Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan Penambahan Titanium Dioksida sebagai Bahan Pengisi

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Polimer

Polimer ialah makromolekul yang terbentuk dari perulangan satuan-satuan
sederhana monomernya. Istilah makromolekul lebih menggarisbawahi strukturstruktur yang kompleks. Beberapa sistem polimer yang penting secara industri
ialah karet, plastik, serat, pelapis (coating) sampai perekat (Hartomo,1992).
Polimer dihubungkan dengan molekul besar suatu makromolekul yang
strukturnya bergantung pada monomer atau monomer-monomer yang dipakai
dalam preparasinya. Karena semua polimer sintetis dipreparasi melalui monomermonomer yang terikat bersama, maka beberapa unit kimia akan berulang terus
menerus .Polimer-polimer juga bisa digambarkan sebagai linier, bercabang, dan
jaringan (network). Polimer linier tidak memiliki cabang selain gugus-gugus
pendan yang digolongkan sebagai monomer (contohnya gugus fenil dalam
polistirena). Polimer bercabang memiliki tipe polimer bintang yang mengandung
tiga atau lebih rantai polimer yang berasal dari unit struktur pusat. Polimer sisir
mengandung rantai-rantai pendan dan strukturnya berkaitan dengan kopolimerkopolimer cangkok. Polimer tangga terbentuk secara teratur atau dalam kasus
polimer setengah tangga (jenjang) dari satuan-satuan siklik yang terikat dengan
unit-unit rantai terbuka.

Polimer jaringan terjadi ketika rantai-rantai polimer terikat bersama atau
ketika digunakan monomer-monomer polifungsional sebagai ganti monomer
difungsional. Sebagai contoh dari polimer jenis pertama, polimer tersebut bisa
memberikan vulkanisasi karet dimana molekul-molekul karet linier terikat
bersama melalui atom-atom belerang (Steven,2001).
Polimer secara sederhana diklasifikasikan oleh Carothers (1929) menjadi
polimer kondensasi dan polimer adisi berdasarkan komposisi antara polimer dan
monomer

saat

disintesis.

Polimer

kondensasi

dibentuk

dari


monomer

polifungsional Sedangkan polimer adisi dapat dibentuk dari monomer-monomer
tanpa ada kehilangan molekul sedikitpun (Odian,2004).

Universitas Sumatera Utara

Polimer alam, seperti halnya selulosa, pati dan protein telah dikenal dan
digunakan manusia berabad-abad lamanya untuk keperluan pakaian dan makanan,
sedangkan industri polimer merupakan hal yang baru. Karet alam digunakan
sebgai tenunan berkaret sebelum Goodyear menemukan proses vulkanisasi pada
tahun 1839. Selulosa nitrat dihasilkan dari reaksi kertas dengan asam nitrat sekitar
tahun 1870. Sejak saat itu sejumlah terobosan baru banyak dilakukan untuk
menciptakan berbagai sistem polimer yang telah ada. Hasilnya tampak sebagai
produk industri polimer yang begitu beragam sebagaimana yang terlihat sekarang
ini (Cowd,1991).

2.2. Interpenetrasi Jaringan Polimer
Terdapat satu kelas baru dari suatu sistem multipolimer yang baru-baru ini

disintesis dalam bentuk interpenetrasi jaringan polimer. Sebagai contoh, terdapat
polimer A yang telah tercrosslink, kemudian mengalami swelling dengan
monomer kedua (B), serta ditambahkan agen pengcrosslink dan mengalami
polimerisasi B, atau dapat juga sistem A dan B mengalami polimerisasi bersama
dengan mekanisme yang berbeda (Billmeyer,1984).
Interpenetrasi jaringan polimer adalah gabungan dari dua polimer jaringan
yang berbeda dengan ikatan kovalen antara dua jaringan. Suatu IPN dapat terjadi
secara serentak ataupun berurutan melalui dua sistem polimer yang berbeda
(Odian,2004).
Beberapa rantai lurus atau bercabang dapat bergabung melalui sambungan
silang membentuk polimersambung-silang. Jika sambungan silang terjadi ke
berbagai arah maka bentuk polimer sambung-silang tigadimensi yang sering
disebut polimer jaringan.
Adanya pembentukan sambungan silang dilakukan dengan sengaja melalui
industri untuk mengubah sifat polimer, sebagaimana terjadi pada proses
vulkanisasi karet. Banyak sistem polimer sifatnya sangat disebabkan oleh
pembentukan jaringan tiga dimensi. Dalam sistem polimer seperti itu
pembentukan sambungan silang tiga dimensi pada tahap akhir produksi. Proses ini
memberikan sifat kaku dan keras kepada polimer (Cowd, 1991).


