Efek Antiinfsi Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Gigi Kelinci (Oryctogalus Cuniculus) (Penelitian In Vivo)

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Kesehatan pulpa merupakan hal yang paling penting dalam keberhasilan
prosedur restoratif.18Respon selular dan molekuler terjadi di dalam pulpa sebagai
reaksi terhadap karies dan trauma, dan hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
inflamasi dan/atau regenerasi pada jaringan dan sel. Pulpa, sama seperti jaringan lain
pada tubuh yang terkena injuri, pada awalnya akan meningkatkan pertahanan dengan
menyingkirkan infeksi dan memungkinkan penyembuhan luka untuk terjadi.19
Salah satu bahan medikamen yang mulai banyak digunakan untuk perawatan
endodonti adalah biodentin. Biodentin merupakan semen bioaktif baru dengan bahanbahan mekanis menyerupai dentin yang memiliki banyak kegunaan dengan
biokompabilitas tinggi. Namun, harga biodentin tergolong agak mahal dibandingkan
bahan medikamen lainnya.20Oleh karena itu, diharapkan ekstrak kulit manggis yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dikembangkan menjadi bahan kaping pulpa dan
memiliki efek antiinflamasi dengan harga yang relatif terjangkau.

2.1 Pulpa
Pulpa adalah jaringan lunak yang terdiri dari mesenkim yang terletak di
tengah gigi. Pulpa dikelilingi oleh dinding yang kaku sehingga tidak mampu

berekspansi ketika terkena injuri, dimanan bengkak merupakan salah satu proses
inflamasi. Hal ini menyebabkan pulpa rentan terhadap perubahan tekanan dan
mempengaruhi ambang sakit.2,4
Pulpa terdiri dari sel, substansi dasar, serat, cairan interstisial, odontoblas,
fibroblas dan komponen seluler lainnya. Pulpa juga merupakan sistem mikrosirkular
yang terdiri dari arteriol-arteriol dan venula sebagai komponen vaskular
terbesar.4Suplai darah yang minimum pada pulpa ini mengurangi kapasitas pulpa
dalam memperbaiki injuri yang terjadi.4

Universitas Sumatera Utara

6

Gambar 1. Anatomi gigi (kiri) ; Anatomi pulpa (kanan)4
Pulpa terbagi ataskoronal (ruang pulpa) dan radikuler (saluran akar). Bagian
lainnya yaitu tanduk pulpa,orifisi kanal, kanal lateral, dan foramen apikal. Anatomi
internal dari komponen pulpa ini diubah oleh pembentukan dentin sekunder atau
sementum.

2.1.1


Fungsi Pulpa

Pulpa memiliki 5 fungsi:4


Induksi

Pulpa turut serta dalam proses inisiasi dan pembentukan dentin, yang
kemudian akan membentuk enamel.


Formasi

Odontoblas membentuk dentin dengan 3 cara yaitu mensintesa dan
mensekresi matriks-matriks inorganik, mengantarkan komponen inorganik ke matriks
yang baru terbentuk dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk proeses
mineralisasi matriks.



Pertahanan

Odontoblas dapat membentuk dentin sebagai respon dari injuri, trauma atau
prosedur restoratif. Selain itu, pulpa mempunyai kemampuan untuk memproses dan
mengidentifikasi substansi asing dan mengaktifkan respon imun terhadapnya.

Universitas Sumatera Utara

7


Nutrisi

Pulpa menyuplai nutrisi yang penting untuk pembentukan dentin (contohnya,
dentin peritubular) dan hidrasi melalui tubulus dentin.


Sensasi/ Inervasi

Pulpa mentransmisikan sensasi saraf yang dimediasikan melalui dentin atau

enamel ke saraf pusat yang lebih tinggi, yang diekspresikan melalui rasa sakit.

2.1.2

Inervasi/Persarafan Pulpa

Rasa sakit merupakan fenomena kompleks yang terjadi akibat potensial yang
ada di gigi dibangkitkan oleh suatu rangsangan yang mengaktifkan sinyalnya ke otak.
Apapun rangsangan yang mengenai pulpa, baik secara termis, kemis ataupun mekanis
akan menghasilkan rasa sakit pada pulpa. Intensitas, lokasi dan kualitas dari rasa sakit
akan berbeda, tergantung pada tipe rangsangannya, serta tipe dari serabut saraf yang
bekerja di dalam prosesnya.Sistem saraf pada pulpa merupakan media yang tepat
dalam memberikan sinyal yang berpotensi menyebabkan kerusakan pada gigi.21,22
Komponen jaringan saraf pulpa terdiri atas serabut syaraf sensori dan serabut
saraf motorik, dimana serabut saraf sensorik merupakan cabang dari saraf kranial ke
V yang disebut saraf trigeminal. Serabut-serabut saraf tersebut memasuki pulpa
melalui foramen apikal bersama dengan pembuluh darah. Setelah memasuki pulpa,
kumpulan saraf tersebut mengarah ke koronal dan terbagi menjadi cabang-cabang
yang lebih kecil sampai sebuah aksin membentuk jaringan pertahanan di dekat batas
pulpa-dentin, yang disebut pleksus Raschkow. Akson-akson ini juga bisa masuk ke

dalam tubulus dentin dalam bentuk ujung-ujung saraf.4
Serabut-serabut saraf sensorik pada pulpa diklasifikasikan menurut diameter,
kecepatan konduksi dan fungsinya menjadi dua : A fibers yang bermielin dan C fibers
yang tidak bermielin. Keduanya memiliki peranan dalam fungsi pertahanan. Hal yang
perlu diperhatikan bahwa satu serabut saraf telah dilaporkan dapat mensarafi pulpa
pada beberapa gigi sekaligus.4

