Metode Pembelajaran Bahasa Arab. pdf

Metode-Metode Pembelajaran Bahasa Arab
1. Metode Qawaid dan Tarjamah )‫الترجمة‬

‫(طريقة الق اعد‬

Metode qawaid dan tarjamah banyak dipraktikkan pada pesantren salafiyah di Indonesia.
Metode ini berangkat dari asumsi bahwa bahasa Arab dinikmati sebagai bahasa untuk
e aha i kita su i al Qur’a , hadits, serta kitab-kitab kuning yang banyak dipelajari di
pesantren. Metode ini telah digunakan secara turun-temurun dan tersebar secara luas
dengan mata rantai guru murid yang makin berkembang baik dari aspek persebaran
wilayah maupun jumlah alumni pesantren salaf. Metode ini paling sesuai dengan
kebutuhan akan pemahaman terhadap teks-teks kitab turats.
Penekanan qawaid dan tarjamah memungkinkan untuk menganalisa lafal per lafal yang
akan dipelajari secara mendetail. Ini terkait dengan subjek mata pelajaran kitab-kitab
yang memerlukan pemahaman yang mendalam terkait dengan konsekuensi dan
implikasi-implikasi aqidah, fiqih, tasawuf, dan akhlaq. Penalaran ini memungkinkan untuk
mengambil makna terdalam untuk diaplikasikan dan diadaptasikan dengan kondisi
lingkungan kitab-kitab itu dipelajari.
Dengan melihat penjelasan awal ini maka bisa dirumuskan beberapa aspek dalam meode
pembalajaran Bahasa Arab model qawaid dan tarjamah, yaitu;
1. Tujuan pembelajaran adalah untuk memahami kitab-kitab klasik dengan guru atau

sutadz sebagai sentral pembelajaran. Bantuan yang diperlukan dalam model
pembelajaran ini adalah kamus, kitab nahwu, dan tulisan langsung pada kitabnya.
2. Teori mengenai nahwu disampaikan terlebih dahulu baru praktik dan penjelasan
dalam kitab yang dibaca. Dengan kata lain metode yang digunakan adalah metode
deduktif. Dengan demikian hafalan terhadap kaidah nahwu menjadi penting
dalam model ini.(Effendy, 2005, pp. 31-32)
3. Model ini, dengan demikian, memberikan perhatian yang besar terhadap
pemahaman nahwu dan sharaf (qawaid) sebagai basis bagi pemahaman
teks(Hafidz, 2012, p. 26). Bisa dikatakan bahwa metode ini sangat cocok untuk
para calon ahli analisis teks.
Setelah melihat karakteristik dan model pembelajaran metode ini, maka bisa
dirumuskan pula langkah-langkah pembelajarannya, yaitu;
1. Guru membuka penjelasan mengenai bab nahwu dari bab per bab, tergantung
sampai bab apa pada saat itu.
2. Penjelasan ini disertai dengan penekanan untuk menghafal mengenai kaidah
nahwu pada bab tertentu.
3. Metode hafalan ini menjadi tes drill bagi para peserta didik untuk ditanyai satu
per satu.

1


4. Setelah satu bab nahwu dijelaskan dan dianggap cukup, maka dipraktikkan
dengan membaca teks kitab kuning dengan pendekatan grammatika tersebut
dalam arti bahwa kata perkata dianalisa dan diambil kesimpulan akhir terhadap
pemahaman teks tersebut. (Hafidz, 2012, p. 29)
2. Metode langsung ) ‫(طريقة المباشرة‬
Setelah sekian lama bertahan dengan model pembelajaran melalui metode qawaid dan
tarjamah atau grammar and translation method, para pengajar bahasa mulai
menampakkan ketidakpuasan terhadap metode ini dan mencari terobosan baru dalam
pembelajaran bahasa. Para pakar kemudian menelususri bagaimana bahasa asal itu
diajarkan kepada para pembelajar. Maka mulailah dipakai metode langsung dengan
asumsi pembelajar bisa secara langsung menirukan dan mempraktikkannya. Ada yang
menyebut dengan istilah undzur wa qul atau lihat dan ucapkan. Dengan metode ini
diharapkan pembelajar bisa langsung mempraktikkan hingga berkomunikasi aktif dengan
bahasa yang diajarkan.
Jika metode qawaid dan tarjamah banyak dipraktikkan di pondok pesantren salafiyah
(tradisional), maka metode langsung ini banyak digunakan pada pesantren yang sering
dianggap sebagai modern khususnya model Pesantren Gontor. Jika melihat produk
lulusan, metode ini menekankan pada kemampuan bahasa asal secara langsung. Asumsi
dari metode ini adalah belajar bahasa asing harus bisa mempraktikkannya sesuai dengan