Universitas Sumatera Utara

2.2.1. Klasifikasi IPN
2.2.1.1. Berdasarkan Ikatan Kimia
Berdasarkan ikatan kimia interpenetrasi jaringan polimer (IPN) terbagi atas dua
yaitu ikatan kovalen berupaSemi IPN dan ikatan non kovalen terdiri dari Semi
IPN dan Full IPN.
-

Kovalen SemiIPN :kovalenSemi IPN mengandung dua sistem polimer
terpisah yang terikat silang untuk membentuk jaringan polimer tunggal.

-

Non-kovalen SemiIPN : non-kovalen Semi IPN hanya mengandung satu
sistem polimer yang terikat silang.

-

Non-kovalen FullIPN : non-kovalen full IPN terdiri dari dua polimer yang

terpisah dan terikat silang secara mandiri.

Gambar 2.1.a) non-kovalen semi IPN,

b) kovalen semi IPN,

c) non-

kovalenfull IPN

2.2.1.2. Berdasarkan Pola
-

Novel IPN yaitu polimer yang terdiri dari dua atau lebih jaringan polimer
yang sebagian molekulnya bertautan tetapi salah satunya tidak terikat
secara kovalen dan tidak dapat dipisahkan kecuali jika ikatan kimianya
patah.

-


Sequantial IPN ( IPN berurutan) pada IPN jenis ini komponen polimer
jaringan kedua dipolimerisasi terlebih dahulu kemudian dilanjutkan
dengan polimerisasi komponen polimer jaringan pertama.

Universitas Sumatera Utara

-

Simultaneous IPN ( IPN Serentak ) dipreparasi melalui proses dimana
kedua komponen polimer jaringan dipolimerisasi secara bersamaan.

-

Semi IPN terjadi apabila hanya salah satu komponen saja yang terikat
silang dan meninggalkan yang lain dalam bentuk linear (Kumar, et.al
2013)

2.3. Poliuretan
Poliuretan yang juga disebut polikarbamat (dari asam karbamat, R2NHCO2H),
adalah turunan ester-amida dari asam karbonat. Ada dua metode utama untuk

pembuatan poliuretan : reaksi biskloroformat dengan diamin dan reaksi diisosianat
dengan senyawa-senyawa dihidrasi.
Banyak dari produksi poliuretan melibatkan pemakaian poliester-poliester
berujung hidroksi dengan berat molekul rendah atau polieter-polieter sebagai
monomer dihidroksi. Kopolimer yang fleksibel dari tipe ini tidak hanya
bermanfaat sebagai serat tetapi juga dikonversi menjadi elastomer-elastomer yang
terikat silang lewat reaksi lebih lanjut dengan diisosianat berlebih, suatu reaksi
adisi yang melibatkan nitrogen dari ikatan uretan (Steven,2001).
Upaya pertama untuk membuat poliuretan niaga dilakukan oleh Bayer di
Jerman yang membuat polimer dari heksana-1,6-diisosianat (heksametilena
diisosianat) dari butana 1,4-diol(-1,4-butandiol).
Poliuretan mempunyai sifat yang sama dengan nilon, tetapi karena sukar
diwarnai dan titik lelehnya lebih rendah, polimer ini pada awalnya tidak banyak
diperdagangkan. Akan tetapi, kemudian terjadi kemajuan pesat pada kimia
poliuretan yang menghasilkan busa, elastomer, pelapis permukaan, serat,

dan

perekat poliuretan.
Busa poliuretan dapat dibentuk bila secara serentak dibuat polimer

poliuretan dan suatu gas. Jika proses ini seimbang, gelembung gas terjebak dalam
kisi-kisi polimer yang terbentuk busa. Busa yang kenyal dan busa yang kaku juga
dibentuk. Busa yang sedikit bersambung-silang bersifat kenyal, sedangkan busa
yang banyak bersambung-silang bersifat kaku.

