Isolasi dan Optimasi Enzim Amilase dari Isolat Bakteri Amilolitik Tanah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun, Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Amilum
Amilum

adalah

polimer

karbohidrat

dengan

rumus

molekul

(�6 �10 �5 )n.Karbohidrat golongan polisakarida ini banyak terdapat di alam,

terutama pada sebagian besar tumbuhan. Amilum dalam bahasa sehari-hari


disebut juga pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian. Amilum
merupakan kelompok terbesar karbohidrat cadangan yang dimiliki oleh tumbuhan
sesudah selulosa (Liu, 2005). Butir-butir pati apabila diamati dengan mikroskop
ternyata berbeda-beda bentuknya dan ukurannya tergantung dari tumbuhan apa
pati tersebut diperoleh. Amilum disusun oleh dua kelompok polisakarida yaitu
amilosa (Gambar 2.1.), kira kira 20–28% dan amilopektin sebagai sisanya
(Poedjiadi, 1994).

Baik amilosa maupun amilopektin memiliki monomer yang sama yaitu
molekul glukopiranosa. Amilosa terdiri dari 100-10000 unit α-D-glukopiranosa
permolekulnya, yang tiap unitnya berikatan lewat ikatan α-1,4 glikosida (Liu,
2005).Tiap rantai polimer molekulnya memiliki satu ujung gula tereduksi dan
satuujungnya lagi gula non reduksi sehingga molekul amilosa merupakan rantai
terbuka (Poedjiadi, 1994).

Amilosa merupakan bagian terdepan dari rantai amilum, bersifat
larutdalam air yang dipanaskan dan dapat membentuk endapan dalam air, yang
menjadi unit monomernya yang berikatan lewat ikatan α-1,4 glikosida seperti
pada amilosa yang membentuk rantai lurus dan ikatan α-1,6 glikosida yang

membentuk percabangan pada rantai amilopektin tersebut (Murray et al.,
2003).Molekul amilopektin lebih besar dari molekul amilosa dengan berat
molekulnyaberkisar antara 106–109 g permolnya (Liu, 2005). Molekul amilosa
merupakanmolekul yang larut dalam air dan memberikan warna biru apabila

Universitas Sumatera Utara

tercampurdengan larutan iodin, sedang amilopektin merupakan molekul yang
tidak larutdalam air dan akan kelihatan berwarna merah bila terkena iodin (Sale,
1961).

Gambar 2.1. Struktur Kimia Amilosa (Fessenden, 2010)

Amilopektin berbentuk rantai cabang, dimana cabangnya dengan pita
polimer yang lain terletak pada atom C-6. Setiap 20 hingga 25 satuan αDglukopiranosa baru terdapat percabangan. Massa molar amilopektin adalah
200.000 hingga 2.000.000 g/ mol. Amilopektin mengembang dalam air, dan pada
pemanasan terbentuk lem amilum; dengan iod amilopektin berwarna lembayung
atau coklat (Riswiyanto, 2009).

Gambar 2.2. Struktur Kimia Amilopektin (Fessenden, 2010)


Butir-butir pati tidak larut dalam air dingin, tetapi apabila suspensi
dalamair dipanaskan terbentuk suatu larutan koloid yang kental. Bila pati

Universitas Sumatera Utara

dipanaskandan didilusi dengan asam, pati akan terhidrolisis menjadi dekstrin,
maltosa dan D-glukosa(Sale, 1961). Semua hasil hidrolisis ini memiliki sifat yang
larut dalamair. Hidrolisis dari pati juga dapat terjadi dengan bantuan enzim
amilase yang akanmengubah amilum menjadi maltosa dalam bentuk β-maltosa
(Poedjiadi, 1994 ).

Dalam

kehidupan

manusia

amilum


berperan

sebagai

sumber

makananpenghasil energi utama dari golongan karbohidrat, disamping itu amilum
jugadapat berperan sebagai bahan aditif pada proses pengolahan makanan,
misalnyasebagai penstabil dalam proses pembuatan puding. Amilum juga
berperan dalampembuatan sirup dan pemanis buatan seperti sakarin. Dalam
bidang non makanan,amilum digunakan untuk bahan baku dalam proses
pembuatan kertas, pakaian darikatun, industri cat, maupun untuk produksi
hidrogen. Tabel 1. di bawah inimenunjukkan peran amilum di berbagai bidang.

