton dan Gula Kristal Rafinasi (GKR) dari 1,7 menjadi 2,15
juta ton. Tahun 2014 diproyeksikan kebutuhan gula nasional mencapai 5,7 juta ton.
Jumlah Pabrik Gula saat ini 61 PG dengan kapasitas existing 226.000 TCD dan realisasi
produksi tahun 2009 sebesar 2,62 juta ton, sedangkan jumlah Pabrik Gula Rafinasi
sebanyak 8 perusahaan dengan kapasitas terpasang 2,43 juta ton dan realisasi produksi
tahun 2009 sebesar 1,9 juta ton.
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan gula nasional, maka perlu dilakukan
revitalisasi pabrik gula, dengan tujuan :







Meningkatkan kapasitas giling
Meningkatkan efisiensi pabrik
Meningkatkan produksi dan produktivitas
Meningkatkan kualitas produk
Menurunkan harga pokok produksi
27

a. Permasalahan
Bahan baku



Sulitnya mempertahankan areal yang ada dan penambahan areal baru
Rendahnya tingkat produktivitas gula yang saat ini hanya mencapai kisaran 6
ton/ha.

Produksi


Bertambahnya umur pabrik terjadi penurunan efisiensi pabrik yang
memerlukan penggantian peralatan yang terkendala oleh terbatasnya
ketersediaan dana investasi.



Tingkat efisiensi permesinan dan mutu gula masih rendah.

28

b. Hal-hal yang Dilakukan :

Bahan baku
• Mendorong peningkatan produksi dan produktivitas tebu
• Melakukan koordinasi penyediaan lahan dalam rangka pembangunan
pabrik gula baru.

Produksi
• Revitalisasi industri gula melalui pemberian keringanan pembiayaan
maupun bantuan langsung peralatan pabrik gula
• Mndorong pembangunan pabrik baru

29

VIII. PENUTUP
1.

Pengembangan industri berbasis agro memerlukan komitmen dan
dukungan dari seluruh pihak (stake holder) yang terlibat, baik dari
instansi Pemerintah Pusat, Daerah dan Dunia Usaha.

2.

Pengembangan industri berbasis agro akan meningkatkan nilai
tambah dan mempunyai multiplier effect yang berdampak pada
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di
sekitarnya.

3.

Hal-hal yang masih perlu mendapat perhatian khusus :
 Peningkatan infrastruktur
 Peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan
 Pengembangan teknologi di bidang proses dan mesin peralatan
pabrik
 Peningkatan SDM

30