Analisis Determinan Masyarakat Dalam Memilih Transaksi Qard di Penggadaian Syariah Cabang Setia Budi Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pegadaian
Dalam istilah bahasa Arab, gadai di istilahkan dengan rahn dan juga dapat
dinamai dengan al-habsu (pasaribu,1996:139).Secara etimologis, arti rahn adalah
tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahan terhadap suatu barang dengan
hak sehingga dapat di jadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut
(syafe’i,2000:159).Sedangkan menurut Sabiq (1987:139), rahn adalah menjadikan
barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan
hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil hutang atau ia bisa
mengambil sebagian (manfaat) barangnya tersebut.
Pengertian gadai dalam Burgerlijk Wetbook (Kitab Undang-undang Hukum
Perdata) (pasal1150 KUH Peerdata) adalah suatu hak yang diperoleh seorang
piutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang
yang berhutang atau orang lain atas namanya yang membeikan kekuasaan kepada
kepada siberpiutang itu untuk memberi kekuasaan kepada siberpiutang itu untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orangorang yang berpiutang lainya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang
brang tersebut dan biaya-biaya mana yang harus di dahulukan.
Selain berbeda dengan KUH Perdata, gadai menurut syariat islam juga
berbeda dengan pengertian syariat Islam juga berbeda dengan pengertian gadai

menurut ketentuan hukum adat yang man dalam hukum adat pengertian gadai

Universitas Sumatera Utara

yaitu menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secar tunai,
dengan ketentuan si penjual (pegadai) tetap berhak atas pembelian tanahnya
dengan jalan menebusnya kembali (pasaribu, 1996:140).
Pengertian gadai menurut (kasmir,2003) yaitu kegiatan menjaminkan barangbarang beharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan
memperoleh sejumlah uang dan barang yang akan dijaminkan akan akan ditrbus
kembali sesuai dengan perjanjian nasabah dengan lembaga pegadaian.
Menurut (Syafi’e Antonio,2001) gadai atau rahn adalah menahan salah satu
harta milik peminjam (rahin) sebagai barang jaminan (marhum) atas pinjaman
(marhum bih) yang diterimanya. Marhum tersebut memiliki nilai ekonomis
sehingga pihak yang menahan/penerima gadai (murtahin) memperoleh jaminan
untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
2.2 Gadai di Penggadaian Syariah
2.2.1 Gadai Dalam Fiqih Muamalah
Ar-Rahn atau gadai merupakan perjanjian penyerahan barang yang digunakan
segai agunan untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan. Berberapa ulama
mendefinisikan rahn sebagai harta oleh pemiliknya digunakan pemiliknya

digunakan sebgai jaminan terhadap utang yang mungkin dijadikan sebagi
pembayar kepada pemberi utang baik seluruhnya atau sebagian apabila pihak
yang berhutang tidak mampu melunasinya.
Dalam Islam, rahn diperbolehkan berdasarkan Al-Qur’an dan hadis Rasululah
SAW. Rahn atau jaminan itu dapat di jual apa bila dalam waktu yang telah
dijanjikan oleh kedua belah pihak tidak dilunasi. Akad rahn diperbolehkan karena

Universitas Sumatera Utara

banyak faedah atau manfaat yang terkandung dalam rangka hubungan antar
sesama manusia.(Ismail,2011:209)
2.2.2 Dasar hukum gadai
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an surah Al-Baqarah Ayat 283 Merupakan alasan yang dijadikan
dasar dalam membangun konsep gadai syariah (Rahn). Arti bunyi ayat tersebut
sebagai berikut:
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis maka hendaklah ada barang tanggungan
yang di pegang oleh yang berpiutang.(al- baqarah 283)
2. As-Sunah

Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda: Rasulullah SAW membeli makanan
dari seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya sebagai barang jaminan.”
(HR.Buchori dan Muslim dari Aisyah Binti Abu Bakar.
HR. Malik, Kitab Al Aqdiyat:
Dari Said bin Musayyab, sesungguhnya Rasululah saw bersabda:” Barang jaminan
tidak berpindah hak” Malik berkata: menurut pendapatku, dan Alloh lebih mengetahui
(kebenarannya), penjelasannya adalah bahwa seorang lelaki yang meminjam (rahin)
sesuatu dengan memberikan barang jaminan kepada orang lain (murtahin), dimana
barang jaminannya itu memiliki nilai lebih daripada pinjamannya, maka Rahin berkata
kepada Murtahin: Jika aku dapat mengembalikan pinjaman darimu pada waktu yang
ditentukan (maka barang jaminan tersebut dikembalikan kepadaku), dan bila tidak maka
barang jaminan ini menjadi milikmu sebab apa-apa yang menjaminkan aku di dalam
jaminan .