Universitas Sumatera Utara

8

Gambar 2 Gambaran skematis yang menunjukkan lokasi serabut saraf sensorik
di dalam pulpa dan dentin. Persentasi tubulus yang dipersarafi di
daerah A-D pada tabel di sebelah kiri. Px = Pleksus Raschkow; cfz
= cell-free zone; O = Odontoblas; p = predentin.20

Serabut saraf yang memiliki diameter lebih besar diklasifikasikan menjadi A
fibers. 90% dari A fibers merupakan Aδ fibers, dan sisanya Aβ fibers. A fibers
terletak pada batas dentin-pulpa di bagian koronal dan terkonsentrasi di tanduk pulpa.
Aδ fibers lebih cepat dalam mengkonduksi, memiliki ambang rangsang yang rendah

dan bertanggung jawab atas rasa sakit yang tajam, cepat, sesaat dan terlokalisir.
Karakteristik ini menjadikan mereka sebagai serabut saraf pertama yang berekasi dan
mentransimisikan rangsangan sakit meskipun tidak ada kerusakan yang irreversibel.
Serabut A fibers memiliki diameter 2-5µm dengan kecepatan konduksi 6-30m/s.4,21,22

Universitas Sumatera Utara

9

Gambar 3 Serabut-serabut saraf pada pulpa. Warna merah : A
delta fibers, warna kuning : C fibers4
Serabut saraf yang dengan diameter yang lebih kecil diklasifikasikan menjadi
C fibers. C fiberslebih lambat dalam mengkonduksi signal dan bertanggung jawab
atas rasa sakit yang tumpul dan berdenyut. Reseptor sakit menyampaikan pesan ke
otak dengan nilai yang berbeda tergantung ukuran, diameter dan selaput dari saraf
tersebut. C fibers terletak di dalam inti atau bagian sentral dari pulpadan teraktivasi
oleh rangsangan panas(termis). Diameter C fibers berkisar antara 0,4-1µm dan
kecepatan konduksinya 0,5-2m/s.4,21,22

2.1.3


Sel Pulpa

Sebagai bagian dari pertahanan gigi melawan bakteri, sel-sel dalam pulpa
akan melepaskan mediator-mediator molekuler seperti sitokin dan kemokin, yang
mengarahkan sel-sel inflamasi dan sel-sel imun ke daerah infeksi dan injuri.Setelah
itu, sel-sel ini akan mengeliminasi bakteri dan menyingkirkan debris dari jaringan
host yang dihasilkan. Sumber dari mediator molekular dari respon imun tergantung
pada tingkatan infeksi karena di tingkatan yang relatif awal dari inflamasi sel yang
akan terlibat adalah sel odontoblas, kemudian dilanjutkan oleh fibroblas, sel-sel

Universitas Sumatera Utara

10

endotelilal dan sel imun jaringan yang akan mendeteksi dan memberikan respon
terhadap bakteri.4

2.1.3.1 Sel Odontoblas
Odontoblas merupakan sel yang paling khas pada pulpa. Odontoblas

membentuk suatu lapisan di perifer dan mensintesa matriks, yang kemudian
termineralisasi dan menjadi dentin. Di bagian koronal dari ruang pulpa terdapat
banyak sekali odontoblas dan berukuran relatif besar dan berbentuk kolom.
Jumlahnya sebanyak 45.000-65.000/mm2 di area tersebut. Di bagian servikal dan
bagian tengah dari akar jumlahnya semakin sedikit dan berbentuk pipih (squamous).
Dalam masa hidupnya, yang dimana hampir sama dengan periode vitalitas pulpa,
odontoblas melalui fase fungsional, transisional dan istirahat, yang ditandai dengan
ukuran sel dan ekspresi organel yang berbeda.19
Odontoblas yang terletak di perifer pulpa merupakan sel pertama yang
menghadapi invasi bakteri. Odontoblas juga merupakan sel yang paling aktif dalam
pembentukan awal dentin. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sel odontoblas
merupakan sel immunokompeten yang mampu mendalangi respon imun.Odontoblas
utamanya mensintesa kolagen tipe I dan proteoglikan. Selain itu, odontoblas juga
mensekresi sialoprotein, alkalin fosfatase, fosfoforin. 19,23

2.1.3.2 Sel Fibroblas
Fibroblas merupakan tipe sel yang paling umum dan paling banyak terdapat di
dalam pulpa. Sel ini cenderung berkonsentrasi pada daerah kaya sel, terutama pada
bagian koronal. Fibroblas pada pulpa tidak pernah bertumbuh dan tetap berada dalam
keadaan yang tidak berubah, berbeda dengan fibroblas pada jaringan ikat lainnya.24

Fibroblas mensintesa kolagen tipe I dan III, membentuk substansi dasar, serta
bertanggung jawab dalam memproduksi dan mensekresi komponen ekstraselular
matriks lainnya seperti proteoglikan dan fibronektin.Matriks protein yang dihasilkan
terlibat dalam proses penyembuhan luka dan perbaikan jaringan epitel. Fibroblas

