Analisis Hukum Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah Perumahan Di Kabupaten Serdang Bedagai

28

BAB II
TERJADINYA PERCEPATAN ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN
DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
A. Pengertian Pertanian Dalam Arti Luas.
Pertanian jika dipandang dari etimologi kata berasal dari kata Agriculture.
Agriculture terdiri dari dua suku kata yaitu Agri (Ager) yang berarti tanah dan
Culture (Colere) yang artikan sebagai pengelolaan. Jadi pertanian (Agriculture)
dalam arti luas diartikan sebagai kegitan pengelolaan tanah yang dilakukan oleh
manusia dalam memanfaatkan sumber daya hayati, yang bertujuan untuk
kelangsungan hidup manusia, seperti : menghasilkan bahan pangan, menghasilkan
bahan baku industri atau sumber energi, dan mengelola lingkungan hidupnya. Dalam
mengkaji pertanian, kelompok ilmu – ilmu pertanian didukung oleh ilmu-ilmu
pendukungnya, karena pertanian selalu terikat dengan adanya ruang dan waktu. Ilmuilmu yang mendukung ilmu pertanian meliputi Meteorologi, Ilmu Tanah, Biokimia,
Teknik Pertanian, dan Statistika. Usaha tani atau yang biasa disebuut dengan Farming
merupakan bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang
dilakukan dalam budidaya. Orang yang melakukan atau menyelenggarakan usaha tani
biasa di sebut dengan petani. Sebagai contoh : petani sayur, petani padi, dan juga
petani ikan.
B. Tinjauan Tentang Hak atas tanah

1.

Tinjauan Umum Tentang Tanah
Istilah tanah memiliki arti yang sangat luas, untuk itu diperlukan batasan-

batasannya. Menurut Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5
Tahun 1960, batasan resmi mengenai tanah adalah sebagai berikut :

28

Universitas Sumatera Utara

29

“Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal (2)
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang
dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum”.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) di atas, maka yang dimaksud dengan tanah
adalah permukaan bumi. Sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu

permukaan bumi yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.38
Istilah “menguasai” bukan berarti memiliki, namun mempunyai arti sebagai
organisasi kekuasaan bangsa Indonesia, dimana Negara diberikan wewenang untuk
mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan tanah. Pemerintah sebagai wakil
negara dapat mengatur peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi,
air dan ruang angkasa termasuk di dalamnya juga mengenai tanah.39 Pengertian tanah
selain dijumpai di dalam UUPA dapat dilihat juga dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1994), yang dimaksud dengan tanah adalah :
a. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang ada di atas
b. Keadaan bumi di suatu tempat
c. Permukaan bumi yang diberi batas
d. Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir, cadas, napal dan
sebagainya).
Yang dimaksud dengan “tanah pertanian” ialah juga semua tanah perkebunan,
sawah, tambak untuk perikanan, tanah tempat penggembalaan ternak, tanah belukar

38

Boedi, harsono, Op.cit hal 18
Sudargo, Gautama, Ellyda T. Soetijarto, Tafsiran Undang – Undang Pokok Agraria

Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997, hal 54.
39

Universitas Sumatera Utara

30

bekas ladang dan hutan yang menjadi tempat mata pencaharian bagi yang berhak.
Pada umumnya tanah pertanian adalah semua tanah yang menjadi hak orang, selain
tanah untuk perumahan dan perusahaan. Bila atas sebidang tanah berdiri rumah
tempat tinggal seseorang, maka pendapat setempat itulah yang menentukan, berapa
luas bagian yang dianggap halaman rumah dan berapa yang merupakan tanah
pertanian. Tanah pertanian biasanya digunakan untuk usaha bidang pertanian dalam
arti mencakup persawahan, hutan, perikanan, perkebunan, tegalan, padang,
penggembalaan dan semua jenis penggunaan lain yang lazim dikatakan sebagai usaha
pertanian. 40
Pengertian tanah pertanian di atas, dapat dijadikan sebagai tolok ukur suatu
tanah yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai tanah pertanian atau tanah non
pertanian yang masing-masing kategori tanah tersebut memiliki peruntukan yang
berbeda-beda.

2.

Hak Penguasaan Atas Tanah
Pengertian “Penguasaan” dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti

yuridis. juga beraspek privat dan beraspek publik. Penguasaan dalam arti yuridis
adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada
umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik
tanah yang dihaki. Ada penguasaan yuridis, yang biarpun memberi kewenangan
untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan

40

Boedi, Harsono, Op.cit hal 372

Universitas Sumatera Utara

31

fisiknya dilakukan oleh pihak lain, misalnya yang memiliki tanah tidak

mempergunakan tanahnya sendiri akan tetapi disewakan kepada pihak lain.
Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan atau
larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang
dimilikinya. Sesuatu yang boleh, wajib, atau dilarang untuk diperbuat, yang
merupakan isi hak penguasaan atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak
penguasaan itulah yang menjadi kriterium atau tolak ukur pembeda diantara hak-hak
penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.41
Pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah dibagi
menjadi 2, yaitu :42
1.

