Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer Antara Poliuretan - Karet Alam SIR-10 Dengan Penambahan Zeolit Sebagai Bahan Pengisi

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Polimer

Polimer merupakan makromolekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana.
Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani poly, yang berarti “ banyak”, dan mer, yang berarti
“bagian”. Kata polimer pertama kali digunakan oleh kimiawan Swedia Berzellius pada tahun
1833. Sepanjang abad 19 para kimiawan bekerja dengan makromolekul tanpa memiliki suatu
pengertian yang jelas mengenai strukturnya.
Polimer-polimer yang memiliki unit-unit ulang identik tetapi terbentuk melalui
reaksi-reaksi yang sama sekali berbeda tidak selalu mempunyai sifat-sifat identik.
Sebaliknya, sifat-sifat fisika dan mekanika bisa berbeda mencolok karena proses-proses
polimerisasi yang berbeda bisa menimbulkan perbedaan dalam berat molekul, gugus ujung,
streokimia, atau kemungkinan bercabangnya rantai (Stevens, 2007).
Polimer alam, seperti halnya selulosa, pati dan protein, telah dikenal dan digunakan
manusia berabad-abad lamanya untuk keperluan pakaian dan makanan, sedangkan industri
polimer merupakan hal yang baru. Polimer tinggi berupa molekul besar yang dibangung oleh

pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan sederhana, kesatuan-kesatuan itu berulang itu
setara atau hampir setara dengan monomer, yaitu bahan dasar pembuat polimer (Cowd,
1991).
Sintesa polimer melalui reaksi polimerisasi bertujuan menciptakan polimer baru
dengan struktur rantai tertentu sehingga menghasilkan bahan polimer dengan karakteristik
dan sifat mekanis yang diinginkan. Penerapan bahan polimer kesegala kehidupan manusia
untuk memenuhi kebutuhan sandang, pandang dan papan memerlukan berbagai standar mutu
bahan polimer dari polimer komoditas, sampai bahan polimer teknik, dan polimer khusus.
Penyediaan berbagai mutu bahan polimer ini tidak dapat dipenuhi bila hanya digunakan cara
polimerisasi. Lebih lanjut, molekul polimer yang terbentuk dapat dimodifikasi menjadi
polimer baru melalui reaksi polimer lainnya atau senyawa aditif berbobot molekul rendah
(Wirjosentono, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Polimer umumnya diklasifikasikan menjadi 3, yaitu elastomer, serat, dan plastik.
Elastomer mempunyai perpanjangan yang sangan cepat yang bisa mencapai 1000% atau
lebih. Serat mempunyai modulus awal yang tinggi. Sifat mekanik dari serat sintetik komersil
tidak banyak berubah dalam range temperatur antara -500 C dan sekitar 150 0 C. Plastik
mempunyai modulus tegang pertengahan (Rudin, 1998).


2.2.

Poliuretan

Poliuretan ditemukan oleh Dr. Otto Bayer pertama kali pada awal perang dunia kedua.
Awalnya, poliuretan digunakan sebagai pengganti karet untuk melapisi beberapa material
seperti logam dan kayu. Penggunaan poliuretan semakin meningkat di pasar-pasar dunia. Saat
ini, poliuretan digunakan untuk bahan kontruksi, pengemas, insulasi, tempat tidur, alas kaki,
dalam bentuk kaku, semi kaku dan busa dengan variasi densitas, yang dikenal sebagai
elastomer (Li, 2012).
Polimer termoset mempunyai kekuatan yang tinggi, ketahanan terhadap kelembaban,
cukup kaku, dan memiliki kemampuan jangka pembebanan yang lama tanpa mengalami
perubahan bentuk. Jenis perekat yang tergolong kategori polimer ini adalah fenol, resorsinol,
melain, isosianat, urea, dan epoksi (Vivek, 2013).
Poliuretan yang disebut juga polikarbamat (dari asam karbamat, R 2 NHCO2 H),
adalah turunan ester amida dari asam karbonat. Poliuretan dipakai dalam berbagai macam
aplikasi, termasuk serat (teristimewa jenis elastis), bahan perekat, pelapis, elastomer, dan
busa-busa yang fleksibel yang kuat. Reaksi pembentukan uretan yang dibentuk dari isosianat
dan hidroksil dapat dilihat pada gambar 2.1. dibawah ini, (Steven, 2007).

