TUGAS UTS Ilmu Sosial dan Budaya Dasar

TUGAS UTS
( Ilmu Sosial dan Budaya Dasar )
HUBUNGAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
DALAM ILMU ARSITEKTUR

Disusun oleh :
Rina Hayaturrahmah
NIM : 1204104010005

Dosen Mata Kuliah :

Muhammad Haikal Daud, SH, MH

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
TAHUN 2014

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, serta kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Ujian

Tengah Semester dengan judul Hubungan Manusia dengan Budaya dalam Arsitektur.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
SAW beserta keluarga, sahabat-sahabat, dan pengikut beliau. Yang telah mengantarkan kita
pada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Sehubungan dengan penyusunan makalah ini, kami telah berusaha menurut
kemampuan yang ada, supaya kelak dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri maupun
orang lain. Selanjutnya, saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu, kritik dan saran sangat kami harapkan dari Ibu dosen dan
teman-teman kesalahan guna menyempurnakan makalah yang telah kami susun.
Akhirnya, saya sebagai penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Darussalam, 02 April 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN........................................................................................... 1
Latar Belakang............................................................................................................ 1
BAB II : PEMBAHASAN............................................................................................ 2
A. Pengertian Manusia, Kebudayaan dan Ilmu Arsitektur....................................... 2
1. Pengertian Manusia....................................................................................... 2
2. Pengertian Kebudayaan................................................................................ 3
3. Pengertian Ilmu Arsitektur............................................................................ 4
B. Hubungan Manusia dan Kebudayaan................................................................. ...4
C. Hubungan Manusia dengan Kebudayaan dalam Ilmu Arsitektur...................... ... 8
D. Perkembangan Arsitektur di Indonesia.............................................................. ... 9
BAB III : PENUTUP..................................................................................................... 12
Kesimpulan.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Arsitektur sebagai unsur kebudayaan merupakan salah satu bentuk bahasa nonverbal
manusia, alat komunikasi manusia nonverbal ini mempunyai nuansa sastrawi dan tidak jauh
berbeda dengan sastra verbal. Arsitektur itu sendiri dapat dipahami melalui wacana

keindahan, sebab dari sanalah akan muncul karakteristiknya. Dalam naskah kuno sastra jawa
dan kitab lontara Bugis dapat ditemukan hubungan relevansi antara lingkungan kehidupan
budaya manusia dengan rumah adat yang diciptakannya.
Manusia sebagai individu maupun dalam kelompok / masyarakat menjalani
kehidupannya di lingkungan hidup yang secara umum berupa ; lingkungan fisik alami dan
lingkungan sosial. Sedangkan kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, nilai, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
Sehingga pada dasarnya kedua lingkungan tersebut mengandung peluang sekaligus
ancaman. Karena kebudayaan merupakan sistem ide yang sifatnya abstrak, yang berada
dibenak / pikiran masyarakat pendukung kebudayaan yang bersangkutan, maka ketika akan
mempelajari kebudayaan suatu kelompok masyarakat, kita bisa menandainya melalui wujud
kebudayaan yang bisa kita lihat, sentuh, dan rasakan.
Ilmu arsitektur dan hasil karyanya merupakan pencerminan kebudayaan melalui
sejumlah pola, struktur atau susunan dan wujud rupanya. Mengingat pola dan struktur
cenderung lebih sulit terlihat, masyarakat lebih awam lebih mengandalkan wujud rupa dalam
mengenali kebudayaan yang tercemin dalam suatu karya.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Manusia, Kebudayaan dan Ilmu Arsitektur
1. Pengertian Manusia
Banyak hal yang mendefinisikan tentang manusia. Secara bahasa manusia
berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal
budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah
manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau
realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (bahasa latin
untuk manusia), Sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan
konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya
dengan kekuatan ketuhanan atau makhluh hudup; dalam mitos, mereka juga seringkali
dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan
berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk
serta perkembangan teknologimya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk
membentuk kelompok dan lembga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.

2. Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk
dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga

budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Kebudayaan adalah suatu pola hidup menyeluruh (kompleks, abstrak dan luas)
yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Selain itu, kebudayaan juga dapat di artikan sebagai manifestasi
kehidupan setiap orang, dan kehidupan setiap kelompok orang-orang berlainan
dengan hewan-hewan, maka manusia tidak hidup begut saja ditengan alam, melainkan
mengubah alam.

3. Pengertian Ilmu Arsitektur
Ilmu arsitektur adalah ilmu yang dalam merancang bangunan. Dalam artian
yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan
lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota perancangan
perkotaan arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain
perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil – hasil proses
perancangan tersebut.
Peran arsitek, meski senantiasa berubah, tidak pernah menjadi yang utama dan
tidak pernah berdiri sendiri. selalu akan ada dialog antara masyarakat dengan sang
arsitek dan hasilnya adalah sebuah dialog yang dapat dijuluki sebagai arsitektur,
sebagai sebuah produk dan sebuah disiplin ilmu.
Pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur
kebudayaan, antara lain sebagai berikut :
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok,
yaitu:
alat-alat teknologi
sistem ekonomi
keluarga
kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:




sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota

masyarakat

untuk

menyesuaikan

diri

dengan

alam

sekelilingnya



organisasi ekonomi



alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan
(keluarga adalah lembaga pendidikan utama)



organisasi kekuatan (politik)

Contoh Rumah/Bangunan Kebudayaan Indonesia :

Rumah Honai ( Papua )

Rumah Gadang ( Sumatera Barat )
B. Hubungan Manusia dan Kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, nilai, moral, hukum, adat

istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Manusia sebagai individu maupun dalam kelompok / masyarakat
menjalani kehidupannya di lingkungan hidup yang secara umum berupa ; lingkungan
fisik alami dan lingkungan sosial.

Pada dasarnya kedua lingkungan tersebut mengandung peluang sekaligus
ancaman. Karena kebudayaan merupakan sistem ide yang sifatnya abstrak, yang
berada dibenak / pikiran masyarakat pendukung kebudayaan yang bersangkutan,
maka ketika akan mempelajari kebudayaan suatu kelompok masyarakat, kita bisa
menandainya melalui wujud kebudayaan yang bisa kita lihat, sentuh, dan rasakan.
C. Hubungan Manusia dengan Kebudayaan dalam Ilmu Arsitektur
Ilmu arsitektur dan karya arsitektur adalah pencerminan kebudayaan melalui
sejumlah pola, struktur atau susunan dan wujud rupanya. Mengingat pola dan struktur
cenderung lebih sulit terlihat, masyarakat lebih awam lebih mengandalkan wujud rupa
dalam mengenali kebudayaan yang tercemin dalam suatu karya, seperti pada :
 Bentuk atap
 Ornamen
 Dan dekorasi
 Raut dan bentuk tubuh bangunan
 Warna maupun tanda-tanda

Khususnya, yang intinya adalah style / gaya bangunan jadi sering salah kaprah, karena
seringkali style diindentikkan dengan buah kebudayaan.
Jika kebudayaan dianggap sebagai sistem tanda, sistem itu berfungsi sebagai
sarana penataan kehidupan bemasyarakat. Bagi warga suatu masyarakat, pemahaman
dari sistem tanda yang berlaku dalam masyarakat itu memungkinkannya berperilaku
sesuai dengan apa yang diharapan darinya oleh sesama warga masyarakat itu, karena
terdapat kesesuaian interpretasi dari tanda-tanda yang digunakan. Karya arsitektur
merupakan perpecahan dari budaya, atau dapat dikatakan hasil dari budaya yang
ditautkan dengan fungsi sebagai wadah kegiatan hidup dan berkehidupan manusia.
memang secara naluri dan roh, manusia menginginkan keindahan kreatif yang
diciptakan melalui tengan manusia itu sendiri. Sedangkan kebudayaan, yang nota
bene merupakan hasil kajian social kemasyarakatan dalam nilai dan norma (standar)
akan berbagai jenis keindahan. Sehingga manusia mencurahkan tanda-tanda yang dia
terima dalam kebudayaan kepada arsitektur, yang kemudian menjadi berbagai tanda
pula. Perancang di sini mendapatkan posisi penting dalam penautan tanda dalam
karya arsitektur menjadi symbolic architechture, yang kemudian diharapkan dapat
lebih mempengaruhi manusia pemakai wadah tersebut.

Perlu ditekankan disini, manusia (perancang) tidak akan terlepas dari
kebudayaan. Dia hidup di dalam suatu kebudayaan, mau atau tidak. Mulai dari

fashion, norma sampai makanan. Sehingga meskipun seorang perancang tidak
mengidahkan atau tidak sadar akan kajian tanda dan symbol dalam karyanya, pasti
akan terlihat berbagai symbol budaya yang mempengaruhi si perancang. Disinilah
pentingnya melihat karya arsitektur dari segi bahasa. Karya arsitektur itu
berkomunikasi, dia mempunyai bahasa. Ilmu semiotic dapat menjadi alat kajian,
khususnya kajian budaya (dan kearsitekturan). Bagaimana sebuah karya arsitektur,
kemudian dimengerti berbagai tanda dan symbol yang ada akan kemudian
menceritakan alam semsesta, atau lebih sempit lagi kebudayaan. Arsitektur memang
sebuah ekspresi, dari kebudayaan (perancang).
“Terus mencoba untuk menjadi manusia yang berbudaya dan untuk menjadi dan
mengenal lebih dalam sugesti yang telah diberikan secara gratis oleh kebudayaan,
yang tentu saja mungkin dan akan bermanfaat khususnya bagi para arsitek muda dan
karyanya”.
D. Perkembangan Arsitektur di Indonesia
Wujud arsitektur bukan merupakan hasil ‘seni yang bebas’ kehendaknya dan
melukis untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, seni arsitektur merupakan ‘seni yang
terikat’ oleh kaidah-kaidah tertentu sebagai seni terapan yang mampu dinikmati
semua pihak, menjadi milik masyarakat, bangsa dan para pengamat yang berhak
menikmati karya arsitektur setempat (bukan impor dari luar). Arsitektur mencoba
berusaha untuk berada di tengah masyarakatnya, para pemakai dan pemerhati.
Banyak bangunan yang sebetul-nya gagal secara fungsional atau tidak sesuai
dengan perilaku pemakai, namun tetap diciptakan dengan ‘keterpaksaan’ karena
faktor-faktor lain yang sama sekali melupakan ‘jati diri’-nya. Latar belakang dalam
melakukan aktifitas sosial budaya, dalam masyarakat tradisional Jawa misalnya,
banyak belajar menyesuaikan diri dengan alam lingkungannya. Mereka memilih
untuk berusaha hidup ‘selaras’ dengan alam, walaupun tidak merasa bahwa dirinya
takluk kepada alam.
Bentukan arsitekturnya merupakan karya yang secara arif memanfaatkan
potensi dan sumberdaya setempat serta menciptakan keselarasan yang harmonis
antara ‘jagad cilik’ (mikro kosmos) dengan ‘jagad gede’ (makro kosmos).

