Karakteristik Penderita Stroke di Rumah Sakit Daerah Kabanjahe Tahun 2014-2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Defenisi Stroke
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh

gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan
gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu (Bustan, 2007).
Stroke adalah suatu sindroma yang mempunyai karakteristik suatu
serangan yang mendadak, nonkonvulsif yang disebabkan karena gangguan
peredaran darah otak non traumatik. Menurut WHO pada tahun 1983, stroke
merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan
atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih yang dapan mengakibatkan
kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam tanpa penyebab lain
kecuali gangguan pembuluh darah otak ( Tarwoto dkk, 2007).
Stroke menurut WHO adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda
yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu. Stroke merupakan
sindrom klinis yang timbulnya mendadak, cepat, berupa defisit neurologis yang

berlangsung 24 jam atau lebih, bisa juga langsung menimbulkan kematian yang
disebabkan

oleh

gangguan

peredaran

darah

otak

non

traumatik

(Lumbantobing,2007).

8


Universitas Sumatera Utara

9

Stroke merupakan hasil penyumbatan yang tiba-tiba terjadi yang
disebabkan oleh penggumpalan, pendarahan, atau penyempitan pada pembuluh
darah arteri, sehingga menutup aliran darah ke bagian otak (Elaine, 1998).
Stroke adalah bencana atau gangguan peredaran darah di otak berupa
iskemik dan perdarahan yang mengakibatkan fungsi otak terganggu dan dapat
menyebabkan kematian( Lumbantobing, 2003).
Definisi stroke adalah deficit (gangguan) fungsi system saraf yang terjadi
secara mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredarah darah otak (Pinzon
dan Asanti, 2010 ) .Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi
syaraf lokal dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat
(Riskesdas, 2013).
2.2

Klasifikasi Stroke


2.2.1

Stroke Non Hemoragik (Iskemik)
Stroke Iskemik disebabkan oleh obstruksi atau bekuan di satu atau lebih

arteri besar pada sirkulasi serebrum. Sekitar 80% stroke adalah stroke iskemik
(Price dan Wilson 2015).
Stroke iskemik terjadi akibat suplay darah ke jaringan otak berkurang yang
disebabkan karena obstruksi total atau sebagian pembuluh darah otak.
Klasifikasi stroke iskemik :
a. Secara klinis terdiri atas (Bustan, 2007) :
1 Transient Ischaemic attack (TIA)
2 Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND)

Universitas Sumatera Utara

10

b. Berdasarkan etiologi dan patogenesis (Batticaca 2008) :
b.1 Trombosis

Arteri pada SSP dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari trias Virchow
yaitu abnormalitas dinding pembuluh darah umumnya penyakit degeneratif, dapat
juga inflamasi (vaskulitis) atau trauma (diseksi), abnormalitas darah, misalnya
politemia, dan gangguan aliran darah.
b.2 Embolisme
Komplikasi dari penyakit generatif arteri SSP, atau dapat juga berasal dari
adanya kelainan jantung lainnya (penyakit katup jantung, fibrilasi atrium, dan
infark miokard yang baru terjadi).
c. Manifestasi klinis
Bergantung pada neuronatomi dan vaskularisasinya. Gejala klinis dan
defisit

neurologik yang ditemukan berguna untuk menilai lokasi iskemik

(Dewanto dkk, 2009).
c.1 Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan

hemiparesis

dan hemihipestesi kontralateral yang ditemukan terutama melibatkan tungkai

c.2 Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan
hemihipestesi kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan
fungsi luhur berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) atau hemipastial
neglect (bila mengenai area otak nondominan)
c.3 gangguan peredarah darah arteri serebri posterior menimbulkan hemianopsi
homonim dan kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik
maupun sensorik. Gangguan daya ingat terjadi bila infark pada lobus temporalis

Universitas Sumatera Utara

11

medial. Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual
dominan. Agnosia dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah) timbul
akibat infark pada korteks temporooksipitalis inferior
c.4 gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan syaraf kranial
seperti disartri, diplopi dan vertigo; gangguan serebelar, seperti ataksia atau hilang
keseimbangan, atau penurunan kesadaran
c.5 infark lakunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motorik
atau sensorik tanpa disertai gangguan luhur.