Hak Penguasaan atas Tanah sebagai Lembaga Hukum.
Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan dengan tanah dan orang
atau badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya. Ketentuan-ketentuan dalam
Hak Penguasaan atas Tanah, adalah sebagai berikut:
a. Memberi nama pada hak penguasaan yang bersangkutan;
b. Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh, wajib, dan dilarang
untuk diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu penguasaannya
c. Mengatur hal-hal mengenai subjeknya, siapa yang boleh menjadi pemegang
haknya, dan syarat-syarat bagi penguasaannya

d. Mengatur hal-hal mengenai tanahnya.
2. Hak atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret.
Hak Penguasaan atas Tanah ini sudah dihubungkan dengan tanah tertentu
sebagai objeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang
haknya. Ketentuan-ketentuan dalam hak penguasaan atas tanah, adalah sebagai
berikut:
a. Mengatur hal-hal mengenai penciptaannya menjadi suatu hubungan hukum
yang konkret, dengan nama atau sebutan hak penguasaan atas tanah tertentu
b. Mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak-hak lain
c. Mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak lain
41

Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Djambatan, 2008, hal 25
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, (Surabaya : Prenada Media Group,
2005), hal. 73-75
42

Universitas Sumatera Utara

32


d. Mengatur hal-hal mengenai hapusnya
e. Mengatur hal-hal mengenai pembuktiannya.
Dasar hukum ketentuan Hak-hak atas Tanah diatur dalam Pasal 4 ayat 1
UUPA, yaitu: “Atas dasar hak menguasai dari Negara atas tanah yang dimaksud
dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang
disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.
Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari Negara atas tanah dapat diberikan
kepada: Perseorangan, baik warga Negara Indonesia maupun warga Negara Asing,
sekelompok orang secara bersama-sama, dan Badan Hukum baik badan hukum privat
maupun badan hukum publik.
3.

Hak Atas Tanah dan Kewenangannya.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 2013 tentang

Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran
Tanah menyebutkan bahwa pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah
yang memberikan suatu hak atas tanah negara, termasuk perpanjangan jangka waktu

hak dan pembaharuan hak serta pemberian hak di atas hak pengelolaan. Hak atas
tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.
Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah diberikan kepada Badan Pertanahan
Nasional.
Hak atas tanah menurut UUPA dan PP no. 40 tahun 1996 :
a.

Hak Penguasaan Atas Tanah.

Universitas Sumatera Utara

33

b. Hak-hak Atas Tanah yang bersifat tetap (pasal 16 UUPA)
-

Hak Milik

-


Hak Guna Usaha

-

Hak Guna Bangunan

-

Hak Pakai

-

Hak Sewa

-

Hak Membuka Tanah

-


Hak Memungut Hasil Hutan

c. Hak-hak Atas Tanah yang bersifat sementara
-

Hak Gadai

-

Hak Usaha Bagi Hasil

-

Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian

Kewenangan sering disejajarkan dengan istilah wewenang. Istilah wewenang
digunakan dalam bentuk kata benda dan sering disejajarkan dengan istilah
“bevoegheid” dalam istilah hukum Belanda. Menurut Phillipus M. Hadjon, jika
dicermati ada sedikit perbedaan antara istilah kewenangan dengan istilah
“bevoegheid”. Perbedaan tersebut terletak pada karakter hukumnya. Istilah

“bevoegheid” digunakan dalam konsep hukum publik maupun dalam hukum privat.
Dalam konsep hukum kita istilah kewenangan atau wewenang seharusnya digunakan
dalam konsep hukum publik.43

43

Philipus M, Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah, Universitas Airlangga, Surabaya, tahun
2008, hal 20

Universitas Sumatera Utara

34

Ateng syafrudin berpendapat ada perbedaan antara pengertian kewenangan
dan wewenang44. Kita harus membedakan antara kewenangan (authority, gezag)
dengan wewenang (competence, bevoegheid). Kewenangan adalah apa yang disebut
kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh
undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel” (bagian)
tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat wewenangwewenang (rechtsbe voegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum
publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat
keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan
tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.
Secara yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.45
Kewenangan yang dipunyai oleh pemegang Hak atas tanah dibagi menjadi 2,
yaitu :
1.

Wewenang Umum
Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai

wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air dan
ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
44

Ateng, Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan
Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV,Bandung, Universitas Parahyangan, 2000, hal 22
45
Indroharto, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, dalam Paulus, Efendie, Lotulung,
Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994,
hal. 65

Universitas Sumatera Utara

35

berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan
peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat 2 UUPA)
2.

Wewenang Khusus
Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai

wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya,
misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian
dan atau mendirikan bangunan, wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah
mengunakan tanah hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah
yang bukan miliknya, wewenang pada tanah Hak Guna Usaha adalah hanya
menggunakan tanah untuk kepentingan perusahaan dibidang pertanian, perikanan,
perternakan, atau perkebunan.46
a.

Hak Atas Tanah Untuk Perumahan.
Menurut Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang dimaksud Hak Guna Bangunan adalah
hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya
sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
Menurut Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1960 (UndangUndang Pokok Agraria), yang dimaksud Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan
dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah
milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam

46

Sudikno, Mertokusomo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta : Liberty, 1995

hal 76

Universitas Sumatera Utara

36

keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa tanah atau
perjanjian pengelahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan
ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria.
Pengertian rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat
tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset pemiliknya. Undang-Undang No.1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Pemukiman menetapkan bahwa perumahan dapat dibangun
diatas tanah:
1.

Hak milik

2.

Hak Guna Bangunan atas tanah negara

3.

Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan

4.

Hak Pakai atas tanah negara.
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah ada tiga macam :
1.

Hak Guna Bangunan atas tanah negara

2.

Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan

3.

Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik
Perumahan yang status tanahnya adalah Hak Guna Bangunan atas tanah

negara dan Hak Pakai atas tanah negara adalah perumahan yang dibangun oleh badan
usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Tipe rumah Perseroan

Universitas Sumatera Utara

37

Terbatas adalah rumah sangat sederhana, rumah sederhana, rumah menengah dan
rumah mewah.
Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996, ada tiga macam Hak Pakai yaitu:
1.

Hak Pakai atas tanah negara

2.

Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan

3.

Hak Pakai atas tanah Hak Milik
Perumahan dapat dibangun oleh penyelenggara pembangunan perumahan

yaitu :
1.

Warga Negara Indonesia

2.

Orang asing yang berkedudukan di Indonesia

3.

Lembaga negara

4.

Kementerian

5.

Lembaga Pemerintah Non-Kementerian

6.

Pemerintah Provinsi

7.

Pemerintah Kabupaten/Kota

8.

Badan Otorita

9.

Badan Usaha Milik Negara

10. Badan Usaha Milik Daerah
11. Badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT)
12. Yayasan
Perumahan yang status tanahnya asal Hak Guna atas tanah Hak Pengelolaan
adalah perumahan yang dibangun oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

Universitas Sumatera Utara

38

berbentuk Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas).
Tipe rumah Perum Perumnas adalah rumah sangat sederhana dan rumah sederhana.
Pada perumahan terdapat dua macam Hak Guna Bangunan atas tanah negara
dan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan, yaitu:
a.

Hak Guna Bangunan Induk
Hak Guna Bangunan Induk adalah Hak Guna Bangunan atas tanah yang

kemudian dipecah-pecah menjadi bidang tanah yang lebih kecil / sebagiannya
dipisahkan untuk didaftar sebagai bidang tanah tersendiri.
b.

Hak Guna Bangunan Pecahan
Hak Guna Bangunan Pecahan adalah Hak Guna Bangunan dalam ukuran luas

tanah yang lebih kecil yang berasal dari Hak Guna Bangunan Induk, yang setiap
pecahannya diterbitkan satu Sertipikat Hak Guna Bangunan.
b. Hak Atas Tanah Untuk Rumah Tempat Tinggal.
Pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tempat tinggal dapat diperoleh
melalui perubahan hak dalam bentuk peningkatan Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai atas tanah untuk rumah tempat tinggal menjadi Hak Milik. Menurut pasal 1
huruf b Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9
Tahun 1997, yang dimaksud dengan perubahan hak adalah penetapan Pemerintah
mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan Hak Guna
Bangunan, atas permohonan pemegang haknya menjadi tanah negara dan sekaligus
memberikan tanah tersebut kepadanya dengan Hak Milik.

Universitas Sumatera Utara

39

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 6 tahun 1998 tentang Pemberian Hak milik atas tanah untuk rumah
tinggal yaitu : 47
Pasal 1 :
1) Dengan keputusan ini :
a. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal
kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia yang luasnya 600 M2 atau
kurang, atas permohonan yang bersangkutan dihapus dan diberikan kembali
kepada bekas pemegang haknya dengan Hak Milik;
b. Tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal
kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia yang luasnya 600 M2 atau
kurang yang sudah habis jangka waktunya dan masih dipunyai oleh bekas
pemegang hak tersebut, atas permohonan yang bersangkutan diberikan Hak
Milik kepada bekas pemegang hak.
(2) Untuk pemberian Hak Milik tersebut penerima hak harus membayar uang
pemasukan kepada Negara sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 2 :
(1) Permohonan pendaftaran Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat
dengan surat sesuai bentuk sebagaimana contoh dalam Lampiran I Keputusan ini
dengan disertai :
a. sertipikat tanah yang bersangkutan
b. bukti penggunaan tanah untuk rumah tinggal berupa :
1) fotocopy Izin Mendirikan Bangunan yang mencantumkan bahwa
bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, atau
2) surat keterangan dari Kepala Desa/Kelurahan setempat bahwa bangunan
tersebut digunakan untuk rumah tinggal, apabila Izin Mendirikan
Bangunan tersebut belum dikeluarkan oleh instansi berwenang
c. fotocopy SPPT PBB yang terakhir ( khusus untuk tanah yang luasnya 200 M2
atau lebih)
d. bukti identitas pemohon
e. pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik yang dimohon
pendaftarannya itu yang bersangkutan akan mempunyai Hak Milik atas tanah
untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang yang seluruhnya meliputi
luas tidak lebih dari 5.000 (lima ribu) M2 dengan menggunakan contoh
sebagaimana Lampiran II Keputusan ini.

47

Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 tahun

1998

Universitas Sumatera Utara

40

(2) Atas permohonan pendaftaran Hak Milik sebagaimana dimaksud ayat (1) Kepala
Kantor Pertanahan mengeluarkan perintah setor pungutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (2) yang dibuat sesuai contoh sebagaimana Lampiran III
Keputusan ini.
(3) Setelah pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibayar lunas, Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya :
a. mendaftar hapusnya Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang bersangkutan
dalam buku tanah dan sertipikatnya serta daftar umum lainnya;
b. selanjutnya mendaftar Hak Milik atas tanah bekas Hak Guna Bangunan atau
Hak Pakai tersebut dengan membuatkan buku tanahnya dengan menyebutkan
keputusan ini sebagai dasar adanya Hak Milik tersebut dan menerbitkan
sertipikatnya, dengan surat ukur yang dibuat berdasarkan data fisik yang
digunakan dalam pendaftaran Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai.
Pasal 3 :
(1) Permohonan perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai menjadi Hak Milik
atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia
yang luasnya 600 M2 atau kurang yang pada waktu berlakunya keputusan ini
sedang diproses di Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Propinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan
belum dilunasi uang pemasukannya dikembalikan kepada Kantor Pertanahan dan
diproses menurut keputusan ini.
(2) Permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan Hak Guna Bangunan
atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warga
negara Indonesia yang luasnya 600 M2 atau kurang yang pada waktu berlakunya
keputusan ini sedang diproses di Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah
Badan
Pertanahan
Nasional
Propinsi
dan
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya dan belum dilunasi uang pemasukannya atas permohonan
yang
bersangkutan
dikembalikan
kepada
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya dan diproses menurut keputusan ini.
Pasal 4 :
(1) Permohonan Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal yang tidak memenuhi
syarat untuk diproses menurut Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 jo Nomor 15 Tahun 1997 dan Nomor
1 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat
Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS), Keputusan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1998 tentang
Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal Yang Telah Dibeli Oleh
Pegawai Negeri Dari Pemerintah dan Keputusan ini, diproses sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 jo
Nomor 5 Tahun 1973.
(2) Permohonan Hak Milik sebagaimana dimaksud ayat (1) dibatasi untuk tanah
seluas maksimum 2.000 (dua ribu) M2.

