Tingkat Pengetahuan Pengawas Kolam Renang Tentang Bantuan Hidup Dasar Pada Korban Hampir Tenggelam di Kolam Renang di Kota Medan

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengawas Kolam Renang

2.1.1. Definisi Pengawas Kolam Renang

Lifeguard adalah suatu profesi dalam bentuk keterampilan khusus sebagai pertolongan terhadap kecelakan yang terjadi selama di air (kolam renang). Di Amerika melalui lembaga Swimming Teaching Association (STA) yang berdiri sejak 1932, telah diberikan perhatian khusus kepada profesi lifeguard karena mampu menampilkan keterampilannya secara baik yang memungkinkan menjadi sebuah profesi (http://www.sta.co.uk/acatalog/).

Menurut American Academic of Pediatric Commite on Injury and Poison Prevention Drowning, sebuah lembaga independen yang bergerak di bidang penanganan keamanan dan keselamatan di air menyebutkan bahwa tenggelam adalah penyebab kematian keempat akibat kecelakaan.

Peranan lifeguard atau pengawas kolam renang yang merupakan salah satu komponen penting dalam keberadaan sebuah kolam renang sangat mutlak dibutuhkan dalam rangka memberi pelayanan dan rasa aman terhadap pengunjung di kolam renang (Sismadiyanto, 2009).

Salah satu cara untuk mengurangi risiko kecelakaan dalam berenang atau bermain di kolam renang adalah membekali pengawas kolam renang atau lifeguard dengan pelatihan dan keterampilan penyelamatan dan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).

2.1.2. Metode Penyelamatan Korban Hampir Tenggelam di Kolam Renang 2.1.2.1.Penyelamatan Korban Hampir Tenggelam Tanpa Alat

Menurut Subagyo (2007), setidaknya ada tindakan preventif apabila terjadi kecelakan di air seperti tenggelam misalnya. Terdapat beberapa sikap renang dari penolong yang selalu disesuaikan dengan cara memegang korban. Cara memegang korban pada saat menolong ada 4 macam antara lain sebagai berikut :


(2)

a. Pegangan Pada Rambut

Pegangan pada rambut, dilakukan dengan satu tangan, apabila pegangan dilakukan dengan tangan kiri, maka si penolong berada di sebelah kiri korban. Dan membawanya ke tepi kolam dengan menggunakan gaya dada atau gaya bebas menyamping. Usahakan posisi korban tubuhnya terlentang, sehingga mulut dan hidungnya tetap berada di ataspermukaan air, pegangan pada rambut sangat sulit dilakukan kecuali keadaan korban pingsan. Alat keadaan korban sangat sulit untuk dibawa ke pinggir.

b. Pegangan Pada Pelipis

Pegangan pada pelipis, dilakukan dengan pegangan dua tangan, apabila sudah berada di belakang korban, segera pegang pelipisnya dengan dua tangan, kemudian membawanya ke tepi kolam dengan menggunakan gaya dada dalam posisi terlentang. Usahakan mulut dan hidung korban selalu berada di atas permukaan air. Cara menolong dengan pegangan pada pelipis korban lebih efisien dan efektif dari pada pegangan pada rambut.

c. Pegangan Pada Dagu

Pegangan pada dagu, dilakukan dengan dua tangan apabila posisi badan sudah berada di belakang korban, maka usahakan tubunya menjadi terlentang, kemudian tangan memegang dagu korban dan segera dibawa ke tepi kolam dengan gerakan gaya dada terlentang. Cara menolong korban dengan pegangan pada dagu keuntungannya sama dengan seperti pada pegangan pelipis.

d. Pegangan Pada Dada

Pegangan pada dada, dilakukan dengan cara merangkul dada korban dengan satu tangan. Apabila merangkul tangan kiri maka posisi tubuh penyelamat berada di sebelah kiri korban, kemudian bergerak mebawa korban ke tepi kolam dengan gerakan gaya dada menyamping, cara menolong ini kurang efisien karena banyak menghabiskan tenaga dan sangat sulit jika korbannya tidak tenang.