Universitas Sumatera Utara

Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda: tidak terlepas dari kepemilikan
barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya, Ia memperoleh manfaat dan
menaggung resikonya. (HR Asy’Syafii, al Darulquthni dan Ibnu Majah).
3. Ijtihad

Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini jumhur ulama juga
berpendapat boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai hal ini.
Jumhur ulama berpendapatbahwa di syariatkan pada waktu tidak berpergian
maupun pada berpergian dengan berargumentasi pada perbuatan Rasulullah SAW
terhadap riwayat hadis tentang orang yahudi tersebut di Madinah. Ada pun
keadaan dalam perjalanan di tentukan dalam (QS. Al-Baqarah:283), karena
melihat kebiasaan dimana pada umumnya rahn dilakukan pada waktu bepergian
(Sayyid Sabiq, 1987: 141)
4. (BAMUI)
Fatwa Dewan Syariah Nasional Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
25/DSN-MUI/III/2002, yang ditetapkan tanggal 28 Maret 2002 oleh Ketua dan
Sekretaris Dewan Syariah Nasional tentang rahn menetukan bahwa pinjaman
dengan menggadaikan barang sebagi barang jaminan hutang dalam bentuk rahn
dibolehkan dengan ketentuan :
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 25/DSNMUI/III/2002, tentang rahn
1) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No:
26/DSN-MUI/III/2002, tentang rahn Emas

Universitas Sumatera Utara


2) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No:
09/DSN-MUI/IV/2000, tentang pembiayaan ijarah
3) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No:
10/DSN-MUI/IV/2000, tentang wakalah
4) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No:
43/DSN-MUI/VIII/2004, tentang Ganti Rugi.
2.3. Tujuan Pegadaian Syariah.
Lembaga Keuangan Gadai Syariah mempunyai fungsi sosial yang sangat
besar. Karena pada umumnya, orang-orang yang datang ke tempat ini adalah
mereka yang secara ekonomi sangat kekurangan dan biasanya pinjaman yang
dibutuhkan adalah pinjaman yang bersifat komsumtif dan sifatnya mendesak.
Pendirian pegadaian syariah oleh Bank Muamalat Indonesia dan PT pegadaian
melalui perjanjian musyarakah ditetapkan visi dan misi dari penggadaian syariah
yang akan didirikan yang menandakan tujuan didirikannya pegadaian syariah.
Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi
kemanfaatan masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan
prinsip pengelolaan yang baik. Oleh karena itu Pegadaian Syariah pada dasarnya
mempunyai tujuan-tujuan pokok seperti dicantumkan dalam PP No. 103 tahun
2000 sebagai berikut:
a. Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan

program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada
umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar
hukum gadai

Universitas Sumatera Utara

b. Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar
lainnya
c. Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring
pengaman sosial karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi
dijerat pinjaman/pembiayaan berbasis bunga
d. Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat
mudah.
2.3.1 Manfaat Pegadaian Syariah
Banyak manfaat lain yang bisa diperoleh dari pegadaian syariah Adapun
manfaat pegadaian antara lain ( Ghofur, 2005:93).
a. Bagi nasabah : tersedianya dana dengan prosedur yang relative lebih
sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan
pembiayaan/ kredit perbankan. Di samping itu, nasabah juga mendapat
manfaat penaksiran nilai suatu barang bergerak secara professional.

Mendapatkan fasilitas penitipan barang bergerak yang aman dan dapat
dipercaya.
b. Bagi perusahaan pegadaian :
1. Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan
oleh peminjam dana
2. Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh
nasabah memperoleh jasa tertentu
3. Pelaksanaan misi perum pegadaian sebagai BUMN yang bergerak
di bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada

Universitas Sumatera Utara

masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur yang relative
sederhana
4. Berdasarkan PP No. 10 Tahun 1990, Laba yang diperoleh
digunakan untuk :
i.

Dana pembangunan (55%)


ii.

Cadangan umum (20%)

iii.

Cadangan tujuan (5%)

iv.

Dana sosial (20%).

2.4 Rukun Syarat Gadai dan Berakhirnya Akad Gadai
2.4.1. Rukun Gadai
Pada dasarnya aspek hukum keperdataan Islam dalam hal transaksi baik
dalam benutki jual beli, sewa menyewa, gadai maupun yang semacamnya
mempersyaratkan rukun dan syarat sah termasuk dalam transaksi gadai. Demikian
juga hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi gadai. Hal
dimaksud di ungkapkan sebagai berikut (Zainudin, 2008:20) Menurut jumhur
ulama rukun gadai ada 4 (empat):

a.