Universitas Sumatera Utara

Sintesis dari poliuretan biasanya ditunjukkan sebagai proses pembentukan
dari karbamat (uretan) tautan melalui reaksi dari isosianat dan alkohol yang dapat
dilihat pada gambar 2.2berikut :

nHO
HO

R
(

R

OH


OCONH

R'

nOCN

+

NHCO

R'

NCO
O )

OCONH

R


R'

NCO

(n-1)

Gambar 2.2 Reaksi Isosianat dan alkohol membentuk uretan (Odian,2004)

Produk busa seperti bantalan tempat duduk dan tempat tidur merupakan
aplikasi terbesar dari poliuretan. Air sengaja ditambahkan dalam produksi ini agar
membentuk busa poliuretan yang fleksibel. Golongan isosianat bereaksi dengan
air untuk membentuk tautan urea dalam rantai polimer dan berubah menjadi
karbon dioksida. Reaksinya dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini :
2 RNCO +

R

H2O

NH


R

NH

CO

+

CO2

Gambar 2.3Reaksi golongan isosianat dengan air membentuk urea
(Odian,2004)
Karbon dioksida beraksi sebagai blowing agent untuk membentuk struktur
busa pada hasil akhir. Beberapa poliuretan disintesis menggunakan campuran diol
dan diamin. Diamin direaksikan dengan golongan isosianat untuk penambahan
urea tautan dalam rantai plimer. Tipe poliuretan seperti ini mengandung unit-unit
berulang uretan dan urea dapat dilihat pada gambar 2.5.
2 NCO + H2N

R''

NH2

NH CO

NH

R''

NH

CO

NH

Gambar 2.4 Poliuretan yang mengandung unit-unit berulang uretan dan
urea (Odian,2004)

Beberapa contoh menunjukkan hanya diamin yang digunakan dalam
sintesis. Polimer ini membentuk Poliurea meskipun tipe produk ini disebut
sebagai poliuretan(Odian,2004).

Universitas Sumatera Utara

Ada dua metode utama untuk pembuatan poliuretan : reaksi biskloroformat
dengan diamin dan lebih penting dari perspektif industri., reaksi diisosianat
dengan senyawa-senyawa dihidrasi. Biskloroformat, yang dipreparasi lewat reaksi
diol atau bisfenol dengan fosgena berlebih (Gambar.2.5), kurang reaktif dari pada
klorida-klorida asam; meskipun demikian, ia bereaksi dengan diamin pada suhu
rendah dibawah kondisi-kondisi polimerisasi antar permukaan. Poliuretan yang
terbentuk dalam reaksi (Gambar.2.6) melebur pada suhu sekitar 180

o

C,

o

dibandingkan dengan 295 C untuk poliamida yang strukturnya sebanding.

O

C

2Cl

+

Cl

R

HO

OH

Diol

Fosfogena

O

O

C

Cl

O

2HCl

+

Cl

C

O

R

Biskloroformat

Gambar

2.5Reaksi

fosfogena

dan

diol

membentuk

biskloroformat

(Steven,2001)
O

O

Cl

C

O

(CH2)2

O

C

Cl

+

H2N

NH2

Diamin

Biskloroformat

O

O

C

(CH2)6

O

(CH2)2

O

C

NH

(CH2)6

NH

+

2HCl

Poliuretan

Gambar 2.6Reaksi Biskloroformat dan Diamin membentuk Poliuretan
(Steven,2001)

Universitas Sumatera Utara

2.3.1.Komponen Pembentuk Poliuretan
2.3.1.1.Isosianat
Gugus isosianat, -NCO merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat
membentuk uretan dengan alcohol, reaksi isosianat dan alkohol membentuk
uretan dapat dilihat dalam gambar 2.7.

R.NCO

+

R’OH

R.NH.COO.R’

Gambar 2.7 Reaksi Isosianat dan alkohol membentuk uretan (Cowd,1991)

Perekat isosianat merupakan bahan reaktif yang kuat rekatannya pada
logam, karet, plastik, gelas, kulit dan kain. Yang terpenting adalah dipoliisosianat, yang gugus-gugus fungsinya efektif berikatan dengan gugus-gugus
berkandungan hydrogen aktif (seperti amino, imino, karboksil, sulfonat dan
hidroksil). Penggunaannya dapat sendiri atau dicampur larutan elastomer (perekat
karet ke logam atau kain), zat pengubah sifat perekat basis karet (serba guna),
sebagai reaktan dengan poliester atau polieter menghasilkan poliuretan untuk
maksud khusus.
Diisosianat juga baik untuk meningkatkan adhesi antara serat polyester
dengan karet, yaitu dengan dimasukkan ke karet saat pemrosesan. Diisosianat juga
memperbaiki rekatan karet-logam dengan perbandingan tertentu (Hartomo,1992).
Isosianat

aromatik

komersil

yang

paling

penting

adalah

toluenediisocyanate (TDI), diphenylmethane diisocyanate (MDI), dan naphtalene
diisocyanate (NDI). Struktur dari TDI dan MDI dapat dilihat pada gambar 2.8.

CH3
NCO

CH3
NCO

OCN

NCO
(i)

(ii)

Gambar 2.8 Struktur (i) 2,4-TDI, (ii) 2,6-TDI (Kricheldorf, 2005)

Universitas Sumatera Utara

2.3.1.2.Poliol
Komponen dasar kedua dari polimer poliuretan adalah poliol. Poliol polieter
(polipropilen glikol dan triol) mempunyai berat molekul antara 400 dan 10000
yang mendominasi teknologi busa. Busa biasanya dibuat dengan triol, yang
membentuk produk crosslink dengan diisosianat, sedangkan diol mendominasi
dalam teknologi elastomer.
Poliol polipropilen oksida (PPO), yang juga disebut polipropilen glikol
(PPG) lebih murah dibandingkan poliol lain. Struktur PPG dapat dilihat pada
gambar 2.9sebagai berikut :

H

O

HC

H2C

CH3

n

O

R

O

CH2

CH

O

n

H

CH3

Gambar 2.9Struktur PPG (Kricheldorf, 2005)

Poliol merupakan senyawa organic yang memiliki gugus hidroksil lebih
dari satu dan dalam industry material sangat banyak digunakan baik sebagai bahan
pereaksi maupun additive.Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam
seperti amilum, selulosa, sukrosa dan lignin ataupun olahan industri.
Gugus hidroksi pada senyawa organik dapat meningkatkan sifat hidrofil
karena disamping gugus fungsi yang aktif bereaksi dengan berbagai pereaksi
untuk menghasilkan senyawa baru juga dapat berinteraksi baik melalui dipoledipol yang terbentuk maupun melalui ikatan hidrogen dengan gugus hidrofil dari
senyawa lain. (Jung,1998).
Busa kenyal pada poliuretan dapat berbahan dasar poliester atau polieter.
Dengan kata lain, poliol adalah polyester bermassa molekul nisbi rendah atau
polieter yang mengandung gugus hidroksil pada ujungnya. Busa kaku banyak
bersambung silang dan hal ini dicapai dengan menggunakan poliol bermassa
molekul nisbi kecil, yang sebagian besar adalah polieter alih-alih poliester
(Cowd,1991).

Universitas Sumatera Utara

2.4. Busa Poliuretan
Produksi poliuretan dipakai dalam pembuatan busa-busa yang kuat dan fleksibel.
Poliuretan yang berbeda sesuai produk sampingan karbon dioksida merupakan
bahan dalam proses pembusaan. Pada salah satu metode, prapolimer yang
berujung isosianat berat molekul rendah dibusakan lewat penambahan air, yang
menimbulkan kenaikan berat molekul lewat pembentukan gugus-gugus urea
dengan melepaskan karbon dioksida secara simultan. Ketika gas yang
berkembang menyebabkan polimer membusa, reaksi polimerisasinya menaikkan
viskositas dan membentuk busa sebelum pecah.
Busa-busa yang fleksibel biasanya dipreparasi dari polyester atau polieter
dihidroksi, basa yang kuat dari prapolimer polihidroksi. Busa yang kuat kadang
dipreparasi tanpaair dengan mereaksikan prapolimer berujung hidroksil dengan
diisosianat dalam hadirnya suatu bahan peniup. Dalam hal ini, berat molekul naik
lewat ikatan-ikatan uretan.
Busa-busa yang fleksibel dipakai sebagai isolator, termasuk laminatlaminat tekstil untuk pakaian musim dingin, panel pelindung pada mobil, kain
pelapis, tempat tidur, karpet dasar, spon sintetis dan lainnya. Busa-busa yang
keras paling umum dipakai dalam panel-panel konstruksi terisolasi, untuk
pengemasan barang-barang yang lunak, untuk furniture ringan, dan untuk flotasi
kapal laut. Penggunaan bahan-bahan ini dalam bidang konstruksi telah mendorong
usaha-usaha pembuatan poliuretana yang tidak bisa terbakar. (Steven,2001)

2.5. Karet Alam
Karet sudah lama sekali digunakan orang. Penggunaannya meningkat sejak
Goodyear pertama kali memvulkanisasinya pada tahun 1839 dengan cara
memanaskan campuran karet dan belerang (Cowd,1991). Pada tahun 1864
perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia. Perkebunan karet dibuka oleh
Hofland pada tahun tersebut di daerah Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat.
Pertama kali yang ditanam adalah karet rambung atau Ficus elastic. Jenis karet
Hevea (Hevea Brasiliensis) baru ditanam pada tahun 1902 di daerah Sumatera
Timur. Jenis ini ditanam di Pulau Jawa pada tahun1906 (Tim Penulis,2008).

Universitas Sumatera Utara

Karet alam jika dipanasi menjadi lunak dan lekat dan kemudian dapat
mengalir. Karet alam larut sedikit demi sedikit dalam benzene. Akan tetapi
sebagaimana

karet

alam

divulkanisasi

yakni

dipanasi

bersama

sedikit

belerang(sekitar 2%) ia menjadi bersambung-silangan dan terjadi perubahan yang
luar biasa pada sifatnya dimana karet tervulkanisasi jauh lebih tahan regang. Jika
karet divulkanisasi dengan jumlah belerang yang lebih besar akan dihasilkan
bahan yang sangat keras dan tahan secara kimia yang dikenal dengan ebonite
(Cowd,1991).
Karet atau elastomer merupakan polimer yang memperlihatkan resiliensi
(daya pegas), atau kemampuan meregang dan kembali ke keadaan semula dengan
cepat. Sebagian besar mempunyai struktur jaringan. Karet alam eksis dalam
bentuk-bentuk yang berbeda, tetapi sejauh ini yang paling penting adalah yang
tersusun hampir seluruhnya dari cis-1,4-poliisoprena.
Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui
polimerisasi

enzimatik

isopentilpirofosfat.

Unit

ulangnya

adalah

sama

sebagaimana 1,4-poliisoprena. Sesungguhnya, isopren merupakan produk
degadrasi utama karet, yang diidentifikasi sebagaimana pada awal 1860-an.
Bentuk utama dari karet alam, yang terdiri dari 97% cis-1,4-poliisoprena dikenal
sebagai Hevea rubber (Steven,2001).
Karet alam dapat diperoleh dari hampir lima ratus jenis tanaman yang
berbeda. Sumber yang terkenal adalah pohon Hevea Brasiliensis. Karet diperoleh
dari getah kulit pohon Hevea ketika dipotong. Getah adalah karet terdispersi yang
mengandung 25-40% karet hidrokarbon, yang distabilkan melalui sejumlah
protein dan asam lemak(Billmeyer,1984).

2.5.1. Jenis-Jenis Karet Alam
Ada beberapa kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibandingkan dengan
karet sintesis adalah :
a.

Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna,

b.

Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah,

c.

Mempunyai daya aus yang tinggi, tidak mudah panas (low heat build up),

d.

Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan.

Universitas Sumatera Utara

Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan
olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang
diolah kembali berdasarkan yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal
luas adalah :
a. Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar),
b. Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepe),
c. Lateks pekat,
d. Karet bongkah atau block rubber,
e. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber,
f. Karet siap olah atau tyre rubber, dan
g. Karet reklim atau reclaimed rubber.
Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang
menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan.Karet bongkah ada
yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri.
Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam SIR (Standard
IndonesianRubber)(TimPenulis,2008).

2.5.2 Standard Indonesian Rubber (SIR)
Standar mutu karet bongkah indonesia tercantum dalam Standard Indonesian
Rubber (SIR). SIR adalah karet bongkah (karet remah) yang telah dikeringkan dan
dikemas menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan.
Perbedaan dari tiap jenis karet SIR tersebut adalah pada standar spesifikasi mutu
kadar kotoran, kadar abu dan kadar zat menguap yang sesuai dengan Standar
Indonesian Rubber. Standar mutu karet bongkah indonesia tercantum dalam tabel
2.1 dibawah ini. (Tim Penulis PS, 1992)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. SIR (Standard Indonesian Rubber)
No