(3)

2.1.2.2.Penyelamatan Korban Hampir Tenggelam dengan Alat

Menurut Subagyo (2007) juga, cara menolong yang akan lebih efisien dan efektif adalah dengan mempergunakan alat bantu. Alat bantu yang dipergunakan ada 4 macam, yaitu :

a. Tongkat

Alat bantu yang pertama yang harus selalu ada di samping penyelamat saat mengajar renang adalah sebuah tongkat yang panjangnya 1 meter dan garis tengahnya 2 cm. Cara penggunannya apabila ada peristiwa mendadak dan siswa membutuhkan pertolongan, dimana posisinya dekat. Maka penyelamat tinggal menyodorkan tongkat tersebut supaya dipegang, penyelamat tidak usah cape-cape terjun dan membawa korban di dalam kolam.

b. Tambang Plastik

Alat bantu yang kedua adalah tambang plastik, yang panjangnya 5 meter dan besarnya sedang, digulung dan diikat dengan karet gelang, dikaitkan pada celana renang. Cara penggunaannya apabila saat mengajar ada siswa yang membutuhkan pertolongan, segera tambang tersebut dibuka dan dilemparkan kepada korban, ujung tambang dipegang oleh penyelamat, apabila korban sudah memegangnya, tarik ke tepi kolam. Alat bantu tambang dipergunakan apabila jarak dengan korban sekitar 3-4 meter. Cara ini juga sangat efisien dan efektif. c. Ban

Alat bantu yang ketiga adalah ban yang diikatkan pada tambang yang panjangnya 15 meter. Pada waktu melaksanakan pembelajaran renang, alat ini selalu berada di samping penyelamat. Cara penggunaannya apabila ada siswa yang membutuhkan pertolongan segera penyelamat melemparkan ban tersebut ke arah korban, beri petunjuk supaya masuk ke dalam ban, kemudian tarik ke tepi kolam. Alat bantu ini sangat efektif karena dapat sekaligus menolong siswa 2-3 orang di tempat dalam, apabila lemparan penyelamat kurang tepat, penyelamat harus segera terjun ke dekat korban.

d. Pelampung


(4)

akan dibawa untuk menolong korban. Cara penggunaannya sangat populer dalam film bay watch oleh para lifeguard untuk menolong para pengunjung pantai yang mengalami musibah akan tenggelam saat berenang. Apabila pada waktu mengajar renang, tiba-tiba ada siswa yang perlu ditolong, segera megaitkan tali pelampung ke belakang celana renang, kemudian segera melompat ke arah korban. Pelampung diberikan supaya dipegang/dipeluk. Apabila korban sudah pingsan maka pelampung disimpan di bawah leher korban.

2.2. Pengetahuan

2.2.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Selain itu, secara konvensional, pengetahuan telah didefinisikan sebagai suatu kepercayaan yang benar dan dibenarkan. Hal ini amat sesuai dengan segala bentuk benda dan kejadian yang terjadi di seluruh dunia ini (Darwin, 2003).

2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Dalam buku yang sama, menurut Notoatmodjo (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan


(5)

seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan bukan berarti seorang pendidikan rendah, mutlak berpengetahuan rendah pula. Karena peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi di pendidikan non formal juga dapat diperoleh. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.

b. Pengalaman

Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan dalam mengambil sebarang mengambil keputusan.

c. Usia

Dua sikap tradisional mengenai jalanya perkembangan selama hidup :

1. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.

2. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.

2.2.3. Rumus Penilaian Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) lagi, penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa presentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut :


(6)

Sp

N = ×100% Sm

Keterangan :

N = Nilai yang didapat Sp = Skor yang didapat

Sm = Skor tertinggi maksimum

Selanjutnya presentase jawaban ditafsirkan dalam kalimat kualitatif. Kemudian hasil presentase diinterpretasikan dengan menggunakan skala kualitatif yaitu :

Baik : 76% - 100% Cukup : 56% - 75% Kurang : 41% - 55% Tidak Baik : < 40%

2.3. Bantuan Hidup Dasar

2.3.1. Definisi Bantuan Hidup Dasar

Menurut American Heart Association (AHA) 2010, bantuan hidup dasar (Basic Life Support) adalah usaha sederhana yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat seseorang mengalami keadaan yang mengancam nyawa (cardiac arrest). bantuan hidup dasar (BHD) merupakan pertolongan pertama yang dapat diberikan oleh setiap lapisan masyarakat yang berada dekat dengan korban sebelum pertolongan lanjutan dari para petugas kesehatan datang ke lokasi kejadian (Sudiharto & Sartono, 2011).

2.3.2. Tujuan Bantuan Hidup Dasar

Tindakan BHD bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan, mencegah keadaan menjadi lebih buruk, membatasi cacat, dan mempercepat kesembuhan serta meringankan beban penderitaan dari korban (Purwadianto & Sampurna, 2013).