Tabel 2.1 Penggunaan amilum di bidang industri (Liu, 2005)
No

Jenis Industri

Penggunaan Amilum/Amilum

Termodifikasi

1

Makanan

Pengental, pelapis makanan, film makanan

2

Bahan perekat

Pembuatan lem

3

Kertas dan papan

Kertas penjilid, pembungkus,pengepak


4

Textile

Dalam proses sizing, finishing dan printing

5

Farmasi

Kapsul obat, bahan pelarut obat

6

Pengeboran minyak

Modifikasi pengental

7


Deterjen

Surfaktan, bahan pensuspensi, bahan pemutih,
aktivator pemutih

8

Kimia pertanian

Pemungkus biji, pembungkus pestisida,
benang pintal

9

Plastik

Pembungkus makanan, filler

10


Kosmetik

Bedak dan talk

11

Purifikasi

Flokulan

12

Bidang medis

Scaffold, plasma eksterder, produk absorben

Universitas Sumatera Utara

untuk sanitasi


2.2 Enzim
Definisi enzim ialah senyawa yang bersifat protein. Dengan demikian, senyawa
yang bukan protein namun mempunyai kemampuan katalistidak termasuk ke
dalam lingkup pembicaraan enzim. Dewasa ini telah terbukti adanya
makromolekul lain yang bukan protein, yang juga mempunyai kemampuan
katalis. Senyawa tersebut ialah asam ribonukleat (RNA) tertentu, sehingga
menimbulkan istilah ribozim, hibrida dari istilah ribonukleat-enzim. Sebagai suatu
protein, perilaku enzim akan sama saja dengan protein manapun juga. Meskipun
demikian patut diingatkan kembali beberapa ciri protein yang langsung
mempengaruhi sifat enzim (Sadikin, 2002).

Enzim hanya disintesis oleh dan didalam sel. Sebagai protein, seperti
juga halnya, dengan protein manapun, enzim niscaya juga disintesis oleh dan
didalam sel. Memang benar sejumlah enzim bekerja diluar sel seperti didalam
plasma darah dan saluran cerna pada hewan dan dalam medium sekitarnya pada
mikroorganisme. Akan tetapi, enzim-enzim ini tetap disintesis oleh dan didalam
sel (Sadikin, 2002). Sebagai produk sel, enzim hanya akan disintesis jika sel
mempunyai gen untuk enzim tersebut. Suatu sel mampu mensintesis suatu enzim,
hanya apabila didalam genom sel tersebut terkandung informasi genetika tentang
enzim yang dimaksudkan (Sadikin, 2002).


Berbagai enzim yang digunakan secara komersial berasal dari tumbuhan,
hewan, dan mikroorganisme yang terseleksi. Oleh karena itu, peningkatan sumber
enzim sedang dilakukan yaitu dari mikroba penghasil enzim yang sudah dikenal
atau penghasil enzim-enzim baru lainnya (Smith, 1990).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Sumber Mikroba dan Penggunaan Beberapa Enzim Komersial yang
Penting
Enzim
Alkohol dehidrogenase
α-amilase
Amiloglukosidase

Asparaginase

Sumber Mikroba
Saccharomyces
cerevisiae

Aspergilus oryzae,
Bacillus subtilis
Aspergilus niger,
A.oryzae, A.niger,
Bacillus coagulanes
Penicillium camemberti,
A.niger, P.vitale

Katalase

Micrococcus
lysodeiktikus

Selulase

Trichoderma viride

Glukosa isomerase

Pektinase

B. coagulanes,
Streptomyces
phacochromogens
Saccharomyces
cerevisiae, S.
carlsbergensis
A. niger, Geotrichum
candidum, Rhizopus
arrhizus
A. niger, A. oryzae

Penisilinasilase

Escherichia coli

Penisilinase

Bacillus subtilis

Protease (dari bakteri)