R-NCO

+

R-HO

R-NHCO-R
O

Isosianat

hidroksil

Uretan

Gambar 2.1. Reaksi pembentukan uretan (Steven, 2001)

Universitas Sumatera Utara

Poliuretan adalah bahan polimer yang terdiri atas gabungan gugus uretan. Uretan

mengandung gugus-NH-CO-O-. Pembuatan poliuretan dapat dilakukan dengan mereaksikan
isosianat dengan senyawa yang memiliki hidrogen aktif, seperti diol, mengandung gugus
hidroksil, dengan bantuan katatalis (Sparrow, 1990).
Pemilihan pemakaian poliol akan mempearuhi perluasan rantai polimer, crosslink,
dan kekakuan busa poliuretan. Poliuretan juga sering disebut poliisosianat, dimana gugus
isosianat-NCO bersifat sangat reaktif dan membentuk uretan dengan alkohol. Poliuretan
dapat mengalami ikatan hidrogen. Poliuretan memiliki titik leleh yang rendah dan pada
awalnya jarang diperdagangkan. Seiring perkembangannya, poliuretan tidak hanya
diaplikasikan sebagai busa, serat, perekat, elastomer, dan pelapis permukaan (Lase, 2009).
2.2.1.
2.2.1.1.

Komponen Pembentuk Poliuretan
Isosianat

Gugus isosianat, NCO merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat membentuk uretan
dengan alkohol :
RNCO + R′ OH → RNHCOOR′

Jika Diisosianat atau poliisosianat bereaksi dengan diol atau poliol (senyawa polihidrat), akan

terjadi poliuretan seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2. dibawah ini :
OCN-R-NCO + HO-R′ -OH → OCN-R-NH-CO-O-R′ -OH

Reaksi dengan monomer-monomer berikutnya

CO-NH-R-NH-CO-O-R′ -O
Gambar 2.2. Reaksi pembentukan poliuretan (Cowd, 1991)
Upaya pertama untuk melakukan poliuretan niaga dilakukan oleh bayer di Jerman yang
membuat polimer dari heksana -1,6-diisosianat (heksametilena diisosianat ) dari butana-1,4diol(-1,4-butandiol) (Cowd, 1991).
Isosianat dengan dua atau kebih kelompok fungsional yang diperlukan untuk
pembentukan polimer poliuretan. Kelompok isosianat aromatik terkait jauh lebuh reaktif dari
yang alifatik dan lebih ekonomis. Isosianat alifatik digunakan hanya jika sifat-sifat khusus

Universitas Sumatera Utara

yang diperlukan untuk produk akhir, misalnya pelapis yang stabil ringan dan elastomer hanya
dapat diperolehdangan isosianat alifatik (Allcock, 2003).
Kelompok isosianat dalam posisi para ke grup metil jauh lebih reaktif dari kelompok
isosianat pada posisi orto. Artinya gugus NCO pada posisi 4 lebih reaktif 8-1 kali pada
temperatur 100℃ akan mengakibatkan gugus orto-NCO menjadi lebih cepat daripada gugus

para-NCO (Allcock, 2003). Struktur toluen diisosianat sendiri dapat dilihat pada gambar 2.2.
dibawah ini,
CH3

CH3
NCO

NCO

OCN

NCO
(i)

(ii)

Gambar 2.3. Struktur (i) 2,4-TDI, (ii)2,6-TDI (Kricheldorf,2005)

2.2.1.2.


Poliol

Komponen dasar kedua dari pembentukan poliuretan adalah poliol. Poliol polieter (propilen
glikol dan triol) mempunyai berat molekul antara 400 dan 10000 yang mendominasi
teknologi busa. Busa biasanya dibuat dengan triol, yang membentuk produk crosslink dengan
diisosianat, sedangkan diol mendominasi dalam teknologi elastomer. Poliol propilen oksida
(PPO), yang juga disebut polipropilen glikol (PPG) yang lebih banyak dipakai dalam
pembuatan poliuretan dibandingkan poliol lain dikarenakan harganya yang relatif murah (
Kricheldorf, 2005).
Poliol dapat bereaksi dengan isosianat untuk membentuk poliuretan. Umumnya
makroglikol yang dipakai dalam polimerisasi poliuretan adalah polipropilen glikol (PPG),
polietilen glikol (PEG), dan polibutilen glikol (PBG). Adapun monomer-monomer yang
menyusun rantai PPG dan PEG adalah propilen oksida dan etilen oksida. Poliol yang
memiliki dua gugus hidroksil disebut diol dan yang memiliki tiga gugus hidroksil disebut