(7)

2.3.3. Langkah-langkah Pemberian Bantuan Hidup Dasar

Pada kejadian near drowning, pemberian pertolongan pertama (BHD) harus segera dilakukan agar korban dapat terhindar dari kematian atau kecacatan yang lebih parah. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyelamatkan korban dari air sesegera mungkin (AHA, 2010). Untuk menyelamatkan korban dari air, penolong dapat memanggil/meminta bantuan kepada orang terdekat/sekitar dan menggunakan alat angkut seperti perahu, rakit, papan selancar atau alat bantu apung lainnya jika tersedia. Untuk menghindari terjadinya post-immersion collapse, sebaiknya korban diangkat dari dalam air dengan posisi telungkup. Beberapa hal yang harus dilakukan penolong pada korban sebelum pemberian bantuan hidup dasar menurut Frame (2003), yaitu :

I. Memastikan keamanan lingkungan. Inilah hal yang paling utama sebelum melakukan bantuan. Pastikan keselamatan diri dan korban. Pastikan bahwa tidak ada bahaya lain yang ada di sekitar korban yang dapat memperparah kondisi korban.

II. Memeriksa kesadaran korban. Penolong dapat mengetahuinya dengan cara menyentuh atau menggoyang-goyangkan bahu/tubuh korban sambil memanggil korban.

Gambar 2.1. Periksa kesadaran korban (ERC, 2010)

III. Meminta pertolongan. Jika ternyata korban tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak minta tolong kepada orang sekitar dan menghubungi layanan darurat setempat. Berikan informasi tertentu seperti :


(8)

a) Lokasi korban

b) Nomor telepon yang penolong gunakan dan nama penolong c) Apa yang terjadi

d) Jumlah orang yang memerlukan bantuan dan keadaan khusus

e) Keadaan korban dan semua tindakan yang telah diberikan penolong ditempat

Gambar 2.2. Panggil bantuan (ERC, 2010)

IV. Memperbaiki posisi korban. Tidakan bantuan hidup dasar yang efektif dilakukan dengan memposisikan korban dalam posisi terlentang (supin) dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban tidak bisa diposisikan terlentang karena indikasi tertentu dan membutuhkan tekanan/kompresi dada, maka bisa dilakukan dengan posisi tengkurap.

V. Pengaturan posisi penolong. Posisi penolong diatur senyaman mungkin dengan memposisikan dirinya di sebelah kanan korban, berlutut sejajar dengan bahu korban ketika akan memberikan bantuan napas dan sirkulasi. Kombinasi bantuan napas dan kompresi dada untuk sirkulasi disebut resusitasi jantung paru (RJP).

Berdasarkan Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care AHA 2010, resusitasi jantung paru (RJP) dilakukan dengan urutan C-A-B dimana penangan sirkulasi menjadi fokus utama. Namun, pada penanganan korban near drowning siklus A-B-C tetap dipertahankan oleh karena sifat hipoksia dari arrest yang terjadi. Apabila korban hanya mengalami henti napas maka dapat segera merespon tindakan yang diberikan.

Berikut tahapan A-B-C-D-E pada bantuan hidup dasar (AHA, 2010) : Tolong!!!


(9)

1. Tahapan Airway

Menurut American College of Surgeon Committee on Trauma (2008) gangguan airway (jalan napas) dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang. Khusus korban dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko terhadap gangguan airway dan seringkali memerlukan pemasangan airway definitive. Oleh karena itu, pada orang yang tidak sadar, tindakan pembukaan jalan napas harus dilakukan. Tanda-tanda objektif sumbatan airway, yaitu :

a. Lihat (look) apakah korban tampak linglung, terlihat sulit bernapas, lihat pergerakan dada, dan perut.

b. Dengarkan (listen) suara-suara dari saluran pernapasan korban, apakah ada suara mendengkur (snoring), berkumur (gurgling), dan bersiul (crowing sound, stridor).

c. Rasakan (feel) hembusan napas korban melalui pipi penolong.

Gambar 2.3. Look, Listen and Feel (ERC, 2010)

Teknik-teknik mempertahankan airway adalah sebagai berikut (American College of Surgeon Committee on Trauma, 2008) :

x Head Tilt

Korban diposisikan terlentang, letakkan telapak tangan pada dahi, tekan dan pertahankan. Posisi muka korban menghadap ke depan. Periksa kembali apakah jalan napas sudah bebas.