Menurut Koentjaraningrat (1983) masyarakat Jawa merasa berkewajiban
untuk ‘memayu-ayuning bawana’ yaitu pandangan hidup untuk selalu berupaya
memperindah lingkungannnya, baik fisik maupun spiritual; menyangkut adat, tata
cara, cita-cita ataupun nilai-nilai budaya lainnya. Dalam kaitannya dengan arsitektur,
konsep ini mendasari pola keselarasan antara bangunan dengan lingkungannya
termasuk juga dalam sistem ekologinya.
Ditilik dari kacamata arsitektur, Budiharjo (1997) menilai bahwa hal yang
paling merisaukan dalam perancangan bangunan tinggi adalah penampilannya yang
nyaris steril, serba polos, tunggal rupa serta tak menyisakan peluang bagi penghuni,
pemilik maupun pengamatnya untuk berimajinasi. Tak heran jika pencakar langit
seperti itu acap diejek sebagai salah satu bentuk pornografi arsitektural, tak
menyimpan misteri, kurang menyentuh rasa, tak memperkaya jiwa dan vulgar. Bentuk
bangunan dan kota yang cocok, tentunya muncul dan tumbuh dari dalam, dibuat untuk
menanggapi keinginan, tuntutan dan dambaan manusia yang hidup dan bekerja di
sana.
Pembahasan tentang perkembangan arsitektur tidak bisa dipisahkan dengan
perkembangan kebudayaan. Pembahasan perkembangan arsitektur modern, juga tidak
dapat dilepas dari perkembangan teknologi serta perkembangan sosial ekonomi
masyarakat penduduknya. Kebudayaan adalah sesuatu yang dinamis, selalu berubah
dari waktu ke waktu.
Arsitektur sebagai bagian dari kebudayaan juga senantiasa memperbaharui diri
sesuai dengan perkembangan jaman. Perkembangan arsitektur dari waktu ke waktu
merupakan cerminan dari budaya masyarakat dimana karya arsitektur tersebut berada.
Menurut Atmadi (1997) perkembangan arsitektur di Indonesia sesudah kemerdekaan
menunjukkan corak perkembangan tersendiri. Ungkapan arsitekturnya disesuaikan
dengan tantangan, pengaruh perkembangan teknologi dan bahan bangunan yang ada.
Perkembangan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh perkembangan tata ruang
atau tata masa massa bangunan saja, tetapi juga terpengaruh oleh nilai sosial dan
budaya serta ekosistem yang berubah cepat. Namun, pada umumnya para Arsitek
kurang memperhatikan pengembangan konsep perancangan dalam menyelesaikan
suatu rancangan.
Pembaharuan konsep perancangan tidak berarti pembaharuan komponen
bangunan yang ditunjukkan dengan mengambil komponen dari berbagai macam
lapangan bangunan lain. Hal ini menjurus pada ungkapan ‘arsitektur eklektis’.

Penggunaan tiang Yunani dan jendela Spanyol yang banyak bermunculan dan
bertahan akhir-akhir ini merupakan petunjuk adanya perkembangan yang demikian
itu. Keadaan semacam itu tentunya kurang menguntungkan bagi usaha mencari
arsitektur berkepribadiaan Indonesia. Sebuah teguran dari Van Romond (1950) dalam
pidato Ronald, mengatakan bahwa:
“Para arsitek Indonesia hendaknya berani memutuskan diri untuk bertindak
mundur sejenak, hingga menemukan suatu perwujudan dalam bentuk yang paling
sederhana dari bentuk bangunan di masa lampau. Sebab dengan melakukan tindakan
ini berarti akan memperoleh kesempatan untuk memperbaharui gagasan-gagasan
dan kemudian akan dapat menemukan kembali bentuk yang jauh lebih baik dan lebih
khas.”
Dengan perkataan lain, kalau ingin maju dengan pesat, hendaknya mau
mundur barang selangkah sebagai awalan melakukan loncatan yang lebih jauh.
Cepatnya pertumbuhan penduduk, kecepatan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta terbatasnya sumber daya alam mengharuskan para Perencana dan
arsitek untuk segera menjawab tantangan tadi.
Perkembangan keanekaragaman kebutuhan fasilitas, masih adanya masalah
kemiskinan serta distribusi yang belum sesuai, merupakan beberapa tantangan utama
yang perlu diperhtikan para Arsitek Indonesia. Usaha perbaikan fasilitas umum dan
permukiman pada dasarnya merupakan kegiatan yang strategis dalam pembangunan.
Untuk itu, seyogyanya konsep perancangan bangunan serta perencanaan lingkungan
dan wilayah mendapat perhatian khusus, agar pembangunan dapat mendukung
pembinaan budaya dan peradaban bangsa.
Perkembangan arsitektur nampak berjalan begitu mulus tanpa ada penyaring
sebagai akibat apa yang terjadi untuk sementara ‘dipersilakan masuk’, sehingga bisa
dikatakan ada perubahan nilai untuk menghilangkan ‘jatidiri’-nya. Hal ini sebagai
akibat proses modernisasi, yang bilamana tidak dikendalikan dengan baik, dapat
menimbulkan ‘krisis identitas’. Krisis ini terjadi karena terganggunya keakraban
manusia dengan ruang. Dengan demikian, walau ruang tidak mengalami perubahan,
namun digunakan dengan fungsi yang sangat berbeda. Untuk itu, tata nilai yang
berlaku akan mengalami perubahan dan menjadi sumber konflik antara yang lama
dengan yang baru.
Timbul keprihatinan dalam diri beberapa pihak yang mempertanyakan apakah
arsitektur seperti itu akan menjadi arah perkembangan arsitektur Indonesia. Prijotomo