Shigat (lafal ijab dan qabul)

b.

Orang yang berakad (Akid)

c.

Marhun (harta yang dijadikan jaminan)

d.

Marhun bih (utang)

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Syarat Gadai
Berikut syarat dalam melakukan transaksi gadai (Zainuddin , 2008:21) :

1. Orang yang berakad cakap hukum
2. Isi akad tidak mengandung akad bathil.
3. Marhun Bih (Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib
dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang
dirahnkan tersebut serta pinjaman itu jelas dan tertentu.
4. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya
seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah
penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan
baik materi maupun manfaatnya.
5. Jumlah utang tidak melebihi dari nilai jaminan Rahin dibebani jasa
manajemen atas barang berupa biaya asuransi, biaya penyimpanan, biaya
keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.
2.4.3 Berakhirnya Akad Gadai
Akad gadai akan berakhir apabila ( Ghofur, 2005:96) :
a. Barang gadai telah diserahkan kembali pada pemiliknya
b. Rahin telah membayar hutangnya
c. Pembebasan utang dengan cara apapun, walaupun dengan pemindahan
oleh murtahin
d. Pembatalan oleh murtahin walaupun tidak ada persetujuan dari pihak lain
e. Rusaknya barang rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahin


Universitas Sumatera Utara

2.5 Perbedaan Pegadaian Syariah dan Pegadaian Konvensional
Tabel 2.1
Perbedaan Pegadaian Syariah dan Pegadaian Konvensional
No

Pegadaian Syariah

Pegadaian Konvensional

Biaya administrasi menurut Biaya administrasi menurut persentase
1

berdasakan berdasarkan golongan barang.

ketetapan
golongan barang.

Jasa simpanan berdasarkan Sewa modal berdasarkan pinjaman
2

taksiran
Bila

lama

pengembalian Bila

lama

pengembalian

melebihi

3

melebihi perjanjian, barang perjanjian, barang di lelang kepada
diual kepada msyarakat.
Jasa

simpanan

masyarakat.

dihitung Sewa modal di hitung berdasarkan

4

dengan kosntanta X taksiran.

persentase X uang pinjaman.

Maksimal jagnka waktu 4 Maksimal jangka waktu 3 bulan.
5

bulan.
Uang

kelebihan

=

hasil Uang kelebihan = hasil lelang – (uang

6

penjualan – (uang pinjaman + pinajaman + sewa modal + biaya
jasa

penitipan

+

biaya lelang).

penjualan).
Biaya uang kelbihan dalam Bila uang kelebihan dalam satu tahun
7

satu

tahun

tidak

diambil tidak

diambil

menjadi

milik

diserahkan kepada lembaga penggadaian.
ZIS.
Sumber : Gadai Syariah diIndonesia.

Universitas Sumatera Utara

2.5.1 Pendanaan Pegadaian Syariah dan Pegadaian Konvensional
Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja,
pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber
yang benar-benar terbebas dari unsur riba. seluruh kegiatan Pegadaian syariah
termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari
modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank
Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan
kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal
kerja.Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik
transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu
(http://ulgs.tripod.com)
1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah
yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.2.
2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang
piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek
hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat
acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak melakukan
penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik
fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara
mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea
jasa simpan.

Universitas Sumatera Utara

Pendanaan pegadaian syariah memiliki sumber-sumber dana sebagai berikut
(Zainudin , 2008:52).
1. Modal sendiri
2. Penerbitan obligasi syariah
3. Mengadakan kerja sama atau syirkah dengan lembaga keuangan lainnya
4. Pendanaan kegiatan operasional gadai syariah meliputi gaji pegawai,
honor, perawatan gedung, peralatan dan sebagainya.
5. Penyaluran

dana yang ada, sebagian besar digunakan untuk kegiatan

pembiayaan. Bahkan lebih dari 50% dan dimaksud disalurkan pada
aktifitas pembiayaan, yaitu pemberian pinjaman kepada warga masyarakat
yang membutuhkan.
6. Investasi lain, yaitu dan-dan yang belum digunakan untuk membiayai
kegiatan operasional pegadaian syariah, atau belum disalurkan kepada
masyarakat, maka dapat diinvestasikan dalam bentuk lain, baik investasi
jangka pendek maupun jangka menengah
2.5.2 Prosedur Pemberian dan Pelunasan Kredit Gadai
2.5.3. Pemberian Pinjaman
Tata cara pelaksanaan memperoleh pinjaman yaitu sebagai berikut (Zainuddin,
2008: 74):
a. Prosedur Memperoleh Pinjaman (marhun bih)
Untuk memperoleh pinjaman uang (marhun bih) dikantor pegadaian
syariah maka seorang nasabah (rahin) harus menyanggupi syarat- syarat
yang ditentukan sebagai berikut:
1. Memperlihatkan KTP atau kartu identitas lainnya yang berlaku

Universitas Sumatera Utara

2. Membawa barang gadai (marhun) yang memenuhi syarat, seperti
emas, barang elektronik dan alat- alat rumah tangga
3. Kepemilikan barang merupakan milik pribadi
4. Ada surat kuasa dari pemilik barang jika dikuasakan dengan
disertai materai dan KTP asli dari pemilik barang
5. Menandatangani akad rahn dan akad ijarah dalam Surat Bukti
Rahn (SBR)
b. Tata cara pelaksanaan pencairan pinjaman (marhun bih) dikantor
pegadaian syariah adalah sebagai berikut:
1. Calon nasabah (rahin) mengisi Formulir Permintaan Pinjaman
(FPP) dan menandatanganinya
2. Calon

nasabah

(rahin)

mendatangi

loket

penaksir

dan

menyerahkan barang gadai (marhun) untuk ditaksir nilainya
3. Calon nasabah (rahin) menandatangani Surat Bukti Rahn (SBR)
dengan menyetujui akad rahn dan akad ijarah, kemudian Calon
nasabah (rahin) menuju loket kasir untuk menerima pencairan
pinjaman (marhun bih)
Skema tata cara memperoleh pinjaman (marhun bih) dikantor pegadaian
syariah yang ada di Kota Medan (Zainudin, 2008: 75)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1
Skema Tata Cara Memperoleh Pinjaman

(Sumber: Zainudin, 2008: 75)

Keterangan
1. Nasabah (rahin) datang langsung ke murtahin (dalam hal ini penaksir)
dan menyerahkan barang (marhun) yang akan digadaikan/jaminannya
dengan menunjukkan bukti identitas diri seperti KTP, atau keterangan
identitas lainnya.
2. Barang jaminan akan diteliti kualitasnya oleh penaksir dan ditetapkan
harganya. Setelah taksiran didapatkan maka penaksir memberitahu kasir
berapa jumlah pinjaman (marhun bih) yang akan diberikan yang dapat

Universitas Sumatera Utara

dipinjam oleh nasabah (rahin). Besar uang pinjaman ditetapkan oleh
penaksir lebih kecil dari harga pasar nilai barang.
3. Setelah itu, uang pinjaman dapat diambil oleh nasabah dibagian kasir,
2.5.4. Pelunasan Pinjaman
Proses pelunasan uang pinjaman (marhun bih) dan pengambilan barang gadai
dikantor pegadaian syariah adalah sebagai berikut (Zainuddin Ali, 2008: 76):
1) Setiap saat uang pinjaman (marhun bih) dapat dilunasi tanpa harus menunggu
habisnya jangka waktu akad (jatuh tempo)
2) Proses pengembalian pinjaman (marhun bih) sampai penerimaan kembali
barang gadai/ jaminan (marhun), tidak dikenakan biaya apapun, kecuali
membayar jasa simpanan sesuai tarif yang berlaku.

Gambar 2.2 Skema Tata Cara Pelunasan Pinjaman

Sumber ( Zainudin, 2008: 76)

Universitas Sumatera Utara

Keterangan:
1. Nasabah (rahin) mendatangi langsung ke murtahin (dalam hal ini kasir)
dengan membawa SBR (Surat Bukti Rahn)
2. Kasir memberitahu petugas penyimpan marhun untuk mengeluarkan
barang gadai tersebut
3. Barang gadai (marhun) dikembalikan kepada nasabah (rahin).
2.6 Penelitian Terdahulu
1. Gufron Hamzah, 2007 dengan penelitian yang berjudul ”Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Minat Nasabah Dalam Produk Qardh Dengan Gadai
Emas Di PT Bank Sumut Syariah Cabang Medan”. Dalam penelitian ini
adalah studi deskriptif dengan menggunakan data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik kuesioner, studi kepustakaan, dan
observasi kelapangan. Adapun responden dalam penelitian ini adalah nasabah
pada Bank Sumut Syariah Cabang Medan sebanyak 83 orang dengan
menggunakan tehnik (Simple Random Sampling) dengan analisis regresi
berganda (OLS). Hasil dari analisis penelitian menunjukkan bahwa faktor
Promosi, prosedur pencairan pinjaman, dan Harga taksiran barang memiliki
pengaruh positif dan signifikan pada α 1% terhadap Minat nasabah untuk
menggunakan Produk Bank Sumut Syariah cabang Medan.. Dengan demikian
faktor-faktor tersebut, faktor Promosi merupakan faktor yang paling utama
dalam mempengaruhi minat nasabah untuk menggunakan Produk Qardh
dengan Gadai Emas di PT. Bank sumut Syariah Cabang Medan.