Universitas Sumatera Utara

triol dan seterusnya. Poliol digunakan untuk produksi foam poliuretan adalah oligomer.
Oligomer merupakan polimer berat molekul rendah, yang mengandung setidaknya dua gugus
hidroksil yang dapat bereaksi dengan gugus isosianat. Penggunaan makro glikol mencakup

berbagai aspek segi kehidupan dari barang yang bersifat keras sampai yang bersifat lunak
dan elastis. Sifat elastis yang baik sangat bergantung pada berat molekul (BM) dan pada
umumnya terjadi pada poliol dengan berat molekul 1000 hingga 3000 (Narine, dkk., 2007).
Poliol dengan berat molekul yang lebih besar sebagai reaktan utama menghasilkan
rantai polimer dengan gugus uretan yang lenih sedikit dan rantai alkil yang lebih fleksibel.
Segmen lembut tersebut lebih fleksibel bila dibandingkan produk dari poliol dengan berat
molekul yang rendah
( Triwulandari, 2012).

2.2.1.3. Blowing Agent

Bahan Pengembang (blowing agent) adalah salah satu bahan yang diperlukan dalam
pembuatan poliuretan karena bahan pengembang (blowing agent) dapat menghasilkan busabusa. Ada dua tipe bahan Pengembang (blowing agent) : fisika dan kimia. Bahan
pengembang fisika adalah gas-gas (udara, nitrogen, atau karbondioksida) yang oleh tekanan,
larut dalam polimernya, atau cairan-cairan bertitik didih rendah klorofluorokarbon atau
senyawa-senyawa yang lebih bisa diterima oleh lingkungan, yang akan menguap selama
pemanasan. Bahan pengembang kimia dapat terurai oleh pemanasan untuk melepaskan gas.
Contoh-contohnya adalah p,�′ -oksibis-(-benzenasulfonil hidrazida) dan p-toluenasulfonil
semikarbazida, yang menghasilkan nitrogen berturut-turut pada suhu sekitar 160℃ dan 235℃
(Steven, 2001).

Blowing agent yang konvensional salah satunya adalah air, yang merupakan sumber
hidrogen aktif. Untuk pengontrolan yang lebih baik dalam foaming, air destilasi atau
deionisasi digunakan sebagai blowing agent oleh pabrik busa (Youn, dkk., 2007).
2.2.1.4.

Bahan pengisi

Bahan pengisi biasanya berupa material kaku, tidak larut dengan matriks baik dalam keadaan
padat maupun dalam keadaan cair, dan misalnya hanya dapat membentuk dispersi saja.

Universitas Sumatera Utara

Bahan pengisi dapat diklasifikasikan sebagai bahan pengisi organik ataupun anorganik yang
dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut,
Tabel 2.1. Klasifikasi Bahan Pengisi (Xanthos, 2010)
Kelompok Pengisi Kimia
Anorganik:
Oksida
Garam
Silikat

Logam
Organik:
Karbon, Grafit

Contoh

Polimer alami
Polimer sintesis

Serat selulosa, serat kayu, kapas, pati
Poliamida, poliester, dan serat polivinil
alkohol

MgO, ZnO, SiO2 , Sb2 O3 , Al2 O3
Al(OH)3 dan Mg(OH)2
Mika, Kaolin, Momtmorollonit
Boron dan baja
Serat karbon, serat grafit, karbon hitam

Namun berdasarkan kemampuannya untuk memperkuat sifat mekanik vulkanisat

karet, maka bahan pengisi dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :
1.

Bahan pengisi aktif, merupakan bahan pengisi yang mampu meningkatkan sifat mekanik
vulkanisat karet, seperti tegangan putus, ketahanan sobek, ketahanan kikis sehingga
memperpanjang umur pakai.Bahan pengisi jenis ini dinamakan juga sebagai bahan
pengisi penguat (reinforcing filler), diantaranya adalah : carbon black, silica,
aluminium silikat, kalsium silikat.

2.

Bahan pengisi tidak aktif, merupakan bahan pengisi yang tidak mempunyai efek
penguatan terhadap sifat fisik mekanik vulkanisat karet, terutama berfungsi untuk
memperbesar volume sehingga dapat mengurangi jumlah

karet yang dibutuhkan,

meningkatkan kekerasan dan menekan biaya. Bahan pengisi jenis ini dinamakan
sebagai bahan pengisi bukan penguat (non reinforcing filler), contohnya kaolin, talk,
chalk.
2.2.1.5. Pembentukan Poliuretan

Ada dua metode utama pembuatan poliuretan: reaksi biskloroformat dengan diamin dan lebih
penting dari perspektif industri, rekasi diisosianat dengan senyawa-senyawa dihidrasi.
Biskloroformat, yang dipreparasi lewat reaksi diol atau bisfenol dengan fosgena berlebih,

