Karakteristik Massa Intrabronkial dengan Sitologi Sel pada Pasien Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
DEFINISI DAN JENIS BRONKOSKOPI
Bronkoskopi adalah prosedur pemeriksaan sistem pernapasan jenis
endoskopi (Daniels, 2003) yang digunakan untuk melihat laring, trakea, dan
saluran napas bawah apakah terdapat kelainan atau tidak, untuk mengambil
contoh jaringan atau sekret, untuk membersihkan jalan napas, dan sebagainya.
(Carson-DeWitt, 2008)
Terdapat dua jenis bronkoskopi yang digunakan sehari-hari sesuai
dengan indikasi penggunaan bronkoskopi, yaitu :
a.
Bronkoskopi Kaku (Rigid Bronchoscopy)
Bronkoskopi kaku berbentuk tabung berongga, lurus, kaku, mempunyai
panjang dan diameter yang berbeda-beda dengan rentang dari 5mm sampai
13,5mm. Untuk ketebalan dari dindingnya yaitu sekitar 2-3mm. Pada bagian
ujung distal bronkoskopi dibentuk sedemikian rupa sehingga meminimalkan
trauma saat melewati pita suara. Dalam pelaksanaan bronkoskopi kaku,
diperlukan anestesi umum sehingga risiko efek sampingnya lebih besar (Plekker
et al., 2010). Pada umumnya, bronkoskopi kaku digunakan untuk indikasi
terapeutik, yaitu seperti menyingkirkan benda asing atau darah yang menghambat
jalan
napas,
melakukan
dilatasi
saluran
napas
yang
menyempit,
dan
menghancurkan massa dengan menggunakan laser. (WebMD, 2011)
Gambar 1. Bronkoskopi Kaku (Rigid Bronchoscopy)
Sumber : WebMD, 2011
Universitas Sumatera Utara
b.
Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL)
Bronkoskopi serat optik lentur berbentuk tabung tipis, lentur, mempunyai
panjang 600mm, dan diameter sekitar 2,2-6,4mm. Karena kelenturannya,
bronkoskopi ini dapat melihat ke atas sampai dengan sudut 120o dan melihat ke
bagian bawah sampai sudut 180o/130o. Selain itu, pada bagian ujung BSOL,
terdapat cahaya yang membantu dokter untuk melihat saluran napas lebih jelas.
Pada pelaksanaannya, bronkoskopi serat optik lentur menggunakan kombinasi
anestesi lokal dan obat penenang, dimana efek sampingnya menjadi lebih sedikit
dan lebih nyaman untuk pasien (Plekker et al., 2010). Pada umumnya, BSOL
lebih sering digunakan sebagai alat diagnostik dan penilaian preoperatif seperti
kanker, infeksi, peradangan, mengambil contoh jaringan untuk biopsi, dan
membantu memfiksasi bronkus saat operasi. (WebMD, 2011)
Gambar 2. Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL)
Sumber : WebMD, 2011
2.2.
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI BRONKOSKOPI
Indikasi untuk bronkoskopi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu indikasi
diagnostik, terapeutik, dan penilaian preoperatif atau penelitian. (Plekker et al.,
2010)
a.
Diagnostik
(i) Evaluasi gejala, misalnya batuk tanpa alasan yang jelas, mengi atau
hemoptisis.
(ii) Evaluasi dari pencitraan dada (chest imaging) yang abnormal seperti
massa pada paru, infiltrat difus, atelektasis atau efusi pleura.
Universitas Sumatera Utara
(iii) Untuk mendiagnosis proses patologis melalui contoh jaringan yang dapat
diambil secara : biopsi endobronkial, biopsi transbronkial, sikatan
bronkus,
bronchoalveolar
lavage
(BAL),
transbronchial
needle
aspiration (TBNA).
b.