B. subtilis

Protease (dari kapang)
Piruvat kinase

A. oryzae
Sacharomyces cerevisiae

Puluanase
Rennin

Aerobacter aerogenes
Mucor sp

Invertase

Lipase

Penggunaan
Pengujian alkohol
Digunakan luas dalam
industri makanan,
tenunan pabrik
Produksi glukosa dari
sirup jagung
Pengobatan penyakit
leukimia getah bening
akut
Pemisahan hidrogen yang
digunakan dalam banyak
proses
Pembuatan sayur-sayuran
yang didehidrasi, “drain
cleaner”
Produksi fruktosa dari
buah-buahan dan produk
lain
Pembuatan cokelat lunak

Memperbaiki wangi
dalam es krim, keju,
cokelat
Klasifikasi sari buahbuahan, fermentasi buah
kopi
Produksi penisilin semisintetis
Pengobatan alergi
penisilin
Pengobatan biologis,
pengempuk daging
Pelunak adonan roti
Menghasilkan ATP untuk
sintesis protein
Pembasmi rumput
Produksi keju
(Sumber: Smith, 1990)

Universitas Sumatera Utara

Pemanfaatan enzim dalam bidang industri harus memperhatikan faktor
penting yang sangat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas dari enzim yang
digunakan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi pembentukan aktivitas kerja
suatu enzim. Apabila faktor tersebut berada dalam kondisi yang optimum, maka
kerja enzim juga akan maksimal. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerja
enzim diantaranya:

2.2.1 Suhu
Suhu berpengaruh besar terhadap aktivitas enzim. Semua enzim bekerja dalam
rentang suhu tertentu pada tiap jenis organisme. Peningkatan suhu eksternal secara
umum akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia enzim, tetapi kenaikan suhu
yang terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya denaturasi enzim yaitu
kerusakan struktur protein enzim, terutama kerusakan pada ikatan ion dan ikatan
hidrogennya. Terjadinya penurunan kecepatan reaksi yang dikatalis oleh enzim
tersebut. Denaturasi enzim di atas suhu optimum akan menyebabkan terjadinya
kematian pada sel organisme, tetapi beberapa organisme mampu bertahan hidup
dan tetap aktif pada suhu yang sangat tinggi, dimana organisme lain sudah tidak
mampu lagi hidup seperti bakteri dan alga yang ditemukan pada sumber-sumber
air panas di taman Nasional Yellow Stone Amerika, suhu optimum untuk
hidupnya yaitu 70 °C (Brock, 2009).

2.2.2 pH
Aktivitas enzim dipengaruhi juga oleh pH lingkungan tempat enzim bekerja.
Banyak enzim yang sensitif terhadap perubahan pH dan setiap enzim memiliki pH
optimum untuk aktivitasnya. Perubahan pH dapat menyebabkan berhentinya
aktivitas enzim akibat proses denaturasi pada struktur tiga dimensi enzim (Stuart,
2005). Umumnya enzim bekerja optimum pada rentang pH 6- 8, tetapi beberapa
jenis organisme dapat hidup pada pH yang lebih rendah yang dikenal dengan
istilah asidofil ataupun pada pH yang lebih tinggi yang dikenal dengan istilah
alkalifil. Secara umum, kelompok mikroba yang berbeda memiliki pH
karakteristik. Kebanyakan bakteri dan protista adalah neutrofil. Meskipun sering

Universitas Sumatera Utara

mikroorganisme tumbuh dari kisaran pH yang luas dan jauh dari optimum,
terdapat batas-batas toleransi pada pertumbuhannya (Prescott et al., 2008).

2.2.3 Konsentrasi Enzim dan Substrat
Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, makin besar konsentrasi
enzim makin tinggi pula kecepatan reaksi, dengan kata lain konsentrasi enzim
berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Pertambahan konsentrasi substrat akan
menaikkan kecepatan reaksi apabila konsentrasi enzim tetap. Kompleks enzim
substrat akan terbentuk apabila ada kontak antara enzim dengan substrat. Kontak
ini terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang disebut bagian aktif. Pada
konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim ini hanya menampung sedikit
substrat. Bila konsentrasi substrat diperbesar, makin banyak substrat yang dapat
berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut. Konsentrasi kompleks
enzim substrat makin besar dan hal ini menyebabkan makin besarnya kecepatan
reaksi. Pada keadaan bertambah besarnya konsentrasi substrat tidak menyebabkan
bertambah besarnya konsentrasi kompleks enzim substrat, sehingga jumlah hasil
reaksinya pun tidak bertambah besar (Wuryanti, 2004).