bahasa itu digunakan. (Subyakto-Nababan, 1993, p. 16)
Beberapa ciri khas dari metode ini antara lain;
1. Pembelajaran dimulai dengan pengucapan kalimat dalam bahasa Arab secara
langsung. Pengucapan-pengucapan ini bisa dikemas dalam bentuk cerita atau
humor-humor pendek. Pengucapan kalimat ini dibarengi dengan mimik, gestur,
gerakan tangan, isyarat, dan dramatisasi lain yang bisa membantu pemahaman
pembelajar.
2. Pembelajaran kaidah bahasa (qawaid) tidak terlalu ditekankan pada awal
pembelajaran. Kaidah bahasa baru diajarkan setelah diberikan contoh-contoh
sebegaimana pada nomor 1. ini berarti pembelajaran kaidah bahasa diajarkan
secara induktif.
3. Bagi pembelajar yang sudah dianggap ada kemajuan signifikan maka diberikan
materi yang lebih berupa bacaan-bacaan untuk kemudian disadur dan
disampaikan intisari dari sebuah bacaan itu secara lisan di depan pengajar atau
teman-temannya.
Mode pembelajaran dengan metode ini mulai banyak diterapkan tidak saja di
pesantren Gontor tetapi sudah diadopsi oleh lembaga pendidikan formal seperti di
Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) atau Keagamaan (MAK). Produk dari
2


lembaga pendidikan yang menerapkan metode langsung juga terlihat dari banyaknya
alumni yang diterima di perguruan tinggi luar negeri yang menggunakan bahasa
sebagaimana bahasa tersebut dipelajari sebelumnya.
3. Metode Membaca )‫( طريقة القراءة‬
Sebagaimana pernah disampaikan bahwa setiap lahir satu metode maka akan ada
titik kelemahan yang bisa diketahui setelah sebuah metode diterapkan dalam proses
pembelajaran. Secara berurutan, metode membaca ini adalah metode ketiga sebagai
hasil dari evaluasi metode langsung yang diterapkan dalam pembelajaran bahasa
asing dalam kelas.
Metode membaca adalah metode pembelajaran bahasa asing yang menekankan pada
upaya memperkaya kosakata, pemahaman teks secara mendalam (intensive reading,
‫)قراءة عميقة‬, dan kemampuan mengembangkan bacaan berdasarkan kosakata yang
telah dimengerti dari bacaan (extensive reading, ‫)قراءة موسوعة‬. Metode membaca
berbeda dengan keterampilan membaca sebagai salah satu keterampilan bahasa.
Metode membaca menekankan mengenai bagaimana pembelajar bahasa
mendapatkan kesan bahasa sehingga mampu menangkap pemahaman bahasa asing
melalui membaca.(Subiyakto-Nababan, 1993, p. 19)
Dengan demikian menjadi bisa dimengerti jika penekanan pada kosakata dan istilahistilah sebagai stimulan memahami bahasa harus dipahami terlebih dahulu untuk
diterapkan dalam bacaan. Begitu seterusnya kemudian setelah memahami kosakata
dan istilah itu bisa dikembangkan lebih lanjut menjadi bacaan yang lain berupa