Universitas Sumatera Utara

namun kurang reaktif terhadap klorida-klorida asam, meskipun demikian dapat bereaksi
dengan diamin pada suhu rendah untuk membentuk poliuretan. Poliuetan yang terbentuk
melebur pada suhu sekitar 180℃, dibandingkan dengan 295℃ dengan poliamida yang
strukturnya sebanding (Steven, 2001).
Reaksi pembuatan poliuretan dengan metode reaksi biskloroformat dengan diamin dapat
dilihat pada gambar 2.4. berikut :
O

2Cl

Cl

C

R

HO

+

OH

Diol

Fosfogena

O

O

Cl

O

C

Cl

C

O

R

+

2HCl

Biskloroformat

O

O

Cl

O

C

(CH2)2

O

C

Cl

+ H2N

(CH2)6

NH2

Diamin

Biskloroformat

O

O

C

O

(CH2)2

O

C

NH

(CH2)6

NH

+

2HCl

Poliuretan

Gambar

2.4.

Reaksi
pembentukan
dengan diamin (Steven, 2001)

poliuretan

dari

biskloroformat

Pada dasarnya poliuretan dapat dibuat melalu reaksi polimeriasi antara monomermonomer diisosianat dengan poliol polieter atau poliester. Polieter yang dapat digunakan
sebagai poliol adalah politetrametilen glikol, polietilen glikol, dan polopropilen glikol. Untuk
poliester yang biasa digunakan untun mensintesis poliuretan adalah poliester jenuh yang
mengandung adipat, polipropilen adipat, dan gliserol adipat.

Universitas Sumatera Utara

Jenis dan ukuran setiap monomer pembentuk poliuretan yang digunakan akan
mempengaruhi sifat poliuretan yang dihasilkan. Hal ini membuat poliuretan dapat disintesis
dengan massa jenis dan kekauan bervariasi mulai dari elastomer yang sangat fleksibel hingga
plastik kaku dan rigit (Rohaeti, 2011).
Jika diisosianat atau poliisosianat bereaksi dengan diol atau poliol ( senyawa
polihidrat) akan membentuk poliuretan. Sama seperti poliamdida, poliuretan juga dapat
mengalami ikatan hidrogen. Upaya pertama untuk memebuat poliuretan niaga dilakukan oleh
Bayer di Jerman yang membuat polimer dari heksana-1,6-diisosianat (heksametilena
diisosianat) dari butana-1,4(-1,4-butandiol) ( Cowd, 1991).

2.2.1.6. Busa Poliuretan
Busa poliuretan dapat dibentuk bila secara serentak dibuat polimer poliuretan dan suatu gas.
Jika proses ini seimbang, gelembung gas terjebak dalam kisi-kisi polimer yang terbentuk,
sehingga terbentuk busa. Busa yang kenyal dan busa yang kaku dapat juga dibentuk. Busa
yang sedikit bersambung-silang bersifat kenyal, sedangkan busa yang banyak bersambung
silang bersifat kaku. Dalam pembentukan busa kenyal, dua reaksi terjadi serentak.
diisosianat + poliol →
diisosianat + air



poliuretan
karbondioksida

Busa kenyal dapat berbahan dasar poliester atau polieter. Degan kata lain, poliol adalah
poliester bermassa molekul nisbi rendah atau polieter yang mengandung gugus hidroksil pada
ujungnya (Cowd, 1991).
Busa poliuretan diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu busa fleksibel, busa kaku
dan busa semi kaku. Perbedaan sifat fisik dari tiga tipe busa poliuretan tersebut berdasarkan
pada perbedaan berat molekul, fungsionalitas poliol dan fungsionalitas isosianat
(Cheremisinoff, 1989).
Busa-busa yang fleksibel biasanya dipreparasi dari poliester atau dari polieter
dihidroksi. Busa yang kuat kadang-kadang dipreparasi tanpa air dengan mereaksikan
prapolimer berujung hidroksil dengan diisosianat dengan adanya suatu bahan peniup. Dalam
hal ini, berat molekul akan menjadi naik dengan adanya ikatan-ikata uretan. Busa-busa
demikian merupakan isolator-isolator yang efektif dan istimewa karena bahan peniup yang
tertangkap di dalam sel-sel busa dan memiliki konduktivitas panas yang sangat rendah. Busa-

Universitas Sumatera Utara

busa fleksibel selain dipakai sebagai isolator, dipakai juga sebagai lamiat-laminat tekstil
untuk pakaian musim dingin, panel pelindung pada mobil, kain pelapis tempat tidur, dan
berbagai pemakaian lainnya (Steven, 2001).

2.4.

Karet Alam

Karet alam diperoleh dari tanaman tertentu yang menghasilkan cairan putih ketika
permukannya digores. Pada saat ini karet alam yang dikenal dalam perdagangan berasal dari
pohon karet Hevea brasiliensis (Goutara. 1985). Karet alam adalah polimer isoprena (C5 H8 )
yang mempunyai bobot molekul yang besar. jenis karet yang diperoleh dari pohon Hevea
brasiliensis memiliki ikatan ganda lebih dari 98% dalam konfigurasi cis-nya yang penting
bagi kelenturan atau elastisitas poliisoprena (Tatachiwin, dkk., 2005).

Karet sudah lama sekali digunakan orang, Penggunaaanya meningkat sejak Goodyear
pertama kali memvulkanisasinya pada tahun 1839 dengan cara memanaskan campuran karet
dengan belerang. Industri yang berbahan baku karet alam (kemudian karet sintetik) banyak
didirikan pada awal perkembangan industri kendaraan bermotor. Rumus empiris karet adalah
(C5 H8 )n dan merupakan polimer tinggi dari lantai lurus metil buta-1,3-diena (isoprena)
(Cowd, 1991).
Struktur karet alam dalam konfigurasi cis dan trans dapat dilihat pada gambar 2.5. berikut :

H2C

CH2

H3C

CH2
C

C

C

C

H

H

CH2

CH3
Cis-1,4-poliisoprena

Trans-1,4-poliisoprena

Gambar 2.5. Struktur Karet Alam dalam Konfigurasi Cis dan Trans
(Coed, 1991).

Universitas Sumatera Utara

Komposisi karet untuk komponen dalam latex segar (%) dan komponen dalam latex kering
dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut ini :
Tabel 2.2. Komposisi karet Alam ( Surya, 2006 ).
NO
1
2
3
4
5
6
7

Komponen

2.4.1.

Karet Hidrokarbon
Protein
Karbohidrat
Lipida
Persenyawaan Organik
Persenyawaan Anorganik
Air

Komponen dalam
Latex Segar (%)
36
1,4
1,6
1,6
0,4
0,5
58,5

Komponen dalam
Latex Kering (%)
92- 94
2,5 – 3,5
2,5 – 3,2
0,1 0,5
0,3 – 1,0

Sifat Karet Alam

Karet alam adalah suatu rantai polimer yang tersusun dari hampir semua stuktur sic-1,4 yang
sempurna. Ketika unit-unit rantai membentuk suatu makrmolekul yang terdiri dari isomer
yang sama maka polimer tersebut dikatakan stereoregular. Karena memiliki sifat keteraturan
yang luar biasa ini, maka ikatan karet alam memiliki keteraturan yang baik, khususnya bila
karet ditarik, walaupun sifat kristanilitas karet muncul pada saat penarikan, yang disebut
dengan tegangan putus. Karet alam jika divulkanisasi dengan sulfur, maka dapat membentuk
ikatan silang pada rantai karena adanya ikatan rangkap yang reaktif (Morton, 1987).
Karet alam jika dipanasi menjadi lunak dan lekat, dan kemudian dapat mengalir.
Karet alam larut sedikit dalam benzen. Akan tetapi apabila karet divulkanisasi, dipanasi
sedikit dengan belerang sekitar 2%, karet alam akan mejadi bersambung-silang dan terjadi
perubahan yang luar biasa pada sifatnya. Karet yang belum divulkanisasi bersifat “regas”
ketika diregang, takni makin melunak karena rantainya pecah-pecah dan kusut. Namun, karet
tervulkanisasi jauh lebih tahan regang, kelarutannya berkurang dengan semakin banyaknya
sambung-silang dan bahan tervulkanisasi hanya menggembung sedikit jika disimpan didalam
pelarut. Jika karet divulkanisasi dengan jumlah belerang yang lebih banyak sekitar 30%, akan
dihasilkan bahan yang sangat keras dan tahan secara kimia, yang dikenal sebagai ebonit.

Sifat fisika karet mentah dapat dihubungankan dengan dua komponen yaitu viskositas
yang diperlukan untuk mengukur ketahanan terhadap aliran (deformasi) dan elastisitas yang
menunjukkan jarak diantara ujung-ujung rantai poliisoprena. Terjadinya aliran pada karet

Universitas Sumatera Utara

yang disebabkan oleh adanya tekanan/gaya yang disebabkan oleh dua hal, yaitu: terlepasnya
ikatan didalam atau rantai antara poliisoprena seperti terlepasnya benang-benang yang telah
dirajut dan terlepasnya seluruh ikatan rantai poliisoprena dan satu monomer dengan monomer
yang lain saling tindih akan membentuk lingkungan kristal (Ompusunggu, 1987).

2.4.2.

Jenis-jenis Karet Alam

jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah :
a. Bahan olah karet
b. Karet alam kovensional
c. Lateks pekat
d. Karet bongkah (block rubber)
e. Karet spesifikasi teknis (crumb rubber)
f. Tyre rubber
g. Karet reklim (recaimed rubber). (Tim Penulis. 1992).

2.5.

Karet Alam SIR-10

Karet alam SIR-10 berasal dari koagulan ( lateks yang mudah menggumpal ) atau hasil
olahan seperti lum, getah keping, dan lain lain yang diperoleh dari perkebunan rakyat.
Langkah-langkah dalam proses pengolahan karet alam SIR-10 yaitu dengan pemilihan bahan
baku yang baik, koagulum (lum mangkok, sleb, sit angin, getah sisa, dan lain-lain).
Kemudian dilakukan pembersihan dan pencampuran. Proses pengeringan dilakukan selama
10 hari sampai 20 hari. Kemudian dilakukan proses peremahan, pengemasan bandela (setiap
bandela 33 kg atau 35 kg) dan karet alam SIR-10 soap untuk dipasarkan (Ompusunggu,
1987).

2.6.

Zeolit

Zeolit merupakan bahan material yang memiliki banyak kegunaan. zeolit telah banyak
diaplikasikan sebagai adsorben, penukar ion, dan sebagai katalis. Zeolit adalah mineral kristal
alumina silika tetrahidrat berpori yang mempunyai struktur kerangka tiga dimensi, terbentuk

Universitas Sumatera Utara

oleh tetrahdral [SiO4 ]4− dan [AlO4 ]5− yang saling terhubungkan oleh atom-atom oksigen
sedemikian rupa, sehingga membentuk kerangka tiga dimensi terbuka yang mengandung
kanal-kanal dan rongga-rongga, yang didalamnya terisi oleh ion-ion logam, biasanya adalah
logam-logam alkali atau alkali tanah dan molekul air yang bergerak bebas (Cheetam, 1992).

Di indonesia, zeolit alam banyak terdapat di lapisan batuan yang merupakan
cadangan deposit cukup besar. daerah yang mempunyai kegiatan vulkanik lama dan terusmenerus merupakan daerah yang banyak mengandung zeolit. Berdasarkan pada proses
pembentukannya, zeolit dibedakan antara zeolit alam dan zeolit sintesis. Zeolit alam adalah
zeolit yang merupakan hasil tambang dari batuan zulkanik, sedangkan zeolit sintesis
merupakan zeolit yang berasal dari rekayasa manusia secara kimia dan fisika. Zeolit pada
umumnya

mengandung silika 75% silika dan aluminat sehingga dkategorikan kedalam

bagian dari filler aktif (penguat) yang dapat digunakan untuk proses pembuatan kompon
karet. Dalam pembuatan kompon karet penambahan bahan pengisi non aktif akan menambah
kekerasan

dan

kekakuan

pada

kompon

yang

dihasilkan.

(Williams, 1992).
Zeolit dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti bahan pengisi untuk
industri kertas dan karet, penyaringan air minum, pemurnian limbah industri dan gas,
peternakan, pertanian, perikanan, dan lain-lain. Hal tersebut dikarenakan sifat zeolit yang
potensial dalam industri yaitu memiliki kemampuan sebagai penukar ion (ion exchanger),
sebagai penyerap gas, uap dan cairan serta mempunyao kemampuan mengkatalisa reaksi
(Williams, 1992).
Zeolit mempunyai sifat adsorbsi karena mempunyai pori-pori yang dapat dibedakan
berdasarkan ukurannya mulai dari yang terkecil yakni mikro pori, meso pori dan makro pori.
Mikro pori mempunyai ukuran antara 1,5-1,6 nm dan mempunyai energi adsorbsi tertinggi
dibanding pori-pori yang lebih besar. meso pori mempunyai ukuran sampai 100-200 nm,
makro pori mempunyai ukuran lebih besar dari 200 nm. Mikro dan meso pori mempunyai
sifat adsorpsi yang baik, sedangkan ukuran butir lebih besar dari 1mm tidak mempunyai daya
adsorpsi. Proses aktivasi zeolit dilakukan dengan pemanasan dalam larutan asam/basa pada
suhu pada suhu 400℃. Pemanasan bertujuan untuk menguapkan menguapkan air yang
terperangkap dalam pori-pori kristal dan supaya luas permukaan spesifiknya bertambah
(Dubinin, 1978).

Universitas Sumatera Utara

2.7.

Interpenetrasi jaringan Polimer (IPN)

IPN merupakan suatu cara untuk menggabungkan dua atau lebih polimer yang berbeda dan
dapat bersatu membentuk jaringan yang lain. IPN mempunyai beberapa ciri yang menarik
yang berbanding dengan poliadun biasa atau jaringan masing-masing homopolimer serta
peningkatan sifat mekanik, ketahanan kimia, peningkatan kekuatan, ketahanan panas, dan
ketahanan cuaca karena pengaruh sifat sinergitik akibat dari kesamaan yang dipaksa pada
masing-masing komponen yang berikatan ( Laurent, 2014).
Campuran polimer dan interpenetrasi jaringan polimer (IPN) berbeda dari kopolimer
tetapi kopolimer seperti ini yang digunakan untuk menyatukan sifat-sifat polimer yang
berbeda. Interpenetrasi jaringan polimer merupakan campuran diantara dua jaringan polimer
yang berbeda tanpa ikatan kovalen antara dua jaringan. Sebuah IPN diperoleh oleh ikat silang
serentak atau berurutan dari dua sistem polimer yang berbeda. IPN sintesis adalah satusatunya cara untuk mencapai kesetaraan dengan campuran fisik untuk sistem yang
mengandung polimer terikat silang.
Dua teknik umum yang sering digunakan untuk mensintesis IPN adalah IPN secara
serentak dan IPN secara berurutan (Tamrin, 1997). Sebuah IPN serentak diproduksi dengan
mereaksikan campuran monomer, ikat silang bahan, dan katalis untuk dua sistem saling
silang. Sebuah IPN berurutan diproduksi dengan mereaksikan campuran satu polimer terikat
silang dan bahan-bahan untuk ikat silang linnya (Odian, 2004).
Pencampuran dua atau lebih polimer biasanya akan membentuk morfologi multifasa
karena tidak ditemukannya keseimbangan termodinamika diantara polimer-polimer. Tetapi
jika pencampuran diikuti dengan reaksi ikat silang, maka kinetika dan kekusutan diantara
rantai akan mempengaruhi sifat mekanik IPN. IPN dapat dianggap sebagai satu gabungan
antara dua rangkaian polimer dalam bentuk jaringan, yang mana komponen pertama
disintesis dalam kehadiran jaringan kedua. Kedua komponen tersebut tidak terikat secara
kimia satu sama lain ( Sperling, 1981).

Universitas Sumatera Utara

2.7.1.

Jenis-Jenis IPN

Dua teknik umum yang sering digunakan untuk mensintesis IPN adalah IPN secara berurutan
dan IPN secara serentak. IPN berurutan, dimana jaringan dibuat secara berurutan, rangkai
silang polimer A dibengkakkan dengan monomer kedua dari jenis B dan ditambahkan agen
pengikat silang. IPN serentak dapat dibuat dengan menggabungkan dua polimer, dicampur
dan dimatangkan. Hasil dari pematangan akan diperoleh mekanisme yang berbeda dari kedua
polimer. Polimer pertama membentuk pempolimeran radikal bebas dan polimer kedua terjadi
pempolimeran bertahap (Tamrin. 1997). Sebuah IPN serentak, diproduksi dengan
mereaksikan campuran monomer, ikat silang bahan, dan katalis untuk dua sistem saling
silang. Sebuah IPN berurutan diproduksi dengan mereaksikan campuran satu polimer terikat
silang dan bahan-bahan untuk sistem ikat silang lainnya (Odian, 2004). Gambar 2.6. dibawah
ini menyajikan pembentukan IPN secara berurutan dan serentak,

IPN Berurutan

Polimer I
Monomer

IPN Serentak

Pematangan

Jaringan I
Jaringan II

Pempolimeran radikal
Pempolimeran Bertahap

Gambar 2.6. IPN Berurutan dan IPN Serentak (Odian, 2004).

Semi-IPN merupakan gabungan antara satu polimer berbentuk jaringan satu polimer
dalam bentuk linier. Metode lain sintesis IPN adalah lateks IPN, dimana kedua jaringannya
adalah partikel lateks, bergumpal, dan bercampur membentuk film. Sementara IPN
termoplastik adalah suatu bahan yang hibrid antara campuran polimer dan IPN tersebut lebih

Universitas Sumatera Utara

baik ikat silang fisik dari pada ikat silang kimia. Bahan ini mengalir pada suhu yang tinggi,
sama seperti elastomer termoplastik, membentuk ikat silang menjadi IPN (Tamrin, 1997).

