Pembuktian Tak Langsung | p4tkmatematika.org

 

Pembuktian Tidak Langsung
Fadjar Shadiq, M.App.Sc
(fadjar_p3g@yahoo.com & www.fadjarp3g.wordpress.com)
Bukti (​ proof) adalah argumen dari suatu premis ke suatu kesimpulan yang dapat
meyakinkan orang lain agar dapat menerima kesimpulan baru tersebut.
Pembuktian dalam matematika harus didasarkan pada dua hal yang sangat
penting. Yang pertama pembuktian itu harus didasarkan pada pernyataan serta
definisi yang jelas. Yang kedua, pembuktian tersebut harus didasarkan pada
prosedur penarikan kesimpulan yang valid. Dikenal dua
prosedur pembuktian, yaitu bukti langsung ​(direct proof) dan
bukti tak langsung ​(indirect proof).
Contoh Pembuktian Langsung dan Tidak Langsung
Perhatikan contoh soal berikut ini.
Dengan memperhatikan Gambar 1. Buktikan bahwa besar setiap
sudut dalam segi-5 beraturan adalah 108​°​. Sebagai contoh, ​∠A
​ =
108​°​.
Cara 1 (Dengan Pembuktian Langsung)
Perhatikan Gambar 2. Karena segi-5 ABCDE adalah segi-5

beraturan maka besar ​∠​AOB = 1/5 ​× 360​° = 72​° dengan mengingat
bahwa AB = BC = CD = DE = EA dan OA = OB = OC = OD = OE.
Karena ​Δ​ABO sama kaki (OA = OB) maka ​∠​OAB = ​∠​OBA = ½ ​× (180
– 72)​° = 54​°​. Jadi, besar setiap sudut dalam segi-5 beraturan
adalah ​∠​BAE = 2 ​×​ 54​°​ = 108​°​.
Cara 2 (Dengan Pembuktian Langsung)
Alternatif lain untuk menentukan besar setiap sudut dalam segi-5
beraturan adalah sebagai berikut. Perhatikan Gambar 3 di sebelah
kanan ini.
Sudah diketahui bahwa jumlah besar sudut-sudut segitiga adalah
180​°​, sehingga pada ​Δ​ABC, ​∠​A1 + ​∠​B + ​∠​C2 = 180​°​, pada ​Δ​ACD, ​∠​A2 +
∠​C1 + ​∠​D2 = 180​°​, dan pada ​Δ​ADE, ​∠​A3 + ​∠​D1 + ​∠​E = 180​°​.
Dengan menambahkan ketiga persamaan di atas akan didapat:
∠​A3 + ​∠​A2 + ​∠A
​ 1 + ​∠​B + ​∠​C2 + ​∠​C1 + ​∠​D2 + ​∠​D1 + ​∠​E = 3 ​×​ 180​°​ = 540​°​.
Karena segi-5 ABCDE adalah segi-5 beraturan maka ​∠​A = ​∠​B = ​∠​C = ​∠​D = ​∠​E = 1/5
×​ 540​°​ = 108​°​.
Cara 3 (Dengan Pembuktian tidak Langsung)
 




 

Dimisalkan bahwa besar setiap sudut dalam segi-5 beraturan
bukan 108​°​. Perhatikan bahwa pemisalannya adalah dengan
mengingkari yang akan dibuktikan.
Perhatikan Gambar 4 di samping kanan ini. Karena segi-5
ABCDE adalah segi-5 beraturan maka ​Δ​ABO dan empat
segitiga yang lain adalah segitiga sama kaki. Karena sudah
dimisalkan bahwa besar sudut dalam segi-5 beraturan bukan
108​° maka ​∠​OAB = ​∠​OBA ​≠ ½ ​× 108​°​. Akibat selanjutnya, besar
∠​AOB ​≠ (180 – 108)​°​. ​∠​AOB ​≠ 72​°​, sehingga ​∠​O ​≠ 5 ​× 72​°​.
Kesimpulan terakhir bahwa ​∠​O ​≠ 360​° merupakan keadaan yang bertentangan
dengan teorema bahwa satu putaran penuh besarnya 360​°​. Suatu keadaan yang
kontradiktif (​absurd​) terjadi. Karena langkah-langkah yang dilakukan adalah
valid, maka sampailah kita pada kesimpulan bahwa keadaan yang kontradiktif
(​absurd​) itu terjadi disebabkan oleh pemisalan bahwa besar setiap sudut dalam
segi-5 beraturan bukan 108​°​, sehingga pemisalan tersebut harus diingkari. Jadi
kesimpulannya besar setiap sudut dalam segi-5 beraturan adalah108​°​.