Terapeutik
Indikasi penggunaan bronkoskopi sebagai tindakan terapeutik, yaitu:
menyingkirkan benda asing, manajemen hemoptisis masif, pneumotoraks, abses
paru, trauma toraks, asma, lesi mediastinal (Utz dan Prakash, 1994), ablasi laser
endobronkial, elektrokauter, krioterapi, brakiterapi, terapi fotodinamik, dilatasi
jalan napas
yang stenosis, penempatan stent, termoplasti, dan ablasi
radiofrekuensi. (Plekker et al., 2010)
c.
Penilaian Preoperatif atau Penelitian
Indikasi penggunaan bronkoskopi sebagai penilaian preoperatif atau
penelitian, yaitu membantu menentukan posisi operasi secara lebih baik,
memfiksasi bronkus saat operasi, prosedur penentuan staging kanker, intervensi
daerah dada, biopsi endobronkial dalam penelitian penyakit-penyakit pada jalan
napas, BAL (bronchoalveolar lavage) dalam penelitian penyakit paru difus.
(Plekker et al., 2010)
Bronkoskopi tidak selalu digunakan dalam keadaan apapun, dimana terdapat
beberapa kontraindikasi yang perlu diperhatikan sehingga pelaksanaan prosedur
bronkoskopi tidak memperburuk kondisi pasien. Berikut beberapa situasi dengan
risiko tinggi untuk bronkoskopi, yaitu: (Plekker et al., 2010)
a.
Jantung : aritmia yang mengancam jiwa, infark miokardium 4 minggu
sebelumnya, angina tidak stabil.
b.
Respiratori : hipoksemia persisten yang membutuhkan oksigen tambahan,
gagal napas akut dengan hiperkapnia.
c.
Kondisi yang berhubungan dengan peningkatan risiko perdarahan akibat
biopsi : trombosit kurang dari 50.000 per mikroliter, koagulopati, uremia
berat, sindroma vena cava superior, hipertensi pulmonari.
d.
Pasien yang tidak kooperatif.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
VISUALISASI (GAMBARAN) BRONKOSKOPI
Menurut Zulkifli (1983) dalam penelitian Umar dkk. (2006), terdapat
beberapa kriteria gambaran bronkoskopi yang dapat diuraikan sebagai berikut :
Tabel 2.1. Kriteria Penampakan Bronkoskopi
1. Massa (adalah gumpalan
a. Obstruksi
(adalah (i) Total
atau benda yang terbuat
kondisi atau keadaan (ii) Parsial
dari
beberapa
tersumbat)
yang
(Setiawan
kohesi
partikel
mengakibatkan keadaan
patologis)
(Setiawan
dkk.,
2002)
b. Permukaan
(i) Berbenjol-benjol
dkk., 2002)
(ii) Rata
c. Mukosa
(i) Compang-camping
(ii) Licin
(iii) Mudah berdarah
(iv) Tidak
mudah
berdarah
2. Infiltratif
penimbunan
(adalah
a. Hiperemis
bahan
b. Submukosa
patologis dalam jaringan
atau
sel
normal
yang
atau
tidak
dalam
*Minimal 3 kriteria
tidak
rata
c. Nekrosis
d. Edema
jumlah yang berlebihan)
(Setiawan dkk., 2002)
3. Stenosis
(adalah
a. Total
penyempitan duktus atau
b. Tidak total
kanal
c. Kompresif
yang
abnormal)
(Setiawan dkk., 2002)
d. Nonkompresif
e. Infiltratif
4. Peradangan
atau
inflamasi (adalah respons
a. Hiperemis
b. Edema
Universitas Sumatera Utara
protektif setempat yang
ditimbulkan oleh cedera
atau kerusakan jaringan
yang
ditandai
dengan
nyeri, panas, kemerahan,
bengkak, dan hilangnya
fungsi) (Setiawan dkk.,
2002)
5. Bronkus Normal
a. Mukosa normal
Pink pucat (palepink)
atau berwarna merah
kuning
b. Tidak
ada
benda
asing
c. Tidak ada sekresi
abnormal
Sumber : Zulkifli (1983) dalam Umar dkk. (2006)
Berikut contoh gambaran massa intrabronkial, yaitu :
Gambar 3. Bronkus Utama Kanan Menyempit (Kiri) dan Tumor Paru (Kanan)
Sumber : Soeroso, 2013
Universitas Sumatera Utara
2.4.