Universitas Sumatera Utara

2. Meilinda Sari, 2007 dengan penelitian yang berjudul “Persepsi Masyarakat
Tentang Gadai Emas diPenggadaian Syariah Cabang Setia Budi Medan”.
Penelitian ini dengan menggunakan menggunakan program komputer SPSS
(Statistic Product and Service Solution) versi 16,0 dan Microsoft Excel 2007.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
deskriptif. Disamping itu dilakukan pula dengan bentuk analisis lain seperti :
grafik tabulasi silang (cross tab), tabel, frekuensi dan gambar (grafik). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Berdasarkan data yang diperoleh dari
Pegadaian Syariah cabang Setia Budi Medan, dapat diketahui bahwa motif
nasabah dalam menggadaikan emasnya karena kebutuhan hidup/konsumsi
yaitu sebanyak 72%.Pemahaman nasabah tentang proses gadai emas yang
diberikan oleh Pegadaian Syariah sebanyak 88%. Dan alasan nasabah memilih
Pegadaian Syariah sebagai suatu solusi dalam menggadaikan emas sebanyak
72% yaitu karena proses menggadaikan emas dengan syarat yang mudah,
cepat dan aman walaupun ada yang memilih karena segala biaya yang ada
persesntasenya (%) kecil sehingga tidak memberatkan peminjam yaitu
sebanyak 18%.
3. Randi Saputra,2010 dengan judul penelitian” Analisis Potensi Dan Kendala
Pengembangan Pegadaian Syariah Di Kota Medan”. Metode analisis yang
digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan data
analsis SWOT. Hasil perhitungan analisis SWOT yang didapat adalah selisih
antara kekuatan dan kelemahan sebesar 19 dan selisih antara peluang dan
ancaman adalah sebesar 13. Oleh karena itu hasil dari analisis SWOT

Universitas Sumatera Utara

pegadaian syariah kota Medan berada pada Kuadran I (positif – positif)/
keunggulan progresif dengan menggunakan strategi SO, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang
sebesar- besarnya.
4. Sri Suspa Hotmaidah Sarumpaet,2008 “Persepsi Masyarakat Terhadap
Proses Pelelangan Barang Jaminan di PT. Pegadaian Syariah Cabang Setia
Budi, Medan”. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah
metode deskriptif kualitatif, yang menjadi objek penelitian ini adalah
PT.Pegadaian Syariah Cabang Setia Budi, Medan. Data yang digunakan
adalah wawancara, dokumen dan kuesioner dengan jumlah sampel sebanyak
40 orang. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang
menjadi nasabah Pegadaian Syariah setuju dengan proses lelang di Pegadaian
Syariah. Pelelangan barang jaminan dilakukan dengan sistem penjualan.
Pegadaian memberikan tempo kepada rahin untuk pelunasan marhun. Sampai
dengan jatuh tempo, nasabah tidak melunasi pinjamannya dan tidak juga
melakukan perpanjangan, maka Pegadaian Syariah Cabang Setia Budi, Medan
berhak melakukan proses lelang. Apabila hasil lelang tidak cukup untuk
melunasi maka nasabah wajib membayar sisa kewajiban kepada pegadaian
dan sebaliknya bila ada kelebihan hasil penjualan barang maka nasabah
berhak menerima kelebihan.

Universitas Sumatera Utara

2.7 kerangka Konseptual
Adapun kerangka pemikiran peneliti yang menjadi dasar dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

Minat Masyarakat
( Y)

Pendapatan
(X1)

Kebutuhan
(x2)

Keamanan
(X3)

Gamabar 2.3 Kerangka Konseptual
(dibuat oleh peneliti)
2.8 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek
penelitian dimana kebenarannya masih perlu untuk diuji. Maka penulis
mengemukakan hipotesis sebagai berikut :
1. Faktor pendapatan berpengaruh positif dengan minat masyarakat menjadi
nasabah dipegadaian syariah cabang Setia Budi Medan.
2. Faktor kebutuhan berpengaruh positif dengan minat masyarakat menjadi
nasabah dipegadaian syariah cabang Setia Budi Medan.
3. Faktor keamanan berpengaruh positif dengan minat masyarakat menjadi
nasabah dipegadaian syariah cabang Setia Budi Medan

Universitas Sumatera Utara