2.2.4 Aktivator dan Inhibitor
Aktivator merupakan molekul yang mempermudah ikatan antara enzim dengan
substratnya, misalnya ion klorida yang bekerja pada enzim amilase. Inhibitor
merupakan suatu molekul yang menghambat ikatan enzim dengan substratnya.
Inhibitor akan berikatan dengan enzim membentuk kompleks enzim-inhibitor baik
pada sisi aktif enzim maupun bagian lain dari sisi aktif enzim. Keberadaan
inhibitor akan menurunkan kecepatan reaksi enzimatis. Terbentuknya komplek
enzim inhibitor akan menurunkan aktivitas enzim terhadap substratnya (Poedjiadi,
1994 dalam Wuryanti, 2004).

Aktivitas enzim juga terdapat pada berbagai sumber mikroorganisme
seperti bakteri dan jamur. Mikroorganisme ini menghasilkan enzim intraseluler
dan enzim ekstraseluler. Enzim intraseluler merupakan enzim yang berfungsi di
dalam sel yaitu mensintesis bahan selular dan juga menguraikan nutrien untuk

Universitas Sumatera Utara

menyediakan energi yang dibutuhkan sel. Enzim ekstraseluler merupakan enzim
yang dilepas dari sel ke lingkungan untuk menghidrolisis molekul polimer di
lingkungan,
memfasilitasi

seperti selulosa,

hemiselulosa,

pengambilan

zat

suatu

dari

lignin,

ataupun

lingkungan

bagi

juga untuk
kebutuhan

metabolismenya (Maier et al., 2000 dalam Dessy, 2008). Enzim ekstraseluler
dapat dipisahkan dari lingkungan dengan filtrasi ataupun sentrifugasi, sedangkan
enzim intraseluler dapat diekstrak dari dalam sel lewat proses pemecahan sel
(Palmer, 1985 dalam Dessy 2008).

Sifat-sifat katalitik dari enzim ialah sebagai berikut:
a.Enzim mampu meningkatkan laju reaksi pada kondisi biasa (fisiologik)dari
tekanan, suhu, danpH.
b.Enzim mempunyaiselektifitas tinggi terhadap substrat (substansi yang
mengalami perubahan kimia setelah bercampur dengan enzim) dan jenis reaksi
yang dikatalisis.
c.Enzim memberikan peningkatan laju reaksi yang tinggi dibanding dengan
katalis biasa (Page, 1989)

Jumlah enzim di dalam larutan atau ekstrak jaringan tertentu dapat diuji
secara kuantitatif dalam hal pengaruh katalitik yang dihasilkannya. Untuk tujuan
ini, kita perlu mengetahui:
1.

Persamaan keseluruhan reaksi yang dikatalisa

2.

Suatu prosedur analitik untuk menentukan menghilangnya substrat atau
munculnya produk reaksi

3.

Apakah enzim memerlukan kofaktor seperti ion logam atau koenzim

4.

Katergantungan aktivitas enzim kepada konsentrasi substrat, yaitu harga KM
bagi substrat

5.

pH optimum

6.

Daerah suhu yang membiarkan enzim dalam keadaan stabil dan memiliki
aktivitas tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Biasanya enzim diuji pada pH optimum, pada suhu yang mudah
dipergunakan, biasanya dalam kisaran 25oC sampai 38oC, dan dengan konsentrasi
substrat yang mendekati jenuh. Pada keadaan ini, kecepatan reaksi awal biasanya
sebanding dengan konsentrasi enzim, sedikitnya pada kisaran konsentrasi enzim
tertentu. Dengan persetujuan internasional, satu unit aktivitas enzim didefinisikan
sebagai jumlah yang menyebabkan pengubahan satu mikromol (µmol = 10 -6 mol)
substrat permenit pada 25oC pada keadaan pengukuran optimal. Aktivitas spesifik
adalah jumlah unit enzim permiligram protein. Aktivitas spesifik adalah suatu
ukuran kemurnian enzim. Nilainya meningkat selama pemurnian suatu enzim dan
menjadi maksimum jika enzim sudah berada keadaan murni (Lehninger, 1982).