Universitas Sumatera Utara

41

(3) Dalam pengurusan permohonan Hak Milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
juga harus dilampirkan pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak
Milik yang dimohon itu yang bersangkutan akan mempunyai Hak Milik atas
tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang yang seluruhnya
meliputi luas tidak lebih dari 5.000 (lima ribu) M.
Keuntungan yang dirasakan oleh pemilik rumah yang statusnya semula Hak
Guna Bangunan diubah menjadi Hak Milik, yaitu:
1.

Status hak atas tanahnya menjadi yang terkuat.

2.

Pemilik rumah tidak perlu lagi memperpanjang penguasaan hak atas tanah.

3.

Harga rumah yang berdiri di atas tanah Hak Milik menjadi lebih mahal (tinggi).

4.

Kalau Hak Milik yang di atasnya berdiri bangunan rumah dibebani Hak
Tanggungan, maka nilai jaminannya lebih mahal (besar).48

4.

Tanah Mempunyai Fungsi Sosial
Kecenderungan untuk memandang tanah lebih pada nilai ekonomisnya

semata, yakni tanah sebagai barang dagangan yang tentunya lebih mudah dikuasai
oleh mereka yang mempunyai kelebihan modal dan mengakibatkan ketimpangan
distribusi penguasaan tanah karena perbedaan akses, jelas tidak sesuai dengan jiwa
UUPA. Tanah itu merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1 UUPA).
Dengan demikian selain memiliki nilai fisik, tanah juga mempunyai nilai kerohanian.
Sebagai titipan Tuhan, perolehan dan pemanfaatannya harus sedemikian rupa
sehingga dirasakan adil bagi semua pihak.49 Tanah merupakan unsur penting dalam

48

https://monicaaviandhita.wordpress.com/2015/12/02/bab-11-pemberian-hak-milik-atastanah-untuk-rumah-tempat-tinggal/
49
Maria, SW. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi Edisi
Revisi. (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2005), hal 42.

Universitas Sumatera Utara

42

setiap kegiatan pembangunan. Semua kebutuhan manusia juga dapat terpenuhi
dengan adanya tanah, dengan kata lain bahwa tanah merupakan faktor pokok dalam
kelangsungan hidup manusia.
Pasal 33 Ayat (3) UUD 45 menyebutkan bahwa : “Bumi, air serta kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasasi oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pasal 33 Ayat (3) merupakan landasan
adanya hubungan hukum antara tanah dan subyek tanah, dimana Negara bertindak
sebagai subyek yang mempunyai kewenangan tertinggi terhadap segala kepentingan
atas tanah yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Lebih lanjut diatur dalam Pasal
2 Ayat (1) dan (2) UUPA yang menyatakan bahwa :
“Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal
sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai
oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UUPA Hak menguasai dari Negara memberikan
wewenang untuk :
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa.
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Ditegaskan pula di dalam Pasal 6 UUPA mengenai fungsi sosial dari tanah
yaitu: “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Tidak hanya hak milik
tetapi semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa hak atas
tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu

Universitas Sumatera Utara

43

akan dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya. Penggunaan tanah
harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat
baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat
pula bagi masyarakat dan Negara. Namun demikian tidak berarti kepentingan
perseorangan dikalahkan dengan kepentingan masyarakat. Kepentingan masyarakat
dan kepentingan perseorangan haruslah saling seimbang, hingga pada akhirnya akan
tercapailah tujuan pokok yaitu kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat
seluruhnya.
5.

Hak Atas Tanah Yang Dapat Dimiliki Oleh Perusahaan
Perumahan

Pembangunan

Sebagai pemegang hak atas tanah, suatu badan hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia berdasarkan Pasal 30, 36, 45 UUPA
dapat memiliki tanah HGU, HGB, Hak Pakai Atas Tanah dan Hak Sewa.
Berdasarkan Pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987,
hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh perusahaan pembangunan perumahan antara
lain dibedakan :
1.

Untuk perusahaan pembangunan perumahan yang seluruh modalnya dari
pemerintah dan atau pemerintah daerah, maka dapat diberikan :
a. Hak Pengelolaan
b. Hak Guna Bangunan
c. Hak Pakai

Universitas Sumatera Utara

44

2.

Untuk perusahaan pembangunan perumahan yang modalnya swasta maka dapat
diberikan :

a.

Hak Guna Bangunan
Pasal 35 UUPA, disebutkan bahwa : Hak Guna Bangunan adalah hak untuk

mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya
sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun (2) Atas permintaan pemegang
hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunan jangka
waktu tersebut dalam Ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20
tahun (3) Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Ciri-ciri
HGB adalah :
1.

HGB tergolong hak yang kuat dan karena itu merupakan hak yang harus didaftar.

2.