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL
Beberapa cara pengambilan sampel yang dilakukan sesuai kebutuhan,
dengan atau tanpa panduan dari fluoroskopi, yaitu : (Lechtzin, 2009)
a.
Cucian Bronkus (Bronchial Washing), sekitar 10-30ml saline diinjeksikan
melalui bronkoskopi pada daerah bronkus yang dicurigai adanya kelainan dan
sesudah itu disedot kembali melalui jalan napas untuk melihat bakteri dan
sitologi tumor bila ada. (Bonella et al., 2010)
b.
Sikatan Bronkus (Bronchial Brushing), sikat diletakkan pada bagian depan
bronkoskopi dan digunakan untuk mengelupas lesi-lesi yang dicurigai untuk
memperoleh sel. (Lechtzin, 2009)
c.
Bronchoalveolar lavage (BAL), sekitar 50-200ml (kira-kira 100ml pada
orang dewasa) saline steril diinfuskan pada bagian distal bronchoalveolar
tree dan setelah itu disedot kembali keluar untuk memperoleh sel-sel,
partikel-partikel yang dihirup, organisme infeksius, dan cairan dari saluran
napas bawah. (Bonella et al., 2010)
d.
Biopsi Endobronkial, forceps dilewatkan melalui bronkoskopi dan jalan
napas untuk memperoleh contoh sel atau jaringan pada satu atau lebih sisi
pada parenkim paru. Biopsi endobronkial dapat dipandu dengan x-ray atau
tidak. Berdasarkan penelitian, untuk mengurangi risiko terjadinya efek
samping pneumotoraks, lebih baik biopsi ini dipandu dengan x-ray. (Lechtzin,
2009)
e.
Transbronchial Needle Aspiration, jarum yang dapat ditarik dimasukkan
melalui bronkoskopi dan bisa digunakan untuk mengambil sampel sebuah
massa atau pembesaran kelenjar getah bening mediastinum (Lechtzin, 2009).
Jarum yang biasa digunakan yaitu ukuran 21G (kecil) dan 19G (besar). (Herth,
2010)
2.5.
DEFINISI KANKER PARU
Kanker paru adalah kanker yang terbentuk pada jaringan paru, yang pada
umumnya berasal dari sel-sel epitel yang melapisi saluran yang dilewati udara
(jalan napas) ataupun yang merupakan hasil metastasis dari kanker di bagian
Universitas Sumatera Utara
organ lainnya. Kanker paru termasuk salah satu penyebab kematian paling banyak
di dunia pada pria maupun wanita. Terdapat dua jenis kanker paru, yaitu tipe
kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) dan tipe kanker paru karsinoma bukan
sel kecil (KPKBSK). Kedua tipe ini dapat didiagnosis dengan melihat gambaran
sel-sel kanker di bawah mikroskop. (National Cancer Institute, 2012)
2.6.
JENIS DAN SITOLOGI KANKER PARU
Menurut WHO (2010), kanker paru dapat dibagi berdasarkan jenis
sitologinya, yaitu : (Husain dan Kumar, 2010)
a.
Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK)
(i) Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma jenis ini paling sering ditemukan pada pria dan berkaitan erat
dengan riwayat merokok. Secara histologi, tumor ini ditandai dengan adanya
keratinisasi dan atau jembatan antarsel. Keratinisasi dapat membentuk suatu
squamous pearls atau sel individual dengan sitoplasma padat yang sangat
eosinofilik. Gambaran ini mencolok pada tumor yang berdiferensiasi baik,
mudah ditemukan pada tumor berdiferensiasi sedang, tetapi hanya ditemukan
setempat-setempat pada tumor yang kurang berdiferensiasi. Pada tumor yang
berdiferensiasi buruk tampak aktivitas mitosis yang lebih tinggi. Dahulu,
sebagian besar karsinoma sel skuamosa ditemukan di tengah bronkus
segmental atau subsegmental. Namun, insidens karsinoma sel skuamosa dari
jaringan paru perifer kini meningkat.
Gambar 4. Karsinoma Sel Skuamosa Diferensiasi Baik yang
Memperlihatkan Keratinisasi
Sumber : Husain dan Kumar, 2010
Universitas Sumatera Utara
(ii) Adenokarsinoma
Karsinoma ini merupakan tumor epitel ganas dengan diferensiasi kelenjar
atau pembentukan musin oleh tumor. Adenokarsinoma memperlihatkan
beragam pola pertumbuhan, baik murni atau yang lebih sering, campuran.
Pola-pola ini adalah asinus, papilaris, bronkioalveolus, dan solid dengan
pembentukan musin. Adenokarsinoma merupakan jenis kanker paru tersering
pada wanita dan bukan perokok. Dibandingkan dengan karsinoma sel
skuamosa, lesi biasanya terletak lebih perifer dan cenderung lebih kecil.
Adenokarsinoma perifer kadang kala berhubungan dengan jaringan parut.
Gambar 5. Adenokarsinoma Pembentuk Kelenjar yang Menghasilkan
Musin pada Tumor
Sumber : Husain dan Kumar, 2010
(iii) Karsinoma Sel Besar
Karsinoma ini merupakan tumor epitel ganas tidak berdiferensiasi yang
tidak memperlihatkan gambaran sitologi karsinoma bukan sel kecil dan
diferensiasi kelenjar atau skuamosa. Sel-sel biasanya memiliki nukleus besar,
nukleolus mencolok, dan sitoplasma berjumlah sedang. Karsinoma sel besar
mungkin mencerminkan karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma yang
sedemikian tidak berdiferensiasinya sehingga tidak lagi dapat dikenali dengan
mikroskop cahaya. Akan tetapi, secara ultrastruktur sering ditemukan
diferensiasi skuamosa atau kelenjar yang minimal.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Karsinoma Sel Besar, dengan Sel Tumor Pleomorfik, Anaplastik, dan
Tidak Adanya Diferensiasi Skuamosa atau Kelenjar
Sumber : Husain dan Kumar, 2010
b.
Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)
Karsinoma jenis ini merupakan tumor yang sangat ganas dan memiliki jenis
sel yang khas. Sel epitel tampak kecil dengan sedikit sitoplasma, batas sel samar,
kromatin nukleus granular halus (pola garam dan merica), dan nukleolus tidak
jelas atau tanpa nukleolus. Sel-sel tampak bulat, oval, berbentuk gelendong, dan
bentuk nukleus tampak jelas. Ukuran sel tumor tidak ada yang absolut, tetapi
secara umum lebih kecil daripada limfosit pada keadaan istirahat dengan aktivitas
mitosis yang tinggi. Nekrosis sering dijumpai dan luas. Pada karsinoma sel kecil
tidak perlu menentukan derajat, karena pada umumnya berderajat tinggi.
Karsinoma sel kecil ini berhubungan erat dengan riwayat merokok dan hanya
sekitar 1% terjadi pada yang bukan merokok. Karsinoma ini timbul di bronkus
utama dan di bagian perifer paru. Tumor ini adalah tumor yang paling agresif,
bermetastasis luas, dan pada hakikatnya tidak dapat disembuhkan secara bedah.