2.3 Enzim Amilase
Amilase adalah kelompokenzim yang memiliki kemampuan memutuskan ikatan
glikosida yang terdapatpada senyawa polimer karbohidrat. Hasil molekul amilum
ini akan menjadimonomer-monomer yang lebih sederhana, seperti maltosa,
dekstrin dan terutamamolekul glukosa sebagai unit terkecil. Amilase dihasilkan
oleh berbagai jenisorganisme hidup, mulai dari tumbuhan, hewan, manusia
bahkan padamikroorganisme seperti bakteri dan fungi. Kelompok enzim ini
memiliki banyakvariasi dalam aktivitasnya, sangat spesifik, tergantung pada
sumber organismenyadan tempatnya bekerja (Dessy, 2008). Enzim amilase
dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu :
a.

Enzim α-amilase

Enzim

α-amilase

(EC.3.2.1.1)

disebut

juga

dengan

1,4-α-D-glukan

glukanohidrolase atau glukogenase adalah enzim yang mampu memecah molekulmolekul pati dan glikogen. α-amilase akan memotong ikatan glikosidik α-1,4 pada
molekul pati (karbohidrat) sehingga terbentuk molekul-molekul karbohidrat yang
lebih pendek (Yati, 2015). Enzim α-amilase terdapat pada bermacammacambakteri, jamur, tumbuhan, hewan dan memiliki perananyang besar dalam
penggunaan polisakarida. Enzim α-Amilase sebagai sinar harapan karenaaktivitas
hidrolisis patinya yang dapat menghasilkansumber energi alternatif untuk
produksi biofuelsdengan patisebagai bahan baku (Yati, 2015). Beberapa dekade
terakhir

spesies

dari

Bacillusseperti

Bacillus

subtilis,

Bacillus

Universitas Sumatera Utara

amyloliquefaciensdanBacillus

licheniformis

telah

dimanfaatkan

pada

skalaindustri.Bacillussubtilis, Bacillus stearothermophilus, Bacilluslicheniformis
dan Bacillus amyloliquefaciens diketahui dengan baik penghasil α-amilase
termostabil dan telah banyak digunakan dalam berbagai aplikasisecara komersial
(Yati, 2015)
b.

Enzim β-amilase

β-amilase (β-1,4 glukan maltohidrolase) terdapat pada berbagai hasiltanaman,
tetapi tidak terdapat pada mamalia, dan mikroba. Secara murni telahdapat diisolasi
dari kecambah barley, ubi jalar, dan kacang kedelai. Enzim β-amilase memecah
ikatan glukosida β-1,4 pada pati dan glikogen dengan membalikkonfigurasi
karbon anomeri glukosa dari α menjadi β. Enzim β-amilase aktif pada pH 5,0-6,0
(Winarno, 1984).
c.

Enzim �-amilase

Gamma amilase mempunyai nama lain, yaitu glukan 1,4-α-glukosidase, 1,4-α-D
glukan glukohidrolase, exo-1,4-α-glukosidase, glukoamilase,amiloglukosidase,
lisosomal α-glukosidase. Pemutusan ikatan akhir α(1-4)glikosida pada ujung non
reduksi dari amilosa dan amilopektin, untukmenghasilkan unit glukosa, γ-amilase
sangat efisien pada lingkungan yangbersifat asam dan bekerja pada pH optimum 3
(Lutfi, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3. Struktur Kimia α-amilase, β-amilase dan glukoamilase (Sumber:
www.sigmaaldrich.com)
2.4 Amilase dari Mikroorganisme
Enzim yang digunakan untuk keperluan industri sebagian besar diisolasi dari
mikroba. Pemilihan mikroba sebagai sumber enzim mempunyai beberapa
keuntungan bila dibandingkan dengan enzim yang diisolasi dari tumbuhan
maupun hewan. Keuntungan itu antara lain sel mikroba lebih mudah untuk
ditumbuhkan dan kecepatan pertumbuhannya relatif lebih cepat, skala produksi
sel lebih mudah ditingkatkan apabila dikehendaki produksi yang lebih besar,
biaya produksinya relatif lebih murah, kondisi selama produksi tidak tergantung
oleh adanya perubahan musim dan waktu yang dibutuhkan dalam proses produksi
lebih singkat (Poernomo, 2003).