rangkaian-rangkaian kalimat terlebih dahulu. Sebagai bentuk latihan dari
pengembangan bacaan, pembelajar bahasa asing bisa melakukan sinopsis atas sebuah
bacaan menggunakan bahasanya sendiri, atau bahkan melakukan resume dengan
cara memahami kalimat pokok dari tiap paragraf. Ini dilakukan jika kosakata telah bisa
dipahami secara sempurna dan mengerti maksud dari isi bacaan tersebut.
Metode membaca ini juga berasumsi bahwa pembelajaran bahasa asing harus fokus
pada tujuan. Jika pembelajar hanya butuh pemahaman teks dan pendalaman serta
pengembangan kosakata maka hendaknya metode harus fokus pada upaya
bagaimana hal itu tercapai. Untuk tujuan ini maka metode membaca menjadi pilihan
yang dianggap tepat. Pembelajaran bahasa, dalam asumsi ini, tidak bisa multi tujuan
dalam satu momentum pembelajaran.
Dengan demikian metode membaca ini mengambil langkah-langkah;
1. Penyampaian kosakata dan istilah-istilah oleh pengajar dengan definisi masingmasing kosakata dan istilah tersebut.
2. Penyajian bacaan yang diambil berdasarkan pertimbangan oleh guru sesuai
dengan level dan jenjang kelasnya. Para pembelajar membaca bacaan dengan
3

cara membaca dalam hati sendiri-sendiri atau membaca keras terpimpin secara
bergiliran.
3. Para pembelajar melakukan kajian atas bacaan yang telah dibaca dengan cara

mendiskusikannya dengan teman atau dalam peer group yang telah dibentuk
sebelumnya.
4. Setelah pembelajar berdiskusi maka kosakata-kosakata penting dicatat untuk
disampaikan kepada pengajar. Pengajar melakukan semacam brain storming
terhadap apa yang ditangkap pembelajar untuk dibahas bersama-sama. Kesan
terhadap kosakata inilah yang menjadi salah satu tujuan metode membaca.
5. Setelah kosakata dibahas dan dimengerti bersama maka pembelajar bisa
melakukan pengembangan terhadap hasil bacaan itu dalam bentuk membuat
kalimat-kalimat sederhana hingga dirangkai menjadi paragraf dan bacaan
utuh.(Subiyakto-Nababan, 1993, p. 20)
4. Metode aural-oral (‫)طريقة السمعية السف ية‬
AhmadFuad Effendi menggabungkan dua metode ini yaitu metode mendengar dan
berujar lisan. Sementara Subyakto-Nababan memisahkan antara kedua metode secara
sendiri-sendiri. (Subiyakto-Nababan, 1993)
Bahasa adalah ujaran lisan yang diucapkan dan didengarkan. Itulah asumsi dari metode
aural-oral ini. Aural berarti suara dan oral berarti ucapan lisan. Oleh karena itu bahasa
yang baik adalah apa yang diucapkan oleh penutur aslinya, dan bukan apa yang dianggap
baik oleh ahli bahasa.
Untuk tujuan ini maka pembiasaan menggunakan bahasa tujuan dalam pembelajaran
adalah hal yang ditekankan. Metode ini dimulai dari memperdengarkan bagaimana

bahasa itu dituturkan, baik oleh native speaker ( ‫ )الناطق اأصلى‬maupun penutur yang
pernah menuturkannya, dalam hal ini adalah pengajarnya. Mengajarkan bahasa dan
bukan mengajarkan tentang bahasa adalah hal yang penting dalam metode ini. Bisa
dibandingkan dengan metode-metode sebelumnya, khususnya metode qawaid dan
tarjamah.
Secara teknis, tujuan dari metode ini adalah penguasaan terhadap empat keterampilan
berbahasa yang dimulai dari menyimak/ mendengarkan dan berbicara, baru kemudian
membaca dan menulis.(Effendy, 2005, p. 47)
Model hafalan diterapkan untuk menekankan pada penguasaan kalimat-kalimat efektif
dengan pembatasn kosakata, atau tematis. Pola ini juga menghindari penerjemahan serta
pendalaman qawaid.
5. Metode komunikatif
Metode komunikatif lahir bersamaan dengan eksperimen-eksperimen pendekatan dan
metode yang dilahirkan oleh para praktisi pembelajaran bahasa, antara lain cognitive
code learning (metode kognitif kode), silent way (metode diam), suggestive-accelerative

4

learning and teaching (SALT-metode pemelajaran akseleratif-sugestif), the natural
approach (pendekatan alami), dan metode komunikatif ini.

Metode kognitif kode lebih mendekati kepada metode gramatika terjemah karena
menekankan pada asumsi bahwa pembelajaran bermakna dan penguasaan tata bahasa
sangat penting, meskipun tujuan akhirnya adalah keterampilan bahasa. Sedangkan
metode diam diasumsikan bahwa belajar itu bukanlah drill, peniruan, eksperimentasi,
trial and error, perbaikan dan penyimpulan. Metode diam bertujuan untuk melatih
pembelajar bahasa asing untuk menguasainya secara benar denngan cara banya
menyimak penutur aslinya. (Hermawan, 2014, p. 203)
Adapun metode akseleratif-sugestif berasumsi bahwa belajar sangat didukung oleh
suasana yang tenang, rileks, dan menyenangkan sehingga sumber-sumber bawah sadar
bisa dibangkitkan dan bisa menyimpan sejumlah struktur dan kosakata yang banyak.
Kelas harus diciptakan atmosfir yang ceria melalui music klasik, dekorasi yang indah,
kenyamanan kelas termasuk tempat duduk, guru yang ceria, dan teknik-teknik dramatis.
Metode ini sering disebut juga dengan metode sugestopedia yang dicetuskan oleh
Georgee Lazanov. Bebearapa hal dalam metode suestopedia di atas dimaksudkan untuk
menghilangkan pengaruh negative yang muncul pada anak. Persepsi diri yang positif
sangat penting dalam pembelajaran bahasa.
Beberapa metode ini mengarahkan pada metode komunikatif yang mengasumsikan
bahwa manusia sudah dilengkapi dengan alat pemerolehan bahasa yang alami. Sehingga
manusia pada dasarnya mampu mengkreasikan kemampuannya. (Effendy, 2005, pp. 5456)
Selain itu, asumsi dari pendekatan ini adalah bahwa keterampilan bahasa tidak saja

mencakup kepada empat hal; membaca, menyimak, menulis, dan berbicara, tetapi
bahasa mencakup penguasaan atas situasi dan tujuan interaksi. Atau dalam teori
sosiolinguistik dipahami bahwa bahasa adalah ekspresi budaya yang tidak bisa dipisahkan
dari kehidupan keseharian yang di dalamnya tercakup aktifitas social dan interaksi antar
manusia yang sangat kompleks. Pendekatan komunikatif dicetuskan oleh Dell Hymes
yang berbeda dengan asumsi yang diutarakan oleh Noam Chomsky dengan istilahnya
competence.(Subiyakto-Nababan, 1993, p. 63)
Yang terpenting juga dari asumsi ini adalah bahwa belajar bahasa kedua atau bahasa
asing sama dengan belajar bahasa pertama, yaitu bermula dari kebutuhan terhadap
bahasa itu sendiri. Melihat asumsi ini bisa dipahami bahwa metode ini banyak digunakan
dalam kursus-kursus bahasa yang sangat pragmatis untuk kepentingan mengirim tenagatenaga siap pakai ke Negara tujuan dengan bahasa yang berbeda, seperti polisi atau
tentara perdamaian yang dikirim ke wilayah konflik di luar negeri atau tenaga-tenaga
khusus lainnya termasuk tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

5

Dalam metode ini dikenal istilah nosi yang dikaitkan dengan hubungan semantic dan
funsgi bahasa dalam kompleksitas komunikasi social. Nosi ini terkait dengan ruang dan
waktu serta situasi-situasi dan kondisi masyarakat. Sehingga memunculkan silabus yang
berbeda; notional, fungsioal dan komunikatif.


Effendy, A. F. (2005). Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat.
Hafidz, M. (2012). Pembelajaran Bahasa Arab; Sebuah Pendekatan Metodologi. Salatiga: STAIN
Salatiga Press.
Hermawan, A. (2014). Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (IV ed.). Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Subiyakto-Nababan, S. U. (1993). Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia pustaka.
Subyakto-Nababan, S. U. (1993). Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia.

6