HGB dapat beralih atau dapat diwariskan.

3.

HGB batas waktunya terbatas.

4.

HGB dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.

5.

HGB dapat dialihkan pada pihak lain.

6.

HGB dapat dilepaskan oleh pemegangnya.
Sesuai dengan Pasal 36 Ayat (1), maka yang dapat mempunyai Hak Guna

Bangunan adalah :
1.

Warga Negara Indonesia

2.

Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia

Universitas Sumatera Utara

45

Dalam kaitannya dengan subyek Hak, Hak Guna Bangunan sebagai tersebut
di atas, maka sesuai dengan Pasal 36 Ayat (2) ditentukan bahwa :
“Orang atau Badan Hukum yang mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak lagi
memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam Ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1
(satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang
memenuhi syarat”.
Disebutkan pula di dalam Pasal 20 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah
bahwa apabila telah melampaui jangka waktu di atas haknya tetap tidak dilepaskan
atau dialihkan, maka hak tersebut hapus karena hukum. HGB diberikan untuk jangka
waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama
20 tahun. Sesudah jangka waktu HGB dan perpanjangan di atas berakhir, kepada
bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan HGB di atas tanah yang sama.
Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menyebutkan HGB hapus
karena :
1. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian
atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang pemegang Hak Pengelolaan atau
pemegang Hak milik sebelum jangka waktu berakhir, karena :
a. Tidak

dipenuhinya

kewajiban-kewajiban

memegang

hak,

dan

atau

dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
mengenai kewajiban pemegang HGB;

Universitas Sumatera Utara

46

b. Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang
dalam perjanjian pemberian HGB antara pemegang HGB dan pemegang Hak
Milik atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan.
c. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
3.

Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu
berakhir.

4.

Dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan
Hak-hak Atas Tanah Dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya;

5. Ditelantarkan
6. Tanahnya musnah
7.

Pemegang HGB yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemegang HGB, dan
dalam waktu 1 tahun tidak mengakhiri penguasaan HGB

b. Hak Pakai (HP)
Berdasarkan Pasal 41 UUPA disebutkan bahwa :
“Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang
dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini”.
Pemberian Hak Pakai ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung
unsur-unsur pemerasan. Dengan demikian, maka sifat-sifat dari Hak Pakai adalah:
1.

Hak Pakai atas tanah bangunan maupun tanah pertanian.

2.

Dapat diberikan oleh Pemerintah maupun oleh Si Pemilik tanah.

Universitas Sumatera Utara

47

3.

Hak Pakai dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu atau selama tanahnya
diperlukan untuk keperluan tertentu.

4.

Hak Pakai dapat diberikan Cuma-Cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa
berupa apapun.

5.

Hak Pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain sepanjang dapat ijin Pejabat
yang berwenang, apabila mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara
atau dimungkinkan dalam Perjanjian yang bersangkutan apabila mengenai tanah
milik.

6.

Pemberian Hak Pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur
pemerasan.
Sesuai dengan Pasal 42 UUPA dan Peraturan Menteri Negara Agraria /

Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan
Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah
Negara serta Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, maka yang dapat mempuyai Hak
Pakai adalah :
1. Warga Negara Indonesia
2. Badan-badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia
3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah
4. Badan-badan keagamaan dan sosial
5. Orang-orang Asing yang berkedudukan di Indonesia

Universitas Sumatera Utara

48

6. Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia
7. Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan internasional Jangka waktu
dari Hak Pakai adalah paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan tertentu, yaitu diberikan kepada :
1.

Departemen, Lembaga Pemerintah Non departemen, dan Pemerintah
Daerah

c.

2.

Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan internasional

3.

Badan keagamaan dan badan sosial

Hak Pengelolaan (HPL)
Hak Pengelolaan dalam Hukum Tanah Nasional tidak disebutkan dalam

UUPA, namun tersirat dalam pernyataan dalam Penjelasan Umum, bahwa 50:
“Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas, Negara dapat memberikan
tanah yang demikian (yang dimaksudkan adalah tanah yang tidak dipunyai dengan
sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lain) kepada seseorang atau badan-badan
dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya dengan hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak pakai atau memberikannya
dalam pengelolaan kepada sesuatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau
Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing
(Pasal 2 Ayat (4))”.
Menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974
tersebut Hak Pengelolaan memberi wewenang untuk :
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan
b. Menggunanakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya

50

Boedi, harsono, Op.cit hal 276

Universitas Sumatera Utara

49

c. Menyerahkan bagian-bagian dari pada tanah itu kepada pihak ketiga menurut
persyaratan yang ditentukan perusahaan pemegang hak tersebut, yang
meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya.
Dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang
bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang menurut
Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan
Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara, sesuai dengan
peraturan perundangan agraria yang berlaku.
Subyek Hak Pengelolaan menurut Pasal 5 dan Pasal 7 Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Negara
dan ketentuan-ketentuan kebijaksanaan selanjutnya adalah :
1.

Departemen-departemen dan Instansi Pemerintah.

2.

Badan-badan Hukum yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang
seluruh modalnya dimiliki oleh pemerintah dan / atau Pemerintah Daerah yang
bergerak dalam kegiatan usaha Perusahaan Industri (Industri Estate) dan
Pelabuhan.