Ada sejumlah Interpenetrasi jaringan polimer komersial, meskipun mereka jarang
diidentifikasi sebagai IPN. Dimasukkannya termoplastik dengan poliester tak jenuh untuk
menurunkan jumlah penyusutan yang terakhir pada rantai silang. Dimasukkannya poliuretan
yang membuat poliester tak jenuh lebih keras dan lebih tangguh. Contoh lain dari IPN yang
digunakan adalah epoksi resin-polisulfida, epoksi resin-poliester, epoksi resin-poliuretan,
poliuretan-poli(metil metakrilat), polisiloksan-poliamida, dan epoksi resin-poli(dialil ptalat).
Banyak dari bahan tersebut tidak "murni". IPN yang telah dijelaskan di atas adalah karena
adanya penyambungan dan ikat silang antara dua komponen. Ini biasanya merupakan
keuntungan untuk menghasilkan IPN dengan pemisahan fasa minimal (Odian, 2004).

2.8.

Analisis dan Karakterisasi Bahan Polimer

2.8.1.

Fourier Transform Infrared (FT-IR)

Konsep radiasi inframerah diajukan pertama kali oleh Sir William Herschel pada 1800
melalui percobannya dalam mendispersikan radiasi matahari dengan prisma, yang mana pada
daerah setelah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan temperatur tertinggi yang berarti
pada daerah panjang gelombang radiasi tersebut banyak menerima kalor (Mulja, 1995).
Pancaran inframerah yan serapannya kurang dari 100 cm-1 ( panjang gelombang
lebih daripada 100 μm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi
putaran molekul, namun spejtrum getaran tampak bukan seperti garis-garis melainkan berupa
pita-pita. Hal itu disebabkan oleh perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumpah
perubahan energi getaran putaran. Dengan pita getaran putaran yang khusunya terletak antara
4000 cm-1 dan 666 cm-1 X (2,5-1,5 μm) yang membuat kimiawan organik berkepentingan.
Kerapatan atau panjang gelombang penyerapan bergantung pada massa nisbi, tetapan gaya
ikatan dan geometri (tata uang) atom-atomnya.spektroskopi bermanfaat untuk jaian
mikrostruktur

2.8.2.

maupun

gugus

fungsi

dalam

polimer

(Hartono,

1995).

Uji Sifat Mekanik

Universitas Sumatera Utara

Sifat Mekanik biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σt) menggunakan
alat tensometer atau dinamometer, bila terhadap diberi tegangan secara praktis, kekuatan tarik
diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan
spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh
tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik
dinyatakan dengan luas penampang semula (Ao).
σt =

Fmaks

(2.1)

Ao

Selama perubahan bentuk, dapat diasumsikan bahwa volume spesimen tidak berubah.
Perpanjangan tegangan pada saat bahan terputus disebut kemuluran.
Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan,
yakni nisbah beban dengan luas penampang, terhadap perpanjangan bahan (regangan), yang
disebut dengan kurva tegangan-regangan. Bentuk kurva tegangan-regangan ini merupakan
karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat mekanis bahan yang lunak, keras, kuat,lemah,
rapuh atau liat (Wirjosentono, 1995).

2.8.3.

Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM berbeda dengan mikroskopi elektron transmisi (TEM) dalam hal bahwa suatu berkas
insiden elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi
dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang terhambur
digunakan untuk memperoduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda
yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang
hampir tiga dimensi . dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya
tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi
sekitar 100 Å. Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen
dalam cat, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas asa dalam polipaduan yang tidak
dapat bercampur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat (Steven,
2001).
Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan elektron pun
terkondensasi di lensa kondesor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objektif
(Kroschwitz, 1990). sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai konduktivitas

Universitas Sumatera Utara

yang tingggi. Karena polimer mempunyai konduktivitas yang rendah maka bahan perlu
dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar listrik ) yang tipis. Bahan yang biasa
digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan
emas atau campuran anatara emas dan paladium (Rusdi, 2008).

2.8.4.

Uji Daya Serap Air

Pengujian sifat fisis daya serap air sesuai dengan SNI 03-2105-2006. Karakterisasi papan
partikel dari SNI 03-2105-2006 yaitu : kerapatan 0,4-0,9 g/cm3, kadar air