2.2.2 Stroke Hemoragik
Menurut Djoenaidi Widjaja et.al, 1994 bahwa Stroke Hemoragik adalah
disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer
substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis
disebabkan oleh pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istrahat. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu (Muttaqin, 2008) :
a.

Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan

darah masuk ke dalam jaringan otak,membentuk massa yang menekan jaringan
otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dan
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral
yang disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah putamen, thalamus, pons,
dan serebelum.

Universitas Sumatera Utara


12

b.

Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.

Aneurisma yang pecah ini berassal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan
cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan
keluarnya ke ruang subarakmoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebri yang
berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya).

2.3 Skor Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik
CT scan merupakan alat penting untuk membedakan tipe stroke (iskemik
atau perdarahan) secara definitif, dapat juga berguna untuk mengetahui lokasi lesi
dan menentukan luas atau beratnya penyakit. Namun, alat ini mahal dan tidak
semua daerah memiliki fasilitas layanan tersebut. Oleh karena itu, masih
diperlukan suatu alat diagnostik klinis berupa sistem skoring sederhana. Sistem

skoring untuk membedakan stroke hemoragik atau stroke iskemik, antara lain skor
Siriraj telah banyak digunakan di Thailand, serta telah divalidasi di berbagai
Negara(Widiastuti dan Nuartha, 2015).
Skor Siriraj adalah salah satu sistem skoring yang telah dikembangkan
sekitar tahun 1984-1985 di Rumah Sakit Siriraj, Universitas Mahidol, Bangkok,
Thailand, dan diterima secara luas dan digunakan di banyak rumah sakit di
Thailand sejak tahun 1986. Skor Siriraj dibuat berdasarkan studi atas 174 pasien

Universitas Sumatera Utara

13

stroke supratentorial (kecuali perdarahan subaraknoid) yang dirawat di Rumah
Sakit Siriraj selama tahun 1984 hingga 1985 dengan tujuan mengembangkan
suatu alat diagnostik klinis stroke yang sederhana, reliable, dan aman, serta dapat
digunakan di daerah yang tidak memiliki fasilitas CT scan kepala (Widiastuti dan
Nuartha, 2015).
Table 2.1 Skor Stroke Siriraj
SSS = (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0.1 x tekanan
diastole) – (3 x Ateroma) – 12

Ketentuan:
1. Kesadaran :
Kompos mentis = 0 ; Somnolen/Stupor = 1 ; Semi koma/koma = 2
2. Muntah / nyeri kepala dalam dua jam
Tidak ada = 0 ; Ya = 1
3. Ateroma (Petanda Diabetes, Angina, Klaudikasio)
Tidak ada = 0 ; Satu atau lebih = 1
Sumber : Tarwoto dkk, 2007
Pembacaan :
Skor > 1 : Perdarahan otak
Skor < -1 : Infark otak
Skor -1 s/d 1 : Hasil belum jelas, memerlukan CT Scan Kepala
Sensitivitas : Untuk perdarahan : 89.3%
Untuk infark : 93.2%
Ketepatan diagnostik : 90.3%
2.4

Gejala – Gejala Stroke
Stroke


adalah

kedaruratan

medis,

karena

intervensi

dini

dapat

menghentikan dan bahkan memulihkan kerusakan pada neuron akibat gangguan

Universitas Sumatera Utara

14


perfusi. Tanda utama stroke adalah munculnya secara mendadak satu atau lebih
gangguan neurologik lokal (Price dan Wilson, 2015).
Apa yang terjadi pada penderita stroke tergantung pada bagian otak mana
yang mengalami kerusakan akibat penggumpalan atau perdarahan, ukuran
besarnya kerusakan, dan seberapa banyak kerusakan yang masih mampu
ditanggulangi (Shimberg, 1998). Stroke dapat juga disebabkan oleh perdarahan
dari pembuluh darah di otak atau dari gumpalan darah.
Berikut adalah Gejala penyakit stroke (Kemenkes RI, 2013).
1 Rasa lemas secara tiba-tiba pada wajah, lengan, atau kaki, seringkali terjadi pada
salah satu sisi tubuh
2 Mati rasa pada wajah, lengan atau kaki, terutama pada satu sisi tubuh
3 Kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan
4 Kesulitan melihat dengan satu mata atau kedua mata
5 Kesulitan berjalan, pusing, hilang keseimbangan
6 Sakit kepala parah tanpa penyebab jelas, dan hilang kesadaran atau pingsan
2.5

Epidemiologi Stroke

2.5.1 Distribusi dan Frekuensi Penyakit Stroke
a.

Berdasarkan Orang
Stroke dapat terjadi pada semua umur, pernah terjadi pada bayi dan anak-

anak. Tetapi kemungkinan timbulnya penyakit ini cenderung meningkat secara
dramatis pada saat usia dewasa (Shimberg, 1998).
Stroke ditemukan pada semua golongan usia, namun sebagian besar akan
dijumpai pada usia diatas 55 tahun. Insiden stroke meningkat dengan

Universitas Sumatera Utara

15

bertambahnya usia, dimana akan terjadi peningkatan 100 kali lipat pada mereka
yang berusia 80-90 tahun adalah 300/10.000 dibandingkan dengan 3/10.000 pada
golongan usia 30-40 tahun. Stroke lebih banyak ditemukan pada pria
dibandingkan pada wanita. Variasi gender ini bertahan tanpa pengaruh umur
(Bustan, 2007).
Stroke merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu didunia dan
penyebab kematian nomor tiga dunia. Dua per tiga stroke terjadi di Negara
berkembang. Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik
dan 20% mengalami stroke hemoragik (Dewanto dkk, 2009).
Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis tenaga
kesehatan gejala nya meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi
pada umur =75 tahun (43,1‰ dan 67,0‰). Prevalensi stroke yang terdiagnosis
nakes maupun berdasarkan diagnosis atau gejala sama tinggi pada laki-laki dan
perempuan (Riskesdas, 2013).
b.

Berdasarkan Tempat
Di Negara industri penyakit stroke umumnya merupakan penyebab

kematian nomor tiga pada kelompok usia lanjut, setelah penyakit jantung dan
kanker (Lumban Tobing, 2003).
Data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dengan
menggunakan unit analisis individu menunjukkan bahwa prevalensi stroke di
Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang
terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke
berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI

Universitas Sumatera Utara

16

Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per
mil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat
di Sulawesi Selatan (17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰),
diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil (Kemenkes RI, 2013).
c.

Berdasarkan Waktu
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001,

dikalangan penduduk usia >25 tahun menunjukkan bahwa 0,3% mengalami
penyakit jantung iskemik dan stroke. Proporsi kematian akibat stroke meningkat
dari 5,5 % pada tahun 1980 menjadi 11,5 % pada tahun 2001.
2.6

Faktor Risiko Penyakit Stroke

a.

Umur
Stroke dapat menyerang semua orang tanpa memandan usia. Tetapi

semakin bertambah usia risiko stroke semakin tinggi. Hal ini berkaitan dengan
elastisitas pembuluh darah (Tarwoto dkk, 2007).
Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis nakes serta
yang didiagnosis nakes atau gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
tertinggi pada umur =75 tahun (43,1‰ dan 67,0‰). Prevalensi stroke yang
terdiagnosis nakes maupun berdasarkan diagnosis atau gejala sama tinggi pada
laki-laki dan perempuan.
b.

Hipertensi
Hipertensi merupakan kata lain dari tekanan darah tinggi. Ini sebuah faktor

resiko utama yang menyebabkan terjadinya stroke karena menimbulkan tekanan
terhadap dinding pembuluh darah (Shimberg, 1998).