Ada beberapa mikroba penghasil amilase. Bakteri merupakan salah satu
kelompok mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim amilase. Diantara
jenis bakteri tersebut ada yang bersifat termofilik (Indrajaya et al., 2003).
Produksi amilase dengan menggunakan bakteri termofil mempunyai kelebihan
yang salah satunya dapat menurunkan risiko kontaminasi (Santos dkk., 2003).
Pada tahap awal untuk mendapatkan mikroba yang berpotensi sebagai penghasil
enzim yaitu, mengisolasi dan menyeleksi mikroba tersebut dari habitat aslinya
dalam kultur campuran. Mikroba yang diperoleh dari hasil isolasi harus memilki
kemampuan dan kelebihan untuk melangsungkan reaksi atau menghasilkan
produk yang diinginkan (Handayani et al., 2002).

Amilase yang berasal dari mikroorganisme banyak digunakan dalam
industri, hal ini dikarenakan dapat menekan biaya produksi, mengurangi risiko
terjadinya kontaminasi, meningkatkan difusi masa, meningkatkan produktivitas,
dan mempengaruhi daya larut saat pencampuran senyawa organik (Igarashi, et al.,
1998). Amilase pertama kali diproduksi adalah amilase yang berasal dari fungi
pada tahun 1894 (Jusuf, 2009). Mikroorganisme penghasil amilase pertama sekali
diisolasi dari isolat Bacillus amyloliquefaciens dan digunakan dalam bidang
industri selama bertahun-tahun (Cordeiro et al., 2002), tetapi penemuan enzim

Universitas Sumatera Utara

amilase termostabil dari isolat Bacillus licheniformis ternyata menunjukkan
adanya termostabilitas yang lebih tinggi sekitar 10℃ − 20℃ dibandingkan dari

amilase termostabil pada B. amyloliquefaciens. Selanjutnya enzim-enzim amilase
termostabil juga berhasil didapatkan dari mikroorganisma seperti B. subtilis, B.
stearothermophilus, B. calcalovelox, B. alcalophilus, Thermus sp.,Clostridium
acetobutylicum, Pyrococcus furiosus, Sulfolobus acidocaldarius, dan lainnya
(Rath dkk., 1998).

2.5 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Medan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Medan merupakan lokasi
pembuangan sampah terbesar di kota Medan. Setiap hari TPA Sampah Terjun
dengan luas 14 hektar ini kedatangan sampah sebanyak 1500 sampai 1600 ton
dari seluruh sampah-sampah masyarakat kota Medan. Setiap harinya, ada 200
truk sampah yang mondar-mandir ke TPA ini. Rata-rata mereka masuk 2 – 3 kali.

Dari data yang diperoleh Tribun dari sumber Dinas Kebersihan, jenis
sampah yang masuk ke TPA ini setiap harinya, yakni, sampah organik 77,3% ;
kertas 2.99% ; plastik 8,85% ; kayu 2,24% ; karet 0,545% ; logam 0,09% ;
bengkahan 0,335% ; sampah B3 (seperti cairan parit, endapan dari parit, pasar
dsb) 0,78% ; pampers atau pembalut 2,24% ; dan sampah lainnya sebanyak
2,855%.

Grafik pemasukan sampah ini pun turun naik. Dari data terakhir di
Februari 2015, jumlah sampah yang masuk ke TPA ini mencapai 39.959,01 ton.
Sedangkan pada Januari 2015 mencapai 43.520,26 ton. Pada Desember 2014,
jumlah sampah yang masuk mencapai 44.080,54 ton.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Medan berlokasi di
jalan Paluh Nibung, Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara