Kehidupan Sosial Pelanggar Qanun No. 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat di Kota Langsa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NAMA
NIM
: CUT PUTRI ANDALIA
: 120902017
ABSTRAK
KEHIDUPAN SOSIAL PELANGGAR QANUN NO. 14 TAHUN 2003 TENTANG
KHALWAT DI KOTA LANGSA
Hukuman cambuk merupakan bentuk penghukuman baru di dalam
perundangan Indonesia yang diharapkan dapat mengurangi tingkat kejahatan atau
pelanggaran syari’at di Aceh. Maka tidak jarang timbul perbedaan pandangan di
masyarakat terkait dengan pelaksanaan hukuman cambuk, baik itu dilihat dari segi
Qanun itu sendiri ataupun dilihat dari Hukum Adat setempat. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi hukuman cambuk terhadap
pelanggar Qanun Khalwat Di Kota Langsa.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan analisis
data deskriptif. Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga macam, yaitu
informan utama berjumlah 5 orang pelaku khalwat yang pernah di cambuk di
Kota Langsa, informan kunci berjumlah 3 orang, yaitu Danton WH di Dinas
Syariat Islam Kota Langsa, Sekretaris pada Dinas Syariat Islam Kota Langsa, dan
Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Kota Langsa, serta informan tambahan berjumlah 3
orang yaitu 2 orang keluarga dari pelaku yang pernah di cambuk dan 1 orang
Geuchiek (Kepala Desa). Metode pengumpulan data yang di lakukan adalah
melalui wawancara mendalam serta observasi langsung ke lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi hukum cambuk terhadap
pelanggar qanun khalwat (mesum) di kota Langsa telah dilaksanakan sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan dan aturan yang tertuang dalam qanun
syariat islam No. 14 tahun 2003 tentang khalwat (mesum), sesuai dengan tupoksi
dan ruang lingkup kerja masing – masing. Pelaksanaan hukuman cambuk belum
sepenuhnya memberikan efek jera bagi para pelanggar karena adanya batasanbatasan pada saat dilakukan hukum cambuk seperti cara melakukan cambukan,
jumlah cambukan yang diberikan. Berkaitan dengan hal tersebut keluarga dari
para pelanggar berharap agar pemberian sanksi bagi para pelanggar qanun
khalwat (mesum) dapat dipertegas agar benar-benar dirasakan sakit dan
memberikan efek jera bila perlu dilakukan hukuman rajam. Sebagai pertimbangan
untuk mengurangi dampak negatif yang di sebabkan oleh kasus khalwat (mesum)
di harapkan kepada masyarakat yang di yakini sebagai lingkungan kedua setelah
keluarga, yakni kembali menghidupkan kontrol sosial terhadap pergaulan
masyarakat khususnya usia remaja dan dewasa, serta tindakan-tindakan pencegah
atas pengaruh negatif lingkungan.
Kata Kunci: Kehidupan, Sosial, Pelanggar, Qanun No. 14 Tahun 2003,
Khalwat.
iii
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITY OF SUMATRA UTARA FACULTY OF SOCIAL SCIENCE
AND POLITICAL SCIENCE
DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
NAME
NIM
: CUT PUTRI ANDALIA
: 120902017
ABSTRACT
LAW WHIP IMPLEMENTATION TO VIOLATORS OF QANUN KHALWAT
IN LANGSA CITY
Flogging is a new form of punishment in Indonesian law which is expected
to reduce the level of crime or breach of Shari'ah in Aceh . It is not uncommon
arise differences of opinion in the community related to the implementation of the
caning , be it in terms of Qanun itself nor seen from the local Customary Law .
This study aims to determine how the implementation of flogging against
offenders Qanun Seclusion In Langsa .
This research is a descriptive study using descriptive data analysis .
Informants in this study is divided into three kinds , namely key informants of 5
people khalwat ever caned in Langsa , key informants totaling 3 , that Danton WH
in the Department of Islamic Sharia Langsa , Secretary of the Department of
Islamic Sharia Langsa , and Kasi Pidum Langsa District Attorney , as well as
additional informants totaling 3 ie 2 family of actors who've whipped and one
person Geuchiek (Village Head ) . Methods of data collection that is done is
through in-depth interviews and direct observation in the field.
The results showed that the implementation of the law against violators
qanuns whip khalwat (nasty) in the town of Langsa has been carried out in
accordance with established procedures and rules contained in the Islamic
Shari'a Qanun No. 14 of 2003 on khalwat (nasty), in accordance with the duties
and scope of work each - each. Enforce sentences have not fully provide a
deterrent effect for offenders because of their limitations at the time of caning as
how to make lashes, given the number of lashes. In this regard the families of
offenders hope that sanctions for offenders qanun khalwat (nasty) can be
emphasized in order to really feel pain and provide a deterrent effect when
necessary stoning. As consideration for reducing the negative impact caused by
the case of seclusion (nasty) is expected to communities believed to be
environmentally second after the family, revive the social control of the
association community, especially teens and adults, as well as the actions of a
deterrent on the negative influence environment.
Keyword : Implementation , Law Whips , Qanun , Khalwat
iv
Universitas Sumatera Utara
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NAMA
NIM
: CUT PUTRI ANDALIA
: 120902017
ABSTRAK
KEHIDUPAN SOSIAL PELANGGAR QANUN NO. 14 TAHUN 2003 TENTANG
KHALWAT DI KOTA LANGSA
Hukuman cambuk merupakan bentuk penghukuman baru di dalam
perundangan Indonesia yang diharapkan dapat mengurangi tingkat kejahatan atau
pelanggaran syari’at di Aceh. Maka tidak jarang timbul perbedaan pandangan di
masyarakat terkait dengan pelaksanaan hukuman cambuk, baik itu dilihat dari segi
Qanun itu sendiri ataupun dilihat dari Hukum Adat setempat. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi hukuman cambuk terhadap
pelanggar Qanun Khalwat Di Kota Langsa.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan analisis
data deskriptif. Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga macam, yaitu
informan utama berjumlah 5 orang pelaku khalwat yang pernah di cambuk di
Kota Langsa, informan kunci berjumlah 3 orang, yaitu Danton WH di Dinas
Syariat Islam Kota Langsa, Sekretaris pada Dinas Syariat Islam Kota Langsa, dan
Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Kota Langsa, serta informan tambahan berjumlah 3
orang yaitu 2 orang keluarga dari pelaku yang pernah di cambuk dan 1 orang
Geuchiek (Kepala Desa). Metode pengumpulan data yang di lakukan adalah
melalui wawancara mendalam serta observasi langsung ke lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi hukum cambuk terhadap
pelanggar qanun khalwat (mesum) di kota Langsa telah dilaksanakan sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan dan aturan yang tertuang dalam qanun
syariat islam No. 14 tahun 2003 tentang khalwat (mesum), sesuai dengan tupoksi
dan ruang lingkup kerja masing – masing. Pelaksanaan hukuman cambuk belum
sepenuhnya memberikan efek jera bagi para pelanggar karena adanya batasanbatasan pada saat dilakukan hukum cambuk seperti cara melakukan cambukan,
jumlah cambukan yang diberikan. Berkaitan dengan hal tersebut keluarga dari
para pelanggar berharap agar pemberian sanksi bagi para pelanggar qanun
khalwat (mesum) dapat dipertegas agar benar-benar dirasakan sakit dan
memberikan efek jera bila perlu dilakukan hukuman rajam. Sebagai pertimbangan
untuk mengurangi dampak negatif yang di sebabkan oleh kasus khalwat (mesum)
di harapkan kepada masyarakat yang di yakini sebagai lingkungan kedua setelah
keluarga, yakni kembali menghidupkan kontrol sosial terhadap pergaulan
masyarakat khususnya usia remaja dan dewasa, serta tindakan-tindakan pencegah
atas pengaruh negatif lingkungan.
Kata Kunci: Kehidupan, Sosial, Pelanggar, Qanun No. 14 Tahun 2003,
Khalwat.
iii
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITY OF SUMATRA UTARA FACULTY OF SOCIAL SCIENCE
AND POLITICAL SCIENCE
DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
NAME
NIM
: CUT PUTRI ANDALIA
: 120902017
ABSTRACT
LAW WHIP IMPLEMENTATION TO VIOLATORS OF QANUN KHALWAT
IN LANGSA CITY
Flogging is a new form of punishment in Indonesian law which is expected
to reduce the level of crime or breach of Shari'ah in Aceh . It is not uncommon
arise differences of opinion in the community related to the implementation of the
caning , be it in terms of Qanun itself nor seen from the local Customary Law .
This study aims to determine how the implementation of flogging against
offenders Qanun Seclusion In Langsa .
This research is a descriptive study using descriptive data analysis .
Informants in this study is divided into three kinds , namely key informants of 5
people khalwat ever caned in Langsa , key informants totaling 3 , that Danton WH
in the Department of Islamic Sharia Langsa , Secretary of the Department of
Islamic Sharia Langsa , and Kasi Pidum Langsa District Attorney , as well as
additional informants totaling 3 ie 2 family of actors who've whipped and one
person Geuchiek (Village Head ) . Methods of data collection that is done is
through in-depth interviews and direct observation in the field.
The results showed that the implementation of the law against violators
qanuns whip khalwat (nasty) in the town of Langsa has been carried out in
accordance with established procedures and rules contained in the Islamic
Shari'a Qanun No. 14 of 2003 on khalwat (nasty), in accordance with the duties
and scope of work each - each. Enforce sentences have not fully provide a
deterrent effect for offenders because of their limitations at the time of caning as
how to make lashes, given the number of lashes. In this regard the families of
offenders hope that sanctions for offenders qanun khalwat (nasty) can be
emphasized in order to really feel pain and provide a deterrent effect when
necessary stoning. As consideration for reducing the negative impact caused by
the case of seclusion (nasty) is expected to communities believed to be
environmentally second after the family, revive the social control of the
association community, especially teens and adults, as well as the actions of a
deterrent on the negative influence environment.
Keyword : Implementation , Law Whips , Qanun , Khalwat
iv
Universitas Sumatera Utara