(10)

x Chin Lift

Jari-jemari salah satu tangan diletakkan di bawah rahang, yang kemudian secara hati-hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut. Maneuver chin-lift tidak boleh menyebabkan leher terangkat. Manuver ini berguna pada korban karena tidak membahayakan korban dengan kemungkinan patah ruas tulang leher atau mengubah patah ruas tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera spinal.

Gambar 2.4. Head tiltChin lift (ERC, 2010) x Jaw Thrust

Pertama, ambil posisi di atas kepala korban. Pertahankan dengan hati-hati agar posisi kepala, leher dan spinal korban tetap pada satu garis. Manuver mendorong rahang (jaw-thrust) dilakukan dengan cara memegang sudut rahang bawah (angulus mandibulae) kiri dan kanan, dan mendorong rahang bawah ke depan. Bila cara ini dilakukan sambil memegang masker dari alat

bag-valve, dapat dicapai kerapatan yang baik dan ventilasi yang adekuat. Manuver ini lebih dianjurkan apabila dicurigai adanya trauma servikal.

HEAD TILT CHIN LIFT


(11)

Gambar 2.5. Jaw thrust (ERC, 2010)

2. Tahapan Breathing (Bantuan napas) x Mulut Ke Mulut

Pada dewasa dan anak dilakukan dengan menutup hidung korban, kepala tetap diekstensikan. Sedangkan pada neonatus, bantuan napas diberikan pada mulut dan hidung bayi. Pemberian napas yang adekuat tergantung dari kerapatan mulut penolong terhadap mulut korban ketika meniupkan udara. Namun pemberian napas bantu mulut ke mulut ini jarang digunakan karena khawatir terjadi penularan penyakit.

Gambar 2.6. Bantuan napas dari mulut ke mulut (ERC, 2010)

x Mulut Ke Masker

Teknik ini lebih aman dari transmisi penyakit. Pemberian napas bantu terlindung oleh masker yang memperantarai mulut penolong dan mulut korban.


(12)

Gambar 2.7. Mouth-to-mask ventilation (ERC, 2010)

x Alat Bantu Napas Lainnya

Alat bantu napas lainnya dapat dilakukan di rumah sakit disesuaikan dengan kebutuhan pasien, seperti Flow-restricted oxygen-powered ventilating device dan bag-mask device.

3. Tahapan Circulation (sirkulasi) dan Bleeding (perdarahan)

Bantuan sirkulasi diberikan segera bila korban mengalami henti jantung. Henti jantung adalah berhentinya sirkulasi yang disebabkan oleh fungsi jantung yang tidak efektif. Keadaan ini mengakibatkan tidak terabanya denyut nadi, tekanan darah tidak terukur, serta berhentinya fungsi pernapasan. Penolong harus memastikan ada/tidaknya henti jantung dengan meraba denyut nadi karotis di leher korban untuk orang dewasa dan anak, sedangkan arteri brakialis di lengan atau femoralis di paha untuk bayi. Tindakan ini dilakukan maksimal dalam 10 detik. Jika denyut nadi dan pernapasan tidak ada, dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) segera.

Gambar 2.8. Meraba arteri karotis 5-10 detik


(13)

Menurut AHA 2010, langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberikan resusitasi jantung paru (RJP) adalah sebagai berikut :

I. Penolong berada di posisi yang sedemikian rupa, menghadap ke arah korban dan lutut sejajar dengan bahu kanan korban.

II. Letakkan tumit telapak salah satu tangan pada tengah dada korban, dan tangan yang lain letakkan di atas tangan tersebut. Kedua jari tangan saling menggenggam, kemudian mulai tekan “kuat dan cepat”. Pastikan tekanan yang diberikan mencapai kedalaman sekitar 2 inchi/5 cm.

III. Hitung tekanan yang diberikan, yaitu dengan perbandingan 30 kali tekanan (kompresi dada) dalam 15-18 detik lalu berikan bantuan pernapasan 2 kali. Kompresi dada minimal 100 kali per menit.

Gambar 2.9. (a) Titik kompresi dan (b) Posisi kompresi (ERC, 2010)

Gambar 2.10. Push hard-push fast

IV. Untuk pemberian napas bantuan, pastikan jalan napas korban terbuka b

a a


(14)

lubang hidung pasien dengan jari telunjuk dan jempol ketika memberikan napas buatan.