Universitas Sumatera Utara

11

yang distimulasi oleh sitokin-sitokin inflamasi dan produk-produk bakteri berperan
pada degradasi jaringan ikat selama inflamasi pulpa.25

2.1.3.3 Sel-sel Mesenkim yang Tidak Berdiferensiasi
Sel-sel mesenkim ini terdistribusi di daerah kaya sel dan zona sentral pulpa
dan sering menempati area perivaskuler. Sel-sel ini memiliki bentuk stelata dengan
rasio nukleus-sitoplasma yang tinggi. Namun, sel-sel ini sulit dibandingkan dengan
sel fibroblas di bawah mikroskop. Setelah menerima rangsangan, sel-sel ini akan
berdiferensiasi dan berubah menjadi fibroblas atau odontoblas. Jumlah sel-sel ini
akan menurun pada sel pula dewasa, bersamaan dengan menurunnya kemampuan
regenerasi jaringan pulpa.25


2.1.3.4 Sel Dendritik
Pulpa dilengkapi dengan komponen seluler yang penting untuk pengenalan
awal dan pemrosesan antigen, oleh sebab itu pulpa memiliki reaksi untuk memicu
reaksi pertahanan tubuh. Sel imun utama pada sel pulpa normal adalah sel , makrofag
dan sel dentritik.
Sel dendritik pulpa merupakan sel-sel immunokompeten pulpa yang berfungsi
sebagai sel penyaji antigen(Antigen presenting cell/APC). Sel-sel dendritik banyak
dijumpai di daerah perivaskuler, tersusun dengan aksis longitunalnya paralel dengan
sel-sel endotel. Selain itu, sel-sel dendritikmempunyai kapasitas yang kuat untuk
memberikan sinyal yang menyebabkan proliferasi sel-sel T dibandingkan terhadap sel
makrofag. 25,26

2.1.4

Sel Inflamasi Pulpa

2.1.4.1 Leukosit Polimorfonuklear/Neutrofil
Leukosit merupakan sel utama yang tampak pada abses mikro dan efektif
dalam menghancurkan serta memfagositosis bakteri dan sel-sel mati.Bentuk yang

paling umum dari leukosit adalah neutrofil, meskipun neutrofil tidak tampak pada
pulpa yang sehat. Neutrofilmemiliki diameter 10-12 µ m di dalam hapusan darah

Universitas Sumatera Utara

12

dilihatsecara histologi. Neutrofil bisa diidentifikasi melalui inti selnyayang
multilobus.Ciri khas yang dimiliki neutrofil adalah kemampuannya untuk berpindah
tempat, dimana sel terbanyak yang pertama kali masuk ke daerah injuri adalah
neutrofil. Ketika sampai di daerah injuri, neutrofil akan mengenali substansisubstansi asing dan memfagositosis bakteri. 4,27

Gambar 4 Sel Neutrofil (panah hitam)22

2.1.4.2 Makrofag
Sel ini berasal dari sel mesenkim yang tidak berdiferensiasi atau monosit.
Monosit merupakan sel kedua yang akan masuk ke dalam daerah injuri setelah
neutrofil. Sel berbentuk oval besar atau gelendong yang terlibat dalam proses
eliminasi sel-sel yang mati, debris, bakteri, benda asing,dll. Penyembuhan luka secara
normal tergantung pada keikutsertaan makrofag dalam respon imun, makrofag akan
menjadi sel yang utama setelah sel neutrofil mati.Makrofag memiliki diameter sekitar
20µm dan memiliki inti sel yang berbentuk seperti ginjal. Sitoplasmanya terlihat
seperti tentakel dari sel pseudopia atau seperti kail. 4,27,28

Universitas Sumatera Utara

13

Gambar 5 Sel Makrofag dan Neutrofil (panah hitam)23

2.1.4.3 Limfosit
Dalam pulpa normal, umumnya ditemukan T-limfosit namun B-limfosit
sangat jarang. Sel-sel ini muncul pada lokasi injuri setelah invasi neutrofil. Kehadiran
dari T-limfosit dan B-limfosit menandakan adanya iritasi yang persisten, karena selsel tersebut diasosiasikan dengan injuri dan dihasilkan oleh respon imun. T-Limfosit
memegang peranan penting dalam regulasi imun dan respon inflamasi melalui
sekresi sitokin antiinflamasi seperti InterLeukin 10. 27

Gambar 6 Sel Limfosit (panah hitam)22

Universitas Sumatera Utara

14

2.1.4.4 Sel Mast
Sel mast berdiameter 6-12µm dan memiliki inti sel yang bulat. Sitoplasmanya
dipenuhi oleh granul-granul yang basofilik dan metakromatik. Sel mast terdistribusi
secara merata di jaringan ikat dan jarang ditemukan pada jaringan pulpa normal.
Granul dari sel mast mengandung heparin dan histamin yang merupakan mediator
inflamasi. Ketika terstimulasi, sel mast akan berdegranulasi melepaskan histamin
yang mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah
kemudian membebaskan cairan dan leukosit.23,28