Universitas Sumatera Utara

17

Jika tekanan darah meningkat, maka pembuluh darah otak akan menciut
untuk mengimbangi tekanan darah tersebut sehingga aliran darah di otak tetap
stabil. Sebaliknya jika tekanan darah menurun, maka pembuluh darah otak akan
melebar (dilatasi) sehingga memudahkan aliran darah ke otak (Kontos HA et al.,
1978). Namun demikian, autoregulasi ini hanya berfungsi dalam ambang tekanan
tertentu, yaitu 90-180 mmHg tekanan darah arteri (Kontos HA et al., 1978; Harper
AM, 1996).
Hipertensi kronik dan tidak terkendali akan memacu kekakuan dinding
pembuluh darah kecil yang dikenal dengan mikroangiospati. Hipertensi juga akan
memacu munculnya timbunan plak (plak atherosklerotik) pada pembuluh darah
besar yang akan menyempitkan diameter pembuluh darah. Plak yang tidak stabil
akan mudah pecah dan terlepas. Plak yang terlepas meningkatkan risiko
tersumbatnya pembuluh darah otak yang lebih kecil. Hal ini akan mengakibatkan
stroke (Tarwoto dkk, 2007).
c.

Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus dijumpai pada 15-20 % orang dewasa. Diabetes

merupakan salah satu faktor resiko stroke iskemik yang utama karena dapat
meningkatkan resiko stroke dua kali lipat. Stroke dan diabetes mellitus berbanding
lurus yang artinya semakin tinggi kadar gula darah semakin tinggi resiko
terjadinya stroke.
Riddle dan Hart pada tahun 1982 mendapatkan bahwa dari 50 penderita stroke
yang mereka teliti, 20% sebelumnya telah menderita diabetes mellitus (Lumban
Tobing, 2003).

Universitas Sumatera Utara

18

Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor risiko stroke iskemik yang
utama. Diabetes akan meningkatkan risiko stroke dua kali lipat. Peningkatan
kadar gula darah berdanding lurus dengan risiko stroke yang artinya semakin
tinggi kadar gula darah maka semakin tinggi risiko terkena stroke (Price dan
Wilson, 2015).
d.

Kelainan Jantung
Penyakit jantung merupakan faktor resiko terjadinya stroke karena pada

fibrilasi atrium menyebabkan penurunan cardiac output, sehingga terjadi
gangguan perfusi serebral (Tarwoto dkk, 2007). Beberapa jenis penyakit jantung
dapat meningkatkan kemungkinan mendapatkan stroke. Gagal jantung dan
jantung koroner mempunyai peranan penting dalam terjadinya stroke (Lumban
Tobing, 2003). Penyakit jantung menyebabkan resiko meninggi sampai 3x
kejadian stroke (Bustan, 2007). Dua pertiga dari orang yang menderita penyakit
jantung kemungkinan akan terkena serangan stroke ( Shimberg, 1998).
e.

Kadar Kolestrol yang Tinggi
Kadar kolestrol yang tinggi berperan dalam pembentukan aterosklerotik

carotid, yaitu lemak yang tertimbun di dalam pembuluh karotik(pembuluh yang
memasok darah ke otak). Penyempitan pembuluh inilah yang dapat meningkatkan
resiko stroke (Shimberg, 1998). Oleh karena itu pemeriksaaan kadar kolesterol
sangat penting dilakukan, karena tingginya kadar kolesterol dalam darah
merupakan faktor risiko untuk terjadinya stroke (Depkes RI, 2006; Shadine,
2010).