V. Penolong mengambil napas normal (bukan napas dalam), kemudian memberikan bantuan napas pada korban, pastikan seluruh mulut korban tertutup rapat dengan mulut penolong, periksa apakah dada pasien mengembang saat diberikan bantuan napas.

VI. Kembali berikan kompresi pada dada sebanyak 30 kali diikuti bantuan napas 2 kali, terus lanjutkan sampai bantuan datang. Pengecekan tanda-tanda kesadaran dilakukan tiap 5 kali periode resusitasi jantung paru. Beberapa pertimbangan dihentikannya resusitasi jantung paru (RJP), diantaranya :

a. Penolong kelelahan.

b. Ada penolong yang lebih kompeten.

c. Korban telah menunjukkan tanda-tanda kematian.

d. Sudah ada respon dari korban (napas dan nadi mulai ada).

4. Tahapan Disability

Melakukan penilaian kesadaran secara singkat untuk mengetahui keberhasilan tindakan bantuan hidup dasar dan kemungkinan pemulihan. Penilaian yang dapat dilakukan antara lain adalah AVPU, yaitu :

a. Alert, yaitu korban bangun dan sadar.

b. Verbal response, yaitu tidak sepenuhnya sadar, hanya merespon ketikadipanggil (stimulus verbal).

c. Pain, yaitu kesulitan bangun/sadar, hanya merespon jika diberi rangsang nyeri seperti tekanan pada kuku.

d. Unrespond, yaitu korban tidak sadar sepenuhnya.

5. Tahapan Exposure/Environment

Melihat apakah ada luka/cedera di tubuh korban, bila perlu pakaian korban dibuka namun jangan sampai korban mengalami hipotermia. Membuka pakaian korban tidak dilakukan sendirian oleh penolong dan sebaiknya sampai batasan


(15)

tertentu, sedangkan bagian lain yang tidak diperiksa ditutupi dan korban diselimuti dengan kain yang kering dan tebal untuk mencegah terjadinya hipotermi. Untuk exposure lebih lanjut sebaiknya dilakukan oleh petugas medis.

Setelah melakukan tahapan A-B-C-D-E di atas sedangkan korban masih belum sadar namun bernapas dan tidak ada perawatan bantuan hidup lainnya, korban harus ditempatkan pada posisi aman (recovery position). Posisi korban dengan recovery position akan memastikan jalan napas terbuka dan bebas, serta tidak membuat korban tersedak oleh cairan yang mungkin ada di tenggorokan korban. Cara melakukan recovery position adalah sebagai berikut :

Gambar 2.11. Recovery position (ERC, 2010)

I. Penolong berlutut disalah satu sisi korban.

II. Menempatkan lengan korban dengan penolong pada sisi kanan, dengan tangan korban ke atas depan kepalanya.

III. Memposisikan bagian punggung tangan satunya agar mengganjal kepala yang sudah dimiringkan sehingga punggung tangan menyentuh pipi korban sendiri. IV. Memfleksikan lutut ke bagian kanan.

V. Memutar pasien ke satu sisi dengan hati-hati dengan menarik lutut yang sudah

1 2


(16)

VI. Membebaskan jalan napas dengan head tilt, chin lift, jaw thrust (triple airway maneuver) dan memeriksa kembali kebebasan jalan napas.

VII. Penolong tetap bersama korban dan mengawasi pernapasan dan nadi secara terus menerus sampai bantuan datang. Jika memungkinkan, penolong dapat memutar pasien pada posisi yang lain.

2.4. Tenggelam

2.4.1. Definisi Tenggelam

Tenggelam (drowning) adalah kematian akibat asfiksia yang terjadi dalam 24 jam setelah peristiwa tenggelam di air, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah korban masih dalam keadaan hidup lebih dari 24 jam setelah setelah peristiwa tenggelam di air. Jadi, tenggelam (drowning) merupakan suatu keadaan fatal, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) mungkin dapat berakibat fatal (Kallas H, 2007).

Sedangkan WHO mendefinisikan sebagai proses gangguan pernapasan

akibat tenggelam/hampir tenggelam dalam cairan. Luaran tenggelam

diklasifikasikan sebagai meninggal, morbiditas dan tidak ada morbiditas (www.who.int/violence_injury_prevention).