Gambar 7. Sel Mast dan Fibroblas23

2.1.4.5 Sel Plasma
Sel plasma merupakan sel yang bebas, dengan diameter 10-20µm dan
berbentuk bulat atau poligonal. Inti sel plasma berbentuk bulat dan terletak agak ke
tepi sehingga sitoplasmanya tampak lebih luas. Sitoplasmanya bersifat basofilik dan
tidak memiliki granul. Sel tipe ini umumnya muncul setelah invasi neutrofil ke
daerah injuri berlangsung. Sel plasma tidak terlihat pada jaringan pulpa yang sehat,
namun sel ini diasosiasikan dengan injuri dan respon imun dalam menghancurkan,
merusak, atau menetralisasikan substansi-substansi asing. Kehadiran sel plasma
mengindikasikan adanya iritasi yang persisten. Sel plasma merupakan diferensiasi
dari sel limfosit B setelah berkontak dengan suatu antigen.23,28

Universitas Sumatera Utara

15

Gambar 8. Sel Plasma23

2.2 Inflamasi Pulpa
Sama seperti bagian tubuh yang lain, inflamasi juga bisa terjadi pada pulpa.
Inflamasi pulpa tidak terjadi hanya saat bakteri yang terdapat pada gigi yang rusak
mencapai pulpa. Bakteri mungkin saja telah mencapai pulpa lebih cepat dan memulai
proses inflamasi lebih dulu. Inflamasi yang terjadi bisa berupa akut atau kronis,
karena sama seperti jaringan lainnya, pulpa akan bereaksi terhadap bahan iritan
dengan respon imun. Derajat inflamasi akan mempengaruhi intensitas dan keparahan
dari kerusakan jaringan. 2
Proses inflamasi akan dimulai saat jaringan mengalami kerusakan jaringan
dan berlangsung selama 3-5 hari. Inflamasi memiliki 2 fase yaitu fase vaskular dan
fase selular. Fase selular ditandai awal dengan adanya vasokonstriksi pembuluh yang
terkena injuri. Vasokonstriksi memperlambat aliran darah ke jaringan injuri,
membentuk koagulasi darah. Dalam hitungan menit, histamin, prostaglandin E1 dan
E2, bersama dengan sel darah putih, akan menyebabkan vasodilatasi serta membuka
ruang kecil di antara sel endotelial sehingga plasma darah lolos dan leukosit
bermigrasi ke jaringan interstisial. 29
Gejala utama dari inflamasi yaitu kemerahan, bengkak, rasa panas, sakitdan
hilangnya fungsi–rubor et tumour cum calore et dolore etfunctio laesa-. Rasa panas
dan kemerahan disebabkan oleh vasodilatasi; bengkak disebabkan oleh transudat

Universitas Sumatera Utara

16

cairan; dan rasa sakit dan kehilangan fungsi disebabkan oleh histamin, kinin, dan
prostaglandin yang dilepaskan oleh leukosit, juga disertai dengan tekanan dari
udema.29
Stimulus awal inflamasi memicu pelepasan mediator kimia dari plasma atau
jaringan ikat. Mediator terlarut tersebut akan bekerja sama atau secara berurutan
memperkuat respon awal inflamasi dan mempengaruhi perubahannya dengan
mengatur respon vaskular dan selular. Mediator kimiawi yang penting dalam proses
inflamasi antara lain:
a.

Histamin

Histamin secara luas telah dikenal sebagai mediator kimiawi pada radang
akut. Histamin mengakibatkan dilatasi vaskuler, peningkatan permeabilitas kapiler,
kontraksi otot nonvaskular dan menstimulasi reseptor yang berperan dalam rasa sakit.
b. Sitokin
Sitokinin, termasuk di dalamnya interleukin(IL) 1-10, tumor necrosis factor ∝

(TNF-∝), dan interferon � (INF- �) diproduksi secara dominan oleh makrofag dan

limfosit. Peranan sitokin di dalam inflamasi sangat kompleks. Polipeptida ini akan
mengatur aktivitas dan fungsi sel lainnya untuk mengkordinasi dan mengontrol
proses inflamasi.
c. Metabolisme asam arakidonat
Asam arakidonat merupakan prekusor dari sejumlah besar mediator inflamasi.
Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan, maka enzim
fosfolipase diaktivasi untuk mengubah fosfolipid tersebut menjadi asam arakidonat,
kemudian sebagian diubah oleh enzim siklooksigenase dan seterusnya menjadi
prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan. Bagian lain dari asam arakidonat diubah
oleh enzim lipooksigenase menjadi leukotrien.
Enzim pertama dalam jalur pembentukan prostaglandin adalah prostaglandin
G/H sintetase, atau yang dikenal dengan nama siklooksigenase (COX). Enzim ini
mengubah asam arakidonat (AA) menjadi Prostaglandin G2 (PGG2) dan
Prostaglandin H2 (PGH2) , yang akan diubah menjadi tromboksan A2 (TXA2) dan
bentuk prostaglandin lainnya. Prostaglandin yang paling berperan dalam suatu proses

Universitas Sumatera Utara

17

inflamasi adalah PGE2, PGD2, dan PGI2 (prostasiklin). PGE2 dan PGI2
menyebabkan peningkatan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular. PGE2 juga
terlibat dalam hiperalgesia dan demam.
d. Bradikinin
Bradikinin merupakan mediator yang penting dalam proses inflamasi.
Bradikinin bekerja dengan meningkatkan permeabilitas dan vasodilatasivaskular,
serta mengaktivasi fosfolipase A2 untuk melepaskan asam arakidonat. Selain itu,
bradikinin juga berperan sebagai mediator utama dari rasa sakit yang merupakan
tanda kardinal dari inflamasi akut.
e.

Nitrik Oksida (NO)

Nitrik oksida dihasilkan oleh proses inflamasi dan akan mengirimkan signal
penting antar sel dalam proses fisiologis dan patofisiologis inflamasi. Nitrik oksida
mengaktifkan bentuk konstitutif dan induksi siklooksigenase (COX-1 dan COX-2),
yang menentukan tingkatan enzim untuk sintesis PGE2 selama proses inflamasi.
Sebagian kecil dari nitrik oksida berperan dalam vasodilatasi dan antiaggregasi
trombosit.
Pada saat terjadi injuri, pulpa akan terpapar dan akan terjadi inflamasi pulpa
dengan tahap-tahap: (1) homeostasis dan pembentukan gumpalan darah; (2) respons
inflamasi; (3) proliferasi sel dan/atau perekrutan sel-sel; dan (4) remodeling jaringan.
Proses penyembuhan pada jaringan ikat selalu ditandai dengan karakteristik adanya
keempat tahap di atas. Kegagalan untuk menghilangkan proses inflamasi dapat
menyebabkan proses inflamasi kronis, dan seterusnya nekrosis pulpa.26,30
2.3 Pulpitis Reversibel
Pulpitis reversibel adalah kondisi inflamasi ringan sampai sedang pada pulpa
yang diakibatkan oleh rangsangan berbahaya dimana pulpa masih sanggup untuk
kembali ke keadaan normal setelah rangsangan dihilangkan. Ketidaknyamanan terjadi
saat rangsangan seperti dingin atau manis diaplikasikan dan akan hilang beberapa saat
setelah rangsangan disingkirkan.2 Pulpitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti bakteri, bahan kimia, karies, fraktur, abses, poket periodontal, trauma ,

Universitas Sumatera Utara

18

kuretase, kesalahan secara iatrogenik. Jika pulpitis reversibel tidak segera dirawat
maka pulpa akan berubah menjadi nekrotik.4
Secara

mikroskopis,

berdilatasi,pengeluaran

cairan

akan
udema,

tampak
kekacauan

pembuluh
dari

darah

lapisan

yang

odontoblas,

terbentuknya dentin reparatif dan adanya sel-sel inflamasi akut dan kronis. Gigi yang
mengalami pulpitis reversibel akan bereaksi secara normal terhadap perkusi, palpasi,
dan jaringan periapikal terlihat normal pada pemeriksaan radiografi.18

2.4 Kaping Pulpa
Terapi pulpa konservatif bertujuan untuk mempertahankan vitalitas dan
kesehatan jaringan pulpa, oleh sebab itu jaringan pulpa yang terpapar karena terkena
trauma harus segera dirawat agar tidak terjadi peradangan yang jika tidak dirawat
dapat mengakibatkan kematian pada pulpa. Salah satu cara untuk mempertahankan
vitalitas pulpa yaitu dengan prosedur kaping pulpa. Kaping pulpa terbagi menjadi dua
yaitu kaping pulpa indirek dan kaping pulpa direk. Kaping pulpa indirek dilakukan
pada kasus restorasi lesi karies yang dalam, dimana bahan kaping pulpa diletakkan di
atas selapis tipis dentin yang tersisa. Kaping pulpa direk didefinisikan sebagai
perawatan pada pulpa vital yang terpapar dengan meletakkan bahan kaping pulpa
langsung di atas pulpa yang mengalamai cedera untuk memfasilitasi pembentukan
dentin reparatif dan menjaga vitalitas pulpa. Indikasi kaping pulpa direk yaitu apabila
pulpa terpapar karena cedera mekanis atau disebabkan oleh karies yang masih
sedikit.31

2.5 Bahan Kaping Pulpa
2.5.1 Biodentin
Biodentinmerupakan suatu bahan pengganti dentin yang bersifat bioaktif yang
diperkenalkan oleh Septodont(2009). Komposisi bubuk biodentin yang paling utama
yaitu kalsium trisilikat dan kalsium disilikat berperan untuk meregulasi reaksi setting.
Komponen lainnya yaitu kalsium oksida dan kalsium karbonat sebagai filler, besi
oksida sebagai shading

dan zirkonium dioksida sebagai radio-opacifier. Cairan

Universitas Sumatera Utara

19

untuk diaduk bersama biodentin terdiri dari polimer yang larut dalam air dan kalsium
kloridauntuk mempercepat reaksi setting. Biodentin mengundang banyak perhatian
beberapa tahun terakhir dan telah dianjurkan untuk digunakan dalam aplikasi klinis.
seperti perforasi akar, apeksifikasi, resopsi,retrograde filling, prosedur kaping pulpa,
dan pengganti dentin.32,33,34
Biodentin memiliki setting time

yang cepat (12 menit), biokompabilitas

tinggi, kekuatan kompresif tinggi, kemampuan sealing

baik, dan mudah untuk

digunakan, serta keserbagunaannya dalam prosedur perbaikan dan restoratif dalam
endodonti tanpa meninggalkan stain pada gigi yang dirawat. Selain itu, biodentin bisa
menstimulasi regenerasi jaringan dan memiliki respon yang baik terhadap pulpa.20
Zanini et al (2012) menyatakan biodentin bersifat bioaktif karena
menginduksi diferensiasi sel-sel mirip odontoblas serta meningkatkan proliferasi sel
dan biomineralisasi pulpa. Biodentin menjaga vitalitas pulpa tanpa menimbulkan
reaksi radang dan mempercepat proses penyembuhan pulpa. Biodentin bekerja
dengan menginduksi mineralisasi setelah diaplikasikan. Mineralisasi terjadi dalam
bentuk osteodentin dengan meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor Beta 1
(TGF-β1) dari sel pulpa, serta menstimulasi odontoblas dan sel diferensiasi yang akan
membentuk dentin reactionary dan dentin tersier. 33,35
Penelitian yang dilakukan oleh Golberg (2009) terhadap gigi molar maksilla
tikus yang dipreparasi dengan kavitas bentuk setengah lingkaran(kelas V) kemudian
diisi dengan Biodentin dan Fuji IX GIC menunjukkan bahwa setelah 8 hari, inflamasi
pulpa moderat di sepertiga mesial ruang pulpa. Inflamasi hilang setelah 15 hari.
Selanjutnya peneltian yang dilakukan oleh Shayegan (2012) untuk melihat respon sel
inflamasi dan pembentukan jaringan keras pada gigi hewan coba yang telah di
kaping pulpa dengan biodentin menghasilan jaringan pulpa yang normal tampa
adanya tanda inflamasi. Dalam sebuah studi klinis dan histologis, Nowicka et al
(2013) melihat respon dari pulpa gigi manusia yang dilapisi dengan biodentin.
Mereka menemukan mayoritas dari spesimen membentuk jembatan dentin yang
komplit tanpa adanyarespon inflamasi pulpa.20,34

Universitas Sumatera Utara

20

2.5.2 Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)
Kalsium hidroksida dikenal telah menjadi “gold standart” dalam perawatan
kaping pulpa selama beberapa dekade terakhir. Kalsium hidroksida mempunyai
kemampuan antibakteri yang baik sehingga dapat menimisasai atau mengeliminasi
penetrasi bakteri dan iritasi pada jaringan pulpa. Mekanisme ini belum sepenuhnya
dimengerti, namun penelitian menyatakan bahwa karena pH kalsium hidroksida yang
tinggi sehingga mengiritasi pulpa, yang mana merangsang terjadinya perbaikan
melalui protein yaitu Bone Morphogenic Protein (BMP) dan Transforming Growth
Factor-Beta One (TGF-β1). Keduanya menunjukkan kemampuan dalam menstimulasi
perbaikan pada pulpa dan remineralisasi dentin. Kekurangan kalsium hidroksida yaitu
tidak memiliki sifat adesif, kemampuan sealing yang kurang baik, dapat larut di
bawah restorasi dan mengakibatkan terjadinya tunnel defects.36

2.5.3

Mineral Trioxide Aggregate (MTA)

MTA merupakan biomaterial yang awalnya disarankan sebagai bahan pengisi
saluran akar pada gigi yang telah dirawat endodontik. Komponen utamanya adalah
trikalsium silikat, aluminat trikalsium, oksida dan oksida trikalsium silikat. Beberapa
keunggulan dari MTA adalah kemampuan penyegelan yang tinggi, biokompatibilitas
terhadap jaringan, tidak menimbulkan inflamasi, kemampuannya untuk membentuk
dentinal bridge dan sementum serta regenerasi ligament periodontal. Disamping itu
MTA juga memiliki sifat antibakteri dan lebih radiopak dari dentin schingga
mempermudah membedakannya dalam radiografi. Karena sifat-sifatnya ini MTA
digunakan sebagai bahan perawatan dalam bidang endodontik yaitu: sebagai
perawatan perforasi saluran akar, pulpotomi, apeksifikasi akar dan pulpa kaping
direk. Namun, MTA memiliki beberapa kekurangan, seperti setting time yang lama,
sangat mudah larut, dan memiliki potensi diskolorisasi pada gigi.36

2.6Buah manggis sebagai bahan alternatif
Dalam dekade belakangan ini di tengah banyaknya jenis obat modern di
pasaran dan munculnya berbagai jenis obat modern yang baru, terdapat

Universitas Sumatera Utara

21

kecenderungan global untuk kembali ke alam (back to nature). Sampai saat ini, telah
banyak pemanfaatan tanaman global untuk menanggulangi beberapa penyakit seperti
diare, disentri, eksim dan penyakit kulit lainnya. Salah satu tanaman Indonesia yang
bisa dimanfaatkan untuk tujuan tersebut adalah buah manggis.37,38

Gambar 9. Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
Manggis merupakan pohon buah yang berasal dari daerah Asia Tenggara
meliputi Indonesia, Malaysia, Thailand dan Myanmnar. Di Indonesia, tanaman
manggis mudah dijumpai dari Sabang hingga Merauke. Tanaman yang namanya
diambil dari nama penjelajah Perancis, Laurent Garcin ini memiliki banyak sebutan
lokal, diantaranya manggoita (Nanggroe Aceh Darussalam), manggu (Jawa Barat),
manggus (Lampung), manggusto ( Sulawesi Utara), manggista (Sumatera Barat) dan
manggustan (Maluku).39
Baik di habitat alami maupun yang dibudidayakan, pohon manggis dapat
mencapai tinggi 25m dengan diameter batang mencapai 45cm. Manggis dapat
tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-600dpl. Suhu udara rata-rata 20-300C, pH
tanah berkisar 5-7. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan manggis berkisar
1.500-3.000 mm/tahun yang merata sepanjang tahun.39

Universitas Sumatera Utara

22

Menurut Tjitrosoepomo(1994), kedudukan taksonomi dari manggis yaitu :40
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Guttiferanales

Famili

: Guttiferae

Genus

: Garcinia

Spesies

: Garcinia mangostana L

Secara umum, orang hanya mengkonsumsi buah dari manggis saja dan
cenderung membuang kulit buah manggis tersebut. Bagian tanaman yang secara
tradisional sering dipakai dalam pengobatan tradisional adalah kulit buah. Kulit buah
manggis setelah diteliti ternyata mengandung beberapa senyawa dengan aktivitas
farmakologi misalnya antiinflamasi, antihistamin, pengobatan penyakit jantung,
antibakteri, antijamur bahkan untuk pengobatan atau terapi penyakit HIV. Beberapa
senyawa utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggungjawab
atas aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone, yang merupakan substansi
kimia alami yang tergolong polyphenolic.Di dalam senyawa xanton terdapat suatu
komponen penting untuk penyembuhan luka yaitu gamma-mangostin. Kandungan
gamma- mangostin dalam kulit buah manggis berperan dalam memicu pembentukan
kolagen yang berperan penting dalam aksi pemeliharaan struktur dan penyembuhan
luka. Disamping itu juga terdapat senyawa lainnya dalam kulit manggis yang
memiliki aktivitas antiinflamasi, seperti flavonoid, vitamin B1, B2, C, saponin, dan
tanin yang ternyata juga dapat mempercepat penyembuhan luka.38,41
2.6.1

Xanthone

Xanthone tidak ditemukan pada buah-buahan lain, oleh karena itu manggis
dijuluki Queens of fruits. Senyawa Xanthone yang telah teridentifikasi, diantaranya
adalah

1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on

1,3,6,7-tetrahidroksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on.

Keduanya

dan
lebih

Universitas Sumatera Utara

23

dikenal dengan nama alfa mangostin dan gamma-mangostin, dan merupakan
komponen bioaktif utama yang ditemukan di buah manggis. Aktivitas biologis dari
α-mangostin telah dikonfirmasi memiliki aktivitas antibakteri terhadap Helicobacter
pylori, aktivitas antiinflamasi dengan menghambat kerusakan oksidatif oleh LowDensity-Lipoprotein(LDL) pada manusia (Iikubo et al., 2002), aktivitas antibakteri
terhadap methicillin-ressistant Staphylococcus aureus (Iinuma et al.,1996) dan
aktivitas antioksidan yang lemah (Chairungsrilerd et al.,1996). Derivat xanthone
lainnya, γ-mangostin juga dilaporkan memiliki efek farmakologi, seperti menghambat
Cdk-activating kinase(Cak) pada hewan, Ca2+-dependent protein kinases(CPDK)
pada tumbuhan (Jinsart et al., 1992). Selain itu, α- dan γ-mangostin mampu
menghambat infeksi human immunodeficiency virus(HIV) dan topoisomerases I dan
II.42,43

Gambar 10. Struktur kimiawi Alfa-mangostin dan Beta-mangostin11

2.6.2

Aktivitas Antiinflamasi Kulit Manggis

Penelitian mengenai aktivitas antiinflamasi dari kulit buah manggis sampai
sudah banyak dilakukansecara in vitro danin vivo. Dari hasil penelitian Nakatani et
al., diduga bahwa senyawa yang mempunyai aktivitas antiinflamasi adalah γmangostin. Nakatani et al(2002) melakukan penelitian aktivitas antiinflamasi in vitro
dari gamma mangostin terhadap sintesa PGE2 dan siklooksigenase (COX) dalam sel
glioma tikus C6. Kedua senyawa dan enzim tersebut merupakan mediator terpenting
dalam terjadinya reaksi inflamasi. Selanjutnya Nakatani et al. (2004) mengkaji

Universitas Sumatera Utara

24

pengaruh gamma-mangostin terhadap ekspresi gen COX-2 pada sel glioma tikus C6.
Resume dari hasil penelitian tersebut yaitu : gamma mangostin secara langsung
menghambat aktivitas enzim Ikappa B Kinase, untuk kemudian mencegah proses
transkripsi gen COX-2 (gen target NF-kappaB), menurunkan produksi PGE2 dalam
proses inflamasi. Temuan tersebut juga didukung hasil peneltian in vivo, γ-mangostin
mampu menghadapi inflamasi udema yang diinduksi karagenen pada tikus.38,41
Penelitian selanjutnya oleh Chen et al.(2008) menunjukkan bahwa αmangostin

dan γ-mangostin mampu menghambat produksi nitrik oksida dan

PGE2dari sel RAW 264,7 yang distimulasi lipopolisakaridasecara signifikan. Efek
antiinflamasi dari α- mangostin dan γ-mangostin dievaluasi dengan menggunakan
udema pada kaki tikus yang diinduksi dengan karagenen. Dari penelitian tersebut
didapatkan hasil bahwa α-mangostin menghambat udema pada tikus pada jam ketiga
setelah perlakuan terhadap sampel. Kedua penelitian secara in vivo yang dilakukan
oleh Nakatani et al., dan Chen et al. menyatakan bahwa α-mangostin

dan γ-

mangostin memiliki efek antiinflamasi.44
Pada penelitian yang dilakukan Agni (2013) menyatakan bahwa xanton yang
terdapat dalam kulit manggis mampu menghambat jalur lipooksigenase, serta senyawa
lain seperti tanin dancatechin (golongan flavonoid) juga memilikiaktivitas
antiinflamasi karena tanin dan catechindapat menghambat pengeluaran prostaglandin
pada jalur asam arakhidonat yang merupakan mediatorperadangan penting.
Terhambatnya

pelepasan

asamarakhidonat

dari

sel

inflamasi

akan

menyebabkankurang tersedianya substrat arakhidonat bagi jalursiklooksigenase dan
lipooksigenase yang padaakhirnya akan menekan jumlah prostaglandin,prostaksiklin,
endoperoksidase,

dan

leukotrin.Penekanan

jumlah

tersebut

mengurangi

terjadinyavasodilatasi pembuluh darah dan aliran darah lokal, yang akan berpengaruh
pada migrasi sel–sel radang.45

Universitas Sumatera Utara

25

2.7 Kelinci (Oryctolagus cuniculus) sebagai Hewan Coba
Penggunaan hewan coba sebelum dilakukan uji coba klinis ke manusia telah
berkontribusi banyak dalam memahami berbagai variasi proses fisiologis dan
patofisiologis yang akan terjadi dalam diri manusia. Penggunaan hewan coba didalam
penelitian eksperimental haruslah memenuhi prinsip ilmiah, etis dan legal. Hewan
percobaan telah banyak digunakan dalam studi eksperimental di berbagai bidang
kesehatan dan kedokteran gigi, karena penelitian langsung terhadap manusia tidak
boleh dilakukan dengan alasan praktis dan etis.46

Gambar 11. Kelinci (Oryctolagus cuniculus)
Penelitian eksperimental ini menggunakan kelinci (Oryctogalus cuniculus)
sebagai hewan coba. Hewan coba ini memenuhi standar internasional dalam
penelitian di bidang kedokteran gigi, dan kelinci merupakan hewan yang jinak, tidak
agresif, mudah didapatkan serta biayanya relatif terjangkau dibandingkan hewan
besar lainnya. Keberadaan kelinci dalam pengembangan filogenetik spesiesnya
membuat kelinci cocok untuk inferensi apa yang diharapkan pada manusia. Selain itu,
densitas tulang kelinci mirip dengan manusia. Penelitian yang dilakukan oleh
Davidovic et al (2015) menggunakan gigi insisivus sentral kelinci untuk melihat
pengaruh bahan lining terhadap inflamasi pulpa. Aljandan et al (2012) juga

Universitas Sumatera Utara

26

melakukan penelitian pada gigi insisivus kelinci untuk melihat efektivitas
penggunaan bahan kaping pulpa dalam respon penyembuhan pulpa. Di samping itu,
Mao et al(2012) juga menggunakan gigi kelinci untuk melihat reaksi inflamasi pada
pulpa. 47,48,49
Mulut kelinci panjang, dengan pembukaan sempit. Insisivus dan gigi yang
berada di pipi (cheek teeth) dipisahkan oleh daerah edentulus yang disebut diastema.
Terdapat 2 pasang gigi insisivus maksila pada kelinci, yaitu 2 gigi insisivus labial
yang lebih besar dan 2 gigi palatal yang lebih kecil ( peg teeth).Formula gigi kelinci
dewasa yaitu : insisivus 2/1, kaninus 0/0, premolar 3/2, molar 3/3 dengan total 28
gigi.50

Gambar 12. Struktur anatomis gigi kelinci36

Gambar 13. Struktur insisivus gigi
kelinci pandangan
lateral36

Gambar 14. Struktur cheek teeth
kelinci pandangan
lateral36

Universitas Sumatera Utara

27

2.8 Kerangka Teori
Persarafan Pulpa

A β fibers
Pulpa Normal

A δ fibers
C fibers

Injuri

Sel Pulpa

Sel Odontoblas
Sel Fibroblas

Bahan Kaping Pulpa

Sel inflamasi pulpa↓ (?)

Sel-sel Mesenkim
yang Tidak
Berdiferensiasi
Inflamasi Pulpa
Sel Dendritik

Biodentin
Buah Manggis

Inflamasi Akut

Inflamasi Sedang

Penyembuhan

(Hari 1- 3)

(Hari 5 – 7)

(Hari 7)

Xanthone
Alfa Mangostin

Sel PMN
(Neutrofil)

Sel
Limfosit

Sel
Makrofag

Sel
Plasma

Sel
Fibroblas

Gamma Mangostin
BAB
Tanin3
Catechin
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

2 96 63

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

Efek Antiinflamasi Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Gigi Kelinci (Oryctogalus Cuniculus) (Penelitian In Vivo)

3 40 105

Efek Antiinfsi Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Gigi Kelinci (Oryctogalus Cuniculus) (Penelitian In Vivo)

0 3 14

Efek Antiinfsi Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Gigi Kelinci (Oryctogalus Cuniculus) (Penelitian In Vivo)

0 0 1

Efek Antiinfsi Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Gigi Kelinci (Oryctogalus Cuniculus) (Penelitian In Vivo)

0 0 4

Efek Antiinfsi Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Gigi Kelinci (Oryctogalus Cuniculus) (Penelitian In Vivo)

0 0 5

Efek Antiinfsi Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Gigi Kelinci (Oryctogalus Cuniculus) (Penelitian In Vivo)

0 0 19