Gambar 7. Karsinoma Sel Kecil dengan Pulau-Pulau Sel Kecil yang Sangat
Basofilik dan Fokus-Fokus Nekrosis
Sumber : Husain dan Kumar, 2010
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
DEFINISI DAN JENIS BRONKOSKOPI
Bronkoskopi adalah prosedur pemeriksaan sistem pernapasan jenis
endoskopi (Daniels, 2003) yang digunakan untuk melihat laring, trakea, dan
saluran napas bawah apakah terdapat kelainan atau tidak, untuk mengambil
contoh jaringan atau sekret, untuk membersihkan jalan napas, dan sebagainya.
(Carson-DeWitt, 2008)
Terdapat dua jenis bronkoskopi yang digunakan sehari-hari sesuai
dengan indikasi penggunaan bronkoskopi, yaitu :
a.
Bronkoskopi Kaku (Rigid Bronchoscopy)
Bronkoskopi kaku berbentuk tabung berongga, lurus, kaku, mempunyai
panjang dan diameter yang berbeda-beda dengan rentang dari 5mm sampai
13,5mm. Untuk ketebalan dari dindingnya yaitu sekitar 2-3mm. Pada bagian
ujung distal bronkoskopi dibentuk sedemikian rupa sehingga meminimalkan
trauma saat melewati pita suara. Dalam pelaksanaan bronkoskopi kaku,
diperlukan anestesi umum sehingga risiko efek sampingnya lebih besar (Plekker
et al., 2010). Pada umumnya, bronkoskopi kaku digunakan untuk indikasi
terapeutik, yaitu seperti menyingkirkan benda asing atau darah yang menghambat
jalan
napas,
melakukan
dilatasi
saluran
napas
yang
menyempit,
dan
menghancurkan massa dengan menggunakan laser. (WebMD, 2011)
Gambar 1. Bronkoskopi Kaku (Rigid Bronchoscopy)
Sumber : WebMD, 2011
Universitas Sumatera Utara
b.
Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL)
Bronkoskopi serat optik lentur berbentuk tabung tipis, lentur, mempunyai
panjang 600mm, dan diameter sekitar 2,2-6,4mm. Karena kelenturannya,
bronkoskopi ini dapat melihat ke atas sampai dengan sudut 120o dan melihat ke
bagian bawah sampai sudut 180o/130o. Selain itu, pada bagian ujung BSOL,
terdapat cahaya yang membantu dokter untuk melihat saluran napas lebih jelas.
Pada pelaksanaannya, bronkoskopi serat optik lentur menggunakan kombinasi
anestesi lokal dan obat penenang, dimana efek sampingnya menjadi lebih sedikit
dan lebih nyaman untuk pasien (Plekker et al., 2010). Pada umumnya, BSOL
lebih sering digunakan sebagai alat diagnostik dan penilaian preoperatif seperti
kanker, infeksi, peradangan, mengambil contoh jaringan untuk biopsi, dan
membantu memfiksasi bronkus saat operasi. (WebMD, 2011)
Gambar 2. Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL)
Sumber : WebMD, 2011
2.2.
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI BRONKOSKOPI
Indikasi untuk bronkoskopi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu indikasi
diagnostik, terapeutik, dan penilaian preoperatif atau penelitian. (Plekker et al.,
2010)
a.
Diagnostik
(i) Evaluasi gejala, misalnya batuk tanpa alasan yang jelas, mengi atau
hemoptisis.
(ii) Evaluasi dari pencitraan dada (chest imaging) yang abnormal seperti
massa pada paru, infiltrat difus, atelektasis atau efusi pleura.
Universitas Sumatera Utara
(iii) Untuk mendiagnosis proses patologis melalui contoh jaringan yang dapat
diambil secara : biopsi endobronkial, biopsi transbronkial, sikatan
bronkus,
bronchoalveolar
lavage
(BAL),
transbronchial
needle
aspiration (TBNA).
b.