Komponen

Sir 5L

Sir 5

Sir 10 Sir 20

Sir 50

1

Kadar kotoran maksimum

0,05%

0,05% 0,10% 0,20% 0,50%

2

Kadar abu maksimum

0,50%

0,50% 0,75% 1,00% 1,50%

3

Kadar zat arsiri maksimum

1,0%

1,0%

1,0%

1,0%

1,0%

4

PRI minimum

60

60

50

40

30

5

Plastisitas – P0 minimum

30

30

30

30

30

6

Limit warna (skala lobibond) 6

-

-

-

-

hijau

coklat

merah

kuning

maksimum
7

Kode warna

hijau

Sumber : Thio Goan Loo,1980
2.5.3 Karet Alam SIR 10
Karet alam SIR 10 berasal dari koagulan (lateks yang mudah menggumpal) atau
hasil olahan seperti lum, sit angin, getah keping, sisa dan lain-lain, yang diperoleh
dari perkebunan rakyat dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum.
Langkah-langkah dalam proses pengolahan karet alam SIR 10 yaitu
dengan pemilihan bahan baku yang baik, koagulum (lum mangkok, sleb, sit angin,
getah sisa, dll). Kemudian dilakukan pembersihan dan pencampuran. Proses
pengeringan dilakukan selama 10 hari sampai 20 hari. Kemudian dilakukan proses
peremahan, pengeringan, pengemasan bandela (setiap bandela 33 kg atau 35 kg)
dan karet alam SIR 10 siap untuk diekspor (Ompusunggu, 1987).

2.5.4 Vulkanisasi
Vulkanisasi merupakan istilah umum yang diterapkan ke reaksi ikat silang
polimer-polimer, khususnya elastomer. Reaksi ikat silang terinisiasi peroksida
dari polimer-polimer jenuh seperti polietilena. Tidak semua polimer-polimer vinil
bisa diikat silang dengan peroksida, sebagai contoh polipropilena dan poli (vinil
klorida) lebih mudah mengalami degadrasi daripada ikat silang.
Metode vulkanisasi tertua, yang ditemukan secara terpisah pada tahun
1839 oleh Goodyear di USA dan Maclntosch dan Hancock di Inggris,
menggunakan unsur belerang. Pada prinsipnya mekanismenya berupa mekanisme
ionik, yang melibatkan adisi ke ikatan rangkap dua untuk membentuk suatu zat

Universitas Sumatera Utara

antara ion sulfonium yang kemudian mengabstraksi ion hidrida atau menyerahkan
proton untuk membentuk kation-kation baru yang mempropagasi reaksi tersebut.
Terminasi terjadi melalui reaksi antara anion sulfenil dan karbokation.
Laju vulkanisasi dengan belerang, pada umumnya dinaikkan dengan
menambah

akselerator-akselerator

seperti

garam-garam

seng

dari

asam

ditiokarbamat atau senyawa-senyawa organobelerang seperti disulfide. Senyawasenyawa lain, khususnya seng oksida dan asam stearat, juga ditambahkan sebagai
aktivator.(Steven,2001)

2.6.Komposit
Komposit merupakan material yang tersusun dari gabungan dua atau lebih
komponen yang berbeda. Batasan pada polimer, pengertian ini termasuk
kopolimer plastik yang memperkuat, Carbon black yang diisi karet dan
sebagainya (Bhatnagar,2004)
Material komposit didefinisikan sebagai kombinasi antara dua material
atau lebih yang berbeda bentuk, komposisi kimia, dan tidak saling melarutkan
antar material. Material yang satu berfungsi sebagai penguat dan material yang
lain berfungsi sebagai pengikat untuk menjaga kesatuan unsur-unsurnya.
Sedangkan penggabungan dua atau lebih material dengan pengisi (filler) dari
bahan-bahan alami disebut dengan biokomposit. Dalam penyusunan komposit,
salah satu material penyusun dapat ditentukan fraksi volume untuk mendapatkan
sifat akhir yang diinginkan. Secara umum terdapat dua kategori material penyusun
komposit yaitu matriks dan reinforcement.
Adapun pembagian komposit berdasarkan bentuk penguatnya yaitu :
1.

Komposit partikal (particulate composites) merupakan komposit yang
menggunakan partikel serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara
merata dalam matriksnya.

2.

Komposit serat merupakan komposit yang terdiri dari serat dan matriks
dimana fungsi serat sebagai penopang kekuatan komposit.

3.

Komposit lapis (laminates composites) merupakan komposit yang terdiri
dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya
mempunyai karakteristik sifat sendiri (Jones,1975).