2.4.2. Klasifikasi Tenggelam

I. Berdasarkan temperatur air, klasifikasi tenggelam dibagi menjadi tiga (Stevenson M) :

a. Tenggelam di air hangat (warm water drowning), bila temperatur air ≥ 20°C.

b. Tenggelam di air dingin (cold water drowning), bila temperatur air 5-20°C.

c. Tenggelam di air sangat dingin (very cold water drowning), bila temperatur air < 5°C.

II. Berdasarkan osmolaritas air, klasifikasi tenggelam dibagi menjadi dua (Stevenson M) :

a. Tenggelam di air tawar. b. Tenggelam di air laut.


(17)

III. Kejadian tenggelam atau submersed accident dapat memberikan dua hasil (Zulkarnaen I) :

a. Immersion syndrome, yang merupakan kematian mendadak setelah kontak dengan air dingin.

b. Submersed injury, yaitu dapat menyebabkan kematian 24 jam setelah kejadian tenggelam, survival, atau pulihnya keadaan setelah kejadian tenggelam.


(1)

Gambar 2.7. Mouth-to-mask ventilation (ERC, 2010)

x Alat Bantu Napas Lainnya

Alat bantu napas lainnya dapat dilakukan di rumah sakit disesuaikan dengan kebutuhan pasien, seperti Flow-restricted oxygen-powered ventilating device dan bag-mask device.

3. Tahapan Circulation (sirkulasi) dan Bleeding (perdarahan)

Bantuan sirkulasi diberikan segera bila korban mengalami henti jantung. Henti jantung adalah berhentinya sirkulasi yang disebabkan oleh fungsi jantung yang tidak efektif. Keadaan ini mengakibatkan tidak terabanya denyut nadi, tekanan darah tidak terukur, serta berhentinya fungsi pernapasan. Penolong harus memastikan ada/tidaknya henti jantung dengan meraba denyut nadi karotis di leher korban untuk orang dewasa dan anak, sedangkan arteri brakialis di lengan atau femoralis di paha untuk bayi. Tindakan ini dilakukan maksimal dalam 10 detik. Jika denyut nadi dan pernapasan tidak ada, dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) segera.

Gambar 2.8. Meraba arteri karotis 5-10 detik


(2)

Menurut AHA 2010, langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberikan resusitasi jantung paru (RJP) adalah sebagai berikut :

I. Penolong berada di posisi yang sedemikian rupa, menghadap ke arah korban dan lutut sejajar dengan bahu kanan korban.

II. Letakkan tumit telapak salah satu tangan pada tengah dada korban, dan tangan yang lain letakkan di atas tangan tersebut. Kedua jari tangan saling menggenggam, kemudian mulai tekan “kuat dan cepat”. Pastikan tekanan yang diberikan mencapai kedalaman sekitar 2 inchi/5 cm.

III. Hitung tekanan yang diberikan, yaitu dengan perbandingan 30 kali tekanan (kompresi dada) dalam 15-18 detik lalu berikan bantuan pernapasan 2 kali. Kompresi dada minimal 100 kali per menit.

Gambar 2.9. (a) Titik kompresi dan (b) Posisi kompresi (ERC, 2010)

Gambar 2.10. Push hard-push fast

IV. Untuk pemberian napas bantuan, pastikan jalan napas korban terbuka dengan melakukan head-tilt/chin-lift/jaw-thrust maneuver. Kemudian tutup

b a

a


(3)

lubang hidung pasien dengan jari telunjuk dan jempol ketika memberikan napas buatan.

V. Penolong mengambil napas normal (bukan napas dalam), kemudian memberikan bantuan napas pada korban, pastikan seluruh mulut korban tertutup rapat dengan mulut penolong, periksa apakah dada pasien mengembang saat diberikan bantuan napas.

VI. Kembali berikan kompresi pada dada sebanyak 30 kali diikuti bantuan napas 2 kali, terus lanjutkan sampai bantuan datang. Pengecekan tanda-tanda kesadaran dilakukan tiap 5 kali periode resusitasi jantung paru. Beberapa pertimbangan dihentikannya resusitasi jantung paru (RJP), diantaranya :

a. Penolong kelelahan.

b. Ada penolong yang lebih kompeten.

c. Korban telah menunjukkan tanda-tanda kematian.

d. Sudah ada respon dari korban (napas dan nadi mulai ada).