Universitas Sumatera Utara

19

Berdasarkan data Laboratorium Klinik Prodia 2002-2005 menyatakan
Batasan Kadar Lipid/Lemak dalam Darah (Depkes RI, 2006) :

Tabel 2.2 Batasan Kadar Lipid/Lemak dalam Darah
Komponen Lipid
Kolesterol Total
Kolesterol LDL

Kolesterol HDL
Trigliserida

Batasan (mg/dl)
< 200
200 – 239
>240
< 100
100 – 129
130 – 159
160 – 189
> 190
< 40
> 60
< 150
150 – 199
200 – 499
> 500

Klasifikasi
Yang diinginkan
Batas tinggi
Tinggi
Optimal
Mendekati optimal
Batas tingi
Tinggi
Sangat tinggi
Rendah
Tinggi
Normal
Batas tinggi
Tinggi
Sangat tinggi

Sumber : Depkes RI, 2006

2.7

Letak Kelumpuhan
Gangguan muncul akibat daerah otak tertentu tak berfungsi yang

disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala yang
muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu (Harsono, 2003).
2.7.1 Kelumpuhan sebelah Kiri (Hemiparesis Sinistra)
Apabila stroke merusak belahan otak sebelah kanan (hemisfer serebri
dextra) maka sisi tubuh yang sebelah kiri yang terkena pengaruhnya. Penderita
dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan ketidakmampuan persepsi
visuomotor, yaitu tidak mampu menggambar atau membuat copy gambar dan
tidak mampu mengenakan pakaian (apraxia) (Harsono, 2003).

Universitas Sumatera Utara

20

Apraxia juga adalah seseorang yang tidak akan mampu melaksanakan
instruksi-instruksi, tetapi secara fisik tampaknya tidak mengalami kelumpuhan
atau kelemahan-kelemahan ada sensornya. Sebenarnya memahami instruksiinstruksi yang diberikan dan langsung mengirimkan pesan kepada otot yang
dimaksudkan tetapi otot-otot tersebut tidak bereaksi (Shimberg, 1998).
Penderita juga mengalami gangguan visuospasial, yaitu gangguan pengenalan
tempat dan pengenalan wajah.Penderita

mengalami pelemahan ingatan dan

menunjukkan perilaku yang impulsif, seringkali salah satu sisi tubuhnya
terabaikan, dalam hal ini penderita tidak lagi menyadari keberadaan sisi sebelah
kiri tubuhnya yang disebut juga sebagai hemineglect (Shimberg, 1998).
2.7.2 Kelumpuhan sebelah Kanan (Hemiparesis Dextra)
Apabila serangan stroke menyerang belahan otak sebelah kiri (hemisfer
serebri sinintra) dapat mengakibatkan kelumpuhan atau kelemahan motorik (daya
gerak otot) yang ada pada sisi tubuh sebelah kanan. Mengalami Aphasia yaitu
apabila daerah ini terkena stroke, maka akan menimbulkan berbagai macam
masalah komunikasi. Termasuk dalam kesulitanketidakmampuanmemahami

apa

yang

sedang

kesulitan ini adalah
dikatakan

orang

lain,

ketidakmampuan menggunakan kata-kata secara tepat, hilangnya kemampuan
membaca dan menulis, bahkan sekaligus kehilangan kemampuan berhitung yang
disebut aleksia. Namun persepsi dan memori visuomotornya sangat baik, sehingga
dalam melatih perilaku tertentu harus dengan cermat diperlihatkan tahap demi
tahap secara visual. Dalam komunikasi kita harus lebih banyak menggunakan
body language(bahasa tubuh) (Shimberg,1998).

Universitas Sumatera Utara

21

2.7.3 Hemiparesis Duplex
Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi
pada dua sisi belahan otak hemisfer serebri yang mengakibatkan kelumpuhan satu
sisi diikuti sisi lain. Timbul gangguan psedobulber (biasanya hanya pada vaskuler)
dengan tanda-tanda hemiplegi dupleks, sukar menelan, sukar berbicara dan juga
mengakibatkan kedua kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hipereduksi
(Shimberg,1998).
2.8