Universitas Sumatera Utara

2.7. Bahan Tambahan (additive)
Tujuan bahan tambahan yaitu untuk mengubah sifat-sifat polimer dan untuk
meningkatkan kemampuan prosesnya.Bahan tambahan untuk mengubah sifat dari
pigmen dan odoran yang dipakai karena alasan estetis terhadap bahan-bahan
pemlastis yang dipakai untuk memperbaiki sifat-sifat mekanik. Bahan
tambahanjuga bervariasi misalnya :
1. Pelumas digunakan untuk mencegah lengket di mesin-mesin pemroses
hingga senyawa-senyawa yang mengubah struktur kimia.
2. Pemlastis digunakan untuk menaikkan fleksibilitas, tetapi juga mengurangi
viskositas leburan untuk mempermudah pencetakan atau ekskursi, bahan
pemlastis yang dipakai senyawa aromatik berupa di-2-etilheksilftalat.
3. Antioksidan digunakan untuk mencegah terjadinya degadrasi oksidatif,
yang umum digunakan yaitu senyawa Zink Oksida.
4. Bahan Kopling berfungsi untuk memperbaiki pengikatanantara polimer
dan bahan pengisi.
Terdapat juga bahan-bahan pengisi yang berfungsi sebagai pemerkuat yang
muncul dalam dua bentuk yaitu serat dan butiran (serbuk).Contoh dari bentuk
serbuk yaitu karbon hitam yang dipakai untuk memperkuat karet alam dan
sintetis. Bahan tambahan digunakan untuk menambah kwantitas polimer tersebut.(
Steven,2001)

2.8. Titanium Dioksida
Titanium Dioksida (TiO2) disebut juga Titanium (IV) oksida merupakan bentuk
oksida dari titanium secara kimia dapat dituliskan TiO2.Senyawa ini dapat
dimanfaatkan secara luas sebagai pigmen bakterisida, pasta gigi, fotokatalis dan
elektroda dalam sel surya.Titanium dioksida dapat dihasilkan dari reaksi antara
senyawa titanium tetraklorida (TiCl4) dan O2 yang dilewatkan melalui lorong
silica pada suhu 700°C. Senyawa TiO2 bersifat amfoter, terlarut secara lambat
dalam H2SO4(aq) pekat. Sifat senyawa TiO2 adalah tidak tembus cahaya, dan
berwarna putih.Titanium dioksida sangat stabil pada temperatur tinggi, amorf, dan
tidak higroskopis. Tidak larut dalam H2SO4

encer,

HCl, HNO3 , pelarut-pelarut

organic dan air (Rowe,2006).

Universitas Sumatera Utara

2.9. Karakterisasi Polimer
Pada dasarnya analisis permukaan melibatkan radiasi permukaan dengan sumber
energi (foton, elektron atau ion) yang cukup untuk menembus dan menimbulkan
beberapa jenis transisi yang menghasilkan emisi dari permukaan berkas energi
yang bisa dianalisis.
Untuk bahan komersial yang besar, sifat-sifat mekanik merupakan aspek
yang mendasar.Meskipun sifat-sifat lainnya seperti ketahanan nyala, stabilitas
termal, dan ketahan kimia mempunyai kaitan dalam aplikasi yang lebih spesifik,
semua polimer apapun pemakaiannya harus memperlihatkan suatu daerah sifat
mekanik yang terspesifikasi cocok untuk aplikasi tersebut.
Pengukuran sifat-sifat mekanik biasanya dilakukan dengan mengukur
kekuatan tarik, modulus, elongasi, suatu spesimen uji dijepit pada kedua
ujungnya.Salah satu ujung dibuat tetap, dan diaplikasikan dengan suatu beban
yang naik sedikit demi sedikit ke ujung lainnya sampai sampel tersebut patah.
Suatu instrument pengujian khas yang mengukur secara otomatis stress dan strain
dengan beban-beban skala penuh.

2.9.1. Fourier Transform Infrared (FT-IR)
Dalam teknik spektroskopi inframerah, sampel molekul disinari dengan radiasi
inframerah dengan bilangan gelombang tertentu. Beberapa bilangan gelombang
radiasi yang sesuai dengan frekuensi vibrasi akan diserap dan radiasi yang
diteruskan diamati dengan suatu detektor fotolistrik (Wirjosentono, 1995).
Spektroskopi inframerah bermanfaat untuk kajian mikrostruktur maupun
gugus fungsi dalam polimer. Komposisi kopolimer olefin, gugus nitril, hidroksi
sampai ketidakjenuhan dapat diungkapkan (Hartomo, 1995).
Metode Fourier Transform (FT) menggunakan prinsip interferometri, yang
kelebihan dari FT-IR ini mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil,
perkembangan spektrum yang cepat, dankarena instrument ini memiliki komputer
yang terdedikasi kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum .
Spektrum-spektrum dispersif dari sebagian besar polimer impor komersial
telah dicatat,oleh karenanya identifikasi kualitatif zat-zat yang tidak diketahui
seringkali bisa diselesaikan melalui perbandingan. Ini mencakup polimer-polimer