Terapeutik
Indikasi penggunaan bronkoskopi sebagai tindakan terapeutik, yaitu:
menyingkirkan benda asing, manajemen hemoptisis masif, pneumotoraks, abses
paru, trauma toraks, asma, lesi mediastinal (Utz dan Prakash, 1994), ablasi laser
endobronkial, elektrokauter, krioterapi, brakiterapi, terapi fotodinamik, dilatasi
jalan napas
yang stenosis, penempatan stent, termoplasti, dan ablasi
radiofrekuensi. (Plekker et al., 2010)
c.
Penilaian Preoperatif atau Penelitian
Indikasi penggunaan bronkoskopi sebagai penilaian preoperatif atau
penelitian, yaitu membantu menentukan posisi operasi secara lebih baik,
memfiksasi bronkus saat operasi, prosedur penentuan staging kanker, intervensi
daerah dada, biopsi endobronkial dalam penelitian penyakit-penyakit pada jalan
napas, BAL (bronchoalveolar lavage) dalam penelitian penyakit paru difus.
(Plekker et al., 2010)
Bronkoskopi tidak selalu digunakan dalam keadaan apapun, dimana terdapat
beberapa kontraindikasi yang perlu diperhatikan sehingga pelaksanaan prosedur
bronkoskopi tidak memperburuk kondisi pasien. Berikut beberapa situasi dengan
risiko tinggi untuk bronkoskopi, yaitu: (Plekker et al., 2010)
a.
Jantung : aritmia yang mengancam jiwa, infark miokardium 4 minggu
sebelumnya, angina tidak stabil.
b.
Respiratori : hipoksemia persisten yang membutuhkan oksigen tambahan,
gagal napas akut dengan hiperkapnia.
c.
Kondisi yang berhubungan dengan peningkatan risiko perdarahan akibat
biopsi : trombosit kurang dari 50.000 per mikroliter, koagulopati, uremia
berat, sindroma vena cava superior, hipertensi pulmonari.
d.
Pasien yang tidak kooperatif.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
VISUALISASI (GAMBARAN) BRONKOSKOPI
Menurut Zulkifli (1983) dalam penelitian Umar dkk. (2006), terdapat
beberapa kriteria gambaran bronkoskopi yang dapat diuraikan sebagai berikut :
Tabel 2.1. Kriteria Penampakan Bronkoskopi
1. Massa (adalah gumpalan
a. Obstruksi
(adalah (i) Total
atau benda yang terbuat
kondisi atau keadaan (ii) Parsial
dari
beberapa
tersumbat)
yang
(Setiawan
kohesi
partikel
mengakibatkan keadaan
patologis)
(Setiawan
dkk.,
2002)
b. Permukaan
(i) Berbenjol-benjol
dkk., 2002)
(ii) Rata
c. Mukosa
(i) Compang-camping
(ii) Licin
(iii) Mudah berdarah
(iv) Tidak
mudah
berdarah
2. Infiltratif
penimbunan
(adalah
a. Hiperemis
bahan
b. Submukosa
patologis dalam jaringan
atau
sel
normal
yang
atau
tidak
dalam
*Minimal 3 kriteria
tidak
rata
c. Nekrosis
d. Edema
jumlah yang berlebihan)
(Setiawan dkk., 2002)
3. Stenosis
(adalah
a. Total
penyempitan duktus atau
b. Tidak total
kanal
c. Kompresif
yang
abnormal)
(Setiawan dkk., 2002)
d. Nonkompresif
e. Infiltratif
4. Peradangan
atau
inflamasi (adalah respons
a. Hiperemis
b. Edema
Universitas Sumatera Utara
protektif setempat yang
ditimbulkan oleh cedera
atau kerusakan jaringan
yang
ditandai
dengan
nyeri, panas, kemerahan,
bengkak, dan hilangnya
fungsi) (Setiawan dkk.,
2002)
5. Bronkus Normal
a. Mukosa normal
Pink pucat (palepink)
atau berwarna merah
kuning
b. Tidak
ada
benda
asing
c. Tidak ada sekresi
abnormal
Sumber : Zulkifli (1983) dalam Umar dkk. (2006)
Berikut contoh gambaran massa intrabronkial, yaitu :
Gambar 3. Bronkus Utama Kanan Menyempit (Kiri) dan Tumor Paru (Kanan)
Sumber : Soeroso, 2013
Universitas Sumatera Utara
2.4.
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL
Beberapa cara pengambilan sampel yang dilakukan sesuai kebutuhan,
dengan atau tanpa panduan dari fluoroskopi, yaitu : (Lechtzin, 2009)
a.
Cucian Bronkus (Bronchial Washing), sekitar 10-30ml saline diinjeksikan
melalui bronkoskopi pada daerah bronkus yang dicurigai adanya kelainan dan
sesudah itu disedot kembali melalui jalan napas untuk melihat bakteri dan
sitologi tumor bila ada. (Bonella et al., 2010)
b.
Sikatan Bronkus (Bronchial Brushing), sikat diletakkan pada bagian depan
bronkoskopi dan digunakan untuk mengelupas lesi-lesi yang dicurigai untuk
memperoleh sel. (Lechtzin, 2009)
c.
Bronchoalveolar lavage (BAL), sekitar 50-200ml (kira-kira 100ml pada
orang dewasa) saline steril diinfuskan pada bagian distal bronchoalveolar
tree dan setelah itu disedot kembali keluar untuk memperoleh sel-sel,
partikel-partikel yang dihirup, organisme infeksius, dan cairan dari saluran
napas bawah. (Bonella et al., 2010)
d.
Biopsi Endobronkial, forceps dilewatkan melalui bronkoskopi dan jalan
napas untuk memperoleh contoh sel atau jaringan pada satu atau lebih sisi
pada parenkim paru. Biopsi endobronkial dapat dipandu dengan x-ray atau
tidak. Berdasarkan penelitian, untuk mengurangi risiko terjadinya efek
samping pneumotoraks, lebih baik biopsi ini dipandu dengan x-ray. (Lechtzin,
2009)
e.
Transbronchial Needle Aspiration, jarum yang dapat ditarik dimasukkan
melalui bronkoskopi dan bisa digunakan untuk mengambil sampel sebuah
massa atau pembesaran kelenjar getah bening mediastinum (Lechtzin, 2009).
Jarum yang biasa digunakan yaitu ukuran 21G (kecil) dan 19G (besar). (Herth,
2010)
2.5.
DEFINISI KANKER PARU
Kanker paru adalah kanker yang terbentuk pada jaringan paru, yang pada
umumnya berasal dari sel-sel epitel yang melapisi saluran yang dilewati udara
(jalan napas) ataupun yang merupakan hasil metastasis dari kanker di bagian
Universitas Sumatera Utara
organ lainnya. Kanker paru termasuk salah satu penyebab kematian paling banyak
di dunia pada pria maupun wanita. Terdapat dua jenis kanker paru, yaitu tipe
kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) dan tipe kanker paru karsinoma bukan
sel kecil (KPKBSK). Kedua tipe ini dapat didiagnosis dengan melihat gambaran
sel-sel kanker di bawah mikroskop. (National Cancer Institute, 2012)
2.6.
JENIS DAN SITOLOGI KANKER PARU
Menurut WHO (2010), kanker paru dapat dibagi berdasarkan jenis
sitologinya, yaitu : (Husain dan Kumar, 2010)
a.
Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK)
(i) Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma jenis ini paling sering ditemukan pada pria dan berkaitan erat
dengan riwayat merokok. Secara histologi, tumor ini ditandai dengan adanya
keratinisasi dan atau jembatan antarsel. Keratinisasi dapat membentuk suatu
squamous pearls atau sel individual dengan sitoplasma padat yang sangat
eosinofilik. Gambaran ini mencolok pada tumor yang berdiferensiasi baik,
mudah ditemukan pada tumor berdiferensiasi sedang, tetapi hanya ditemukan
setempat-setempat pada tumor yang kurang berdiferensiasi. Pada tumor yang
berdiferensiasi buruk tampak aktivitas mitosis yang lebih tinggi. Dahulu,
sebagian besar karsinoma sel skuamosa ditemukan di tengah bronkus
segmental atau subsegmental. Namun, insidens karsinoma sel skuamosa dari
jaringan paru perifer kini meningkat.
Gambar 4. Karsinoma Sel Skuamosa Diferensiasi Baik yang
Memperlihatkan Keratinisasi
Sumber : Husain dan Kumar, 2010
Universitas Sumatera Utara
(ii) Adenokarsinoma
Karsinoma ini merupakan tumor epitel ganas dengan diferensiasi kelenjar
atau pembentukan musin oleh tumor. Adenokarsinoma memperlihatkan
beragam pola pertumbuhan, baik murni atau yang lebih sering, campuran.
Pola-pola ini adalah asinus, papilaris, bronkioalveolus, dan solid dengan
pembentukan musin. Adenokarsinoma merupakan jenis kanker paru tersering
pada wanita dan bukan perokok. Dibandingkan dengan karsinoma sel
skuamosa, lesi biasanya terletak lebih perifer dan cenderung lebih kecil.
Adenokarsinoma perifer kadang kala berhubungan dengan jaringan parut.
Gambar 5. Adenokarsinoma Pembentuk Kelenjar yang Menghasilkan
Musin pada Tumor
Sumber : Husain dan Kumar, 2010
(iii) Karsinoma Sel Besar
Karsinoma ini merupakan tumor epitel ganas tidak berdiferensiasi yang
tidak memperlihatkan gambaran sitologi karsinoma bukan sel kecil dan
diferensiasi kelenjar atau skuamosa. Sel-sel biasanya memiliki nukleus besar,
nukleolus mencolok, dan sitoplasma berjumlah sedang. Karsinoma sel besar
mungkin mencerminkan karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma yang
sedemikian tidak berdiferensiasinya sehingga tidak lagi dapat dikenali dengan
mikroskop cahaya. Akan tetapi, secara ultrastruktur sering ditemukan
diferensiasi skuamosa atau kelenjar yang minimal.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Karsinoma Sel Besar, dengan Sel Tumor Pleomorfik, Anaplastik, dan
Tidak Adanya Diferensiasi Skuamosa atau Kelenjar
Sumber : Husain dan Kumar, 2010
b.
Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)
Karsinoma jenis ini merupakan tumor yang sangat ganas dan memiliki jenis
sel yang khas. Sel epitel tampak kecil dengan sedikit sitoplasma, batas sel samar,
kromatin nukleus granular halus (pola garam dan merica), dan nukleolus tidak
jelas atau tanpa nukleolus. Sel-sel tampak bulat, oval, berbentuk gelendong, dan
bentuk nukleus tampak jelas. Ukuran sel tumor tidak ada yang absolut, tetapi
secara umum lebih kecil daripada limfosit pada keadaan istirahat dengan aktivitas
mitosis yang tinggi. Nekrosis sering dijumpai dan luas. Pada karsinoma sel kecil
tidak perlu menentukan derajat, karena pada umumnya berderajat tinggi.
Karsinoma sel kecil ini berhubungan erat dengan riwayat merokok dan hanya
sekitar 1% terjadi pada yang bukan merokok. Karsinoma ini timbul di bronkus
utama dan di bagian perifer paru. Tumor ini adalah tumor yang paling agresif,
bermetastasis luas, dan pada hakikatnya tidak dapat disembuhkan secara bedah.
Gambar 7. Karsinoma Sel Kecil dengan Pulau-Pulau Sel Kecil yang Sangat
Basofilik dan Fokus-Fokus Nekrosis
Sumber : Husain dan Kumar, 2010
Universitas Sumatera Utara