Pencegahan Penyakit Stroke

Dalam merumuskan cara pencegahan bagi suatu penyakit, maka sebelumnya
harus diketahui apa saja yang menjadi faktor resiko dari penyakit tersebut. Tujuan
umum pencegahan stroke adalah untuk menurunkan kecacatan dini, kematian,
serta memperpanjang hidup dengan kualitas yang baik. Diketahui dua macam
pencegahan stroke, yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
Pencegahan primer dilakukan bagi mereka yang belum pernah mengalami TIA
atau stroke, sedangkan pencegahan sekunder adalah pencegahan yang ditujukan
bagi mereka yang pernah atau sudah mengalami TIA atau stroke (Junaidi, 2004).
Seperti yang telah diketahui, kejadian stroke tidak terlepas dari interaksi
dari sekian banyak faktor resiko. Dalam merumuskan cara pencegahan stroke,
digunakan pendekatan yang menggabungkan ketiga bentuk upaya pencegahan
(pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan tersier).

Universitas Sumatera Utara

22

2.8.1 Pencegahan Primer
Dalam pencegahan primer, dimana pasien belum pernah mengalami TIA
ataupun stroke dianjurkan untuk melakukDalam pencegahan primer, dimana
pasien belum pernah mengalami TIA ataupun stroke dianjurkan untuk melakukan
3M (Junaidi, 2004) yaitu:
1. Menghindari : rokok, stress mental, minum kopi dan alcohol, kegemukan
dan golongan oba-obatan yang dapat mempengaruhi serebrovaskuler.
2. Mengurangi : asupan lemak, kalori, garam, dan kolestrol yang berlebih.
3. Mengontrol atau mengendalikan : hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung, kadar lemak darah, konsumsi makanan seimbang serta olah raga
teratur.
2.8.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan

sekunder mengacu kepada

strategi untuk

mencegah

kekambuhan stroke. Pendekatan utama adalah mengendalikan hipertensi, CEA,
dan memakain obat antiagregat antitrombosit (Price dan Wilson, 2015).
Pencegahan stroke dilakukan kepada mereka yang pernah mengalami TIA atau
memiliki riwayat stroke sebelumnya dengan cara :
1. Mengontrol faktor resiko stroke melalui modifikasi gaya hidup, seperti
mengobati hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit jantung.
2. Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin, yang dapat mengatasi
krisis social dan emosional penderita stroke dengan memahami kondisi
baru bagi pasien pasca stroke yang bergantung pada orang lain.

Universitas Sumatera Utara

23

3. Menggunakan obat-obatan dalam pengelolaan dan pencegahan stroke
seperti anti agregasi trombosit dan anti-koagulan.
2.8.3 Pencegahan Tersier
Berbeda dari pencegahan primer dan sekunder, pencegahan tersier ini
dilibatkan dari 4 faktor utama yang mempengaruhi penyakit, yaitu gaya hidup,
lingkungan, biologis, dan pelayanan kesehatan (Bustan, 2007). Pencegahan tersier
ini merupakan rehabilitasi yang dilakukan pada penderita stroke yang telah
mengalami kelumpuhan pada tubuhnya agar tidak bertambah parah dan dapat
mengalihkan fungsi anggota badan yang lumpuh pada anggota badan yang masih
normal, yaitu dengan cara:
1. Gaya hidup: reduksi stress, exercise sedang, dan berhenti merokok.
2. Lingkungan: menjaga keamanan dan keselamatan (tinggal dirumah lantai
pertama, menggunakan wheel-chair) dan dukungan penuh dari keluarga.
3. Biologi: kepatuhan berobat, terapi fisik dan bicara.
4. Pelayanan kesehatan : emergency medical tecnic dan asuransi).

Universitas Sumatera Utara

24

2.9

Kerangka Konsep
Karakteristik Penderita Komplikasi Stroke
1. Sosiodemografi
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Tempat Tinggal
2. Riwayat Penyakit Sebelumnya
3. Tipe stroke
4. Letak kelumpuhan
5. Sumber biaya
6. Lama rawatan
7. Keadaan sewaktu pulang

Universitas Sumatera Utara