C. Alih Fungsi Tanah Pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai
Alih fungsi lahan juga biasa disebut dengan konversi lahan. Alih fungsi lahan
atau konversi lahan merupakan kegiatan yang berkaitan tentang kegiatan di dalam
sektor pertanian. Alih fungsi lahan adalah dirubahnya fungsi lahan yang telah di
rencanakan baik itu sebagian maupun seluruh kawasan lahan dari fungsi semula

Universitas Sumatera Utara

50

menjadi fungsi yang lain dan biasanya di alih fungsikan ke sektor pembangunan. Alih
fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai berubahnya guna lahan awal yang telah
dialih fungsikan ke guna lahan lain yang telah di rencanakan oleh pihak – pihak
tertentu yang bersangkutan dengan pengalih fungsian lahan tersebut.
Alih fungsi lahan cenderung menjadi masalah (bersifat negatif) di dalam
sektor pertanian, akan tetapi masih banyak lahan pertanian yang dialih fungsikan
karena tekanan ekonomi pada masa-masa krisis ekonomi atau rendahnya hasil jual di
bidang pertanian menyebabkan banyak petani yang menjual aset lahannya yang
berupa perkebunan atau persawahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang
secara tidak langsung menyebabkan meningkatnya alih fungsi lahan pertanian dan
makin meningkatkan penguasaan-penguasaan lahan pada pihak-pihak yang memiliki
modal tinggi.51
Luas kawasan perumahan di Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011 adalah
12.907 Ha dan pada tahun 2015 luas kawasan perumahan adalah 14.250 Ha. Dalam
hal ini dapat kita lihat bahwa luas kawasan perumahan terus meningkat yaitu dengan
penambahan luas mencapai 1.343 Ha dan dominan yang di alih fungsikan menjadi
tanah perumahan adalah tanah sawah dikarenakan tanah sawah memiliki bidang tanah
yang datar dan relatif lebih murah dan pada umumnya tanah sawah sering
berdampingan dengan kawasan pemukiman. 52

51

https://tublogbisnis.wordpress.com/2015/03/03/alih-fungsi-lahan/ diakses tanggal 02 agustus
2016 jam 19.00 wib
52
Wawancara dengan Bapak Harry Wardhana. Kepala Seksi Tata Ruang Perumahan dan
Pemukiman. Senin 11 September 2016 pukul 10.00 WIB

Universitas Sumatera Utara

51

Luas lahan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Serdang Bedagai adalah
45% (70,160 Ha) dari luas wilayah Kabupaten Serdang Bedagai yang terdiri atas
pertanian sawah (40,598 Ha) dan luas tanah pertanian kering adalah 29,562 HA
termaksuk tanaman palawija, ubi kayu, dan lain sebagainya.53
Tabel I
Luas wilayah tanah pertanian dari tahun 2011-2015
NO

TAHUN

LUAS WILAYAH TP

1

2011

40.598 Ha

2

2012

40.598 Ha

3

2013

39.442 Ha

4

2014

39.827 Ha

5

2015

39.191 Ha
Sumber : Badan Pusat Statistik

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa luas wilayah tanah pertanian menurun
drastis dalam kurun waktu lima tahun, Di tahun 2011 luas tanah pertanian di
Kabupaten Serdang Bedagai mencapai 40.598 hekatar, dan pada tahun berikutnya
2011–2015 luas tanah pertanian semakin menurun drastis yaitu 39.194 hektar, dimana
antara tahun 2011-2015 tanah pertanian berkurang 1.407 hektar atau berkurang 10%
dalam kurung waktu 5 tahun, dimana penggunaan tanah pertanian berkurang karena
di alih fungsikan untuk perumahan, industri, maupun untuk kepentingan umum.
Kabupaten Serdang Bedagai merupakan daerah yang memberikan kontribusi
terbesar tanaman padi sawah, pada tahun 2011 Kabupaten Serdang Bedagai
menghasilkan beras 334,675 ton dan pada tahun 2015 kabupaten Serdang Bedagai
53

Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai, Tahun 2015

Universitas Sumatera Utara

52

mengalami penurunan sebesar 302.000 ton. Kabupaten Simalungun merupakan
penghasil beras terbesar di Sumatera Utara sebesar 339,675 ton. 54
Di Kabupaten Serdang Bedagai, sektor-sektor pertanian tanaman pangan yang
menjadi andalan adalah padi sawah di samping palawija yaitu jagung, ubi kayu. Tiga
kecamatan yang mempunyai luasan terbesar untuk menanami jenis tanaman tersebut
adalah Kecamatan Sei Bamban, Perbaungan dan Pantai Cermin.
Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu lumbung beras di Propinsi
Sumatera Utara yaitu pada tahun 2011 menghasilkan beras sebanyak 334,675 ton
dengan luas areal sawah 40.598 HA, tetapi di tahun 2015 mengalami penurunan
yaitu 302.000 ton dengan luas areal sawah 39.191 HA dikarenakan luas tanah
pertanian semakin berkurang karena di alih fungsikan.
Alih fungsi tanah pertanian yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku
akan berpotensi mengancam ketahanan pangan. Mestinya alih fungsi, terutama lahan
tanaman pangan tidak pernah dilakukan. Ini sesuai dengan Undang – Undang Nomor
41 Tahun 2009, PP No 1 Tahun 2011, Perda Propinsi Sumatera Utara No 3 tahun
2015, Perda Kabupaten Serdang Bedagai No 1 Tahun 2015 sebagai aturan untuk
melindungi lahan pertanian dari konversi. Jika dengan sangat terpaksa harus
dilakukan alih fungsi lahan mestinya ada upaya pencegahan seperti pemberian
insentif bagi pemilik sawah, perlindungan terhadap komoditas pertanian, dan
pembatasan izin alih fungsi.