Pembuktian Tak Langsung
Cara 3 di atas menujukkan contoh dari pembuktian tidak langsung (​indirect
proof​). Didalam kehidupan nyata sehari-hari pemanfaatan pembuktian tak
langsung (​indirect proof​) sering digunakan meskipun tidak disadari sebagai
pembuktian tidak langsung. Jika pada pembuktian langsung dilakukan untuk
meyakinkan orang lain tentang kebenaran suatu pernyataan dan pembuktiannya
biasanya menggunakan sillogisma berbentuk p ​⇒ q, q ​⇒ r, r ​⇒ s, … , y ​⇒ z
sehingga disimpulkan p ​⇒ z seperti yang harus dibuktikan. Namun pada
pembuktian tidak langsung, sebagaimana contoh di atas, dimulai dengan
pemisalan bahwa besar setiap sudut dalam segi-5 beraturan bukan 108​°​. Artinya,
pemisalan awalnya adalah lawan atau ingkaran dari pernyataan yang akan
dibuktikan.
Menurut Cooney, Davis, dan Henderson (1975:313), pembuktian tak langsung
adalah strategi yang sangat hebat karena penalaran tersebut dapat digunakan
untuk membuktikan kebenaran hampir semua pernyataan. Ketiganya (1975:313)
juga menyatakan: “​ A special form of indirect proof is reductio ad absurdum”​.
Borrowski dan Borwein (1989:289) menyatakan bahwa : ​“Indirect proof is a
common mathematical term for reductio ad absurdum”​. Bentuk ​reductio ad
absordum ini dikenal juga sebagai penalaran melalui kontradiksi. Artinya, untuk
membuktikan kebenarannya pernyataan p, maka dimisalkan negasi atau

ingkaran tersebut yang terjadi yaitu ~p yang berlaku. Lalu dibuktikan bahwa ~p
ini mengarah kepada suatu kontradiksi. Karena ~p mengarah kesuatu keadaan
yang kontradiksi, maka pemisalan ~p dianggap salah. Jadi, kesimpulan bahwa p
benar seperti yang akan dibuktikan.
 



 

Sebagai contoh ketika Anda sedang asyik membaca lalu tiba-tiba saja listrik mati.
Jika Anda ingin menentukan sumber matinya listrik tersebut, apa yang akan
Anda lakukan? Yang terpikir pertama kali terpikir adalah, penyebab matinya
listrik tersebut terletak di gardu dengan alasan: “jika listrik di gardu mati maka
listrik di rumah dan listrik tetangga akan mati juga” namun dengan melihat
listrik tetangga-tetangga yang masih hidup maka Anda akan menyimpulkan
bahwa pemisalan bahwa penyebabnya adalah listrik di gardu yang mati adalah
salah. Dengan demikian penyebab matinya listrik tersebut adalah bukan di gardu
listriknya. Jadi sumber matinya listrik terletak di rumah sendiri. Berikut ini
adalah beberapa contoh pembuktian tidak langsung yang sering digunakan.

1. Buktikan ​φ​ ​⊂​ A
Bukti:
Karena yang akan dibuktikan adalah ​φ ​⊂ A maka pemisalan awalnya adalah ​φ ​⊄
A. Perhatikan bahwa langkah awal ini adalah dengan memisalkan ingkaran atau
negasi dari yang akan dibuktikan, sehingga disebut pembuktian tak langsung.
Apa yang dapat Anda katakan tentang ​φ ​⊄ A? Pernyataan ​φ ​⊄ A, mengandung arti
bahwa ada anggota himpunan kosong ​φ yang tidak menjadi anggota himpunan
A. Bagaimana komentar Anda dengan pernyataan itu? Suatu keadaan yang tidak
mungkin terjadi bukan? Alasannya adalah karena ​φ tidak mempunyai anggota.
Bagaimna nalar kita akan menerima suatu pernyataan bahwa ada anggota
himpunan kosong ​φ yang tidak menjadi anggota himpunan A. Suatu keadaan
yang kontradiktif (​absurd​). Dengan keadaan yang kontradiktif ini, dapat
disimpulkan bahwa pemisalan tadi bernilai salah. Artinya pernyataan ​φ ​⊄ A
bernilai salah, yang benar adalah ​φ​ ​⊂​ A.
2. Buktikan ​√​2 bukan bilangan rasional
Bukti:
Misalkan ​√​2 adalah bilangan rasional. Perhatikan bahwa yang akan dibuktikan
adalah ​√​2 bukan bilangan rasional namun pemisalannya adalah ​√​2 adalah
bilangan rasional. Sebagai akibatnya, berdasar definisi dapat disimpulkan bahwa
√​2 =