4. Tahapan Disability

Melakukan penilaian kesadaran secara singkat untuk mengetahui keberhasilan tindakan bantuan hidup dasar dan kemungkinan pemulihan. Penilaian yang dapat dilakukan antara lain adalah AVPU, yaitu :

a. Alert, yaitu korban bangun dan sadar.

b. Verbal response, yaitu tidak sepenuhnya sadar, hanya merespon ketikadipanggil (stimulus verbal).

c. Pain, yaitu kesulitan bangun/sadar, hanya merespon jika diberi rangsang nyeri seperti tekanan pada kuku.

d. Unrespond, yaitu korban tidak sadar sepenuhnya.

5. Tahapan Exposure/Environment

Melihat apakah ada luka/cedera di tubuh korban, bila perlu pakaian korban dibuka namun jangan sampai korban mengalami hipotermia. Membuka pakaian korban tidak dilakukan sendirian oleh penolong dan sebaiknya sampai batasan


(4)

tertentu, sedangkan bagian lain yang tidak diperiksa ditutupi dan korban diselimuti dengan kain yang kering dan tebal untuk mencegah terjadinya hipotermi. Untuk exposure lebih lanjut sebaiknya dilakukan oleh petugas medis.

Setelah melakukan tahapan A-B-C-D-E di atas sedangkan korban masih belum sadar namun bernapas dan tidak ada perawatan bantuan hidup lainnya, korban harus ditempatkan pada posisi aman (recovery position). Posisi korban dengan recovery position akan memastikan jalan napas terbuka dan bebas, serta tidak membuat korban tersedak oleh cairan yang mungkin ada di tenggorokan korban. Cara melakukan recovery position adalah sebagai berikut :

Gambar 2.11. Recovery position (ERC, 2010)

I. Penolong berlutut disalah satu sisi korban.

II. Menempatkan lengan korban dengan penolong pada sisi kanan, dengan tangan

korban ke atas depan kepalanya.

III. Memposisikan bagian punggung tangan satunya agar mengganjal kepala yang

sudah dimiringkan sehingga punggung tangan menyentuh pipi korban sendiri. IV. Memfleksikan lutut ke bagian kanan.

V. Memutar pasien ke satu sisi dengan hati-hati dengan menarik lutut yang sudah difleksikan.

1 2


(5)

VI. Membebaskan jalan napas dengan head tilt, chin lift, jaw thrust (triple airway maneuver) dan memeriksa kembali kebebasan jalan napas.

VII. Penolong tetap bersama korban dan mengawasi pernapasan dan nadi secara terus menerus sampai bantuan datang. Jika memungkinkan, penolong dapat memutar pasien pada posisi yang lain.

2.4. Tenggelam

2.4.1. Definisi Tenggelam

Tenggelam (drowning) adalah kematian akibat asfiksia yang terjadi dalam 24 jam setelah peristiwa tenggelam di air, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah korban masih dalam keadaan hidup lebih dari 24 jam setelah setelah peristiwa tenggelam di air. Jadi, tenggelam (drowning) merupakan suatu keadaan fatal, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) mungkin dapat berakibat fatal (Kallas H, 2007).

Sedangkan WHO mendefinisikan sebagai proses gangguan pernapasan akibat tenggelam/hampir tenggelam dalam cairan. Luaran tenggelam diklasifikasikan sebagai meninggal, morbiditas dan tidak ada morbiditas (www.who.int/violence_injury_prevention).

2.4.2. Klasifikasi Tenggelam

I. Berdasarkan temperatur air, klasifikasi tenggelam dibagi menjadi tiga (Stevenson M) :

a. Tenggelam di air hangat (warm water drowning), bila temperatur air ≥ 20°C.

b. Tenggelam di air dingin (cold water drowning), bila temperatur air 5-20°C.

c. Tenggelam di air sangat dingin (very cold water drowning), bila temperatur air < 5°C.

II. Berdasarkan osmolaritas air, klasifikasi tenggelam dibagi menjadi dua (Stevenson M) :

a. Tenggelam di air tawar. b. Tenggelam di air laut.


(6)

III. Kejadian tenggelam atau submersed accident dapat memberikan dua hasil (Zulkarnaen I) :

a. Immersion syndrome, yang merupakan kematian mendadak setelah

kontak dengan air dingin.

b. Submersed injury, yaitu dapat menyebabkan kematian 24 jam setelah kejadian tenggelam, survival, atau pulihnya keadaan setelah kejadian tenggelam.