dalam bukunya Pasang Surut Arsitektur di Indonesia mempertanyakan: “Tahukah
Anda bahwa kesemuanya itu telah dimiliki sejak 1970-an? Tapi kenapa perjalanan
meng-Indonesia-kan arsitektur masih pusing tujuh keliling?”
Beberapa kemungkinan ini adalah jawaban dari pertanyaan tadi, yaitu:
 Pertama, konon dikatakan oleh Arsitek bahwa pasaran arsitektur masih
menggemari yang ‘barat’ ketimbang yang tradisional.
 Kedua, lembaga pendidikan arsitektur belum melakukan penafsiran, karena
belum mampu bicara soal ruang dan rupa arsitektur tradisional Indonesia.
Arsitektur ini masih diletakkan dalam kerangka antropologis dan kebudayaan,
belum diletakkan dalam kerangka arsitektur itu sendiri.
 Ketiga, kurangnya gairah Arsitek profesional dan Pendidik untuk meletakkan
arsitektur tradisional itu sebagai sumber praktek dan sumber pengajaran.
 Keempat, ada pihak-pihak yang sengaja menyembunyikan pengetahuan dan
kemampuannya dalam hal arsitektur tadi. Penggunaan apa yang dimilikinya
oleh pihak lain demi pengembangan arsitektur tadi dicurigainya sebagai
pengambil-alihan pengetahuan dan kemampuan.
 Kelima, belum tumbuhnya sikap Arsitek Indonesia dalam melihat arsitektur
modern itu sendiri. Tafsiran, alih ragam, modifikasi ataupun penyederhanaan
haruslah menjadi bagian yang tak terpisah dari sebutan tradisional pada
arsitektur daerah kita.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia dan kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tak bisa dipisahkan dalam
kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna menciptakan
kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun menurun. Di sisi lain manusia
juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam suatu
interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan yang
berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan antara
yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban. Sehingga
norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang.
Setiap daerah mempunyai masing-masing bentuk, cara, dan tradisi dalam membina
suatu kebudayaan agar budaya mereka tetap bertahan, arsitek dengan ilmunya pun juga
berperan penting dalam membangun budaya dalam segi pembangunan daerah. Maka dari itu
seorang arsitek (manusia) harus menghargai kebudayaan yang telah terjaga oleh anak bangsa
agar tetap dan selalu ada untuk generasi penerus kita dalam setiap karya yang diciptakannya.

DAFTAR PUSTAKA
Moore, Gary T. 1984/1979. Pengkajian Lingkungan Perilaku. dalam Snyder. Pengantar
Arsitektur. Jakarta: PT. Gramedia.

SUMBER REFERENSI
http://ayoberarsitektur.blogspot.com/2012/01/arsitektur-dan-kebudayaan.html (diakses
tanggal 31 Maret 2014)
http://fdanbdanp.blogspot.com/2011/04/hubungan-manusia-dengan-budaya-dalam.html
(diakses tanggal 31 Maret 2014)
http://rabsanjany.blogspot.com/2011/03/hubungan-manusia-dengan-budaya-dalam.html
(diakses tanggal 03 April 2014)

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2