Universitas Sumatera Utara

yang memiliki stereokimia atau distribusi rangkaian monomer yang bervariasi,
karena perbedaan demikian biasanya menghasilkan spektrum-spektrum yang
berbeda. Di mana spektrum-spektrum komparatif tidak tersedia, pengetahuan ke
struktur polimer bisa diperoleh melalui pertimbangan yang wajar terhadap pitapita absorpsi gugus fungsional , atau dengan membandingan spektrum dengan
spektrum

senyawa-senyawa

model

berat

terkarakterisasi dengan struktur yang mirip.

molekul

rendah

yang

siap

Lepas dari perbedaan-perbedaan

yang diharapkan dalam daerah tekukan C-H aromatik (650-900 cm-1) yang timbul
dari cincin-cincin benzena para-disubstitusi

versus monosubstitusi, spektrum-

spektrum tersebut cukup sebanding.
FT-IR sangat berguna karena spektrum-spektrum bisa di-scan, disimpan,
dan ditransformasikan dalam hitungan detik, teknik ini memudahkan penelitianpenelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. Persyaratanpersyaratan ukuran sampel yang sangat kecil mempermudah kopling instrumen
FT-IR dengan suatu mikroskop untuk analisis bagian-bagian sampel polimer yang
sangat terlokalisasi (Steven,2001).

2.9.2. Scanning Electron Microscopy
SEM berbeda dengan mikroskopi elektron transmisi (TEM) dalam hal bahwa
suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan
sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda.
Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang
memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra
dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi .
Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakainannya,
tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan
dengan resolusi sekitar 100 Å. Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian
disperse-dispersi pigmen dalam sel, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas
fasa dalam polipaduan yang tak dapat campur, struktur sel busa-busa polimer, dan
kerusakan pada bahan perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi
betapa penanaman (implant) bedah polimerik bereaksi baik dengan lingkungan
bagian tubuhnya (Steven, 2001).

Universitas Sumatera Utara

2.9.3. Uji Tarik
Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σt )
menggunakan alat pengukur tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan
diberikan tegangan. Secara praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya
beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan,
dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama di bawah pengaruh
tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi
kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang semula (Ao).
σt =

�����

(2.1)

��

Selamaperubahanbentuk,dapatdiasumsikanbahwa

volume

spesimentidakberubah.Perpanjanganteganganpadasaatbahanterputusdisebutkemul
uran.Besarankemuluran (ε) dapatdidefenisikansebagaiberikut :
�−��

ε=

��

x 100 %

(2.2)

keterangan :l0 = panjangspecimenmula-mula (mm)
l = panjang spesimen saat putus (mm)
ε = Kemuluran (%)

(Wirjosentono, 1995)

2.9.4.Persentase Ikat Silang
Derajat ikat silang dalam karet dapat ditentukan setelah sokletasi dengan
sikloheksana mendidih selama 8 jam.Sampel dikeringkan pada suhu 80°C selama
30 menit dan ditimbang. Persentase ikat silang dalam campuran kemudian
dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% ���� ������ =

��
��

× ���%

(2.3)

Dimana Wg dan Wo adalah berat sampel setelah dan sebelum sokletasi.
Persentase Ikat silang yang dihasilkan menandakan adanya interaksi yang kuat
antara komponen campuran.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan Penambahan Titanium Dioksida sebagai Bahan Pengisi

7 78 73

Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer Antara Poliuretan - Karet Alam SIR-10 Dengan Penambahan Zeolit Sebagai Bahan Pengisi

0 4 12

Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer Antara Poliuretan - Karet Alam SIR-10 Dengan Penambahan Zeolit Sebagai Bahan Pengisi

0 0 2

Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer Antara Poliuretan - Karet Alam SIR-10 Dengan Penambahan Zeolit Sebagai Bahan Pengisi

0 2 5

Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer Antara Poliuretan - Karet Alam SIR-10 Dengan Penambahan Zeolit Sebagai Bahan Pengisi

0 1 17

Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan Penambahan Titanium Dioksida sebagai Bahan Pengisi

0 0 13

Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan Penambahan Titanium Dioksida sebagai Bahan Pengisi

0 0 2

Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan Penambahan Titanium Dioksida sebagai Bahan Pengisi

0 0 6

Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan Penambahan Titanium Dioksida sebagai Bahan Pengisi

0 0 2

Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan Penambahan Titanium Dioksida sebagai Bahan Pengisi

0 0 8