.​ Sebagai akibatnya baik p maupun q merupakan bilangan asli dan
keduanya tidak memiliki faktor persekutuan selain 1. Dengan mengkuadratkan
√​2 =
sebagai langkah yang valid, akan didapat: 2 =
​⇒ p​2 =2q​2​. Karena 2q​2
adalah bilangan genap, maka p​2 nya juga genap. Karena p telah dinyatakan
sebagai bilangan asli maka didapat p sebagai bilangan asli genap. Dengan
demikian, p memiliki faktor 2.
Jika sekarang dimisalkan p = 2r ​⇒​ (2r)​2​ = 2q​2​ ​⇒​ 4r​2​ = 2q​2​ ​⇒​ q​2​ = 2p​2

 



 

Dengan argumen yang sama dengan yang diatas tadi dapatlah disimpulkan
bahwa q adalah bilangan asli genap, yang memiliki faktor 2 juga seperti p. Suatu
keadaan yang tidak masuk di akal sehat kita. Suatu keadaan yang kontradiktif. p
dan q pada tahap awal pembuktian dinyatakan tidak memiliki faktor

persekutuan selain 1, namun pada akhir pembuktian p dan q dinyatakan
sama-sama memiliki faktor persekutuan 2. Keadaan yang tidak masuk akal ini
pada akhirnya menunjukkan tentang salahnya pemisalan ​√​2 sebagai bilangan
rasional. Kesimpulannya ​√​2 bukan bilangan rasional atau ​√​2 merupakan
bilangan irrasional.
Dengan contoh di atas, jelaslah kiranya bahwa pembuktian tak langsung
(terbalik) adalah pembuktian dengan pemisalan ingkaran pernyataan yang akan
dibuktikan tadi sebagai hal yang benar, namun dengan langkah-langkah yang
logis, pemisalan ini mengarah ke suatu keadaan yang kontradiktif, sehingga
pemisalan tersebut dinyatakan sebagai hal yang salah. Artinya negasi dari negasi
pernyataan tersebut sebagai hal yang
benar.
Kesimpulan
akhirnya,
pernyataan yang akan dibuktikan
tersebut merupakan pernyataan yang
benar.
3. Dengan mengandaikan bahwa
siswa sudah tahu kebenaran
teorema

Pythagoras;
buktikan
kebenaran
kebalikan
teorema
Pythagoras, yaitu jika a, b, dan c
merupakan ukuran sisi-sisi suatu
segitiga ABC yang memenuhi BC​2 +
AC​2 = AB​2​, maka segitiga ABC
tersebut adalah segitiga siku-siku
di C.
Bukti:
Dimisalkan bahwa segitiga ABC
tersebut bukan segitiga siku-siku di C.
Dengan demikian, ​∠​C < 90​o atau ​∠​C >
90​o ​seperti terlihat pada dua gambar di bawah ini. Tarik segmen garis CD = CA
dan CD ​⊥​ CB seperti terlihat pada gambar di atas.
Berdasar terorema Pythagoras akan didapat: BD​2 = BC​2 + CD​2​. Padahal diketahui
bahwa BC​2 + AC​2 = AB​2​. Dengan demikian BD = AB. Sehingga didapat dua segitiga
yang samakaki, yaitu ​Δ​ACD dan ​Δ​ABD. Akibatnya:

∠​CDA = ​∠​CAD ... 1)
∠​BDA = ​∠​ DAB ... 2)

 



 