54

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2015

Universitas Sumatera Utara

53

Alih fungsi tanah pertanian merupakan kegiatan perubahan peggunaan tanah
dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai
akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dan
peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah strukur
pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. Perkembangan struktur
industri yang cukup pesat di Kabupaten Serdang Bedagai berakibat terkonversinya
tanah pertanian secara besar-besaran yang pada tahun 2011 jumlah perusahaan sektor
industri yang terdaftar ada sebanyak 856 perusahaan dengan tenaga kerja sebanyak
4.608 orang dan pada tahun 2015 meningkat yaitu sebanyak 938 perusahaan dengan
tenaga kerja sebanyak 5.129 orang. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih
fungsi tanah pertanian juga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan
perumahan yang jumlahnya jauh lebih besar. Alih fungsi tanah pertanian merupakan
fenomena yang tidak dapat dihindarkan dari pembangunan. Upaya yang mungkin
dilakukan adalah dengan memperlambat dan mengendalikan kegiatan alih fungsi
tanah pertanian menjadi tanah non pertanian.
Dalam rangka dilakukannya alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non
pertanian para pihak yang bersangkutan harus mengajukan permohonannya melalui
mekanisme perijinan. Mekanisme tersebut terbagi dalam dua jalur yaitu dapat melalui
ijin lokasi atau ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian.
Perbedaan dari dua mekanisme tersebut adalah terletak pada luasnya tanah yang
dimohon, apabila luas tanah pertanian yang dimohonkan perubahan penggunaannya
ke tanah non pertanian kurang dari 10.000 M2 maka ijin yang diperlukan adalah ijin

Universitas Sumatera Utara

54

perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian, sedangkan apabila lebih dari
10.000 M2 maka ijin yang diperlukan adalah ijin lokasi.55
Pada umumnya Alih fungsi tanah pertanian menjadi perumahan yang di
lakukan oleh pengembang dengan cara membeli tanah pertanian terlebih dahulu dari
masyarakat dan kemudian membiarkan tanah tersebut ditinggalkan atau tidak
produktif lagi, dan mereka melakukan penimbunan terhadap tanah pertanian tersebut.
Kemudian mereka mengajukan alih fungsi ke Dinas perizinan agar dilakukan
perubahan fungsi tanah pertanian tersebut sesuai yang mereka inginkan.
D. Faktor Percepatan Alih Fungsi Tanah Pertanian.
Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian di Serdang Bedagai cenderung
terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan
struktur perekonomian. Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari akibat
kecenderungan tersebut. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih
fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih
fungsi secara progresif. Hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan
dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi
lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk
pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya
permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di
sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang

55

Wawancara dengan Harry Wardhana, Op.cit Senin 11 September 2016

Universitas Sumatera Utara

55

petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.56 Bahwa pelaku pembelian tanah
biasanya bukan penduduk setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahanlahan terlantar yang tidak produktif yang secara umum rentan terhadap proses alih
fungsi lahan.57 Alih fungsi lahan sebagian besar untuk kegiatan pembangunan
perumahan dan sarana publik. Bahwa lahan pertanian yang paling rentan terhadap
alih fungsi adalah sawah, Hal tersebut disebabkan oleh :
a. Kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan
sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan
kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih inggi.
b. Daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah
perkotaan.
c. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya. Infrastruktur wilayah
persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering
d. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan
sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar.58
Proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan nonpertanian yang terjadi
juga disebabkan oleh beberapa faktor. Ada tiga faktor penting yang menyebabkan
terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:
1.

Faktor Eksternal.
Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan
perkotaan, demografi maupun ekonomi.

2.

Faktor Internal.

56

Irawan B, Konversi Lahan Sawah Menimbulkan Dampak Negatif bagi Ketahanan Pangan
dan Lingkungan , IPB, 2005
57
Wibowo S.C, Analisis Pola Konversi Sawah serta Dampaknya terhadap produksi beras.
Badan Pengkajian Teknologi pertanian. Bandar lampung. 1996 , Hal 76
58
Winoto, J. Kebijakan Pengendalian alih fungsi tanah pertanian dan Implementasinya,
Rineka Cipta, Jakarta 2005, hal 105

Universitas Sumatera Utara

56

Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi
rumah tangga pertanian pengguna lahan.
3.

Faktor Kebijakan.
Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah
yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.

59

Dalam hal ini

regulasi peraturan yang dikeluarkan Kabupaten Serdang Bedagai masih bisa
dihindari, karena dengan alasan pengiringan.
Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait
dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang
dilarang dikonversi. Diketahui faktor penyebab alih fungsi dari sisi eksternal dan
internal petani, yakni tekanan ekonomi pada saat krisis ekonomi. Hal tersebut
menyebabkan banyak petani menjual asetnya berupa sawah untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang berdampak meningkatkan alih fungsi lahan sawah dan makin
meningkatkan penguasaan lahan pada pihak-pihak pemilik modal.60 Di Indonesia
alih fungsi lahan yang paling banyak dilakukan adalah pada tanah Sawah tadah hujan
yaitu 319 ribu Ha.
Faktor lain penyebab alih fungsi lahan pertanian terutama ditentukan oleh :
a. Rendahnya nilai sewa tanah (land rent) lahan sawah yang berada disekitar
pusat pembangunan dibandingkan dengan nilai sewa tanah untuk pemukiman
dan industri.

59

Lestari T, Dampak Konversi Lahan Pertanian bagi Taraf Hidup Masyarakat, Bandung :
Penerbit Mandar Maju, 2009 Hal 92
60
Ilham dkk, Perkembangan dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan
Sawah SertabDampak Ekonominya, IPB Press Bogor 2003 hal 90

Universitas Sumatera Utara

57

b. Lemahnya fungsi kontrol dan pemberlakuan peraturan – peraturan yang dibuat
dan tidak tegas oleh lembaga terkait.
c. Semakin menonjolnya tujuan jangka pendek yaitu memperbesar pendapatan
asli daerah (PAD) tanpa mempertimbangkan kelestarian (sustainability)
sumber daya alam di era otonomi. 61
Dengan adanya faktor-faktor tersebut menyebabkan perkembangan alih fungsi lahan
pertanian semakin luas. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena jumlah lahan pertanian di Negara
kita terbatas, sementara jumlah produksi pangan setiap tahunnya dituntut untuk lebih tinggi seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk yang ada. Jika permintaan pangan tersebut tidak bisa
dipenuhi biasanya pemerintah akan mengambil jalan melalui kebijakan impor beras, Sedangkan
pada masa dahulu Indonesia lah yang mengekspor beras.
Alih fungsi lahan sawah tidak terlepas dari situasi ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan cepat
sehingga sektor tersebut membutuhkan lahan yang lebih luas. Lahan sawah yang
terletak dekat dengan sumber ekonomi akan mengalami pergeseran penggunaan
kebentuk lain seperti pemukiman, industri manufaktur dan fasilitas infrastruktur. Hal
ini terjadi karena land rent persatuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru lebih
tinggi daripada yang dihasilkan sawah.62 Land rent adalah penerimaan bersih yang
diterima dari sumber daya lahan atau hasil bersih dikurangi dengan biaya.63

61
62
63

Wicaksono, Op.cit hal 21
Prayudho, Teori Lokasi , Jakarta Rineka Cipta 2009, Hal 251
Ibid hal 253

Universitas Sumatera Utara

58

Hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumber daya lahan diantara
berbagai kompetisi penggunaan sektor komersial dan strategis, mempunyai hubungan
yang erat. Sektor tersebut berada pada kawasan strategis dengan land rent yang
tinggi, sebaliknya sektor yang kurang mempunyai nilai komersial nilai rentnya
semakin kecil. Economic rent sama dengan surplus ekonomi yang

merupakan

kelebihan nilai produksi total diatas biaya total. Suatu lahan sekurang – kurangnya
memiliki empat jenis rent, yaitu:
a. Ricardian rent, menyangkut fungsi dan sifat kualitas tanah. Berdasarkan
kekayaan dan kesesuaian sumber daya yang dimiliki untuk berbagai
penggunaan aktivitas, seperti kesesuaiannya untuk jenis tanaman yang akan
ditanam.
b. Locational rent, menyangkut lokasi lahan yaitu nilai lahan sehubungan
dengan sifat dan lokasi relative dari lahan.
c. Ecological rent, menyangkut fungsi ekologi lahan yaitu merupakan fungsi
tanah untuk mencegah erosi, banjir dan mempertahankan kesuburannya.
d. Sosiological rent, menyangkut fungsi sosial dari lahan. Yaitu tanah
merupakan mempunyai fungsi social, penggunaan tanah harus disesuaikan
dengan keadaannya sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.64
Umumnya land rent yang mencerminkan mekanisme pasar hanya mencakup
ricardian rent dan locational rent. Ecological rent dan sosiological rent tidak

64

Ibid hal 254

Universitas Sumatera Utara

59

sepenuhnya terjangkau mekanisme pasar.65 Alih fungsi lahan sawah yang terjadi
ditentukan juga oleh pertumbuhan sektor tanaman pangan, dalam hal ini mengenai
nilai hasil sawah. Nilai inilah yang menjadi dasar individu mengalihfungsikan
lahannya. Menurut teori oportunitas yang menjadi dasar asumsi Wiliamson bahwa
oportunisme

merupakan

tindakan

mengutamakan

kepentingan

diri

dengan

menggunakan akal untuk berusaha mengeksploitasi situasi demi keuntungan.66

Hal

tersebut sesuai dengan teori lokasi neo klasik yang menyatakan bahwa substitusi
diantara berbagai penggunaan faktor produksi dimungkinkan agar dicapai keuntungan
maksimum. Artinya alih fungsi lahan sawah terjadi akibat penggantian faktor
produksi sedemikian rupa semata-mata untuk memperoleh keuntungan maksimum.67
Jumlah lahan pertanian di Kabupaten Serdang Bedagai sendiri cenderung
menurun dari tahun ke tahun akibat adanya alih fungsi tanah menjadi non pertanian.
Alih fungsi atau konversi lahan didefinisikan sebagai berubahnya fungsi awal lahan
menjadi fungsi lainnya baik dari sebagian maupun keseluruhan lahan akibat adanya
faktor–faktor tertentu. Faktor pendorong terjadinya alih fungsi tanah pertanian di
Kabupaten Serdang Bedagai adalah68:
a.

Pertumbuhan Penduduk.
Dengan jumlah daratan yang tetap, namun jumlah penduduk yang terus

meningkat, hal ini dapat kita lihat dari jumlah penduduk yang terus meningkat setiap

65
66
67
68

Ibid hal. 251
Priyadi, Op.cit hal 65
Prayudho , Op.cit hal 254
Wawancara dengan Harry Wardhana, Op.cit Senin, 11 September 2016

Universitas Sumatera Utara

60

tahunnya yaitu jumlah penduduk Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2011
berjumlah 594.383 jiwa dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 602.522 jiwa. Hal
ini tentu dapat menyebabkan berbagai dampak bagi lingkungan tempat tinggal
mereka. Salah satunya yakni adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian guna memenuhi kebutuhan hidup yang juga meningkat.
b.

Kebutuhan Masyarakat Untuk Pemukiman.