Pernyataan 1) dan 2) saling bertentangan karena jika dilihat pada gambar sebelah
kiri, yaitu ​∠​CDA = ​∠​CAD pada pernyataan 1) akan mengakibatkan ​∠​BDA < ​∠​CDA
sedangkan ​∠​DAB > ​∠​CAD, sehingga tidaklah mungkin ​∠​BDA = ​∠ DAB seperti
dinyatakan pada pernyataan 2). Kesimpulannya, pemisalan bahwa segitiga ABC
bukan segitiga siku-siku di C adalah salah, sehingga didapat segitiga ABC
merupakan segitiga siku-siku di C.
Tugas dan Latihan
1. Buktikan dengan cara tidak langsung bahwa:
a. (a + b)​2​ = a​2​ + 2ab + b​2
b. Tidak ada pasangan bilangan (x, y) dengan x dan y merupakan bilangan
asli yang memenuhi a​2​ – b​2​ = 10

c. Garis-garis p, q, dan r merupakan tiga garis yang berbeda; p//q; dan q//r.
Buktikan bahwa p//r.
2. Buktikan dengan cara langsung dan tidak langsung bahwa:
Jika ab = 0 maka paling tidak salah satu dari a atau b bernilai 0
3. Buktikan:
a. Pada segitiga ABC siku-siku di A, maka diameter lingkaran dalam segitiga
ABC = b + c – a
b. Jika dua garis a dan b sejajar dan dipotong garis p maka sudut-sudut
sehadapnya sama besar.
c. Besar sudut pusat adalah dua kali besar sudut keliling.
d. Jika pada segitiga ABC, ​∠​ A = 90​°​ dan ​∠​ C = 30​°​ maka A = 2C.
e. Banyaknya bilangan prima tidak terbatas.
4. Dimisalkan bahwa hogog selalu berbohong dan guru berkata benar.
A.
“Kita bertiga hogog”
B.
“Diantara tiga orang ini, hanya seorang saja yang guru”
C.
Diam saja tidak berkomentar.
Petunjuk: Dari ketiga orang tersebut, tentukan yang menjadi hogog dan yang

menjadi guru. Jelaskan.
5. Ada tiga orang anak kembar, yaitu: Sari, Susi, dan Seli. Yang tertua adalah
Sari. Ia selalu berkata benar. Anak kedua adalah Susi yang selalu berbohong.
Sedangkan Seli, gadis termuda kadangkala berkata benar namun kadangkala
ia berbohong. Rupa dan perawakan mereka sangat mirip sehingga Fikra yang
menemui ketiga gadis tersebut kesulitan menentukan nama ketiganya. Ia
hanya mengetahui sifat ketiganya dan mengajukan tiga pertanyan berikut:
a. Kepada anak yang duduk paling kiri, Fikra bertanya: ”Siapa yang
merupakan anak tertua kedua?” Jawaban anak terkiri adalah: ”Oh, dia itu
Sari.”
b. Kepada anak yang duduk di tengah, Fikra bertanya: ”Siapa namamu?”
Jawaban anak tersebut adalah: ”Oh, aku Seli.”
c. Kepada anak yang duduk paling kanan Fikra bertanya: ”Siapa nama anak
yang duduk di tengah?” Jawaban anak tersebut adalah: ”Oh, dia itu Susi.”

 



 

Tentukan yang mana dari ketiga anak tersebut yang bernama Sari, Susi, dan
Seli. Jelaskan mengapa begitu.
Petunjuk: Tentukan lebih dahulu anak yang bernama Sari.
6. Salah seorang di antara Alfan, Bravo, Charlie, atau Deltawan mencuri uang
Profesor Pythagoras. Sang Profesor mengetahui pencurinya. Meskipun
demikian, asistennya diberi tugas untuk menemukan sang pencuri. Di depan
sang professor dan asistennya, keempat anak menyatakan hal-hal berikut:
Alfan: “Bukan saya pencurinya.”
Bravo: “Alfan berbohong.”
Charlie: “Bravo berbohong, Pak.”
Deltawan: “Bravo pencurinya.”
Profesor Pythagoras membisikkan pada asistennya bahwa hanya satu
pernyataan saja yang benar dari empat pernyataan itu. Berdasar bisikan
tersebut dan setelah berpikir agak lama, sang asisten dapat menentukan
pencurinya dengan tepat.
Tentukan pencuri tersebut. Jelaskan mengapa begitu.
Petunjuk: Jika dimisalkan Bravo pencurinya, apa yang terjadi dengan nilai
kebenaran empat pernyataan di atas? Apa kesimpulannya?
Daftar Pustaka
Borowski, E.J.; Borwein, J.M. (1989). D
​ ictionary of Mathematics. ​London: Collins
Cooney, T.J.; Davis, E.J.; Henderson, K.B. (1975). ​Dynamics of Teaching
Secondary School Mathematics​. Boston: Houghton Mifflin Company.